keahlian yang sama sehingga kalau pelukis tersebut diganti, kemungkinan lukisan wajah tersebut tidak sama bahkan mungkin tidak mirip dengan wajah aslinya.
c. Tidak berbuat sesuatu
Adapun prestasi tidak berbuat sesuatu menuntut sikap pasif salah satu pihak karena dia tidak dibolehkan melakukan sesuatu sebagaimana yang
diperjanjikan. Prestasi dari suatu perjanjian harus memenuhi syarat:
40
a. Harus diperkenankan, artinya prestasi itu tidak melanggar ketertiban,
kesusilaan, dan Undang-undang; b.
Harus tertentu atau dapat ditentukan; c.
Harus memungkinkan untuk dilakukan menurut kemampuan manusia. Namun yang sering dijumpai dalam pelaksanaan suatu perjanjian adalah
ketika salah satu pihak tidak mematuhi dan melaksanakan apa yang telah diperjanjikan wanprestasi.
2. Wanprestasi
Hal kelalaian atau wanprestasi pada pihak si berhutang ini harus dinyatakan dahulu secara resmi, yaitu dengan memperingatkan si berhutang itu,
bahwa si berpiutang menghendaki pembayaran seketika atau dalam jangka waktu yang pendek.
41
“Si berutang dinyatakan dalam keadaan lalai, baik dengan perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu, atau ia berada dalam keadaan lalai demi
Hal ini diatur pada Pasal 1238 KUHPerdata yang dinyatakan bahwa :
40
Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009, hal.79.
41
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta : Intermasa, 2003, hal 147.
Universitas Sumatera Utara
perikatannya sendiri, jika perikatan itu membawa akibat, bahwa si berutang berada dalam keadaan lalai, dengan lewatnya waktu yang ditentukan saja“. Kata
“perintah“ bevel dalam Pasal 1238 KUHPerdata di atas mengandung suatu peringatan dan karenanya “bevel“ juga bisa diterjemahkan dengan “peringatan“.
Karena di sana dikatakan, bahwa perintahperingatan itu ditujukan kepada debitur si berhutang dan debitur si berhutang adalah pihak yang dalam perikatan
mempunyai kewajiban prestasi, maka tentunya “ perintahperingatan“ itu datang dari krediturnya, yaitu pihak yang dalam perikatan mempunyai hak tuntut atas
prestasi. Sekalipun pasal yang bersangkutan tidak secara tegas mengatakan apa isi perintah kreditur, namun demikian, sehubungan kedudukan para pihak dalam
perikatan yang bersangkutan bisa disimpulkan, bahwa perintah kreditur adalah agar debitur memenuhi kewajiban perikatannya. Jadi debitur berada dalam
keadaan lalai setelah ada perintahperingatan agar debitur melaksanakan kewajiban perikatannya. Perintah atau peringatan surat teguran itu dalam doktrin
dan yurisprudensi disebut “somasi“.
42
Suatu somasi harus diajukan secara tertulis yang menerangkan apa yang dituntut, atas dasar apa serta pada saat kapan diharapkan pemenuhan prestasi. Hal
ini berguna bagi kreditur apabila ingin menuntut debitur di muka pengadilan. Dalam gugatan inilah, somasi menjadi alat bukti bahwa debitur betul-betul telah
melakukan wanprestasi.
43
42
Satrio, Beberapa Segi Hukum tentang Somasi Bagian I, diakses dari http:www.hukum online.com berita baca lt4cbfb836aa5d0beberapa-segi-hukum-tentang-
somasi-bagian-i-brioleh-jsatrio-, pada tanggal 24 Mei 2014`
43
PNH Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta : Djambata, 1999, hal.340.
Universitas Sumatera Utara
Somasi tidak perlu diberitahukan terlebih dahulu kepada pengadilan akan tetapi pengirim somasi wajib membuat suatu berita acara penerimaan somasi
kepada pihak calon tergugat, hal ini untuk membuktikan bahwa penggugat telah beritikad baik menyelesaikan perkaranya secara damai sebelum akhirnya
berperkara dipengadilan hal ini memberikan penilaian permulaan kepada hakim bahwa tergugat beritikad buruk.
44
Dalam hal tenggang waktu suatu pelaksanaan pemenuhan prestasi telah ditentukan, maka Pasal 1238 KUHPerdata debitur dianggap lalai dengan lewatnya
waktu yang ditentukan. Bentuk wanprestasi ketiadalaksanaan dapat terwujud dalam beberapa bentuk yaitu:
45
a. Debitur sama sekali tidak melaksanakan kewajibannya;
b. Debitur tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya
melaksanakan kewajibannya tetapi tidak sebagaimana mestinya; c.
Debitur tidak melaksanakan kewajibannya pada waktunya; d.
Debitur melaksanakan sesuatu yang tidak diperbolehkan. Wanprestasi tersebut dapat terjadi karena kesengajaan debitur untuk tidak
mau melaksanakannya, maupun karena kelalaian debitur untuk tidak melaksanakannya.
46
dapat menimbulkan hak bagi kreditur, yaitu : Adapun akibat hukum bagi debitur yang lalai atau melakukan wanprestasi,
47
a. Menuntut pemenuhan perikatan;
44
Somasi atau Teguran, diakses dari http:www.negarahukum.comhukumsomasi- atauteguran. html, pada tanggal 22 Mei 2014.
45
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.cit., hal.70.
46
Ibid.
47
Handri Raharjo, Op.Cit, hal 81-84.
Universitas Sumatera Utara
b. Menuntut pemutusan perikatan atau apabila perikatan tersebut bersifat timbal-
balik, menuntut pembatalan perikatan; c.
Menuntut ganti rugi; d.
Menuntut pemenuhan perikatan dengan disertai ganti rugi; e.
Menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan dengan ganti rugi. Perlunya diketahui apakah penyebab dari terjadinya wanprestasi
mengingat akibat yang terjadi karena tindakan wanprestasi itu dilakukan, semuanya dibuktikan dihadapan hakim. Seorang debitur yang dituduh lalai dan
dimintakan supaya kepadanya diberikan hukuman atas kelalaiannya, ia dapat membela diri dengan mengajukan beberapa macam alasan untuk membebaskan
dirinya dari hukuman-hukuman itu. Pembelaan tersebut ada tiga macam, yaitu: a.
Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa overmacht atau Force majeure;
b. Mengajukan bahwa si berpiutang kreditur sendiri juga telah lalai exceptio
non adimpleti contractus; c.
Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi pelepasan hak: bahasa Belanda: rechtsverwerking.
Menurut Subekti, ada empat akibat dari terjadinya wanprestasi yaitu : a.
Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti rugi;
b. Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian;
c. Peralihan Risiko;
Universitas Sumatera Utara
d. Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim. Akibat-
akibat dari terjadinya wanprestasi di atas, lebih jelasnya dijabarkan sebagai berikut :
48
Akibat-akibat dari terjadinya wanprestasi di atas, lebih jelasnya dijabarkan sebagai berikut :
49
1 Ganti rugi
Ganti rugi sering diperinci dalam tiga unsur yakni biaya, rugi, dan bunga. Biaya adalah segala pengeluaran dan perongkosan yang nyata-nyata sudah
dikeluarkan oleh salah satu pihak. Misalnya Jika seorang sutradara mengadakan perjanjian dengan seorang pemain sandiwara untuk mengadakan suatu
pertunjukkan, dan pemain ini kemudian tidak datang sehingga pertunjukkan terpaksa dibatalkan, maka yang termasuk biaya adalah ongkos cetak iklan, sewa
gedung, sewa kursi dan lain-lain. Yang dimaksudkan dengan istilah rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan debitur yang diakibatkan
oleh kelalaian si debitur. Misalnya dalam hal jual beli sapi. Kalau sapi yang dibelinya itu mengandung suatu penyakit yang menular kepada sapi-sapi lainnya
milik si pembeli, hingga sapi-sapi ini mati karena penyakit tersebut. Yang dimaksudkan dengan bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan,
yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditur. Misalnya dalam hal jual beli barang, jika barang tersebut sudah mendapat tawaran yang lebih tinggi dari harga
pembeliannya.
50
48
Subekti, Op.cit, hal.55.
49
Ibid, hal 45.
50
Ibid., hal 54
Hal ini sesuai dengan isi Pasal 1246 KUHPerdata yang mana
Universitas Sumatera Utara
dinyatakan bahwa bunga sebagai ...untung yang sedianya harus dapat dinikmatinya..
Pasal 1247 KUHPerdata dinyatakan bahwa: “Si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya rugi dan bunga yang nyata telah atau sedianya harus
dapat diduga sewaktu perjanjian dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan karena sesuatu tipu daya yang dilakukan olehnya” Dan
Pasal 1248 KUHPerdata dinyatakan bahwa: “Bahkan jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan karena tipu daya si berutang, penggantian biaya, rugi,
bunga, sekedar mengenai kerugian yang diderita oleh si berpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang merupakan
akibat langsung dari tak dipenuhinya perjanjian” Dari dua pasal di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ganti rugi itu
dibatasi, hanya meliputi kerugian yang dapat diduga dan yang merupakan akibat langsung dari wanprestasi.
b. Pembatalan perjanjian Mengenai pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan
perjanjian, sebagai sanksi kedua atas kelalaian seorang debitur, mungkin ada orang yang tidak dapat melihat sifat pembatalannya atau pemecahan tersebut
sebagai suatu hukuman karena debitur menganggap dibebaskan dari kewajiban memenuhi prestasi. Pembatalan perjanjian, bertujuan membawa kedua belah
pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan. Kalau suatu pihak sudah menerima sesuatu dari pihak yang lain, baik uang maupun barang, maka itu
harus dikembalikan. Pasal 1266 KUHPerdata dinyatakan bahwa:
Universitas Sumatera Utara
“Syarat batal dianggap selamanya dicantumkan dalam perjanjian-perjanjian yang timbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal
demikian perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim.
Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban itu dinyatakan dalam perjanjian. Jika syarat batal tidak
dinyatakan dalam perjanjian, hakim leluasa menurut keadaan atas permintaan si tergugat, untuk memberikan suatu jangka waktu guna kesempatan memenuhi
kewajibannya, jangka waktu mana tidak boleh lebih dari satu bulan” Berdasarkan ketentuan pasal di atas maka jelas bahwa pembatalan
perjanjian tidak terjadi secara otomatis pada waktu debitur nyata–nyata melalaikan kewajibannya, akan tetapi harus dimintakan kepada hakim dan
disebutkan dengan jelas, bahwa perjanjian itu tidak batal demi hukum. c. Peralihan risiko
Peralihan risiko sebagai sanksi ketiga atas kelalaian seorang debitur disebutkan dalam Pasal 1237 ayat 2 KUHPerdata. Risiko adalah kewajiban
untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa barang yang menjadi objek perjanjian.
Peralihan risiko dapat digambarkan demikian: Menurut Pasal 1460 KUHPerdata, maka risiko dalam jual-beli barang tertentu dipikulkan kepada si
pembeli, meskipun barangnya belum diserahkan. Kalau penjual itu terlambat menyerahkan barangnya, maka kelalaian ini diancam dengan mengalihkan risiko
Universitas Sumatera Utara
tadi dari si pembeli kepada si penjual. Jadi dengan lalainya si penjual, risiko itu beralih kepada dia.
d. Pembayaran biaya perkara Tentang pembayaran ongkos biaya perkara sebagai sanksi keempat bagi
seorang debitur yang lalai adalah tersimpul dalam suatu peraturan Hukum Acara, bahwa pihak yang dikalahkan diwajibkan membayar biaya perkara Pasal 181
ayat 1 HIR. Seorang debitur yang lalai tentu akan dikalahkan kalau sampai terjadi suatu perkara di depan hakim. Dari pembahasan-pembahasan di atas dapat dilihat
apabila wanprestasi yang dilakukan dalam perjanjian itu terjadi akibat dari keadaan memaksa Force majeure, maka dapat melepaskan pihak yang tidak
memenuhi kewajiban itu dari tuntutan ganti kerugian.
Universitas Sumatera Utara
48
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG LEASING
A. Pengertian Leasing dan Dasar Hukum Leasing
1. Pengertian Leasing
Berdasarkan Kepmenkeu No. 1169 1991 tentang kegiatan usaha leasing, yang dimaksud leasing atau sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam
bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dan hak opsi finance lease atau hak guna usaha tanpa opsi operating lease untuk digunakan
oleh leasing selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala Pasal 1 huruf a Kepmenkeu Nomor 1169 1991.
51
Equipment Leasing Association di London yang merupakan Asosiasi perusahaan-perusahaan leasing di Inggris memberikan definisi sebagai berikut :
”Leasing adalah perjanjian antara lessor dan lessee untuk menyewa suatu jenis Berdasarkan pada Pasal 1 Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri; Menteri
Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian No KEP.122MKIV21974, No. 32MSK21974 dan No. 30Kpb1974 tanggal 7
Februari 1974, menyebutkan bahwa leasing itu adalah : “ Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk
digunakan oleh suatu perusahaan tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan Hak Plih opsi bagi perusahaan tersebut untuk
memberi barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama “.
51
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1169 tahun 1991
Universitas Sumatera Utara