Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya Cost Based Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Laba merupakan tujuan utama dari setiap perusahaan, baik perusahaan dagang, industri maupun jasa. Laba akan diperoleh dari selisih lebih antara pendapatan yang dikurangi dengan beban. Perusahaan jasa telekomunikasi memperoleh pendapatan dari jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya, yaitu berupa jasa pemancaran, jasa pengiriman atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya. Dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi maka setiap hubungan yang disalurkan senantiasa menuntut adanya keterhubungan interkoneksi. “Interkoneksi adalah keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dan penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda”. Interkoneksi inilah yang memungkinkan pelanggan satu operator berkomunikasi dengan pelanggan operator lainnya. Interkoneksi terjadi antar jaringan telekomunikasi yang ada, antara jaringan satu operator dengan jaringan satu atau beberapa operator lain di dalam negeri atau antara satu operator suatu negara dengan satu atau lebih operator di negara lain. Interkoneksi merupakan sumber penghasilan yang memberikan kontribusi Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya Cost Based Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009. pendapatan yang cukup signifikan bagi perusahaan karena adanya biaya yang timbul akibat interkoneksi yang harus dibayar oleh setiap operator yang menggunakan jaringannya. Persoalan yang sangat rumit yang cenderung kurang kondusif terhadap peningkatan pertumbuhan industri telekomunikasi di Indonesia adalah masalah interkoneksi tersebut. Hampir setiap bulan selalu ada saja berita di berbagai media massa yang terkait dengan masalah interkoneksi, khususnya masalah yang melibatkan beberapa operator telekomunikasi tertentu. Pernah termuat di sejumlah media tertentu bahwa suatu operator telekomunikasi mengeluhkan mahalnya tarif interkoneksi yang dipasang mitranya dari operator telekomunikasi lainnya, sehingga menjadi salah satu sebab terganjalnya pembukaan akses interkoneksi, misalnya masalah sering sulitnya interkoneksi antar penyelenggara telefon seluler di Batam, Palembang, Balikpapan dan lain sebagainya. Terlebih lagi, meskipun kebijakan duopoli sudah dicanangkan, masalah interkoneksi jaringan telepon masih tersendat dan baru sukses terbuka aksesnya sejak setahun yang lalu walaupun itu sebatas di Jakarta dan Surabaya. Keluhan sejenis itu tidak hanya pernah diaktualisasikan oleh beberapa operator lainnya. Namun sebaliknya pula tidak sedikit operator yang telah menikmati akses interkoneksi yang tersedia. Padahal pada prinsipnya pelaksanaan interkoneksi adalah pemanfaatan sumber daya secara efisien, Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya Cost Based Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009. keserasian sistem dan perangkat telekomunikasi, peningkatan mutu pelayanan, dan persaingan sehat yang tidak saling merugikan. Perhitungan dalam tarif interkoneksi juga mengalami perdebatan dari masa ke masa. Ketika pasar telekomunikasi masih dimonopoli oleh PT Telkom Tbk, interkoneksi tidak menjadi isu sensitif. Penyelesaian tagihan antar wilayah pengelolaan jaringan dilakukan dengan metode sender keeps all, yang berarti pihak pemanggil originator memungut seluruh biaya percakapan dan jaringan penerima terminator hanya menyalurkan panggilan ke nomor tujuan. Saat pasar telekomunikasi mulai terbuka dan muncul operator baru seperti PT Indosat Tbk, metode sender keeps all mulai diganti dengan sisterm revenue sharing dengan menetapkan porsi pendapatan ketika operator baru akan berinterkoneksi dengan jaringannya. Kenyataannya semakin banyak operator baru yang muncul seperti PT Excelcomindo Pratama, PT Bakrie Telecom, dan lainnya, Direktorat Jendral Pos dan Telekomunikasi Ditjen Postel menyadari sepenuhnya bahwa skema revenue sharing bagi hasil dalam pengaturan interkoneksi tidak sesuai lagi dengan iklim kompetisi karena penetapan interkoneksinya tidak mencerminkan efisiensi jaringan sehingga aturan baru harus selesai secepat mungkin. Pilihan yang tepat dalam menghitung besaran biaya interkoneksi adalah biaya interkoneksi berbasis biaya dengan medote perhitungan biaya yang mengadopsi model jaringan yang diefisienkan dari kondisi jaringan eksisting. Secara bertahap dalam implementasinya, model jaringan akan Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya Cost Based Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009. dievaluasi sesuai dengan perkembangan tingkat efisiensi yang dicapai, sampai diperoleh format jaringa n yang ideal dari persfektif efisiensi. Berdasarkan model tersebut kemudian biaya interkoneksi akan dihitung berdasarkan sebab akibat biaya yang relevan dan bersifat incremental atas penyediaan layanan interkoneksi. Prinsip ini digunakan akibat model jaringan yang dibangun tidak sepenuhnya digunakan untuk menyediakan layanan interkoneksi akan tetapi juga layanan-layanan jasa lainnya, sehingga biaya interkoneksi benar-benar hanya dihitung dengan melibatkan biaya yang terkait. Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi Ditjen Postel menunjuk suatu konsultan independent internasional yang sangat berpengalaman dalam bidang pemberian jasa konsultasi bidang telekomunikasi bernama Ovum untuk mengkaji biaya interkoneksi berbasis biaya. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk PT Telkom Tbk merupakan perusahaan penyelenggara informasi dan telekomunikasi serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap yang terbesar di Indonesia. Berdasarkan catatan atas laporan keuangan PT Telkom Tbk, jenis interkoneksi yang ada pada perusahaan tersebut adalah interkoneksi telepon seluler, interkoneksi sambungan tidak bergerak, interkoneksi telepon satelit dan interkoneksi internasional. Perubahan dalam tarif interkoneksi turut memaksa PT Telkom Tbk untuk merubah sistem interkoneksi berbasis bagi hasil revenue sharing yang selama ini diterapkan menjadi interkoneksi berbasis biaya cost based. Dalam pelaksanaannya, interkoneksi berbasis biaya yang Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya Cost Based Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009. diharapkan dapat menambah keuntungan bagi perusahaan ternyata membawa kerugian yang cukup berarti. Dalam sebuah situs internet http:Telecommunication«[theGadget].htm pada tahun 2006 yang lalu, PT Telkom Tbk mengatakan apabila sistem interkoneksi berbasis biaya diterapkan, mereka telah memprediksi akan kehilangan potensi pendapatan hingga sebesar Rp.250 milyar. Terbukti memasuki awal tahun 2008, PT Telkom melaporkan labanya mengalami penurunan hingga 1 triliun rupiah akibat dari penurunan tarif interkoneksi sebagaimana ditetapkan oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia BRTI dalam pola interkoneksi berbasis biaya. Berdasarkan keadaan yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana penerapan tarif interkoneksi berbasis biaya cost based pada perusahaan telekomunikasi khususnya pengaruhnya terhadap laba perusahaan. Maka dari itu, penulis ingin membuat skripsi dengan judul “Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya Cost Based pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk”

B. Batasan Penelitian