PENDAHULUAN Permohonan orang tua kandung sebagai wali terhadap anaknya

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah Sebagai kelanjutan dari iman seseorang manusia kepada Allah SWT ialah ia mesti berbuat sesuai dengan apa yang dikhendaki Allah SWT. Perbuatan lahir dari manusia merupakan gambaran perbuatan batin yang disebut iman. Perbuatan lahir selanjutnya menjadi ukuran bagi keimanan seseorang. Kualitas keimanan itu dapat dilihat dari kualitas amal lahir itu. Oleh karena itu, manusia mesti mengerjakan apa- apa yang disuruh oleh Allah SWT. Untuk melakukannya dan meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah untuk diperbuatnya. Apa-apa yang disuruh Allah manusia memperbuatnya menandakan perbuatan tersebut adalah baik dan bermanfaat bagi kehidupannya dan apa-apa yang dilarang Allah manusia memperbuatnya menunjukkan perbuatan tersebut adalah buruk dan merusak kehidupan manusia itu sendiri 1 . Apa-apa yang dihendaki Allah berkenaan dengan tindak perbuatan manusia itu disebut hukum syara’. Kehendak Allah itu dapat ditemukan dalam kumpulan wahyu yang disebut al-Qur’an dan penjelasan yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadis atau sunnah. Hukum syara’ yang merupakan kehendak Allah itu pada umumnya merupakan pedoman pokok yang berbentuk petunjuk yang bersifat umum dan garis-garis besar yang menurut apa adanya belum dapat dilaksanakan 1 Amir Syarifuddin . Garis-garis Besar Fiqih, Jakarta : Gaung Prenada Media,2003, h.2 1 secara baik dan praktis, petunjuk Allah tersebut perlu dijabarkan dalam bentuk petunjuk operasional secara rinci dan mudah diamalkan. Petunjuk praktis yang bersifat amaliah terhadap kehendak Allah tersebut secara sederhana disebut fikih. Dalam memahaminya Allah membekali hambanya dengan akal pikiran agar dapat merealisasikan kehendaknya di muka bumi seiring dengan perubahan kondisi 2 . Ajaran Islam mengatur hubungan manusia dan sang penciptanya dan ada pula yang mengatur hubungan sesama manusia dan alam semesta. Ajaran Islam datang dengan sangat memperhatikan kepada kedudukan sesama manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Manusia pada perjalanan hidupnya secara sifat nalurinya adalah berpasang pasangan untuk meneruskan generasi berikutnya serta untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dalam membentuk dan membina rumah tangganya. Pernikahan merupakan proses alamiah yang senantiasa dilalui oleh manusia, karena pada saat mereka sampai tahap kedewasaan akan muncul perjalanan ikatan lawan jenisnya sebagai tujuan dari keluarga sakinah mawaddah warahmah. Pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqon gholiidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Dengan adanya dimensi ibadah dalam sebuah perkawinan, karena itu suatu perkawinan harus dipelihara dengan baik sehingga bisa abadi dan tercapainya apa yang menjadi tujuan perkawinan, yaitu terwujudnya keluarga sakinah, mawaddah, 2 Ibid. h.2 warahmah serta melanjutkan keturunan generasi berikutnya yang menjadi kebanggaan, tanggung jawab serta amanah Allah SWT kepada manusia sebagai hambaNYA. Disamping untuk menghindarkan diri dari terjerumus kepada perbuatan yang tidak terpuji dan untuk ketentraman jiwa, pernikahan disyariatkan juga untuk melestarikan keturunan . Menurut Abu Ishak al Syatibi dalam kitabnya Almuwafaqat, hal yang disebut terakhir ini adalah menjadi tujuan utama bagi suatu pernikahan, sedangkan hal-hal lain hanyalah sebagai faktor-faktor pendukung bagi terwujudnya tujuan utama tersebut. 3 Al-Quran mengintrodusir hal diatas dengan Allah SWT menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu dan memberimu rizki yang baik-baik. Dapat dipahami bahwa untuk mewujudkan keturunan yang berkualitas dan saleh, bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Tugas ini memerlukan keseriusan dan kesinambungan serta harus ada secara khusus orang yang menyediakan waktu untuk itu. Begitu penting kesungguhan dan kesinambungan dalam memelihara dan mendidik anak keturunan, sehingga hal tersebut mendapat perhatian besar dan mendasar dalam kajian hukum Islam. Secara serius para ulama masa silam mengkaji berbagai aspek yang berkaitan dengan apa yang harus dilakukan terhadap anak dari waktu ia lahir, bahkan dari waktu dalam kandungan, sampai ia dapat mandiri dalam 3 Satria Effendi. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer Analisis Yurisprudensi Dengan Pendekatan Ushuliyah, cet ke-2, Jakarta, Kencana , 2005 h.121 kehidupan. Hak-hak seoarang anak, dibicarakan secara detail dalam buku-buku fikih klasik. Seorang anak yang lahir ke dunia ini, dan serta merta ia membutuhkan kepada orang lain yang akan memeliharanya, baik dirinya ataupun harta bendanya, hak miliknya, karena ia membutuhkan orang lain yang akan mengawasi penyusuan dan pengasuhannya, dalam priode kehidupan yang pertama itu. Demikian juga ia membutuhkan orang lain yang menjaga dan memeliharanya, serta mendidik dan mengajarinya, dan melaksanakan bermacam-macam urusan yang berhubungan dengan jasmaniyahnya dan pembentukan kepribadiannya, dan juga membutuhkan orang yang akan mengawasi urusan hak miliknya, agar supaya dipelihara dan diperkembangkan. 4 Dalam hukum Islam, segala kemungkinan negatif itu secara teoritis telah diantisipasi dengan menetapkan aturan-aturan, siapa yang seharusnya mengasuh dan mendidik anak bila terjadi perceraian, baik cerai hidup maupun cerai mati, dan apa persyaratan pada diri seseorang yang cakap untuk melakukan tugas ini 5 . Dalam perundang-undangan di Indonesia, pada dasarnya yang berhak dan mempunyai tanggung jawab menjadi wali , pengasuhan serta pemeliharaan anak adalah kedua belah pihak, yaitu suami dan istri selama memiliki kecakapan untuk 4 Zakariya Ahmad al Barry, Hukum Anak-anak Dalam Islam. Penerjemah Chadijah Nasution, Jakarta: Bulan Bintang, 1977 h.106 5 Effendi. Problematika Hukum Keluarga Islam. h.122 menjalankan tugasnya tersebut. Seperti yang tertera secara eksplisit dalam Kompilasi Hukum Islam KHI 6 , dalam permasalahan perwalian, bahwa secara otomatis kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya dan seorang anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan pernikahan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaannya serta orang tua tersebut mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan luar pengadilan. Dalam ketentuan umum Kompilasi Hukum Islam, pasal 1 poin h, dikatakan bahwa perwalian adalah kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk kepentingan dan atas nama anak yang tidak mempunyai kedua orang tua, atau kedua orang tua atau orang tua yang masih hidup tidak cakap melakukan perbuatan hukum. 7 Berbeda dengan kekuasaan orang tua terhadap anak-anaknya yang secara otomatis adalah sebagai wali dan pengasuh anaknya, maka dalam keadaan dimana orang tua tersebut tidak cakap dalam menjalankan kewajibannya atau karena meninggalnya kedua orang tuanya, seseorang yang ditunjuk oleh hakim dapat menjadi wali bagi anak-anak tersebut. Dalam hal ini pencabutan dan permohonan penunjukan wali adalah dilakukan oleh Pengadilan Agama. 6 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam, Bandung : Citra Umbara, 2007 h.33 7 Kompilasi Hukum Islam, Bandung : Citra Umbara, 2007 h.2 Perkara perwalian di lingkungan Pengadilan Agama terhitung sebagai perkara pertengahan jika dilihat dari kuota perkara yang diterima oleh Pengadilan. Perkara perwalian tingkat pertama dalam lingkup Pengadilan Agama dari data yang diambil pada tahun 2007, secara persentase peringkat kuota perkara yang masuk di pengadilan, menduduki peringkat ke-16 dari 35 perkara yang lain, yaitu sebanyak 349 perkara atau 0,174, sedangkan perkara penunjukkan orang lain sebagai wali menduduki peringkat ke-15, satu peringkat diatas perkara perwalian, yaitu sebanyak 499 perkara atau 0,249 8 . Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa orang tua, terutama ayah menurut jumhur ulama dalam khazanah fikih 9 maupun kedua belah pihak ayah dan ibu dalam perundang-undangan di Indonesia yang memiliki kecakapan hukum terhadap anak-anak mereka yang belum cakap hukum, secara otomatis adalah orang yang bertanggung jawab dalam merawat dan memelihara serta mewakili anak tersebut dalam perbuatan hukum baik di dalam maupun diluar pengadilan. Namun dalam kehidupan masyarakat hal tersebut terkadang tidak dapat terealisasi secara langsung, dengan berbagai alasan serta kebutuhan seperti persyaratan untuk berbuat hukum terhadap anak, persyaratan administrasi seperti passport serta untu kepentingan pendidikan dan lain-lain, orang tua mengajukan permohonan penetapan untuk 8 Asep Nursobah, “Data Perkara Peradilan Agama Tingkat Pertama Yang Diterima Tahun 2007”, artikel diakses pada 6 Juni 2010 dari http:www.badilag.netindex.php?option=com_contenttask=viewid=4073 9 Jawad Mughniyya, Fikih Lima Madzhab, Penerjemah Oleh Masykur A.B dkk Jakarta: Lentera Basritama, 2000, h.693 menjadi wali bagi anak-anak mereka sendiri, padahal dalam peraturan yang ada, mereka secara otomatis adalah wali bagi anak-anak mereka. Bagaimana pengadilan dan majelis hakim secara spesifik menyelesaikan perkara tersebut, serta apa pertimbangan dalam mengabulkan atau menolak penetapan wali walaupun bagi anak mereka sendiri . Inilah yang menjadi ketertarikan penulis unuk membahasnya secara analisis dengan komparatif antara putusan Pengadilan Agama yang mengabulkan permohonan tersebut dan putusan Pengadilan Agama yang menolaknya, karya tulis ini penulis tuangkan dalam skripsi yang berjudul Permohonan Orang Tua Kandung Sebagai Wali Terhadap Anaknya Studi Analisis Komparatif Putusan Pengadilan Agama Depok Perkara Nomor 22Pdt.P2010PA.Dpk. dan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Perkara Nomor 0046Pdt.P2009PA .JP. B. Batasan dan Rumusan masalah 1. Batasan Masalah Agar pembahasan ini tidak meluas, maka dalam penelitian ini penulis terfokus pada pertimbangan majlis hakim terhadap ditetapkan atau ditolaknya permohonan orang tua untuk menjadi wali terhadap anak kandungnya. Dalam hal ini, objek penulis batasi pada Putusan Pengadilan Depok Perkara Nomor 22Pdt.P2010PA. Dpk. Dan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Perkara Nomor 0046Pdt.P2009PA .JP. 2. Rumusan Masalah Menurut khazanah fikih, jumhur ulama menyatakan bahwa orang tua, terutama dari pihak laki-laki adalah wali bagi anak kandung mereka secara otomatis 10 , sedangkan menurut Perundang-undangan di Indonesia, berdasarkan pasal 330 ayat 3 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, pasal 50 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 107 ayat 2 Kompilasi Hukum Islam, menerangkan bahwa konsep perwalian adalah terhadap anak yang belum cakap hukum dan tidak dibawah kekuasan orang tuanya. Adapun anak yang dibawah kekuasaan orang tuanya adalah bukan dalam ranah perwalian, tetapi masuk dalam ranah hak dan tanggung jawab orang tua berdasarkan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 47 menyatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan pernikahan ada dibawah kekuasaan orang tua selama kekuasaannya tidak dicabut, begitu juga dalam Kompilasi Hukum Islam KHI, pasal 98 ayat 2 menyatakan bahwa orang tua mewakili anak mengenai segala perbuatan hukum 11 , namun pada kenyataannya, penulis temukan Putusan Pengadialan Agama yang mengabulkan permohonan perwalian anak yang dibawah kekuasaan orang tuanya. Inilah yang menjadi ketertarikan penulis untuk membahas 10 Wahbah, Zuhaili, Alfiqhu Al-Islamy Wa Adillatuhu, IX, Damsyiq : Dar El Fikr,1989 h.7328, bandingkan dengan Jawad Mughniyyah, Fikih Lima Madzhab, Jakarta, Lentera Basritama 2000 h.693 11 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam, Citra Umbara, Bandung 2007 h.31 dalam sebuah skripsi. Dan untuk memperjelas pemasalahan, penulis merincinya dengan mengajukan beberapa rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana menurut hukum atas permohonan orang tua sebagai wali terhadap anak kandung mereka ? 2. Apakah yang menyebabkan penetapan perwalian bagi orang tua terhadap anak kandung mereka sendiri ? 3. Bagaimana pertimbangan majlis hakim dalam memberikan atau menolak penetapan orang tua terhadap perwalian terhadapa anak kandung mereka ? C. Tujuan dan Manfaat hasil penelitian 1. Tujuan Penelitian ini bertujuan unuk menelaah lebih lanjut tentang perwalian anak dalam Islam, khususnya putusan penetapan orang tua terhadap perwalian anak di Pengadilan Agama Depok dan Jakarta Pusat, serta secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : a. Menggambarkan hukum permohonan orang tua untuk menjadi wali bagi anak kandung sendiri. b. Menggambarkan hal-hal yang menyebabkan penetapan orang tua sebagai wali bagi anak kandung mereka sendiri. c. Menggambarkan tentang pertimbangan hakim yang memberikan atau menolak penetapan orang tua sebagai wali bagi anak kandung mereka. 2. Manfaat Penelitian ini diharapkan berguna dan memeberi sumbangsih pemikiran bagi pemerintah indonesia selaku regulator serta para insan hukum, baik hakim, advokat, pengamat dan pakar hukum, pun praktisi hukum islam. Penelitian ini ditujukan untuk memberikan stimulus yang berakibat pada pembaharuan perundang-undangan di bidang hukum keluarga islam di indonesia agar senantiasa mengikuti dan bergerak secara dinamis sesuai dengan pergerakan dan perkembangan jaman modern. Penelitian ini juga mengharapkan bangkitnya kembali budaya analisa yurisprudensi kritis di bidang hukum islam di indonesia, sehingga memacu perkembangan dan khazanah keilmuan islam secara umum dan perkembangan dunia hukum keluarga Islam di indonesia secara khusus. D. Metode Penelitian Untuk memperoleh data, mengolah serta mendeskripsikannya dalam sebuah kata-kata, maka penulis menggunakan beberapa metode antara lain : 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang penulis gunakan dalam tulisan ini adalah dengan memakai pendekatan penelitian hukum normatif yakni penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan data pustaka atau data sekunder sebagai suatu proses penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya 12 . Data yang bersifat kualitatif tersebut di deskripsikan apa adanya atau yang sering kita sebut dengan “Kualitatif Naturalistik” 13 , yaitu yang menunjukkan bahwa pelaksanaan penelitian ini memang terjadi secara alamiah, apa adanya, dalam situasi normal yang tidak dimanipulasi keadaan dan kondisinya, menekankan pada deskripsi secara alami. Untuk mempertajam kajian, penuis memakai beberapa pendekatan dalam penelitian hukum Normatif yang sesuai dengan objek kajian penulis diantaranya: 14 a. Pendekatan perundang-undangan Statute Approach, yaitu pendekatan yang dilakukan untuk meneliti aturan-aturan yang penormaannya kondusif. b. Pendekatan Konsep Conceptual Approach, yaitu pendekatan untuk memahami konsep perwalian dalam islam. c. Pendekatan kasus Case Approach, yaitu untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum, terutama mengenai kasus-kasus yang telah diputus oleh pengadilan. Dalam hal ini penerapan norma dan kaidah hukum perwalian. 2. Data yang dikumpulkan 12 Johny Ibrahim, Penelitian Hukum Normatif, Jawa Timur: Bayumedia, 2008 h.57 13 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2006, h.12 14 Ibrahim, Penelitian Hukum., h.57 Sesuai dengan permasalahan yang diajukan penulis di bagian sebelumnya, maka data yang hendak dikumpulkan adalah data-data yang berkenaan dengan Perwalian anak, serta data-data yang berkenaan dengan Putusan pengadilan Depok Nomor 22Pdt.P2010PA. Dpk. dan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Nomor 0046Pdt.P2009PA .JP. 3.Sumber data Untuk memenuhi data seperti yang disinggung di atas, maka diperlukan sumber primer dan skunder. Sumber primer sebagai pokok dalam studi analisis ini adalah Putusan pengadilan Depok Nomor 22Pdt.P2010PA. Dpk. dan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Nomor 0046Pdt.P2009PA .JP Sedangkan sumber skunder sebagai sumber pendukung adalah dengan jalan studi kepustakaan dengan meneliti beberapa dokumen yang berhubungan dengan judul yang penulis ajukan yang terdiri dari Al Qur’an, Hadis, kitab-kitab fikih, buku-buku ilmiah, jurnal-jurnal, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama PA, Kompilasi Hukum Islam KHI, serta Peraturan lainnya yang dapat mendukung skripsi ini. 4. Teknik pengumpulan data Untuk mengumpulkan data yang diperlukan, penulis membaca dan menelaah literatur yang berkenaan dengan perwalian anak, kemudian menganalisanya secara komparatif, yaitu dengan membandingkan persamaan atau perbedaan sesuatu, pandangan, benda, orang dll 15 . Putusan pengadilan Depok Nomor 22Pdt.P2010PA. Dpk. Dan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Nomor 0046Pdt.P2009PA .JP. 5. Teknik Analisis Data Studi yang merupakan penelitian kepustakaan ini lebih bersifat deskriptif analisis. Penulis sudah mempunyai atau mendapatkan gambaran yang berupa data- data awal tentang permasalahan perwalian. 16 Metode data dilakukan dengan cara mendeskripsikan data-data tersebut secara jelas dan mengambil isinya dengan menggunakan content analysis. Data kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan bahasa penulis sendiri, dengan demikian akan nampak rincian jawaban atas pokok permasalahan yang akan penulis teliti. Adapun untuk teknis penulisan ini penulis berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.” 15 Arikunto, Prosedur Penelitian, h. 267 16 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktik, Jakarta :Sinar Grafika, 2008 h.9 E. Review studi terdahulu Setelah penulis mencari dan menelaah skripsi yang pernah ditulis oleh mahasiswa fakultas syariah dan hukum terlebih khusus prodi Al ahwal Asyakhsiyyah yang erat kaitannya dengan pembahasan yang akan diteliti penulis, ternyata bahasan yang telah ditulis oleh mahasiswa sebelumnya ditemukan pembahasan yang berbeda dengan pembahasan skripsi yang akan penulis ajukan, sehingga kecurigaan plagiasi dalam penulisan ilmiah dapat penulis pertanggung jawabkan. Untuk itu paling tidak penulis mengemukakan beberapa skripsi yang pernah ditulis dan masuk dalam daftar skripsi perpustakaan Syariah dan Hukum, diantaranya sebagai berikut : Tabel Rievew Studi Terdahulu JUDUL METODE KESIMPULAN PERBEDAAN 1. Hak Pemeliharaan Anak Oleh Bapak Akibat Perceraian Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Bogor Perkara No 492Pdt.G2005PA.Bgr Penulis: Ibnu AbdullahSAS2009 Penelitian Kualitatif Normatif, Objek kajiannya dengan menganalisis putusan Pengadilan Agama secara normatif dan hukum Islam. Skripsi ini membahas tentang pemeliharaan anakhadhanah, Perceraian dalam Islam,pertimnangan Hakim dalam memberikan hak asuh anak kepada bapak Skripsi ini menekankan pembahasannya kepada hak asuh anak yang jatuh kepada ayah, sedang skripsi penulis membahas tentang permohonan orang tua untuk menjadi wali terhadap anak kandungnya 2.Kewenangan Pengadilan Agama Dalam Menetapkan Perwalian Anak Akibat Penelitian Kualitatif Normatif. Skripsi ini membahas tenang kompetensi absolut Pengadilan Agama Sjripsi ini membahas kajiannya terhadap Perceraian Penulis: Abdul AzisSJAS2000 dalam perkara menetapkan perwalian anak akibat perceraian kewenangan Pengadilan Agama, sedangkan skripsi penulis membahas tentang orang tua yang mengajukan permohonan untuk menjadi wali bagi anak kandungnya. 3. Perwalian Harta Kekayaan Bagi Anak Yang Belum Dewasa Menurut Hukum Islam dan Hukum Perdata SalimahSJPA2009 Penelitian Komparatif Kualitatif Normatif Skripsi ini membahas tentang perceraian, perwalian anak menurut hukum Islam dan hukum perdata Perbedaannya, skripsi ini objek kajiannya membahas tentang perwalian harta anak yang belum dewasa menurut hukum Islam dan hukum perdata, sedang objek kajian penulis adalah permohonan orang tua sebagai wali terhadap anak kandung mereka. Melihat karya-karya ilmiah yang disebutkan diatas, yang mebahas tentang perwalian, menurut pengamatan penulis, bahwa belum dijumpai karya ilmiah yang membahas mengenai permohonan orang tua sebagai wali terhadap anak kandung mereka sendiri,. Skripsi ini akan memperdalam permasalahan permohonan orang tua terhadap anak kandung mereka sendiri, yang mana menurut fikih dan perundang- undangan di Indonesia adalah hak yang mereka proleh secara otomatis. Sehingga inilah yang membuat penelitian ini mempunyai karakteristik dan nuansa tersendiri yang pada akhirnya membedakan penelitian ini dengan karya sebelumnya. F. Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok penulisan skripsi ini dan agar memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata urutan penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan ini sebagai berikut : BAB PERTAMA Memuat Pendahuluan yang mencakup Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah, Manfaat dan Tujuan Penelitian, Metode Penelitian, Review Studi Terdahulu, dan Sistematika Penulisan. BAB KEDUA Memuat Pengertian tentang Perwalian anak Dalam Pandangan Islam dan dasar Hukumnya, macam-macam perwalian, syarat-syarat menjadi wali, Orang yang berhak menjadi wali, penetapan orang tua sebagai wali serta hikmah dan tujuan perwalian. BAB KETIGA Memuat Pengertian Tentang Perwalian Anak dalam hukum positif di Indonesia dan dasar hukumnya, Macam-macam perwalian anak, orang yang berhak menjadi wali, penetapan orang tua menjadi wali bagi anaknya, serta berakhirnya perwalian. BAB KEEMPAT Perkara Pengadilan Agama Depok dan Jakarta Pusat, duduk perkara, pemeriksaan perkara dalam sidang, pertimbangan hukum majlis hakim, serta penetapan putusan perkara serta Analisa penulis, yang memuat analisa ushuliyyah dan analisa perundang-undangan di Indonesia. BAB KELIMA Penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran serta akan dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang dianggap penting.

BAB II PERWALIAN ANAK DALAM PANDANGAN ISLAM