Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk

(1)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

SKRIPSI

PENERAPAN TARIF INTERKONEKSI BERBASIS BIAYA (COST BASED) PADA PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK

Oleh :

NAMA : POVI IRAWAN

NIM : 040503065 DEPARTEMEN : AKUNTANSI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

“Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk”

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan, atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi level Program S1 Reguler Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh, telah dinyatakan jelas danbenar apa adanya. Dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas.

Medan, 03 Desember 2009 Yang membuat pernyataan

Povi Irawan NIM : 040503065


(3)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

KATA PENGANTAR Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kesehatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Salawat beriring salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, semoga dengan memperbanyak salawat kepada beliau, kita akan mendapatkan syafa'atnya di akhirat kelak. Amin.

Skripsi ini berjudu l “ Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk “, disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahkan terutama buat keluargaku tercinta: Ayahanda Wiyatno, Ibunda Lis Paridah yang telah banyak memberikan banyak dukungan dan dorongan baik materil maupun immateril, serta kasih sayang, perhatian dan doa yang tiada henti selama ini.

Sepanjang penulisan skripsi ini penulis mendapatkan banyak do'a, bantuan, dukungan, pengarahan, bimbingan dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

3. Bapak Drs. John Tafbu Ritonga, MEc selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, MSi, Ak selaku Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dra. Nurzaimah MM, Ak selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak memberikan arahan, bantuan, bimbingan, saran – saran dalam penulisan skripsi ini.

6. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan kepada penulis selama penyusunan skripsi..

7. Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan kepada penulis selama penyusunan skripsi..

8. Dua orang yang paling teristimewa, suami tercinta, Rismandana dan buah hati tersayang Vina Azzahra Khumairah. Do'a, dukungan, semangat, dan kasih sayang kalian berdua sangat membantu. Terima kasih sayang! Tak lupa terima kasih juga kepada adik – adikku tersayang, Decka Setiawati, Ari Suciati, Lucky Syahputra, Dwi Armaya dan Endah Trisnani. Buat teman – teman seperjuangan dulu, Anggi Anggriani, SE, Desel Vianti, SE, Liza Adriani, SE, Kak Asma Hani SE, Fitri, Diah, Wita, Anggita dan yang lainnya, kenangan semasa bersama kalian semua akan selalu kukenang.


(4)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini menjadi ilmu yang bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Medan, 03 Desember 2009 Penulis

Povi Irawan NIM. 040503065


(5)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

ABSTRAK

Interkoneksi adalah keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dan penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda. Hubungan itu akan menyebabkan munculnya biaya produksi yang disebut dengan biaya interkoneksi. Besarnya biaya interkoneksi ditentukan oleh basis tarif interkoneksi yang diterapkan. Sebelum tahun 2007 biaya interkoneksi dihitung berdasarkan basis bagi hasil (revenue sharing) dan kemudian setelah tahun 2007 basis tersebut diubah menjadi basis biaya (Cost Based) oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Dalam pelaksanaannya, interkoneksi berbasis biaya yang diharapkan dapat menambah keuntungan bagi perusahaan ternyata membawa kerugian yang cukup berarti bagi PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.

Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan tarif interkoneksi berbasis biaya (cost based) pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk dan untuk mengetahui bagaimana pengaruh penerapan tarif interkoneksi berbasis cost based terhadap laba perusahaan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder dengan teknik pengambilan data berupa teknik wawancara karyawan bagian interkoneksi pada PT Telekomunikasi Indonesia Regional I Sumatera dan teknik dokumentasi dengan menganalisis bahan – bahan dokumentasi perusahaan yang berhubungan dengan objek yang diteliti.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa tarif interkoneksi berbasis biaya (cost based) yang diharapkan mampu menambah laba perusahaan komunikasi dengan cara menurunkan tarif menjadi lebih rendah untuk menarik lebih banyak pelanggan baru dan untuk menambah jumlah panggilan sehingga menambah pendapatan, malah mengurangi laba PT Telkom sebagai salah satu perusahaan telekomunikasi di Indonesia, karena kenyataannya bahwa meningkatnya jumlah pelanggan dan meningkatnya volume trafik interkoneksi dari sebuah perusahaan telekomunikasi tidak menjamin meningkatnya pendapatan interkoneksi yang akan diterimanya.

Kata kunci : interkoneksi, interkoneksi berbasis biaya (Cost Based), laba perusahaan.


(6)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

ABSTRACT

Interconnection is a connection between a network of telecommunication and different network organizer of telecommunication. The relation will cause a production cost named interconnection cost. The cost is appointed by what system is used. Before 2007, interconnection cost was counted by revenue sharing system and then after 2007 the system was changed become cost based by the regulation of Indonesia telecommunication organization. In fact, cost based interconnection that hoped can give more profit for the company, on the contrary brought much loss to PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.

Therefore, the purpose of this examination is to know how the accomplishment of cost based interconnection in PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. and to know how the influence of the cost based interconnection to the company’s profit. The data that used in this examination are primary and secondary data with asking technic with the interconnection’s employee of PT Telekomunikasi Indonesia Regional I Sumatera and documentation technic by analize the company’s documentations related to the examination object.

Depends on the result of the examination, we can take conclusion that cost based interconnection that hoped can give more profit for the company by reducing the price to attract new customer and increase the amount of calls to get more revenue, on the contrary brought much loss to PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. As one of telecommunication company in Indonesia, because in fact eventhough the amount of customer and calls of a communication company increase, it’s not a guarantee to increase interconnection revenue.


(7)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

DAFTAR ISI

PERNYATAAN……….. i

KATA PENGANTAR………. ii

ABSTRAK…………...………. iv

DAFTAR ISI………... vi

DAFTAR TABEL………... viii

DAFTAR GAMBAR………... ix

DAFTAR LAMPIRAN………... x

BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Masalah………... 1

b. Batasan Penelitian……….... 5

c. Perumusan Masalah……….. 6

d. Tujuan dan Manfaat Penelitian………. 6

e. Kerangka Konseptual……… 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9. Pengertian dan Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi... 9

10.Pengertian Interkoneksi dan Biaya interkoneksi……….. 11

11.Interkoneksi Antar Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi... 14

12.Regulasi Dalam Industri Telekomunikasi Indonesia………... 16


(8)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

BAB III METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian……… 28

2. Jadwal Penelitian……… 28

3. Jenis Data……… 28

4. Teknik Pengumpulan Data………. 29

5. Metode Analisis Data………. 29

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN 3. Gambaran Umum Perusahaan………. 30

1. Sejarah Singkat……… 30

2. Struktur Organisasi……….. 33

3. Aktivitas Perusahaan……… 40

B. Analisis dan Evaluasi Hasil Penelitian pada Laporan Laba Rugi PT Telekomunikasi Indonesia Tbk……….. 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan……….. 62

2. Saran……… 63

DAFTAR PUSTAKA………. 64 LAMPIRAN


(9)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

DAFTAR TABEL

Tabel Judul 4.1 Pendapatan Interkoneki PT Telkom Tbk tahun 2005

Halaman

sampai dengan 2006 51

4.2 Pendapatan Interkoneki PT Telkom Tbk tahun 2007

sampai dengan 2008 51

4.3 Segmen – segmen pendapatan interkoneksi PT Telkom

Tbk tahun 2005 sampai dengan 2006 52 4.4 Segmen – segmen pendapatan interkoneksi PT Telkom

Tbk tahun 2007 sampai dengan 2008 52

4.5 Jumlah Pelanggan PT Telkom Tbk 53


(10)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1.1 Kerangka Konseptual Penelitian 7 4.1 Struktur Organisasi PT Telkom Tbk 38


(11)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul

1 Laporan Laba Rugi Konsolidasi Tahun Yang Berakhir 31 Desember 2007, 2006, 2005

2 Laporan Laba Rugi Konsolidasi Tahun Yang Berakhir 31 Desember 2008, 2007, 2006


(12)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Laba merupakan tujuan utama dari setiap perusahaan, baik perusahaan dagang, industri maupun jasa. Laba akan diperoleh dari selisih lebih antara pendapatan yang dikurangi dengan beban. Perusahaan jasa telekomunikasi memperoleh pendapatan dari jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya, yaitu berupa jasa pemancaran, jasa pengiriman atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya.

Dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi maka setiap hubungan yang disalurkan senantiasa menuntut adanya keterhubungan (interkoneksi). “Interkoneksi adalah keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dan penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda”. Interkoneksi inilah yang memungkinkan pelanggan satu operator berkomunikasi dengan pelanggan operator lainnya. Interkoneksi terjadi antar jaringan telekomunikasi yang ada, antara jaringan satu operator dengan jaringan satu atau beberapa operator lain di dalam negeri atau antara satu operator suatu negara dengan satu atau lebih operator di negara lain. Interkoneksi merupakan sumber penghasilan yang memberikan kontribusi


(13)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

pendapatan yang cukup signifikan bagi perusahaan karena adanya biaya yang timbul akibat interkoneksi yang harus dibayar oleh setiap operator yang menggunakan jaringannya.

Persoalan yang sangat rumit yang cenderung kurang kondusif terhadap peningkatan pertumbuhan industri telekomunikasi di Indonesia adalah masalah interkoneksi tersebut. Hampir setiap bulan selalu ada saja berita di berbagai media massa yang terkait dengan masalah interkoneksi, khususnya masalah yang melibatkan beberapa operator telekomunikasi tertentu. Pernah termuat di sejumlah media tertentu bahwa suatu operator telekomunikasi mengeluhkan mahalnya tarif interkoneksi yang dipasang mitranya dari operator telekomunikasi lainnya, sehingga menjadi salah satu sebab terganjalnya pembukaan akses interkoneksi, misalnya masalah sering sulitnya interkoneksi antar penyelenggara telefon seluler di Batam, Palembang, Balikpapan dan lain sebagainya. Terlebih lagi, meskipun kebijakan duopoli sudah dicanangkan, masalah interkoneksi jaringan telepon masih tersendat dan baru sukses terbuka aksesnya sejak setahun yang lalu walaupun itu sebatas di Jakarta dan Surabaya.

Keluhan sejenis itu tidak hanya pernah diaktualisasikan oleh beberapa operator lainnya. Namun sebaliknya pula tidak sedikit operator yang telah menikmati akses interkoneksi yang tersedia. Padahal pada prinsipnya pelaksanaan interkoneksi adalah pemanfaatan sumber daya secara efisien,


(14)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

keserasian sistem dan perangkat telekomunikasi, peningkatan mutu pelayanan, dan persaingan sehat yang tidak saling merugikan.

Perhitungan dalam tarif interkoneksi juga mengalami perdebatan dari masa ke masa. Ketika pasar telekomunikasi masih dimonopoli oleh PT Telkom Tbk, interkoneksi tidak menjadi isu sensitif. Penyelesaian tagihan antar wilayah pengelolaan jaringan dilakukan dengan metode sender keeps all, yang berarti pihak pemanggil (originator) memungut seluruh biaya percakapan dan jaringan penerima (terminator) hanya menyalurkan panggilan ke nomor tujuan.

Saat pasar telekomunikasi mulai terbuka dan muncul operator baru seperti PT Indosat Tbk, metode sender keeps all mulai diganti dengan sisterm revenue sharing dengan menetapkan porsi pendapatan ketika operator baru akan berinterkoneksi dengan jaringannya. Kenyataannya semakin banyak operator baru yang muncul seperti PT Excelcomindo Pratama, PT Bakrie Telecom, dan lainnya, Direktorat Jendral Pos dan Telekomunikasi (Ditjen Postel) menyadari sepenuhnya bahwa skema revenue sharing (bagi hasil) dalam pengaturan interkoneksi tidak sesuai lagi dengan iklim kompetisi karena penetapan interkoneksinya tidak mencerminkan efisiensi jaringan sehingga aturan baru harus selesai secepat mungkin.

Pilihan yang tepat dalam menghitung besaran biaya interkoneksi adalah biaya interkoneksi berbasis biaya dengan medote perhitungan biaya yang mengadopsi model jaringan yang diefisienkan dari kondisi jaringan eksisting. Secara bertahap dalam implementasinya, model jaringan akan


(15)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

dievaluasi sesuai dengan perkembangan tingkat efisiensi yang dicapai, sampai diperoleh format jaringa n yang ideal dari persfektif efisiensi. Berdasarkan model tersebut kemudian biaya interkoneksi akan dihitung berdasarkan sebab akibat biaya yang relevan dan bersifat incremental atas penyediaan layanan interkoneksi. Prinsip ini digunakan akibat model jaringan yang dibangun tidak sepenuhnya digunakan untuk menyediakan layanan interkoneksi akan tetapi juga layanan-layanan jasa lainnya, sehingga biaya interkoneksi benar-benar hanya dihitung dengan melibatkan biaya yang terkait. Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi (Ditjen Postel) menunjuk suatu konsultan independent internasional yang sangat berpengalaman dalam bidang pemberian jasa konsultasi bidang telekomunikasi bernama Ovum untuk mengkaji biaya interkoneksi berbasis biaya.

PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (PT Telkom Tbk) merupakan perusahaan penyelenggara informasi dan telekomunikasi serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap yang terbesar di Indonesia. Berdasarkan catatan atas laporan keuangan PT Telkom Tbk, jenis interkoneksi yang ada pada perusahaan tersebut adalah interkoneksi telepon seluler, interkoneksi sambungan tidak bergerak, interkoneksi telepon satelit dan interkoneksi internasional. Perubahan dalam tarif interkoneksi turut memaksa PT Telkom Tbk untuk merubah sistem interkoneksi berbasis bagi hasil (revenue sharing) yang selama ini diterapkan menjadi interkoneksi berbasis biaya (cost based). Dalam pelaksanaannya, interkoneksi berbasis biaya yang


(16)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

diharapkan dapat menambah keuntungan bagi perusahaan ternyata membawa kerugian yang cukup berarti. Dalam sebuah situs internet http://Telecommunication«[theGadget!].htm pada tahun 2006 yang lalu, PT Telkom Tbk mengatakan apabila sistem interkoneksi berbasis biaya diterapkan, mereka telah memprediksi akan kehilangan potensi pendapatan hingga sebesar Rp.250 milyar. Terbukti memasuki awal tahun 2008, PT Telkom melaporkan labanya mengalami penurunan hingga 1 triliun rupiah akibat dari penurunan tarif interkoneksi sebagaimana ditetapkan oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dalam pola interkoneksi berbasis biaya.

Berdasarkan keadaan yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana penerapan tarif interkoneksi berbasis biaya (cost based) pada perusahaan telekomunikasi khususnya pengaruhnya terhadap laba perusahaan. Maka dari itu, penulis ingin membuat skripsi dengan judul “Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk”

B. Batasan Penelitian

Interkoneksi memiliki cakupan yang sangat luas karena setiap tahunnya ada begitu banyaknya aktivitas suatu operator yang selalu berhubungan dengan operator lain baik untuk hubungan di dalam negeri maupun luar negeri. Oleh karena itu, untuk mempermudah konsentrasi dalam


(17)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

penelitian, maka penelitian ini akan dibatasi hanya untuk laporan keuangan periode 2005 sampai dengan periode 2008 untuk melihat perbandingan laba sebelum dan sesudah sistem interkoneksi berbasis biaya diterapkan.

C. Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah :

1. Bagaimana penerapan tarif interkoneksi berbasis biaya (cost based) pada PT Telkom Tbk?

2. Bagaimana pengaruh penerapan tarif interkoneksi berbasis cost based terhadap laba perusahaan?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian A. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan tarif interkoneksi berbasis biaya (cost based) pada PT Telkom Tbk.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh penerapan tarif interkoneksi berbasis cost based terhadap laba perusahaan.

B. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi penulis, menambah wawasan penulis mengenai penerapan tarif interkoneksi berbasis biaya (cost based) pada PT Telkom Tbk,


(18)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

khususnya dalam menghasilkan laba bagi perusahaan. Selain itu sebagai salah satu proses bagi penulis untuk semakin meningkatkan keterampilan dalam pembuatan karya tulis ilmiah.

2. Bagi PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, sebagai bahan pertimbangan untuk kembali mengkaji bagaimana penerapan tarif interkoneksi berbasis biaya (cost based) dalam menghasilkan laba bagi perusahaan. 3. Bagi pihak lain, sebagai bahan masukan bagi penelitian yang sejenis

dan bacaan yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan tentang tarif interkoneksi pada perusahaan telekomunikasi.

E. Kerangka Konseptual

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual Sumber : Penulis, 2009

PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk

Tarif interkoneksi berbasis biaya

(cost based)


(19)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

Keterangan :

Dalam peneltian ini, penlis ingin meneliti bagaimana penerapan tarif interkoneksi berbasis biaya (cost based) untuk menghitung pendapatan interkoneksi pada PT Telekomunikasi Tbk.

Peneliti juga ingin meneliti bagaimana pengaruh penerapan tariff interkoneksi berbasis biaya terhadap laba perusahaan.


(20)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 tahun 2000 pasal 2 tentang penyelenggaraan telekomunikasi, “Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya”. Untuk terlaksananya telekomunikasi, diperlukan adanya penyelenggaraan dalam telekomunikasi. Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi yang dilaksanakan oleh penyelenggara telekomunikasi yang meliputi :

1. Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi

Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi terdiri dari

a. Penyelenggaraan jasa komunikasi dasar b. Penyelenggaraan jasa nilai tambah telepon c. Penyelenggaraan jasa multimedia


(21)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

Dalam penyelenggaraan jasa telekomunikasi, penyelenggaraa jasa telekomunikasi menggunakan jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi dapat dilakukan oleh badan hokum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku, yaitu:

a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) c. Badan Usaha Swasta

d. Koperasi

2. Penyelenggaraan Komunikasi Khusus

Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan dan pengoperasiannya khusus. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus dapat dilakukan oleh :

f. Perseorangan. g.Instansi pemerintah.

h. Badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi

3. Penyelenggaraan Jaringan Komunikasi

Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi. Dalam penyelenggaraan


(22)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

jaringan telekomunikasi, penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib membangun dan atau menyediakan jaringan telekomunikasi. Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menjamin terselenggaranya telekomunikasi melalui jaringan yang diselenggarakannya. Penyelenggara jaringan telekomunikasi dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi melalui jaringan yang dimiliki dan disediakannya. Penyelenggaraan jaringa n telekomunikasi terdiri dari :

1. Penyelenggaraan jaringan tetap, dibedakan dalam : a. Penyelenggaraan jaringan tetap lokal.

b. Penyelenggaraan jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh. c. Penyelenggaraan jaringan tetap sambungan internasional. d. Penyelenggaraan jaringan tetap tertutup.

2. Penyelenggaraan jaringan bergerak, dibedakan dalam : a. Penyelenggaraan jaringan bergerak terestrial. b. Penyelenggaraan jaringan bergerak seluler. c. Penyelenggaraan jaringan bergerak satelit.

B. Pengertian Interkoneksi dan Biaya Interkoneksi

Interkoneksi adalah titik terjadinya ketersambungan yang merupakan titik batas tanggung jawab pengelolaan jaringan telekomunikasi milik penyelenggara yang berbeda. UU RI No. 36 tahun 1999 pasal 1 ayat 16 tentang telekomunikasi mengatakan bahwa “interkoneksi adalah keterhubungan antar


(23)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

jaringan telekomunikasi dan penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda”. Jaringan telekomunikasi itu sendiri memiliki makna sebagai rangkaian perangkat telekomunikasi beserta segala kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi.

Menurut Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan ( PSAK ) No 35 “ interkoneksi adalah keterhubungan jaringan telekomunikasi yang ada, antara penyelenggara dalam negara maupun antar negara, baik dalam penyaluran hubungan ke luar (outgoing traffic) maupun penyaluran hubungan masuk (incoming traffic)”.

Struktur dan besaran tarif interkoneksi merupakan aspek komersil yang penting untuk dicermati. Secara praktis, paling tidak ada lima pola pendekatan yang umunya digunakan dalam menetapkan besaran tarif interkoneksi, antara lain:

1. Forward Looking Incremental Cost (FLIC), tarif ditetapkan berdasarkan besarnya biaya pengadaan fasilitas dan layanan interkoneksi.

2 Historical Accounting Cost (HAC), pungutan tarif mengacu pada rekaman data accounting dari operator yang menyediakan layanan dan fasilitas interkoneksi.

3. Sender Keeps All (SKA), pembayaran tarif tidak bergantung pada transaksi interkoneksi yang terjadi. Tarif baru dibayar bila terdapat traffic imbalances.


(24)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

4. Revenue Sharing (SR), besaran tarif interkoneksi dibayar berdasarkan konsep bagi hasil antara pemain baru dengan incumbent.

5. Interconnect Charges Based on Retail Prices, tarif yang dipungut berdasarkan besarnya biaya yang dibebankan kepada end user.

Biaya Interkoneksi merupakan biaya yang timbul akibat penyediaan layanan interkoneksi. Jenis biaya interkoneksi tersebut dapat terdiri dari biaya originasi, biaya transit, atau biaya terminasi. Biaya originasi terdiri dari lokal, jarak jauh, internasional, bergerak selular, atau bergerak satelit. Sedangkan biaya transit sebagaimana dimaksud terdiri dari b iaya transit lokal atau biaya transit jarak jauh. Sedangkan biaya terminasi sebagaimana dimaksud terdiri dari lokal, jarak jauh, internasional , bergerak selular atau bergerak satelit.

Interkoneksi menyatakan adanya hubungan antar operator yang satu dengan operator yang lainnya. Hubungan ini menyebabkan ada produksi. Dari produksi yang berlaku dalam interkoneksi muncul unit cost yang harus dihitung oleh operator selular yang terkait dengan interkoneksi. Inilah yang disebut dengan biaya interkoneksi. Biaya yang dibebankan atas interkoneksi ditentukan berdasarkan perjanjian antar operator, dengan biaya maksimum yang ditetapkan oleh keputusan Pemerintah.

Komponen pendapatan interkoneksi terdiri dari pendapatan interkoneksi selular, interkoneksi internasional dan interkoneksi lainnya. Pendapatan interkoneksi terdiri dari biaya yang dibebankan pada operator domestik dan internasional lain pada saat panggilan telepon yang berawal dari


(25)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

jaringan operator lain tersebut tersambung ( interconnect ) dengan jaringan telepon tidak bergerak. Pendapatan dari interkoneksi dengan operator telekomunikasi domestik dan internasional lainnya diakui pada saat terjadi berdasarkan perjanjian dan disajikan sebesar jumlah bersih setelah dikurangi beban interkoneksi. Pendapatan interkoneksi diakui terlebih dahulu kemudian diselesaikan antar operator secara bulanan yang dapat berfluktuasi secara signifikan karena adanya penyesuaian antar operator pada saat penyelesaian.

C. Interkoneksi Antar Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi 1. Penyelenggaraan Interkoneksi

Interkoneksi wajib dilaksanakan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi berdasarkan permintaan untuk memberikan jaminan kepada pengguna agar dapat mengakses jasa telekomunikasi. Dalam memberikan jaminan tersebut penyelenggara jaringan telekomunikasi menyediakan ketersambungan dengan perangkat milik penyelenggara jasa telekomunikasi dilaksanakan secara transparan dan tidak diskriminatif. Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib mencantumkan setiap jenis layanan interkoneksi yang disediakan dalam Dokumen Penawaran Interkoneksi (DPI). Tata cara perumusan DPI dilakukan berdasarkan Petunjuk Penyusunan Dokumen Penawaran Interkoneksi yang tercantum dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.08/Per/M.KOMINF/02/2006 tentang Interkoneksi.


(26)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

2. Jenis Layanan Interkoneksi

Jenis layanan interkoneksi terdiri dari:

a Layanan originasi, adalah merupakan pembangkitan panggilan yang berasal dari satu penyelenggara kepada penyelenggara lain. Pembangkitan panggilan tersebut dapat berasal dari penyelenggara jaringan tetap lokal, penyelenggara jaringan bergerak selular dan penyelenggara jaringan bergerak satelit. Ketiga penyelenggara jaringan dapat memberikan layanan originasi lokal, jarak jauh, internasional, bergerak selular dan bergerak satelit.

b. Layanan transit, adalah merupakan penyediaan jaringan atau elemen jaringan untuk keperluan penyaluran panggilan interkoneksi dari penyelenggara asal kepada penyelenggara tujuan panggilan interkoneksi. Layanan transit dapat terdiri dari:

1. Lokal yaitu merupakan layanan transit dengan menggunakan satu sentral atau trunk.

2. Jarak jauh yaitu merupakan layanan transit dengan menggunakan satu atau lebih sentral atau trunk dengan jaringan transmisi milik penyelenggara jaringan tetap jarak jauh.

c. Layanan terminasi adalah merupakan pengakhiran panggilan interkoneksi dari penyelenggara asal kepada penyelenggara tujuan. Pengakhiran panggilan dilakukan oleh penyelenggara jaringan:

a. Tetap lokal b. Bergerak selular


(27)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

c. Bergerak satelit.

Para penyelenggara jaringan dapat memberikan layanan terminasi :

a. Lokal adalah merupakan pengakhiran panggilan intekoneksi oleh penyelenggara tujuan dimana titik interkoneksi berada dalam area pembebanan yang sama dengan area pembebanan penyelengara asal. b. Jarak jauh adalah merupakan pengakhiran panggilan interkoneksi dimana

titik interkoneksi berada pada area pembebanan yang berbeda dengan area pembebanan penyelengara tujuan.

c. Internasional adalah merupakan pengakhiran panggilan jasa telepon dasar sambungan internasional.

d. Bergerak selular adalah merupakan pengakhiran panggilan interkoneksi oleh penyelenggara jaringan bergerak seluler.

e. Bergerak satelit merupakan pengakhiran panggilan interkoneksi oleh penyelenggara jaringan satelit.

D. Regulasi Dalam Industri Telekomunikasi di Indonesia

Sejak tahun 1961, layanan telekomunikasi di Indonesia telah diselenggarakan secara berturut – turut oleh berbagai perusahaan milik negara. Seperti negara berkembang lainnya, perluasan dan modernisasi infrastruktur telekomunkasi memainkan peran penting dalam pembangunan ekonomi secara umum di Indonesia. Selain itu, populasi yang besar dan pesatnya pertumbuhan


(28)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

ekonomi telah menimbulkan permintaan akan layanan telekomunikasi semakin tinggi.

Pemerintah melaksanakan kewenangan dan pengawasan regulasi atas industri telekomunikasi di Indonesia. Kerangka hukum untuk industri telekomunikasi didasarkan atas undang-undang tertentu, peraturan pemerintah dan keputusan menteri yang diberlakukan dan dikeluarkan dari waktu ke waktu. Sebelum bulan Maret 1998, Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi (Deparpostel) bertanggung jawab atas regulasi telekomunikasi di Indonesia, akan tetapi dengan reorganisasi Pemerintah sesudah Pemilihan Umum tahun 1999, Departemen Perhubungan menerima tanggung jawab untuk melakukan pengaturan. Pada tahun 2005, sesuai ketetapan presiden, tanggung jawab mengatur tersebut dialihkan kepada Kementrian Komunikasi dan Informasi (Menkominfo).

Menkominfo bertanggung jawab atas keseluruhan pengawasan dan regulasi dalam industri telekomukomunikasi. Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) memiliki berbagai direktorat dan biro yang melaksanakan beberapa regulasi khusus. Menkominfo berwenang mengeluarkan keputusan implementasi yang sangat luas cakupannya, sehingga memberikan pilihan yang luas kepada Menkominfo. Sesuai keputusan tersebut, Menkominfo mendefinisikan ruang lingkup eksklusivitas, merumuskan dan memberikan persetujuan atas tarif, menentukan KPU dan mengontrol berbagai


(29)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

faktor yang berpengaruh pada posisi kompetitif, operasi dan kondisi keuangan PT Telkom.

Menkominfo sebagai pihak yang mengatur, berwenang memberikan lisensi baru untuk pendirian usaha patungan baru dan pengaturan lain, terutama di sektor telekomunikasi. Melalui Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi (Dirjenpostel), salah satu direktorat di bawah Menkominfo, Pemerintah mengatur alokasi spektrum frekuensi radio untuk seluruh operator, termasuk PT Telkom yang diharuskan mendapatkan lisensi dari Menkominfo untuk masing-masing layanan yang menggunakan spektrum frekuensi radio. Seluruh operator telekomunikasi juga diharuskan membayar penggunaan spektrum frekuensi radio.

Selain itu Pemerintah juga mensyaratkan seluruh operator telekomunikasi untuk membayar biaya lisensi konsesi sebesar 1% dari seluruh pendapatan usaha yang didapatnya. Pada saat itu seluruh program deregulasi sektor telekomunikasi sangat erat kaitannya dengan program pemulihan ekonomi nasional yang didukung oleh IMF. Rencana nasional didokumentasikan dalam Nota Kebijakan Ekonomi dan Keuangan (NKEK), sebagaimana dijelaskan selanjutnya dalam nota kesepakatan kepada IMF pada bulan Januari dan Mei 2000.

Fokus utama NKEK adalah menstabilkan ekonomi dan menumbuhkan kembali kepercayaan melalui rencana yang komprehensif berdasarkan atas:


(30)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

1. Deregulasi

2. Mendorong persaingan 3. Liberalisasi

4. Restrukturisasi

5. Meningkatkan akses pasar

6. Memperkenalkan regulasi yang berorientasi pasar.

Kebijakan reformasi telekomunikasi pemerintah merumuskan dalam Cetak Biru Kebijakan Pemerintah Indonesia Mengenai Telekomunikasi. Kebijakan yang dinyatakan dalam cetak biru dimaksudkan untuk:

1. Meningkatkan kinerja sektor tersebut di era globalisasi.

2. Melakukan liberalisasi sektor dengan struktur yang kompetitif dengan meniadakan kontrol monopoli.

3. Meningkatkan transparansi dan gambaran yang jelas tentang kerangka regulasi.

4. Menciptakan peluang bagi operator telekomunikasi nasional untuk membentuk aliansi strategis dengan para mitra asing.

5. Menciptakan peluang bisnis untuk badan usaha skala kecil dan menengah. 6. Memfasilitasi peluang – peluang kerja yang baru.

Regulasi pada sektor telekomunikasi Indonesia pada saat ini memiliki berlandaskan pada Undang- Undang Telekomunikasi No. 36 tahun 1999 yang mulai berlaku pada 8 September 2000. Undang – Undang Telekomunikasi menetapkan panduan bagi reformasi industri, termasuk


(31)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

liberalisasi industri, fasilitasi, masuknya pemain baru serta peningkatan transparansi dan persaingan. Undang-undang Telekomunikasi hanya menguraikan prinsip substantif materi pokok secara garis besar. Peraturan pelaksanaan dari Undang – Undang Telekomunikasi akan ditetapkan dalam aturan pelaksanaan yang terdiri dari peraturan Pemerintah, keputusan departemen dan keputusan Dirjenpostel.

Undang-Undang Telekomunikasi yang baru meniadakan konsep “badan penyelenggara” sehingga mengakhiri status PT Telkom dan PT Indosat sebagai badan penyelenggara dengan tanggung jawab menyelenggarakan masing – masing layanan telekomunikasi domestik dan internasional untuk industri. Untuk meningkatkan persaingan, Undang-Undang Telekomunikasi secara khusus melarang praktek monopoli dan persaingan tidak wajar di antara operator telekomunikasi.

Peran Pemerintah adalah menjadi pembuat dan pengawas kebijakan imparsial sektor telekomunikasi. Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Telekomunikasi untuk memastikan transparansi dalam proses pembuatan regulasi, badan regulasi independen bernma Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) didirikan pada 11 Juli 2003 untuk mengatur, memantau dan mengontrol industri telekomunikasi. BRTI terdiri dari para pejabat dari Dirjenpostel dan Komite Regulasi Telekomunikasi dan diketuai oleh Direktur Jenderal Layanan Pos dan Telekomunikasi (Dirjen Postel). Anggota Komite Regulasi Telekomunikasi ditunjuk pada 19 Desember 2003.


(32)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

Keputusan Menteri Perhubungan No. 67/2003 menyatakan tanggung jawab pengaturan telekomunikasi dialihkan kepada Menkominfo pada bulan Februari 2005. Sebagai bagian dari fungsi pengatur, BRTI berwenang untuk :

1. Melaksanakan pemilihan atau evaluasi untuk pemberian lisensi jaringan dan layanan telekomunikasi sesuai dengan kebijakan Menkominfo

2. Mengusulkan kepada Menkominfo standar pelaksanaan operasi untuk jaringan dan layanan telekomunikasi, standar kualitas layanan, biaya interkoneksi dan standardisasi peralatan.

Sebagai bagian dari fungsi pemantauan, BRTI berwenang memantau dan diharuskan melaporkan kepada Menkominfo mengenai :

1. Pelaksanaan standar pelaksanaan operasi untuk jaringan dan layanan telekomunikasi

2. Persaingan di antara operator jaringan dan layanan

3. Pemenuhan pemanfaatan peralatan telekomunikasi sesuai dengan standar yang berlaku.

Sebagai bagian dari fungsi kontrol, BRTI juga diberi wewenang dan diharuskan melaporkan ke Menkominfo mengenai :

1. Fasilitasi penyelesaian sengketa di antara operator jaringan dan layanan 2. Kontrol penggunaan peralatan telekomunikasi dan pelaksanaan standar

kualitas layanan.

Pada tanggal 5 Februari 2008, Pemerintah mengeluarkan peraturan tentang penyesuaian tarif mengacu pada pola tarif interkoneksi berbasis biaya.


(33)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

Berdasarkan peraturan ini, PT Telkom dan Telkomsel bersama dengan sepuluh penyedia layanan telekomunikasi lainnya di Indonesia, wajib menyesuaikan tingkat tarif interkoneksi masing-masing dengan skema baru yang telah ditetapkan per 1 April 2008. Berdasarkan penyesuaian tarif tersebut, setiap operator diwajibkan untuk memasukkan usulan untuk memperbaharui DPI.

E. Penerapan Interkoneksi Berbasis Biaya di Indonesia

Sebelum tahun 2007, biaya interkoneksi dihitung berdasarkan revenue sharing. Dalam skema ini, bagi hasil dari interkoneksi antar operator dihitung berdasarkan kuantitas revenue-nya saja, misalnya dari operator X terjadi sekian panggilan ke operator Y. Setelah itu dihitung berapa panggilan dari operator X yang menggunakan jaringan operator Y dan masuk ke operator Y. Penghitungan berdasarkan revenue ini bergantung pada kepercayaan masing-masing pihak, sehingga hal ini cukup rawan.

Skema Revenue sharing sudah tidak diterapkan oleh negara-negara yang telah membuka kompetisi. Hal ini disebabkan skema tersebut merupakan barrier-to-entry bagi penyelenggara baru yang menjadi competitor dari penyelenggara yang telah ada. Padahal pembukaan kompetisi atau kehadiran penyelenggara baru diharapkan memberikan layanan yang kompetitif baik dari segi harga dan kualitas.

Skema revenue sharing juga akan mengakibatkan pengguna yang menggunakan layanan interkoneksi akan dikenakan dua tarif pungut yang


(34)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

berbeda dari dua penyelenggara berbeda yang berinterkoneksi. Sebagai contoh, pengguna yang melakukan panggilan interkoneksi dari PSTN (Public Switched Telephone Network atau yang biasa disebut jaringan telpon tetap) ke STBS (Sambungan Telepon Bergerak Seluler) akan dikenakan tarif pungut PSTN ditambah tarif pungut STBS. Hal ini membuat para penyelenggara juga cenderung menjadikan interkoneksi sebagai sumber pendapatan utama, padahal secara prinsip panggilan interkoneksi terjadi dari pembangkitan panggilan oleh penyelenggara lain, dimana penyelenggara yang menyalurkan panggilan hanya menerima saja panggilan interkoneksi itu. Kondisi ini juga secara langsung mempengaruhi perilaku pengguna untuk membatasi melakukan panggilan interkoneksi akibat tarif pungut panggilan interkoneksi yang tidak kompetitif dengan panggilan in-bound (panggilan sesama pengguna dalam satu penyelenggara), padahal dalam era multi-operator hubungan interkoneksi sesuatu yang tidak dapat dihindari oleh pengguna.

Berdasarkan larangan atas kegiatan yang dapat menimbulkan praktek monopoli dan persaingan bisnis yang tidak wajar, Undang- Undang Telekomunikasi menetapkan interkoneksi jaringan yang wajar agar tercipta konektivitas antara satu dengan yang lainnya. Biaya interkoneksi harus disepakati oleh setiap penyedia jaringan dan dihitung secara transparan. Undang-Undang Telekomunikasi menetapkan panduan berkenaan dengan pola interkoneksi antara para penyedia jaringan telekomunikasi. Pada 8 Februari 2006, Menkominfo mengeluarkan Peraturan No.8/2006 yang mewajibkan pola


(35)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

tarif interkoneksi berbasis biaya (cost based) untuk seluruh operator jaringan dan jasa telekomunikasi.

Interkoneksi berbasis biaya yang sebenarnya diberlakukan mulai 1 Januari 2006 mengandung konsekuensi kenaikan pada tarif interkoneksi lokal di sisi lain dan di sisi lain penurunan pada SLJJ dan selular. Namun aturan tersebut belum sebenuhnya bisa dijalankan. Terhitung sejak 1 Januari 2007, penghitungan interkoneksi diubah menjadi cost based. Pola tarif tersebut bukan hanya berfungsi mencegah operator dominan (established monopolist) menetapkan tarif tinggi dan membayar tarif lebih rendah kepada operator lain, tetapi juga berpotensi mewujudkan struktur pasar yang berbentuk kompetisi penuh (perfect competition) dalam penyelenggaraan bisnis telekomunikasi.

Berdasarkan pola baru, operator jaringan tempat panggilan berakhir akan menentukan biaya yang harus diterima oleh pihaknya berdasarkan atas formula berbasis biaya. Berdasarkan Keputusan No.8/2006, setiap operator jaringan telekomunikasi diharuskan menyusun dan menyerahkan Dokumen Penawaran Interkoneksi (DPI) kepada BRTI yang harus berisikan jenis layanan interkoneksi yang ditawarkan oleh operator jaringan dan tarif yang dikenakan untuk setiap layanan yang ditawarkan. DPI tersebut kemudian dikaji dan dievaluasi oleh BRTI dan BRTI akan melakukan modifikasi atas DPI yang tidak dianggap tidak sesuai. Apabila operator tidak menyetujui DPI yang telah dimodifikasi tersebut, operator dapat mengusulkan DPI baru sampai akhirnya ditemukan kesepakatan antara operator dan BRTI dan disusun DPI final. DPI


(36)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

final tersebut kemudian akan dipublikasikan dalam situs internet milik BRTI dan Dirjen Postel. Publik dapat mengusulkan perubahan atas DPI penyelenggara yang telah disahkan dan dipublikasikan oleh BRTI, beserta alasannya, khususnya yang menyangkut kepentingan masyarakat pengguna layanan telekomunikasi. Usulan atas perubahan DPI sebagaimana dimaksud harus disampaikan secara tertulis. Dalam hal usulan perubahan atas DPI sebagaimana dimaksud dapat diterima, BRTI akan mempertimbangkan masukan tersebut pada evaluasi DPI.

Dilihat dari aspek makro, perubahan formula penghitungan biaya interkoneksi dari revenue sharing ke cost based menunjukkan adanya upaya untuk melakukan efisiensi biaya interkoneksi itu sendiri, mengingat penghitungannya menggunakan variabel yang lebih detil dan lebih transparan. Dalam penghitungan biaya interkoneksi melalui cost-based, biaya yang dihitung antara lain biaya originasi, biaya destinasi, biaya frekuensi, dan unit-unit biaya lainnya yang juga harus dihitung. Biaya originasi adalah biaya panggilan. Biaya destinasi adalah biaya yang muncul terkait dengan terpakainya jaringan dari operator yang dituju. Biaya frekuensi adalah biaya yang muncul terkait dengan penggunaan frekuensi.

Dalam tataran teoristis, penerapan tarif berbasis biaya menyebabkan biaya interkoneksi menjadi lebih murah, menyebabkan tarif ke pelanggan juga akan lebih murah sehingga mendongkrak volume penggunaan pulsa interkoneksi. Di sisi lain, operator swasta menilai aturan interkoneksi berbasis


(37)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

biaya ini cukup ideal untuk menjembatani kepentingan (operator-red) yang berbeda-beda.

Kebutuhan biaya interkoneksi yang dihitung berdasarkan biaya sebenarnya sangat mendesak dalam rangka mendorong pertumbuhan akses dari industri yang kompetitif dan mendorong pertumbuhan panggilan. Kebutuhan penempatan biaya pada porsinya dimaksudkan agar minat investasi di jaringan akses bertumbuh dan mendorong pertumbuhan panggilan khususnya panggilan jarak jauh.

Pilihan yang tepat dalam menghitung besaran biaya interkoneksi adalah biaya interkoneksi berbasis biaya dengan medote perhitungan biaya yang mengadopsi model jaringan yang diefisienkan dari kondisi jaringan eksisting. Secara bertahap dalam implementasinya, model jaringan akan dievaluasi sesuai dengan perkembangan tingkat efisiensi yang dicapai, sampai diperoleh format jaringan yang ideal dari perspektif efisiensi. Berdasarkan model tersebut kemudian biaya interkoneksi akan dihitung berdasarkan sebab akibat biaya yang relevan dan bersifat incremental atas penyediaan layanan interkoneksi. Prinsip ini digunakan akibat model jaringan yang dibangun tidak sepenuhnya digunakan untuk menyediakan layanan interkoneksi akan tetapi juga layanan-layanan jasa lainnya sehingga biaya interkoneksi benar-benar hanya dihitung dengan melibatkan biaya yang terkait.

Hasil perhitungan pada industri yang menerapkan subsidi silang pada tarif pungutnya akan berdampak pada pergeseran tarif pungut tersebut ke


(38)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

porsi yang sebenarnya. Hasil perhitungan Ditjen Postel dan para penyelenggara beserta konsultan indenpenden menunjukkan bahwa biaya terminasi atau biaya originasi pada jaringan lokal baik maupun STBS lebih tinggi dari biaya interkoneksi eksisting. Tentunya hal ini akan memberatkan para pengguna layanan yang berada pada jaringan akses khususnya pengguna layanan internet, akan tetapi kondisi ini diharapkan hanya terjadi pada tahap awal sebelum posisi dari jaringan yang ideal dan efisien diperoleh. Disamping itu pasar sendiri akan dinamis dan inovatif menyediakan layanan-layanan tersebut.


(39)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus, yaitu dengan meneliti suatu sistem yang diterapkan dan digunakan dalam suatu perusahaan.

B. Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian dimulai dari bulan Oktober 2009 sampai dengan selesainya penelitian.

C. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Data Primer

“Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangan / suatu organisasi langsung melalui objeknya, yang membutuhkan pengolahan lebih lanjut” (Supranto, 2002:20). Data ini dikumpulkan penulis melalui wawancara langsung dengan kepala bagian akuntansi dan karyawan bagian interkoneksi.

2. Data Sekunder

“Data sekunder adalah data yang didapatkan oleh peneliti yang secara tidak langsung berhubungan dengan penelitian” (Hadi, 2006:41). Data ini


(40)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

diperoleh penulis dari buku referensi serta situs internet yang menyediakan berbagai data mengenai interkoneksi.

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Teknik Wawancara

“Wawancara adalah suatu cara mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada seorang informan atau otoritas (seorang ahli yang berwenang dakam suatu masalah)” (Keraf, 2001:161). Dengan metode ini, penulis mengajukan pertanyaan kepada karyawan bagian interkoneksi pada PT Telekomunikasi Indonesia Regional I Sumatera. 2. Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah menganalisis bahan – bahan dokumentasi perusahaan yang berhubungan dengan objek yang diteliti.

E. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode yang dilakukan dengan cara menggolongkan, menganalisa, dan menginterpretasikan data sehingga memberikan gambaran yang sebenarnya tentang penerapan tarif interkoneksi berbasis biaya pada PT Telekomunikasi Tbk.


(41)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

A Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah Singkat

PT Telekomunikasi Indonesia Tbk adalah perusahaan informasi dan komunikasi (Info Comm) serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap (full service and network provider) yang terbesar di Indonesia. PT Telkom didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1884 sebagai perusahaan swasta dengan nama Post en Telegraffdientst untuk menyediakan layanan pos dan telegrap domestik dan internasional. Pada tahun 1904 diubah menjadi Post, Telgraaf en Telefoondients dan selanjutnya disebut PTT-Dienst (Jawatan PTT). Status jawatan tersebut kemudian diubah menjadi Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi (PN Postel) pada tahun 1961 berdasar Peraturan Pemerintah No.240.

Pemerintah memisahkan layanan pos dan telekomunikasi pada tahun 1965 sehingga PN Postel kemudian dipecah menjadi PN Pos dan Giro dan PN Telekomunikasi. Selanjutnya PN. Telekomunikasi dipecah pada tahun 1974 menjadi dua perusahaan milik negara, yaitu Perusahaan Umum Telekomunikasi (PERUMTEL) untuk menyediakan layanan telekomunikasi domestik dan internasional dan PT Industri


(42)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

Telekomunikasi Indonesia Tbk (PT INTI) untuk menyediakan manufakturing peralatan telekomunikasi.

Berdasarkan PP No. 53 tahun 1980, PT INDOSAT ditetapkan sebagai badan usaha penyelenggara telekomunikasi untuk umum internasional dan berdasarkan PP No. 54 tahun 1980 PERUMTEL ditetapkan sebagai penyelenggara telekomunikasi untuk umum dalam negeri. Untuk mengantisipasi perkembangan teknologi yang begitu pesat, maka pada tahun 1991 bentuk PERUMTEL berubah menjadi Perusahaan Persero dengan nama Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Telekomunikasi Indonesia yang kemudian disingkat menjadi PT TELKOM.

Sebelum tahun 1995, operasi bisnis PT Telkom dipisah menjadi 12 wilayah yang dikenal sebagai “witel”, yang dikontrol terpusat dari kantor pusat PT Telkom di Bandung. Tiap witel memiliki struktur manajemen yang bertanggung jawab atas seluruh aspek bisnis PT Telkom di wilayah masing – masing, mulai dari penyediaan layanan telepon sampai manajemen dan keamanan properti. Namun pada tahun 1995, PT Telkom merestrukturisasi operasinya dengan mengubah ke-12 witelnya menjadi 7 Divisi Regional dan 1 Divisi Network. Divisi regional berfungsi menyelenggarakan jasa telekomunikasi di wilayahnya masing – masing, sedangkan divisi network berfungsi menyelenggarakan jasa telekomunikasi jarak jauh dalam negeri melalui pengoperasian jaringan transmisi jalur utama nasional. Cakupan pembagian wilayah dalam divisi regional yaitu :


(43)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

1. Divisi Regional I : Sumatera

2. Divisi Regional II : Jakarta dan sekitarnya 3. Divisi Regional III : Jawa Barat

4. Divisi Regional IV : Jawa Tengah 5. Divisi Regional V : Jawa Timur 6. Divisi Regional VI : Kalimantan

7. Divisi Regional VII : Kawasan timur Indonesia PT Telkom telah menjadi perusahaan publik internasional setelah melakukan public offering pada tanggal 14 Maret 1995 dengan mencatatkan saham-sahamnya pada Bursa Efek Jakarta, Bursa Efek Surabaya, New York Stock Exchange dan London Stock Exchange, sehingga PT Telkom menjadi PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. Perubahan ini menjadi motivasi bagi PT Telekomunikasi Indonesia Tbk untuk lebih produktif, efektif, dan efisien dalam pengelolaan perusahaan.

Sebelum go public, PT Telkom telah melakukan beberapa langkah untuk menjadi lebih produktif, efektif dan efisien antara lain dengan membagi daerah operasi nasional menjadi wilayah yaitu Medan, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan dan Ujung Pandang. Lima wilayah diantaranya dilakukan dengan sistem partnership (Kerja Sama Operasi / KSO). KSO-KSO tersebut merupakan konsorsium yang dibentuk melalui kerja sama antar perusahaan lokal dan operator telekomunikasi kelas dunia.


(44)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

2. Struktur Organisasi

Pada dasarnya struktur organisasi PT. TELKOM terdiri dari 3 (tiga) tingkatan, yaitu :

a. Tingkat korporat (Kantor Perusahaan) dimana terdapat Dewan Direksi (Board of Directors). Tingkat korporat mengelola Direktorat Perencanaan dan Teknologi, Direktorat Operasi dan Pemasaran, Direktorat Keuangan dan Direktorat SDM dan Sekretaris Perusahaan. b. Tingkat divisi. Di tingkat divisi terdapat Divisi Regional (Divre) I

sampai dengan VII, Divisi Riset dan Teknologi, Divisi Pembangunan, Divisi Network, Divisi Atelir, Divisi Multi Media, Divisi Sistem Informasi dan Divisi Pelatihan, dan Divisi Properti.

c. Tingkat daerah. Di tingkat daerah terdapat Kantor Daerah Komunikasi (Kandatel), Kantor Cabang Telekomunikasi (Kancatel), Kantor Area Pelayanan dan Unit Pelayanan yang ketiganya masih ada di lingkup Kandatel.

Lingkungan bisnis telekomunikasi semakin kompetitif dan tuntutan transparansi dari otoritas pasar modal pun semakin tinggi. Dalam situasi tersebut, agar dapat tumbuh lebih tinggi dari pertumbuhan industri, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk perlu melakukan perubahan organisasi. Perubahan organisasi tersebut harus mampu menjawab kebutuhan pelanggan dengan cepat dan tepat dalam bentuk kualitas produk yang lebih unggul dibandingkan dengan produk pesaing, dan layanan yang


(45)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

memuaskan. Organisasi PT Telekomunikasi Indonesia Tbk secara fundamental telah disesuaikan dan diarahkan pada konsep yang lebih memungkinkan terjadinya pengelolaan yang lebih fokus kepada pelanggan, pada infrastruktur dan jasa, serta pada pendayagunaan sumber daya untuk mempertahankan pertumbuhan.

Struktur organisasi di tahun 2006 difokuskan pada penataan fungsi-fungsi yang merupakan fondasi dalam memberikan kepastian adanya layanan yang cepat dan berkualitas. Fungsi-fungsi tersebut di atas sangat terkait dengan penyelenggaraan fungsi pengelolaan teknologi informasi (TI) dan manajemen suplai, serta fungsi pemberi kepastian adanya pengendalian atas penyelenggaraan risk management, yaitu: unit Risk Management, Legal dan Compliance. Penyelenggaraan fungsi IT dilaksanakan oleh unit IT Supply, yang dipimpin oleh Executive Vice President (EVP) dan berada di bawah kendali Direktur Utama (CEO). Unit tersebut melakukan fungsi-fungsi pengelolaan aset dan manajemen suplai. Selain itu, unit ini juga melaksanakan fungsi Chief Information Officer (CIO). Sedangkan unit yang mengelola Risk Management, Legal & Compliance adalah Unit Risk Management yang dipimpin oleh Executive Vice President (EVP) dan yang berada di bawah kendali Wakil Direktur Utama (COO).

Untuk membuat implementasi strategi PT Telekomunikasi Indonesia Tbk dalam mencapai pertumbuhan yang optimal lebih efektif, PT


(46)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

Telekomunikasi Indonesia Tbk mengorganisasikan sumber dayanya ke dalam kegiatan bisnis yang diarahkan pada perimbangan antara kegiatan bisnis untuk pertumbuhan unit-unit bisnis yang ada dan unit-unit bisnis baru. Penyelenggaraan kegiatan bisnis dilaksanakan oleh unit-unit organisasi yang dikelompokkan menjadi:

a. Pengelola fungsional korporasi dan corporate support b. Pengelola operating business.

Unit yang menyelenggarakan fungsional korporasi adalah Direktorat Keuangan, Direktorat SDM, Unit Strategic Investment & Corporate Planning, Unit IT & Supply, Unit Risk Management & Legal Compliance. Sedangkan fungsi Corporate Support dijalankan oleh Unit Corporate Affair, Corporate Communication, dan Internal Audit.

Sejak Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 28 Februari 2007 komposisi Direksi TELKOM berubah dengan bertambahnya dua direktur baru. Dengan demikian, struktur organisasi baru menjadi sebagai berikut: direktorat yang termasuk dalam Kantor Pusat adalah Direktorat Keuangan, Direktorat Human Capital & General Affair, Direktorat IT, serta Direktorat Compliance & Risk Management. Sementara direktorat yang termasuk dalam lini bisnis adalah Direktorat Network & Solution, Direktorat Konsumer, dan Direktorat Enterprise & Wholesale.


(47)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

Selain itu, dalam RUPSLB tersebut tidak ada pengangkatan posisi Wakil Direktur Utama, tugas dan tanggung jawab Wakil Direktur Utama sebagai COO diambil alih oleh para direktur operasi lini bisnis di bawah kendali Direktur Utama. Dengan struktur yang baru ini, divisi regional akan berperan sebagai customer service di bawah koordinasi Direktorat Konsumer. Sementara Kantor Pusat akan bersifat sebagai pusat (sentralisasi) dengan dibentuknya Finance Center dan HR Center untuk menciptakan standarisasi sistem.

Fungsi keuangan berada di bawah Direktorat Keuangan dilakukan secara terpusat dalam hal kebijakan, sedangkan penyelenggaraan operasional keuangan di seluruh unit bisnis dilaksanakan oleh Unit Finance Center. Fungsi SDM berada di bawah Direktorat Human Capital & General Affair dilakukan secara terpusat. Penyelenggaraan operasional SDM di seluruh unit bisnis dilaksanakan melalui Unit Human Resource Center (HR Center). HR Center merupakan suatu unit bisnis yang berperan sebagai unit corporate service dan bertanggung jawab mengendalikan beberapa unit corporate, support service dan enterprise service meliputi HR Center, Training Center (TTC), Management Consulting Center (MCC), Pusat Pengelolaan Program Kemitraan dan Community Developent Center (CDC), dana pensiun & yayasan-yayasan. Pengelolaan operasi bisnis dilakukan oleh Direktorat Network & Solution, Direktorat Konsumer dan Direktorat Enterprise & Wholesale. Ketiga Direktorat ini merupakan


(48)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

unit organisasi di luar Corporate Office yang diposisikan sebagai unit bisnis dan masingmasing dipimpin oleh seorang direktur.

Pembagian peran untuk direktorat pengelola perasi bisnis dilakukan berdasarkan fokus tanggung jawabnya, yaitu: unit bisnis pengelola infrastruktur dan jasa, unit bisnis pengelola fungsi delivery channel dan customer untuk segmen retail dan unit bisnis pengelolaan fungsi delivery channel dan customer untuk segmen corporate & wholesale. Unit pengelola infrastruktur dan jasa merupakan unit organisasi yang diberi peran untuk memfokuskan perhatian untuk menyelenggarakan pengelolaan infrastruktur dan jasa. Unit ini adalah Direktorat Network & Solution dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama.

Pengelolaan fungsi delivery channel dan customer dilakukan oleh Direktorat Konsumer dan Direktorat Enterprise & Wholesale. Dalam menjalankan fungsinya, Direktorat Konsumer memberi fokus pada penyelenggaraan pengelolaan pelanggan segmen ritel, sedangkan Direktorat Enterprise & Wholesale memberi fokus pada penyelenggaraan segmen corporate dan wholesale, kedua direktorat tersebut bertanggung jawab kepada Direktur Utama.


(49)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

Gambar 4.1

Struktur Organisasi PT. Telekomunikasi Tbk


(50)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

Keterangan:

1. Direktorat Network & Solution, dengan fokus sebagai unit pengelola infrastruktur dan servis. Direktorat tersebut mengendalikan Divisi Infrastruktur, Divisi Multimedia, R&D Center dan Maintenance Service Center.

2. Direktorat Konsumer, dengan fokus sebagai unit pengelola fungsi delivery channel untuk segmen retail. Direktorat tersebut mengendalikan divisi regional (7 regional).

3. Direktorat Enterprise & Wholesale, dengan fokus sebagai unit pengelola fungsi delivery channel untuk segmen enterprise & wholesale. Direktorat tersebut mengendalikan Divisi Enterprise Service dan Divisi Carrier & Interconnection Service.

4. Direktorat Keuangan, dengan fokus pengelolaan keuangan Perusahaan, dan untuk penyelenggaraan operasi fungsi keuangan terpusat diperankan oleh unit Finance Center.

5. Direktorat Human Capital & General Affair, dengan fokus pengelolaan SDM Perusahaan, dan untuk penyelengaraan operasi fungsi SDM terpusat diperankan oleh unit Human Resources Center.

6. Direktorat IT/CIO, dengan fokus pengelolaan pendayagunaan IT Perusahaan serta pengelolaan fungsi supply management. Direktorat tersebut mengendalikan unit-unit Information System Center dan Construction Center.


(51)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

7. Direktorat Compliance & Risk Management, dengan fokus pengelolaan compliance, legal dan risk management.

8. Selain direktorat, pada fungsi corporate office terdapat unit setingkat direktorat yaitu: Unit Strategic Investment dan Corporate Planning, yang fokus pada fungsi corporate planning dan strategic business planning, dan unit-unit corporate support yaitu Corporate Communication, Corporate Affair dan Internal Audit.

3. Aktivitas Perusahaan

PT Telkom adalah penyedia utama layanan telekomunikassi sambungan telepon tidak bergerak yang merupakan operator telepon seluler terbesar di Indonesia. PT Telkom menyediakan beragam layanan telekomunikasi, yaitu :

a. Telepon tidak bergerak

PT Telkom adalah penyedia utama layanan sambungn telepon tidak bergerak. Layanan telepon tidak bergerak terutama terdiri dari lokal dan sambungan langsung jarak jauh. Layanan ini disediakan oleh seluruh divisi I, II, III, IV, V, VI, dan VII. Layanan ini terdiri dari :

1. Telepon tidak bergerak kabel

a. TELKOMLokal, secara khusus mengidentifikasi panggilan antar pelanggan tetap dalam jarak kurang dari 30 km atau di dalam satu wilayah (boundary) lokal. Nomor pemanggil dan nomor yang dipanggil masih dalam satu kode area.


(52)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

b. TELKOMSLJJ atau panggilan SLJJ (Sambungan Langsung Jarak Jauh) adalah layanan telepon jarak jauh dalam wilayah Indonesia. Nomor pemanggil dan nomor yang dipanggil berbeda wilayah kode area. Biaya penggunaannya tergantung pada jarak, waktu dan tanggal panggilan itu dilakukan.

c. TELKOMSLI 007, sebelumnya layanan ini dinamai TELKOM International Call (TIC) 007 dan diluncurkan pada bulan Juni 2004. Pada bulan Mei 2006, TELKOM mengubah namanya menjadi TELKOMSLI-007. Sambungan Langsung Internasional (SLI) 007 adalah layanan jasa komunikasi antar negara melalui SLI dengan menggunakan kode akses 007. Layanan ini juga dilengkapi panggilan melalui bantuan operator dengan memutar nomor akses 107. TELKOMSLI 007 memberikan tujuh manfaat nyata, yaitu real expert, real time and price, real simple, real value, real care, real sound dan real lifestyle.

d. TELKOMSpeedy. Speedy Broadband Access merupakan layanan internet broadband yang memanfaatkan teknologi Asymmetric Digital Subscriber Line (ADSL) dengan kecepatan tinggi hingga 1024 kbps (downstream). Speedy memberikan layanan data, multimedia dan telepon/fax secara bersamaan (simultan) dengan hanya menggunakan saluran telepon kabel yang sudah ada.


(53)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

3. Telepon tidak bergerak nirkabel

TELKOMFlexi, adalah layanan jasa telekomunikasi suara dan data yang berbasis akses tanpa kabel dengan teknologi Code Division Multiple Access (CDMA) 2000 IX dan biaya pemakaiannya mengacu pada tarif telepon rumah (PSTN TELKOM). Izin penyelenggaraan layanan TELKOMFlexi terbatas pada satu kode area tertentu (limited mobility), karena produk ini tidak memiliki fasilitas roaming seperti halnya pada seluler.

b. Selular

PT Telkom menyediakan layanan telepon selular melalui Telkomsel yang sebesar 65% dimiliki oleh TELKOM Telkomsel menyediakan layanan selular GSM di Indonesia melalui jaringan sendiri dan dalam lingkup internasional melalui 463 jaringan yang dioperasikan oleh 268 mitra roaming internasional di 155 negara. Telkomsel menyediakan kepada pelanggannya pilihan layanan prabayar dengan merek dagang SimPATI atau layanan pascabayar dengan merek dagang KartuHALO. Pada bulan Mei 2004, Telkomsel meluncurkan merek prabayar baru Kartu As” yang ditargetkan pada segmen pasar yang lebih rendah serta pelanggan yang sering mengadakan perjalanan di dalam wilayah Indonesia dengan menawarkan roaming domestik gratis dan tarif yang lebih rendah untuk panggilan jarak jauh lokal dan domestik tanpa


(54)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

perbedaan tarif untuk panggilan selama jam sibuk (peak period) dan bukan pada jam sibuk (off peak period).

c. Kerja Sama Operasi ( KSO )

TELKOM mengadakan perjanjian untuk pembangunan dengan skema KSO kepada konsorsium swasta, yang masing-masing melibatkan satu atau lebih operator telekomunikasi internasional terkemuka. Perjanjian KSO menetapkan mitra KSO bersangkutan untuk mengelola dan mengoperasikan Divisi Regional untuk periode waktu tetap, melaksanakan pembangunan sambungan telepon tidak bergerak dalam jumlah yang telah ditetapkan dan, pada akhir periode, mengalihkan fasilitas telekomunikasi existing dan yang baru dibangun di dalam wilayah yang bersangkutan kepada TELKOM dengan kompensasi yang telah disepakati dan telah ditentukan sebelumnya.

i. Interkoneksi

TELKOM menerima pendapatan dari operator telekomunikasi lain yang menyediakan layanan telepon tidak bergerak, selular, sambungan langsung jarak jauh, internasional dan layanan lain yang berinterkoneksi dengan jaringan TELKOM. TELKOM mengadakan perjanjian interkoneksi dengan jangka waktu satu sampai tiga tahun dengan operator jaringan telekomunikasi lain, termasuk Indosat dan Satelindo, para penyedia layanan SLI dan operator selular Indonesia, yang menetapkan biaya yang harus dibayar oleh masing-masing


(55)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

operator dan prosedur untuk routing call melalui jaringan operator masing-masing. Pada tahun 2006, sebagai hasil dari regulasi baru berkenaan dengan layanan SLJJ dan SLI, TELKOM mengadakan perjanjian dengan Indosat yang mengatur biaya interkoneksi SLJJ. TELKOM juga mengadakan sejumlah perjanjian yang mengatur biaya interkoneksi SLI dengan seluruh operator jaringan, termasuk Indosat. Pada bulan Desember 2006, sebagai hasil dari pelaksanaan pola interkoneksi berbasis-biaya, yang diundangkan pada 8 Februari 2006, TELKOM mengubah seluruh perjanjian interkoneksinya dengan para operator jaringan domestik lainnya untuk mencakup pola interkoneksi berbasis biaya. Perubahan ini berlaku pada 1 Januari 2007. Pada 7 Juni 2004, TELKOM mulai menawarkan layanan sambungan telepon tidak bergerak SLI dengan merek dagang “TIC 007.” Pendapatan dari layanan SLI dilaporkan sebagai pendapatan interkoneksi internasional. Untuk memfasilitasi interkoneksi panggilan internasional, TELKOM mengadakan perjanjian layanan telekomunikasi internasional dengan operator telekomunikasi di beberapa negara. Selain itu, karena TELKOM tidak memiliki perjanjian dengan operator telekomunikasi di setiap tempat tujuan SLI-nya, maka TELKOM mengadakan perjanjian dengan operator utama tertentu seperti Singapore Telecommunications Limited (“SingTel”), Telekom Malaysia Berhad (“Telekom Malaysia”), MCI Inc. (“MCI”) dan pihak lain agar operator tersebut dapat bertindak


(56)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

sebagai penghubung untuk mengalihkan panggilan internasional ke tempat tujuan mereka. Sebagai contoh produk dalam bidang interkoneksi adalah TELKOMIntercarrier, merupakan layanan interkoneksi untuk penyelenggara jasa dan jaringan lainnya other licensed operator (OLO). TELKOMIntercarrier meliputi layanan interkoneksi jasa, interkoneksi jasa internasional, jasa satelit, penyewaan jaringan (leased line), infrastruktur dan fasilitas sharing, layananvdata dan jasa akses jaringan domestik.

e. Jaringan

TELKOM menyediakan sewa transponder satelit, siaran satelit, VSAT, distribusi audio, sirkit langganan berbasis satelit dan sirkit langganan berbasis teresterial Pelanggan untuk layanan jaringan TELKOM mencakup para pelaku bisnis dan operator telekomunikasi lain. Pelanggan dapat mengadakan perjanjian untuk layanan singkat seperti siaran beberapa menit atau perjanjian jangka panjang untuk layanan satu sampai lima tahun. Sebagai contoh produk dalam bidang jaringan adalah TELKOMVision, yaitu merupakan brand name dari PT. Indonusa Telemedia yang termasuk anak perusahaan PT Telkom yang khusus bergerak di bidang TV berbayar. Layanan yang diberikan TELKOMvision adalah TV kabel,jasa internet yang cepat dan TV satelit.


(57)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

f. Data dan Internet

1. TELKOMGlobal 01017, merupakan layanan premium untuk panggilan VoIP internasional yang memanfaatkan jaringan internet dengan kode akses 01017 untuk panggilan ke lebih dari 253 kode negara tujuan.

2. TELKOMSave, adalah layanan panggilan Internasional VoiP standar yang sejenis dengan TELKOMGlobal 01017 namun menggunakan metode dialing dua tahap. Agar dapat melakukan panggilan internasional atau panggilan jarak jauh, pelanggan terlebih dahulu harus memutar nomor akses, memasukkan nomor PIN, setelah itu baru memutar nomor tujuan.

3. TELKOMNet Instan, merupakan layanan akses internet dial-up tanpa perlu berlangganan dan khusus dirancang dengan konsep yang mudah dan sederhana untuk memenuhi kebutuhan aksesibilitas. Pada konfigurasi koneksi internet pelanggan mengisi dial number 0809-8-9999, konfigurasi DNS dan proxy server dikosongkan. Untuk login, pelanggan mengisi username adalah telkomnet@instan dan password adalah TELKOM.

4. Plasa.com (www.plasa.com). Layanan portal web PT Telkom yang menyajikan layanan informasi serta komunitas internet berbahasa Indonesia dengan focus layanan pada komunitas pendidikan nasional. Plasa.com diharapkan menjadi portal informasi yang


(58)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

komprehensif dan komunitas internet terlengkap yang didukung dengan akses internet yang cepat.

5. I-vAS Card. Untuk mendukung para pengguna internet, PT Telkom mengeluarkan internet value Added Service (i-vAS) Card yang merupakan alat pembayaran (micropayment) prabayar untuk mengakses berbagai konten atau layanan internet.

6. Ventus, merupakan layanan bernilai tambah dan konvergensi antara e-mail dan sistem seluler (mobile) atau lebih dikenal dengan istilah mobile pushe-mail yang memungkinkan pengguna seluler melakukan relay e-mail yang umumnya dihubungkan via desktop dan laptop di alihkan ke smartphone (telepon seluler) atau telepon PDA. Melalui Ventus, pemilik account e-mail dapat menerima atau mengirim pesan elektronik dan tidak hanya melalui SMS, melainkan melalui terminal telepon seluler atau PDA.

g. Pola Bagi Hasil ( PBH )

TELKOM telah mengadakan perjanjian terpisah dengan beberapa investor berdasarkan Pola Bagi Hasil ( PBH ) untuk mengembangkan sambungan telepon tidak bergerak, bilik telepon umum kartu (termasuk perawatan) dan fasilitas telekomunikasi pendukung terkait. Pola bagi hasil ditempatkan sebagian besar di Palembang, Pekanbaru, Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan, Makasar, Parepare, Manado, Denpasar, Mataram dan Kupang dengan jangka waktu konsesi antara 24 sampai


(59)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

176 bulan. Berdasarkan pola bagi hasil, para investor membiayai dalam pembangunan fasilitas telekomunikasi. Setelah pembangunan selesai, TELKOM mengelola dan mengoperasikan fasilitas dan pada umumnya menanggung biaya perbaikan dan perawatan selama periode pola bagi hasil. Para investor memiliki hak atas aktiva tetap yang dibangun oleh mereka selama periode pola bagi hasil. Di akhir dari tiap periode pola bagi hasil, investor mengalihkan kepemilikan fasilitas kepada TELKOM. Umumnya pendapatan yang diperoleh dari pelanggan dalam bentuk biaya instalasi sambungan dialokasikan penuh kepada investor. Pendapatan dari pulsa telepon keluar dan biaya langganan bulanan dibagi di antara investor dan TELKOM berdasarkan rasio tertentu yang telah disepakati. Berdasarkan pola bagi hasil yang diadakan sebelum bulan Oktober 2002, TELKOM menjamin tingkat pengembalian internal tertentu untuk investor. Namun, sejak bulan Oktober 2002, TELKOM tidak lagi menjamin tingkat pengembalian internal untuk pola bagi hasil baru. Pada bulan Februari 2004, TELKOM mulai melaksanakan PPLT di Divisi Regional yang dikontrol oleh TELKOM. Sesuai program PPLT, kepala divisi diijinkan mengadakan perjanjian untuk pengembangan fasilitas telekomunikasi dengan mitra di dalam tiap divisi regional. Dalam memutuskan perjanjian yang akan diadakan, kepala divisi diharuskan mempertimbangkan faktor bisnis tertentu dan


(60)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

bertindak dalam parameter yang telah ditetapkan. Prioritas juga diberikan untuk pengembangan fasilitas CDMA.

h. Layanan Lain

TELKOM juga menyediakan berbagai layanan lain seperti:

1. Layanan buku petunjuk telepon yang disediakan oleh TELKOM melalui anak perusahaan, yaitu Infomedia.

2. Televisi kabel dan televisi berbayar serta layanan terkait (42.351 pelanggan terhitung 31 Desember 2007), yang disediakan melalui anak perusahaan, yaitu Indonusa.

3. Layanan teleks dan telegram.

Selain itu, Telkom juga akan mendapatkan pendapatan dari layanan telephone directory services dan pengelolaan gedung.

B. Analisis dan Evaluasi Hasil Penelitian pada Laporan Laba Rugi PT Telekomunikasi Indonesia Tbk

a. Pendapatan Interkoneksi

Komponen pendapatan interkoneksi terdiri dari pendapatan interkoneksi selular, interkoneksi internasional dan interkoneksi lainnya. Pendapatan interkoneksi terdiri dari biaya yang dibebankan pada operator domestik dan internasional lain pada saat panggilan telepon yang berawal dari jaringan operator lain tersebut tersambung (interconnect) dengan jaringan telepon tidak bergerak PT Telkom maupun jaringan selular Telkomsel.


(61)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

Pendapatan interkoneksi juga mencakup roaming internasional oleh operator diluar negeri kepada jaringan selular bergerak Telkomsel, serta biaya (fee) ritel yang dibebankan kepada pelanggan PT Telkom untuk panggilan keluar dan pendapatan sambungan langsung internasional dari jasa TELKOMSLI- 007 sejak jasa tersebut diluncurkan pada bulan Juni 2004. Biaya yang dibebankan atas interkoneksi ditentukan berdasarkan perjanjian antar operator, dengan biaya maksimum yang ditetapkan oleh keputusan Pemerintah.

Pendapatan dari interkoneksi dengan operator telekomunikasi domestik dan internasional lainnya diakui pada saat terjadi berdasarkan perjanjian dan disajikan sebesar jumlah bersih setelah dikurangi beban interkoneksi. Pendapatan interkoneksi diakui terlebih dahulu, kemudian diselesaikan antar operator secara bulanan, yang dapat berfluktuasi secara signifikan karena adanya penyesuaian antar operator pada saat penyelesaian.

Pendapatan interkoneksi bersih terdiri dari pendapatan interkoneksi bersih jaringan telepon tetap PT Telkom (setelah dikurangi pendapatan interkoneksi dari interkoneksi dengan jaringan seluler Telkomsel) dan pendapatan interkoneksi bersih dari jaringan seluler bergerak Telkomsel (setelah dikurangi dengan biaya interkoneksi dari interkoneksi dengan jaringan telepon tetap PT Telkom). Pendapatan interkoneksi termasuk pendapatan sambungan internasional incoming dari jasa TELKOMSLI 007, setelah dikurangi dengan biaya interkoneksi yang dibebankan pada sambungan internasional outgoing.


(62)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

Tabel berikut ini menunjukkan pendapatan interkoneksi yang diterima oleh PT. Telkom dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 sekaligus persentasenya dari pendapatan usaha.

Tabel 4.1 Pendapatan interkoneksi PT Telkom Tbk tahun 2005 sampai dengan 2006 (Untuk setiap item dinyatakan dalam persentase dari pendapatan usaha)

Tahun - tahun yang berakhir 31 Desember,

2005

2006

Rp.(Miliar)

%

Rp.(Miliar)

%

Pendapatan Interkoneksi

10,723.80

25.6

11,793.80

23

Beban Interkoneksi

-2,981.70

-7.1

-3,112.30

-6.1

Jumlah interkoneksi bersih

7,742.10

18.5

8,681.50

16.9

Sumber : Laporan Keuangan Konsolidasi PT Telkom Tbk tahun 2006

Tabel 4.2 Pendapatan interkoneksi PT Telkom Tbk tahun 2007 sampai dengan 2008 (Untuk setiap item dinyatakan dalam persentase dari pendapatan usaha)

Tahun - tahun yang berakhir 31 Desember,

2007

2008

Rp.(Miliar)

%

Rp.(Miliar)

%

Pendapatan Interkoneksi

12,705.90

21.3

12,054.30

19.9

Beban Interkoneksi

-3,054.60

-5.1

-3,263.50

-5.4

Jumlah interkoneksi bersih

9,651.30

16.2

8,790.80

14.5

Sumber : Laporan Keuangan Konsolidasi PT Telkom Tbk tahun 2008

Pendapatan interkoneksi dapat diperoleh melalui beberapa segmen, yaitu :


(63)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

b. Pendapatan interkoneksi internasional c. Pendapatan interkoneksi lainnya

Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan segmen – segmen pendapatan interkoneksi selama empat tahun dari tahun 2005 sampai dengan 2008.

Tabel 4.3 Segmen - segmen pendapatan interkoneksi PT Telkom Tbk tahun 2005 sampai dengan tahun 2006.

(Untuk setiap item dinyatakan dalam persentase dari pendapatan usaha) Tahun - tahun yang berakhir 31 Desember,

2005 2006

Rp.(Miliar) % Rp.(Miliar) %

Pendapatan Interkoneksi

1. Seluler 6.685,10 16,0 7442,3 14,5

2. Internasional 854,8 2,0 1001,4 1,9

3. Lain - lain 202,2 0,5 237,8 0,5

Jumlah Pendapatan Interkoneksi Bersih 7.742,10 18,5 8.681,50 16,9

Sumber : Laporan Keuangan Konsolidasi PT Telkom Tbk tahun 2006.

Tabel 4.4 Segmen - segmen pendapatan interkoneksi PT Telkom Tbk tahun 2007 sampai dengan tahun 2008.

(Untuk setiap item dinyatakan dalam persentase dari pendapatan usaha) Tahun - tahun yang berakhir 31 Desember,

2007 2008

Rp.(Miliar) % Rp.(Miliar) %

Pendapatan Interkoneksi

1. Seluler 8.734,80 14,6 7.900,40 13,0

2. Internasional 694,7 1,2 780,6 1,3

3. Lain - lain 221,8 0,4 109,7 0,2


(1)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

yang diperolehnya karena pendapatan interkoneksi selalu memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi PT Telkom setiap tahunnya

2. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa tarif interkoneksi berbasis biaya (cost based) yang diharapkan mampu menambah laba perusahaan melalui penurunan tarif agar jumlah pelanggan dan jumlah panggilan meningkat, malah mengurangi laba PT Telkom sebagai salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia karena walaupun pelanggan dan jumlah panggilan meningkat, namun tidak dapat mengimbangi dari kerugian akibat penurunan tarif interkoneksi yang terlalu rendah oleh BRTI.

3. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa meningkatnya jumlah pelanggan dan meningkatnya volume trafik interkoneksi dari sebuah perusahaan telekomunikasi tidak menjamin meningkatnya pendapatan interkoneksi yang akan diterimanya.

B. Saran

Sebagai akhir dari tulisan ini, penulis mencoba mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Mengingat tingginya tingkat persaingan yang ada dalam pasar telekomunikasi saat ini, penulis menyarankan kepada PT Telkom Tbk untuk lebih bekerja keras dalam menciptakan inovasi – inovasi produk baru yang lebih dapat menarik pelanggan baru untuk menambah pendapatan.


(2)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

2. Bagi perusahaan diharapkan tetap memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan lama untuk tetap mempertahankan kejayaan PT Telkom sendiri karena hidup dari sebuah perusahaan komunikasi adalah pelanggan.

3. Bagi pemerintah diharapkan lebih menganalisa kembali tentang tarif interkoneksi berbasis biaya, karena selama ini berlakunya tarif interkoneksi berbasis biaya adalah lebih mendahulukan kepentingan konsumen. Baiknya pemerintah menjaga keseimbangan kepentingan antara operator dan konsumennya.

DAFTAR PUSTAKA

Hadi, Syamsul, 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Akuntansi Keuangan, Edisi Pertama, Ekonisia, Yogyakarta.

Keraf, Gorys, 2001. Komposisi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Supranto, J., 2002. Metode Riset: Aplikasinya dalam Pemasaran, PT Rineka Cipta, Jakarta.


(3)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 2004. Buku Petunjuk Teknis Penulisan Proposal Penelitian dan Penulisan Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi USU, Medan.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2007. Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta.

http://Akhirnya, Telkom Akui Penurunan Tarif Pukul Kinerja Keuangan« Jurnalnya Doni Ismanto.htm

http:// Aturan interkoneksi siap diterapkan « çörëtäñ Tãñgãñ 1.htm http://detikinet BRTI Umumkan Perubahan Tarif Interkoneksi.htm http://Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi.htm

http://Hukumonline_com.htm

http://[INDONESIA-POLICY] Peraturan Pemerintah No_ 52-2000.htm http:/interkoneksi-gerus-pendapatan-telkom-rp-1-triliun.htm

http://Interkoneksi Meningkatkan Persaingan.htm http:/interkoneksi_pasca_penetapan_regulasinya.htm

http://Konsultasi Publik tentang Interkoneksi Berbasis Biaya : Mendorong Pertumbuhan Akses dan Efisiensi Industri Telekomunikasi.htm

http://laba_telkom_melorot_1triliun.htm

http://Media Indonesia Online.htm

http://PENGUMUMAN_DEPHUB RI_Pelaksanaan Restukturisasi Sektor Telekomunikasi.htm

http:// Telecommunication « [theGadget!].htm http:// Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya.htm http://Tarif Turun, Telkom Tergerus.htm


(4)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.

http://[Warnet2000] Tarif interkoneksi berbasis biaya berlaku 1 Januari 2006.htm


(5)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.


(6)

Povi Irawan : Penerapan Tarif Interkoneksi Berbasis Biaya (Cost Based) Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, 2009.