Latar Belakang Kependekan dalam lingkungan Militer dan Kepolisian di Indonesia.

Gambar 2: Kependekan yang Menunjuk Referen Sekolah Contoh AAL Akademi Angkatan Laut menunjuk simbol dan mengacu pada referen „sekolah‟ dengan perantara konsep sekolah. Dalam hal ini AAL tidak memiliki hubungan langsung dengan referen ditunjukkan dengan garis putus-putus. Hubungan antara simbol yang berupa kependekan dan referen „sekolah‟ harus melalui konsep dalam pikiran yaitu sekolah Satuan Bareskrim- - - - - - - - - - - - - - - - „satuan‟ Gambar 3: Kependekan yang Menunjuk Referen Satuan Pada contoh Bareskrim Badan Reserse dan Kriminal menunjukan simbol dan mengacu pada referen „satuan‟ dengan perantara konsep satuan dalam kepolisian. Dalam hal ini Bareskrim tidak memiliki hubungan langsung dengan referen ditunjukkan dengan garis putus-putus. Hubungan antara simbol yang berupa kependekan dan referen „satuan‟ harus melalui konsep dalam pikiran yaitu jenis satuan. Kependekan dalam lingkungan militer dan kepolisian di Indonesia dipilih menjadi objek penelitian ini didasarkan alasan sebagai berikut. Pertama, kependekan dalam lingkungan militer dan kepolisian di Indonesia banyak menggunakan pola pemendekan yang unik dan beragam. Ada yang berupa singkatan, akronim, dan penggalan. Kedua, dari hasil pemendekan yang berupa singkatan, akronim, penggalan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ditemukan referen yang ditunjuk. Ketiga, dunia militer dan kepolisan di Indonesia memiliki hubungan yang menyatu dengan masyarakat sehingga komunikasi tersebut penting diteliti. Kempat, sejauh penelusuran yang dilakukan peneliti, apalagi setelah keluarnya UU No. 2 Tahun 2002, belum ada peneliti yang mengkaji topik ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan dalam latar belakang, masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebgai berikut. 1.2.1 Apa saja pola pembentukan kependekan dalam lingkungan militer dan kepolisian di Indonesia? 1.2.2 Apa saja referen yang ditunjuk oleh kependekan dalam lingkungan militer dan . kepolisian di Indonesia

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pola-pola pembentukan kependekan dan menentukan jenis referennya dalam lingkungan militer dan kepolisian. Tujuan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut: 1.3.1 Mendeskripsikan pola pembentukan kependekan dalam lingkungan militer dan kepolisian di Indonesia 1.3.2 Mendeskripsikan referen yang ditunjuk oleh kependekan dalam lingkungan militer dan kepolisian di Indonesia PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini berupa deskripsi kependekan dalam lingkungan militer dan kepolisian di Indonesia. Hasil penelitian tersebut memberikan manfaat teoretis maupun manfaat praktis. Manfaat teoritis hasil penelitian ini memberikan sumbangan teoretis bagi cabang linguistik yaitu, morfologi. Dalam morfologi menyumbang proses pembentukan kependekan, yaitu dari bentuk panjuang menjadi bentuk pendek. Bidang semantik, yaitu kependekan tersebut ternyata memiliki referen juga . Bidang sosiolinguistik, yaitu bahasa berupa kependekan digunakan dalam komunitas tertentu dalam hal ini militer dan kepolisian di Indonesia. Hasil penelitian ini juga memberikan sumbangan praktis bagi para jurnalistik yang akan menggunakan kependekan dalam tulisannya dan komunikasi praktis yang berhubungan dengan militer dan kepolisian di Indonesia.

1.5 Tinjauan Pustaka

Jalu dalam skripsinya yang berjudul “Pola Pembentukan dan Jenis Referen Slogan Kota dan Kabupaten di Jawa Tengah ” 2015, membahas tentang pola slogan kota dan jenis referennya. Tentang pola slogan, ditemukan dua pola pembentukan, yaitu kata dan kalimat. Kata memiliki dua jenis yakni kata ulang dan akronim. Untuk akronim ditemukan 14 pola pembentukan. Adapun tentang referen yang diacu oleh slogan kota dan Kabupaten di Jawa Tengah, ditemukan 12 jenis referen. Hara d alam skripsinya yang berjudul “Penggalan dan Kontraksi dalam Tuturan Berbahasa Indonesia Anak Muda di Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur” 2013, membahas tentang pola-pola pembentukan penggalan dan pola pembentukan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI kontraksi dalam tuturan berbahasa Indonesia anak muda Sumba Tengah. Untuk penggalan ditemukan tujuh pola pembentukan, yakni i penggalan yang berupa pengekalan silabel pertama dari suatu kata, ii penggalan berupa pengekalan silabel terakhir dari suatu kata, iii penggalan yang berupa penggalan fonem terakhir dari suatu kata, iv penggalan yang berupa fonem pertama dari suatu kata, v penggalan yang berupa penganggalan silabel terakhir suatu kata, vi penggalan yang berupa pengekalan silabel tengah dan terakhir dari suatu kata, vii penggalan yang berupa pengekalan penanggalan dua fonem terakhir dalam suatu kata. Adapun tentang kontraksi ditemukan lima pola pembentukan, yakni i kontraksi dengan meringkas diftong dalam suatu kata, ii kontraksi dengan meringkas vokal tinggi menjadi vokal rendah dari suatu kata, iii kontraksi dengan meringkas dua silabel pertama dalam suatu kata, iv kontraksi dengan meringkas silabel pertama dalam suatu kata, v kontraksi dengan meringkas silabel terakhir dalam suatu kata. Suratmi 1997 dalam hasil penelitiannya yang berjudul “Akronim Bahasa Indonesia dalam surat kabar karian Kompas” menjelaskan bahwa akronim dalam surat kabar harian kompas dapat diteliti atas pola pembentukannya. Pola pembentukan itu terbagai atas tujuh pola, yaitu i akronim berunsur bunyi pertama kata utama; ii akronim berunsur suku kata kata utama; iii akronim berunsur gabungan antara bunyi pertama kata utama dengan suku kata utama: iv akronim berunsur gabungan antara bunyi pertama kata utama dengan „bagian lain‟ kata utama; v akronim berunsur gabungan antara suku kata utama dengan „bagian lain‟ kata uatama; vi akronim berunsur bagian „bagian lain‟ kata uatama; vii akronim berunsur bunyi pertama, dan „bagian lain‟ kata utama. Topik tentang kependekan juga pernah diteliti oleh Permana 2006 dalam skripsinya yang berjudul “Kependekan dalam Wacana Rubrik “Operator Menjawab” di Surat Kabar Suara Pembaruan ”. Hasil dari penelitian ini ditemukan pola-pola 15 pola pembentukan singkatan, yaitu i pengekalan konsonan huruf pertama dari setiap suku kata, ii pengekalan konsonan huruf pertama setiap kata, iii pengekalan konsonan huruf pertama suku kata pertama dan huruf pertama dan terakhir suku kata kedua dari suatu kata, iv pengekalan dua huruf pertama dari suatu kata, v pengekalan tiga huruf pertama dari suatu kata, vi pengekalan empat huruf pertama dari suatu kata. Selanjutnya, vii pengekalan konsonan huruf pertama suku kata pertama dan penggalan suku-suku terakhir suatu kata, viii pengekalan konsonan huruf pertama tiap kata dan sufiks-nya, ix penggunaan monoftong pada suku kata kedua dari suatu kata, x persamaan huruf dalam penggunaan singkatan, xi penggunan prefiks di- dan pengekalan konsonan huruf pertama suku kata pertama dan huruf pertama dan terakhir suku kata, xii penggunaan monoftong dari suku kata pertama dari suatu kata, xiii pengekalan konsonan huruf pertama suku terakhir dari suatu kata, xiv pengekalan konsonan huruf pertama, suku kata pertama dan huruf pertama suku kata kedua dan penggalan suku-suku terakhir dan sufiks-nya dari suatu kata, xv pengekalan konsonan huruf pertama suku kata pertama dan monoftong suku kata kedua. Dalam hal pembentukan akronim ditemukan dua pola pembentukan, yakni i pengekalan tiga huruf pertama dari kata pertama dan pengekalan dua huruf pertama kata ketiga, ii pengekalan suku kata terakhir kata pertama dan huruf pertama kata kedua. Penggalan ditemukan sembilan pola pembentukan, yaitu i penggalan suku kata pertama dari suatu kata, ii penggalan suku kata terakhir dari suatu kata, iii penggalan tiga huruf pertama dari suatu kata, iv pengekalan empat huruf pertama dari suatu kata, v pengekalan konsonan huruf pertama dari suku kata pertama dan pengekalan suku-suku terakhir dari suatu kata, vi pengekelan konsonan huruf pertama suku kata pertama dan kedua dan penggalan suku-suku kata terakhir dari suatu kata, vii pengekalan konsonan huruf pertama suku kata pertama dan kedua dan penggalan suku-suku terakhir dan sufiks-nya, viii pengekalan konsonan huruf pertama suku kata kedua dan huruf pertama suku kata ketiga, ix pengekalan konsonan huruf pertama dan terakhir dan suku kata kedua dan penggalan kata selanjutnya. Lambang huruf ditemukan satu pola pembentukan, yakni lambang huruf yang menandai mata uang. Dari tinjauan pustaka tersebut, dapat disimpulkan dalam dua hal. Pertama, kependekan banyak dijumpai dalam berbagai bidang terutama dalam lingkungan militer dan kepolisian. Kedua, peneliti yang mengkaji tentang kependekan dalam militer dan kepolisian di Indonesia serta menentukan referen belum pernah dilakukan. Atas dasar tinjauan pustaka itulah, penelitian ini layak dilakukan.

1.6 Landasan Teori

Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi teori tentang morfologi dan semantik. Dalam cabang ilmu morfologi meliputi proses morfologis yang menghasilkan bentuk kependekan, yaitu singkatan, akronim, penggalan, lambang huruf, dan kontraksi. Dalam cabang ilmu semantik yaitu referen.