❏ Namsyah Hot Hasibuan
Keperluan Penetapan Lokus Susun Taut Fonem dalam Telaah Fonologi Bahasa Indonesia
LOGAT
JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 1 April Tahun 2005
k , dan posisi ketiga oleh konsonan sonoran nonnasal l r w y . Dari contoh awal suku
berupa GK-3K di atas, fonem tertentu yang dapat menempati posisi pertama pada urutan
komponen fonemisnya hanya satu buah. Jumlah ini merupakan bagian yang sangat terbatas dari
seluruh fonem pada khazanah fonem bahasa Inggris. Begitu juga dengan jumlah konsonan yang
dapat menjadi komponen kedua dan ketiganya, masing-masing hanya terdiri dari tiga dan empat
buah fonem konsonan. Upaya menempatkan fonem yang benar di antara s dan l pada awal
suku berupa GK-3K di atas, misalnya, memerlukan pengetahuan sendiri. Pengetahuan
tentang kombinasi fonem, menurut Fudge, sangat membantu. Mengerti tentang kombinasi fonem
akan membatasi pilihan pada salah satu dari konsonan p atau k . Studi tentang
kemungkinan kombinasi fonem dalam suatu bahasa oleh Fudge disebut studi susun taut fonem
fonotaktik. Oleh Clark dan Yallop 1990: 105 susun taut fonem tidak merupakan hal yang
dipertentangkan dengan distribusi fonem. Bagi mereka keidentikan konsep terdapat antara susun
taut fonem dengan penjelasan distribusi distributional statement, yaitu penjelasan betapa
fonem berdistribusi dalam suku, dan begitu juga suku di dalam kata. Suku dan kata, keduanya
merupakan satuan linguistik yang pada dasarnya merupakan kombinasi integral sejumlah fonem dan
suku. Unit suku terwujud melalui kombinasi integral segmen fonemnya dan satuan kata melalui
segmen sukunya. Di antara kedua satuan itu, yang mendapat pengutamaan dari Fudge 1990: 51-52
sebagai ranah telaah susun taut fonem adalah suku kata. Pengutamaan semacam ini sebelumnya telah
terlihat juga pada O’Connor 1973: 229, yang menegaskan bahwa kaidah susun taut fonem suatu
bahasa dapat disarikan melalui penjelasan tentang struktur sukunya. Kenyataan itu diperkuat oleh
Fudge yang menyatakan bahwa suku merupakan ranah utama terwujudnya susun taut fonem.
2.2 Ranah Operasional Susun Taut Fonem Pada bagian pendahuluan telah diisyaratkan
tentang ranah operasional susun taut fonem, yakni pada suku dan kata. Penegasan atas kedua jenis
satuan ini menjadi sorotan juga pada Fudge 1990: 51. Menurut Fudge, tidaklah sepenuhnya dapat
dibenarkan anggapan dari sebagian orang yang mengemukakan bahwa representasi fonologis
phonological representation tuturan terdiri dari perangkat fonem-fonem terpisah. Dalam
mengemukakan ketidaksetujuannya terhadap anggapan seperti itu, Fudge mengemukakan lima
jenis satuan linguistik selain fonem dengan ukuran bangun yang berbeda, tetapi masing-masing terdiri
dari gabungan segmen. Satuan yang dimaksudkannya adalah sebagai berikut;
A. Suku kata Syllable; B. Kata Word;
C. Kelompok kata setekanan Stress-group; D. Kelompok suku setekanan Foot;
E. Kelompok satuan senada Tone-group Diisyaratkan selanjutnya oleh Fudge bahwa pada
kelima satuan linguistik di atas terdapat berbagai kepentingan, dengan pengertian bahwa
pengutamaan pilihan dapat dilakukan di antara kelima satuan itu. Hal yang menjadi soal adalah
apa maksud atau tujuan yang hendak diwujudkan masing-masing pemilih. Menurut Fudge, jika yang
dimaksudkan adalah pewujudan yang menyangkut segi fonotaktisnya maka ketepatan pilihan terdapat
pada A dan B, yaitu suku dan kata. Suku dan kata, keduanya dapat merupakan satuan linguistik
dengan kombinasi sejumlah fonem dan suku. Satuan suku merupakan wujud kombinasi integral
segmen fonemnya, dan satuan kata dari kombinasi segmen sukunya. Pada uraian Fudge terdapat
sebenarnya kecenderungan mengutamakan salah satu di antara suku dan kata sebagai ranah
operasional susun taut fonem. Di antara keduanya terlihat bahwa suku mendapat pengutamaan karena
di samping mengemban fungsi lain, menurut Fudge 1990: 52, suku kata merupakan the chief
domain of patterns of arrangament of phonemes, or phonotactics.
Hal yang serupa sebelumnya telah terlihat juga sebenarya oleh OConor 1973: 229. Dalam
uraiannya dengan lugas dikatakan bahwa kaidah susun taut fonem suatu bahasa dapat disarikan
melalui penjelasan tentang struktur sukunya. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa wujud struktur
yang lebih panjang, tidak lain, adalah untaian sejumlah suku yang menjadi segmennya. Dengan
demikian, pada prinsipnya, tidak terdapat wujud bangun tuturan yang betapa pun panjangnya yang
tidak dapat dijelaskan melalui ancangan ini. 2.3 Suku Kata
Suku, di samping sebagai satuan linguistik, dikenal juga sebagai satuan fonologis Hawkins 1984: 62.
Sebagai satuan fonologis telaah suku lebih tepat apabila dilakukan melalui perspektif fonologi.
Artinya, hal yang menjadi bahan telaah pada suku adalah fonemnya; yaitu fonem yang menjadi
komponen langsung dalam suku. Di antara rujukan yang memuat bahasan seperti itu, seperti
dianjurkan oleh Wolfram dan Johnson 1982: 87, adalah Pulgram. Dalam menentukan batasan suku,
Pulgram terlihat banyak memperhatikan berbagai
❏ Namsyah Hot Hasibuan
Keperluan Penetapan Lokus Susun Taut Fonem dalam Telaah Fonologi Bahasa Indonesia
LOGAT
JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 1 April Tahun 2005
hal yang terkait dengan ciri suku. Pulgram bertolak dari pernyataan bahwa suku adalah satuan
linguistik bertipe figura 1970: 65. Sebagai satuan linguistik, suku merupakan klas yang dapat
ditempatkan di antara klas lainnya, seperti fonem, morfem, ataupun leksem. Masing-masing adalah
satuan
emik yang terdapat pada tuturan. Pensegmenan tuturan atas masing-masing satuan
merupakan kerja atas dasar emik emic operation. Dengan kata lain, setiap pensegmenan tuturan atas
satu jenis satuan tertentu dapat diartikan sebagai pemisahan bagian-bagian emiknya yang
diidentifikasi berdasarkan klas yang menjadi tempat masing-masing bagian dapat
dikelompokkan. Klas itu sendiri, termasuk suku, tidak memiliki batas sebab batasnya hanya
ditentukan oleh definisinya. Lewat definisi kelas baru dapat ditentukan mana saja yang dapat
dipandang sebagai anggota dari kelas yang dimaksudkan. Hanya yang dapat menjadi anggota
dari klas itulah yang secara jelas memiliki batas. Selanjutnya dikatakan bahwa batas bangun satuan
yang lebih besar dari sebuah fonem dibatasi oleh fonem atau gugus fonem yang terdapat pada awal
dan akhir setiap satuan dalam setiap bahasa. Pembatasan setiap satuan terjadi sedemikian rupa
sesuai dengan kaidah distribusi fonem yang berlaku dalam bahasa yang bersangkutan. Adapun
variasi fonetis yang terdapat pada batas masing- masing satuan emik, menurut Pulgram, dapat
dibicarakan kemudian manakala uraian satuan emiknya telah lebih dahulu dilakukan. Atas dasar
suku sebagai satuan linguistik, menurut Pulgram, batas-batasnya harus diterangkan lebih dahulu
berdasarkan segi emiknya. Artinya harus dicarikan mana fonem yang menjadi pendukung perwujudan
suku serta fonem mana pula yang dapat membatasinya. Telaah terhadap hal yang
menyangkut segi etik, yang terdapat pada batas- batas suku, baru dapat dilakukan kemudian setelah
urusan yang menyangkut emiknya selesai. Ciri lain yang terdapat pada suku, menurut
Pulgram, adalah tipenya yang tergolong figura. Pengertian figura dalam hubungan ini oleh
Pulgram diberikan sambil lalu dengan mempertentangkan satuan fonem dan suku dengan
satuan morfem dan leksem. Dua satuan pertama fonem dan suku menurut Pulgram termasuk tipe
figura, sedangkan dua satuan terakhir morfem dan leksem tidak termasuk figura. Ditambahkannya
bahwa figura itu sendiri tidak bermakna dan tidak pula menyatakan makna the figura does not by
and of itself convey meaning. Namun, figura berguna dalam upaya melengkapi makna tanda
sign. Walau tergolong ke dalam tipe figura, antara fonem dan suku tetap terdapat perbedaan
yang jelas. Pulgram melihat perbedaan itu dari ciri yang dimiliki oleh masing-masing satuan. Pada
fonem sendiri terdapat ciri tersendiri yang memungkinkan terdapatnya pengertian ataupun
batasan tentang fonem. Ciri itu, yang sekaligus dapat dijadikan batasannya, adalah bahwa di
samping sebagai figura fonem merupakan satuan fungsional terkecil bahasa. Dengan kedua ciri yang
dimilikinya itu dapat dikatakan bahwa fonem dengan sendirinya telah beroleh batasan. Ciri
fonem seperti yang dimaksudkan di atas, yang sekaligus dapat dijadikan sebagai batasannya, tidak
terlihat pada suku. Walau tergolong figura, suku tidak dapat diberi batasan atas dasar jumlah
komponen satuannya. Hal ini disebabkan oleh jumlah komponen fungsional suku tidak dapat
diprakirakan. Suku tidak dapat dikatakan merupakan satuan minimal atau maksimal, dan
tidak pula sebagai satuan dengan jumlah komponen yang pasti. Jelasnya, suku hanya dapat
diterangkan berdasarkan bentuk dan batas- batasnya sendiri. Sifat suku yang tidak dapat
disebut sebagai satuan minimum dengan sendirinya memperjelas bahwa suku menduduki
posisi di atas fonem dalam hierarki satuan linguistik, dengan pengertian bahwa suku pada
dasarnya terwujud berkat adanya kombinasi fonem tertentu menurut kaidah susun taut fonem yang
beriaku. Atas dasar itu suku adakalanya disebut sebagai satuan fonem lihat juga OConnor 1973:
259; Hawkins 1984: 62. Di sisi lain, suku tidak pula dapat disebut sebagai satuan maksimal sebab
dalam hierarki kepemilikan komponen suku masih merupakan bawahan satuan lain yang oleh
Pulgram disebut seksi section. Dari kenyataan ini suku beroleh ciri lain, yaitu sebagai subsatuan dari
seksi. Pada batasan Pulgram ditambahkan bahwa setiap
suku memiliki sebuah vokal sebagai inti. Terdapatnya sebuah fonem vokal pada setiap suku
telah menjadi konsep bersama, dan menurut Pulgram hal ini bebas kontroversi. Dalam upaya
menguraikan tuturan, pengertian satu vokal dalam setiap suku dapat menjadi petunjuk atas jumlah
suku yang terdapat pada tuturan. Jumlah suku dalam tuturan dapat diketahui dengan jalan
menghitung vokal inti yang terdapat dalam tuturan tersebut. Namun pada bagian lain, Pulgram
juga mengatakan bahwa cara seperti itu bukan satu-satunya cara menetapkan jumlah suku.
3. Batasan dan Uraian