71
1. Meletakkan beberapa pengertian yang digunakan dalam Peraturan Pemerintah
No 9 Tahun 1975 Pasal 1 2. Mengatur pejabat pegawai pencatatan perkawinan Pasal 2, pemberitahuan kehendak pelaksanaan perkawinan Pasal 3 sampai
dengan Pasal 5, penelitian syarat-syarat perkawinan oleh pegawai pencatatan perkawinan Pasal 6 dan Pasal 7, dan pengumuman kehendak melangsungkan
perkawinan Pasal 8 dan Pasal 9 3. Hal-hal yang berkaitan dengan tata cara perkawinan dan pencatatan perkawinan, termasuk kewajiban penandatanganan
akta perkawinan Pasal 10 dan Pasal 11 4. Mengatur hal-hal yang harus dimuat dalam akta pekawinan Pasal 12 dan Pasal 13 5. Mengatur mengenai tata cara
pemeriksaan cerai talak atau perceraian Pasal 14 sampai dengan Pasal 18, alasan-alasan perceraian Pasal 19, tata cara pemeriksaan cerai gugat Pasal 20
sampai dengan Pasal 36 6. Mengatur mengenai pembatalan perkawinan oleh pengadilan Pasal 37,38 7. Mengatur mengenai waktu tunggu bagi seorang janda
Pasal 39 8. Mengatur mengenai kewajiban mengajukan permohonan beristeri lebih dari seorang kepada pengadilan dalam hal-hal yang berkaitan dengan
pemeriksaan permohonan beristeri lebih dari seorang oleh pengadilan dan larangan pegawai pencatat perkawinan untuk melakukan pencatatan perkawinan
seorang suami yang beristeri lebih dari seorang sebelum adanya izin dari pengadilan Pasal 40 sampai dengan Pasal 44 9. Mengatur ancaman sanksi
pidana bagi pihak mempelai atau pejabat pencatat perkawinan yang melanggar ketentuan Pasal-pasal Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 Pasal 45
10.Mendelegasikan kewenangan untuk mengatur secara khusus ketentuan perkawinan dan perceraian bagi anggota Angkatan Bersenjata oleh Menteri
HankamPangab Pasal 46 11.Pernyataan tidak berlakunya ketentuan-ketentuan peraturan perundangundangan yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah
Universitas Sumatera Utara
72 diatur di dalam Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 Pasal 47 12.
Mendelegasikan kewenangan untuk mengatur petunjuk-petunjuk pelaksanaan bagi kelancaran pelaksanaan Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 kepada
Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, baik bersamasama maupun secara sendiri-sendiri dalam bidang masing-masing Pasal 48 13.
Pernyataan mulai berlakunya dan perintah pengundangan Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975. Selama ini dalam menyelesaikan perkara-perkara muamalah,
hakim Pengadilan Agama selalu berpedoman pada kitab fiqih yang penggunaannya tergantung pada kemampuan hakim-hakim Pengadilan Agama
yang bersangkutan dalam memahami secara utuh dan menyeluruh terhadap kitab- kitab fiqih tersebut. Sehingga dampaknya tidak tertutup kemungkinan timbul
putusan yang berbeda-beda terhadap perkara-perkara yang sama. Untuk itu, sudah seyogianya bangsa Indonesia memiliki hukum materil berupa hukum Islam yang
berbentuk kodifikasi yang dapat dijadikan landasan hakim dalam memutuskan suatu perkara. Berdasarkan Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan
Menteri Agama Nomor 7KMA1985 dan Nomor 25 Tahun 1985, maka dibentuk suatu Tim Proyek Pembangunan Hukum Islam melalui Yurisprudensi. Dalam
rangka melaksanakan tugas pokoknya, tim tersebut mengadakan penelaahan dan pengkajian kitab-kitab fiqih dari berbagai sumber dan wawancara terhadap para
ulama, yang kemudian hasilnya diseminarkan melalui loka karya yang diadakan di Jakarta dari tanggal 2 sampai dengan 5 Februari 1988. Dengan Intruksi
Presiden No 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991, maka disebarluaskan Kompilasi Hukum Islam tersebut untuk dapat digunakan oleh instansi pemerintah dan
masyarakat sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah dibidang hukum perkawinan, hukum kewarisan, hukum perwakafan di samping peraturan
Universitas Sumatera Utara
73 perundang-undangan lainnya. Pada dasarnya Undang-undang No 1 Tahun 1974
tentang perkawinan telah mewujudkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945 dan sudah menampung segala kenyataanya yang hidup
dalam masyarakat dewasa ini.
B.
Sebab-sebab Melakukan Antar Agama Di Indonesia
Perkawinan tidak akan langgeng dan tentram karena tidak bisa menyatukan pandangan tentang segala sesuatu. Jangankan perbedaan agama, perbedaan
budaya atau tingkat pendidikan saja dapat mengakibatkan kegagalan perkawinan. Setelah anak lahir, timbullah masalah dalam pendidikan agama
anak. Anak diberikan kebebasan memilih agama, padahal dia bingung untuk mengikuti ayahnya atau ibunya.
Meskipun ayah atau ibu telah berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga aqidah anaknya, tetap saja anak akan mengalami distorsi aqidah. Betapa
hancurnya hati ayah atau ibu yang muslim karena tidak bisa menjaga fitrah anak- anaknya. Padahal jalinan cinta kepada anak lebih kuat daripada kepada istri atau
suaminya yang masih kafir. Perbedaan agama akan memicu konflik rumah tangga, sehingga tidak
mungkin terbentuk keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Bahkan keluarga besar dari kedua belah pihak pun akan menentang.
Kehidupan rumah tangga pasangan beda agama membuat batin tersiksa dan tidak akan pernah tenang selamanya.
Universitas Sumatera Utara
74
Jika akhirnya terjadi perceraian, maka anak-anak akan mengalami kehidupan yang timpang.
C.
Pelaksanaan Perkawinan Antar Agama Di Indonesia
Bagi pihak WNI harus memenuhi mekanisme pelayanan pernikahan pada Kantor Urusan Agama Kecamatan.
1 Calon pengantin datang ke kantor kepala desa kelurahan untuk mendapatkan:
a Surat Keterangan untuk nikah N.1
b Surat Keterangan asal usul N.2
c Surat Persetujuan mempelai N.3,
d Surat Keterangan tentang orang tua N.4,
e Surat pemberitahuan kehendak nikah N.7
2 Calon Pengantin datang ke Puskesmas untuk mendapatkan : a
Imunisasi Tetanus Toxsoid 1 bagi calon pengantin wanita, b
Kartu imunisasi, c
Imunisasi Tetanus Toxoid II,
Setelah proses pada poin 1 dan 2 selesai, calon pengantin datang ke KUA kecamatan, untuk :
1.Mengajukan pemberitahuan kehendak nikah secara tertulis menurut model N7, apabila calon pengantin berhalangan pemberitahuan nikah dapat
dilakukan oleh wali atau wakilnya;
2.Membayar biaya pencatatan nikah dengan ketentuan sebesar 30.000,- Tiga Puluh Ribu Rupiah. PMA Nomor 147 Tahun 2004.
3. Dilakukan pemeriksaan kelengkapan syarat-syarat pernikahan oleh penghulu.
Universitas Sumatera Utara
75
a Surat keterangan untuk nikah menurut N.1 b Kutipan akta kelahiran atau surat kenal lahir atau surat keterangan asal usul calon mempelai yang
diberikan oleh Kepala Desa pejabat setingkat menurut model N2;
c Persetujuan kedua calon mempelai menurut model N3, d Surat keterangan tentang orang tua ibu bapak dari kepala desa pejabat
setingkat menurut model N4,
e Izin tertulis dari orang tua bagi calon mempelai yang belum mencapai usia 21 tahun menurut model N5.
f Dalam hal tidak ada izin dari kedua orang tua atau walinya sebagaimana dimaksud angka 5 di atas diperlukan izin dari pengadilan.
g Pasfoto masing-masing 3×2 sebanyak 3 lembar. h Dispensasi dari pengadilan bagi calon suami yang belum mencapai umur
19 tahun dan bagi calon istri yang belum mencapai umur 16 tahun.
i Jika calon mempelai anggota TNIPolri diperlukan surat izin dari atasanya atau kesatuannya.
j Izin pengadilan bagi suami yang hendak beristri lebih dari seorang.
k Akta cerai atau kutipan buku pendaftaran talak cerai bagi mereka yangperceraiannya terjadi sebelum berlakunya Undang-undang nomor 7
tahun 1989.
l Akta kematian atau surat keterangan kematian suami istri dibuat oleh kepala desa lurah atau pejabat yang berwenang yang menjadi dasar pengisian
model N6 bagi janda duda yang akan menikah.
m Surat ganti nama bagi warganegara Indonesia keturunan. 4. Penghulu sebagai PPN memasang pengumuman kehendak nikah menurut
model NC selama 10 hari sejak saat pendaftaran.
5. Catin wajib mengikuti kursus calon pengantin selama 1 hari. 6. Calon pengantin memperoleh sertifikat kursus calon pengantin.
7. Pelaksanaan akad nikah dipimpin oleh penghulu. 8. Penghulu segera menyerahkan buku nikah kepada pengantin setelah
pelaksanaan akad nikah.
Universitas Sumatera Utara
76
BAB IV TINJAUAN YURIDIS ASPEK HUKUM PERKAWINAN ANTAR AGAMA
MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM
A. Keberadaan Hukum Perkawinan Antar Agama di Indonesia menurut Undang- Undang No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam
Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa sesudah berlakunya Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 terdapat perbedaan pendapat tentang dilangsungkan
perkawinan antar agama dewasa ini maka dengan adanya perbedaan pendapat tersebut tidak dapat diperoleh kepastian tentang boleh atau tidak di langsungkannya perkawinan
antar orang yang berbeda agama satu dengan lainnya. Untuk memperoleh jawabannya, perlulah terlebih dahulu diperhatikan ruang
lingkup berlakunya Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1874. Dewasa ini berlaku berbagai hukum perkawinan bagi berbagai golongan warga
negara dan berbagai daerah seperti berikut : a.
Bagi orang-orang Indonesia asal yang beragama Islam berlaku hukum agama yang telah diresepsi dalam hukum adat.
b. Bagi orang-orang Indonesia asli lainnya berlaku hukum adat
c. Bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Kristen berlaku Huwalijkes
ordonantie Christen Indonesia HOCI S. 1933 No. 74 d.
Bagi Orang-orang Timur Asing Cina dan warga negara Indonesia Keturunan Cina berlaku ketentuan-ketentuan kitab Undang-undang Hukum Perdata
dengan sedikit perubahan. e.
Baagi orang-orang Timur Asing lainnya dan warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya tersebut berlaku hukum adat mereka
Universitas Sumatera Utara
77 f.
Bagi orang-orang Eropa dan warga negara Indonesia keturunan Eropa dan yang disamakan dengan mereka berlaku Undang-undang Hukum
Perdata.
106
Adanya keaneka ragaman hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia membuktikan masih adanya penggolongan hukum dan penduduk Pasal 131 IS dan
Pasal 163 IS, tetapi ole Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 telah dilakukan penerobosan dari hukum yang semula berlaku untuk masing-masing penduduk menjadi
hukum perkawinan yang berlaku untuk semua warga negara dengan menghapuskan hukum perkawinan yang berlaku sebelum Undang-undang ini.
Penghapusan dari segala peraturan perkawinan sebelum Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tidaklah untuk leseluruhannya, yaitu seperti yang
dikemukakan oleh Rusli dan R Tama dengan mengutip pendapat K. Wantjik Saleh sebagai berikut :
…….Yang tidak berlaku itu adalah ketentuan-ketentuan yang diatur dalam beberapa peraturan yang telah ada sejauh halite telah diatur dalam Undang-
undang baru ini.Jadi bukanlah peraturan perundang-undangan itu secara keseluruhan. Hal-hal yang tidak diatur dan tidak bertentangan dengan undang-
undang yang baru masih dipakai.
107
106
Abdurahman, Himpunan Peraturan-undangan Tentang Perkawinan, CV. Akademi Pressindo, 1986, h.82
107
Rusli dan Tama, p-Cit, h.40 Selanjutnya Rusli R. Tama mengemukakan “sekarang yang menjadi persoalan
apakah hal itu dapat juga diterapkan terhadap perkawinan antar agam?” Untuk itu sebaliknya diperhatikan terlebih dahulu apa yang mendasari
perkawinan yang dimaksud oleh Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, yaitu sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
78 a.
Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-
masing dapat mengembangkan keperibadiannya membantu dan mencapai
kesejahteraan spiritual dan materil.
b. Suatu perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-
masing agamanya dan kepercayaannya itu, di samping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
108
Dari prinsip di atas bahwa dari perkawinan itu akan terjalin hubungan timbal balik antara seoramg laki-laki dengan seorang perempuan untu saling membantu dan
melengkapi dalam mencapai kesejahteraan spiritual dan materil sehingga diharapkan tercapai keluarga sejahtera keluarga bahagia, sejahtera dan kekal menurut apa yang
diajarkan oleh agana dan kepercayaan. Untuk itu maka dalam penjelasan Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974
Pasal 1 dijelaskan bahwa perkawinan itu didasari landasan yang kuat, yaitu unsur agam : Sebagaimana negara yang berdasarkan Pancasila, dimana sila pertama Ketuhanan
Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agamkerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai hubungan yang
erat sekali dengan agamkerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahirjasmani tetapi unsur bathinrohani juga mempunyai peranan yang
penting. Membentuk keluarga yang bahagia rapat hubungannya dengan keturunan, yang pula merupakan tujuan perkawinan, pemeliharaan dan
pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.
109
108
Ibid. h. 41
109
Ibid, h. 84
Adanya unsur agama ini dikuatkan pula oleh M. Idris Ramulyo, sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
79 Sebab menurut seorang Proklamator Kemerdekaan Indonesia Bung Hatta, sila
Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu sila yang memimpin sila-sila lainnya yang seharusnya menentukan sikap dan perilaku manusia Indinesia.
Hazairin juga berpendapat bahwa di atas Demokrasi Pancasila ada satu lagi kedaulatan, bukan kedaulatan rakyat, tetapi kedaulatan Allah SWT, yang disebut
Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.Yaitu sila Pertama dan utama dalam falsafah Negara Pancasila.
Tentang Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, Hazairin menyebutkan bahwa :
Selanjutnya ia merupakan suatu univikasi yang unik dengan menghormati secara penuh adanya variasi berdasarkan agama dan kepercayaan yang berketuhanan Yang
Maha Esa, lagi pula univikasi tersebut bertujuan hendak melaengkapi segala apa yang diatur hukumnya dalam agama atau kepercayaan. Karena hal tersebut Negara berhak
mengaturnya sendiri dengan perkembangan masyarakat dan tuntutan zaman. Dengan bersendikan sila ke- Tuhanan Yang Maha Esa maka perkawinan adalah
sah apabila dilakukan menurut masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan tuntutan zaman maka tiap-tiap perkawinan
dicata menurut perundanngan-undangan yang berlaku. Sebagai konsekwensi perkawinan adalah sah bila dilaksanakan sesuai dengan
hukum agama, maka tiadalah perkawinan dapat dilaksanakan dengan melanggar hukum agama dari calon mempelai.
Lebih lanjut lagi telah disebutkan dalam Pasal 8 f Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 bahwa perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai hubungan
yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.
43
Contoh para artis dan selebritis yang melakukan perkawinan antar agama adalah :
Universitas Sumatera Utara
80 1.
Jamal Mirdad dan Lidya Kandau Mereka melaksanakan pernikahan tidak di Indonesia tetapi dilaksanakan di Singapura
pada Tahun 1980.Agama yang dianut oleh Jamal adalah Islam dan Lidya Kandau tetap agama Kristen, sedangkan anak mereka yang berjumlah 4 orang semuanya
menganut agama Islam mengikuti Jamal Mirdad. 2.
Nur Arifin dan Moyang Mereka melaksanakan pernikahan di Singapura pada tahun 19990. Agama yang
dianut oleh Nur Arifin adalah Islam dan Mayong tetap menganut agama Kristen, anak mereka hanya dua tetapi kedua agama yang dianut kedua anak mereka tidak jelas
karena yang laki-laki hari jum’at pergi Sholat ke Masjid dan pada hari minggu pergi beribadah ke Gereja begitu pula sebaliknya dengan anak perempuan mereka
mengikuti ibadah secara Islam dan juga mengikuti ibadah secara Kristen, mereka menganggap belum menetapkan agama yang dianut karena mereka belum cukup
umur dan untuk mengerti tentang ajaran agama apa yang akan mereka anut.
B. Akibat Hukum Perkawinan Antar Agama Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam.
Menurut Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum islam sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-
undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Degan demikian jelaslah bahwa jika seseorang akan melangsungkan perkawinan,
maka menurut ketentuan syariat hukum Islam. Sehingga jika perkawinan tersebut dilakukan dihadapan catatan sipil, maka perkawinan tersebut adalah sah.
Selanjutnya didalam Pasal 44 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang Pria yang tidak
beragama Islam.
Universitas Sumatera Utara
81 Berdasarkan Pasal 44 Kompilasi Hukum Islam, maka perkawinan antara seorang
wanita yang beragam Islam dengan seorang laki-laki yang beragama selain Islam adalah dilarang, sehingga dengan demikian jika perkawinan tersebut dilangsungkan,maka
perkawinan terebut adalah tidak sah dan bertentangan dengan ketentuan hukum Islam. Untuk lebih jelasnya tentang larangan perkawinan antar agama atau perkawinan
antar orang yang berbeda agama dalam Islam adalah tersebut dalam Al-Qur’an Surat Al- Maidah ayat 21, Surat Al-mumtahanah ayat 10 dan 11, tetapi larangnya perkawinan
antara orang yang berbeda agam itu tidaklah bersifat mutlak karena berdasarkan Surat Al- Maidah ayat 5 telah membatasinya yaitu seperti tersebut dalam uraian sebelum bahwa
terhadap perempuan ahli kitab dibolehkan untuk mengawininya. Lebih lanjut Mahmud Yunus, mengwmukakan tenyang perkawinan dengan
orang-orang di luar Islam sebagai berikut : Orang-orang yamg bukan beragam Islam ada tiga macam :
1. Orang-orang ynag mempunyai kitab suci dengan terang dan nyata.
Seperti orang Yahudi yang beriman kepada kitab Taurat dan Nasrani yang beriman kepada kitab Injil. Mereka itu dinamakan ahli kitab atau kitabiah.
Laki-laki Muslim dibolehkan mengawini perempuan YahudiNasrani. Tentang ini sudah telah sepakat mazhab empat, bahwa laki-laki muslim boleh
mengawini perempuan Yahudi Nasrani. Tetapi Imam Syafi’I dan Hambali masyarakatkan ibu Bapak laki-laki harus orang YahudiNasrani , ibu bapak
Peremouan harus orang YahudiNasrani juga kalau BapakNenek perempuan itu menyembah berhala dan bukan ahli kitab TauratInjil, kemudian ia
memuluk agama YahudiNasrani, maka tidak boleh pengawini perempuan itu. Menurut Hanafi dan Maliki asal perempuan itu beragama
YahudiNasrani, boleh mengawininya, meskipun ibu bapaknya menyemba berhala.
Universitas Sumatera Utara
82 2.
Orang-orang yang mempunyai semi kitab suci syubah kitab, seperti orang Majusi Menyembah Api dan Shabiah Penyembah Binatang. Menurut
perempuan Majusi karena tidak termasuk golongan ahli kitab. 3.
Orang-orang yang telah mempunyai kitab suci dan tiada pula subhah kitab suci, seperti orang yang menyembah berhala, atau orang yang tidak bertuhan
sama sekali. Ulama Islam telah sepakat bahwa laki-laki muslim tidak boleh mengawini perempuan yang menyembah berhala patung atau perempuan
atheis, begitu juga tidak boleh mengawini perempuan murtad keluar agam.
Adalah pendapat yang ekstrim tentang perkawinan laki-laki Islam dengan perempuan non Islam dikemukakan oleh Said Muhammad Rasyid Ridha, seperti berikut :
Bahwa perempuan musyriklah yang haram dikawini sebagai tersebut dalam ayat 221 surat Al-Baqoroh, ialah perempuan musyrikiah tahan Arab saja, sesuai dengan pendapat
ahli tafsir Ath-Thabrani. Bahwa asal mula perkawinan itu ialah ibah halal sebab itu datanglah keterangan
dalam Al-Qur’an tentang bab perempuan yang haram dikawini. Sesudah menerangkan yang haram itu, allah berfirman yang artinya, dihalalkan bagimu perempuan-perempuan
yang lain dari pada itu. Jadi perempuan-perempuan yang tersebut tadi halal dikawini karena tidak termasuk golongan perempuan-perempuan yang haram dikawini, melainkan
jika ada nash keterangan yang nyata yang mensahihkan atau mentakhsiskan ayat tersebut. Dalam pada itu supaya laki-laki muslim yang lemah keimanannya tak usalah
mengawini perempuan YahudiNasrani, karena khawatir laki-laki itu akan tertarik masuk agama parempuan lantaran ilmu dan kecantikannya. Sedangkan laki-laki itu jahil dan
lemah akhlaknya sebagai kejadian jaman sekarang. Banyak laki-laki muslim mengawini perempuan Eropa yang beragama Nasrani, lalu mereka tertarik masuk agama itu lantaran
pengaruh isterinya.
Universitas Sumatera Utara
83 Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai perempuan di luar Islam yang boleh
dan tidak boleh dikawini perlulah diperhatikan firman Allah tentang orang-orang di luar Islam itu antara lain :
1. S. Al-Maidah ayat 17, “sesungguhnya telah kafirlah orang berkata,
sesungguhnya Allah itu Al-Masih putera Maryam”. 2.
S.Al-Maidah ayat 18 , “orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan, kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasihnya”.
3. S. Al-Maidah ayat 73, “sesungguhnya kafirlah orang-orang yang
mengatakan, bahwasanya Allah dan kekasih-kekasihnya”. 4.
S. At-taubah ayat 30, “orang Yahudi berkata, Uzair itu putera Allah dan orang Nasrani berkata, Al-Masih itu Putera Allah. Demikian itulah ucapan
mereka dengan mulut mereka meniru perkataan orang-orang kafir terdahulu”. 5.
S. At-Taubah ayat 31. “mereka menjadikannya orang-orang alimnya dan rahib-rahibnya mereka sebagai Tuhan selain Allah dan juga mereka
pertuhankan Al-Masih Putera Maryam. 6.
S. Al-Imran ayat 110, “diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka orang-orang yang fasik”.
7. S. Asy-Syuura ayat 15, “Allah lah Tuhan Kami dan Tuhan Kamu” ayat ini
menunjukkan bahwa rasul-rasul mengajak manusia untuk menyembah kepada Allah SWT.
Uraian diatas telah menentukan sah atau tidaknya perkawinan itu ditentukan oleh hukum agama, maka perkawinan antar agama menurut adalah tidak dibolehkan.Menurut
Islam perkawinan antar agama itu haruslah menurut ketentuan yang digariskan oleh Islam.
Universitas Sumatera Utara
84 Pada hakekatnya perkawinan antar agama bertentangan dengan Pasal 4 dan Pasal
44 Kompilasi Hukum Islam jo Pasal 2 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974. Soegito, Hakim Pengadilan Negeri Sintang Kalimantan Barat mengemukakan
sebagai berikut : Dengan berpijak kepada rasa keadilan yang harus diembannya serta adanya
kepastian hukum bagi calon suami isteri yang memohon izin kawin melaluin Pengilan Negeri, maka saya cenderung berpendapat pada pendapat yang bersifat luas atas maslah
perkawinan campuran, yaitu termasuk juga dalam kriteria perkawinan campuran adalah perkawinan antara kedua orang yang berbeda agama, selain itu tentu saja bagaimana
tersebut dalam pasal 57 UU No. 1 Tahun 1974. Adalah dirasakan sangat tidak adil apabila yang tidak dilakukan menurut agama
dan kepercayaannya tersebut, maka perkawinan itu lalu menjadi tidak sah dan tidak mempunyai akibat hukum.Yang ideal nya adalah apabila suatu perkawinan dilakukan
menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya serta dicatatkan pada pejabat pencatat perkawinan yang berwenang.
Sementara itu Sudargo Gautama mengemukakan sebagai berikut : Jika sampai pada perkawinanharus dilangsungkan menurut agama pihak isteri
yang beragama Islam, maka perkawinan ini dalam praktek tidak akan dapat dilangsungkan. Tetapi harus dicari jalan keluar dengan penyelesaian kedua, yaitu
meminta pentapan dari Pengadilan Negeri yang membenarkan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perkawinan campuran, bahwa perbedaan agama tidak merupakan
penghalang untuk dilangsungkannya sesuatu perkawinan. Jadi sekarang ini pun orang masih dapat menikah walaupun ,mempunyai agama berbeda.
Sebagaimana yang dikemukakan di atas ternyata disatu pihak melarang perkawinan antara orang yang berbeda agama sesudah diberlakukannya Undang-undang
Perkawinan No. 1 Tahun 1974, karena bertentangan dengan Pasal 4 dan Pasal 44 Kompilasi Hukum Islam serta Pasal 2 ayat 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974.
Universitas Sumatera Utara
85 Sedangkan di pihak lain, membolehkan perkawinan antara orang yang berbeda
agama sebelum dan sesudah berlakunya undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974, karena peraturan perkawinan campuran Pasal 1 jo. Pasal 7 ayat 2 GHR belum dicabut
dan pada Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tidak mengatur perkawinan antara orang yang berbeda agama, sehingga peraturan perkawinan campuran GHR stb, 1898 No. 158
masih diberlakuan hingga kini. Sebenarnya apabila mau memperhatikan sejarah lahirnya Undang-undang
Perkawinan No. 1 Tahun 1974, maka tidak sedemikian jauh perbedaan tersebut di atas. Bahwa sebelumnya telah diajukan oleh perancang Undang-undang untuk
memasukkan salah satu Pasal dari UU Perkawinan yang baru yang menyatakan bahwa perbedaan agama tidak sebagai penghalang dilangsungkan perkawinan tersebut dalam
UU yang disampaikan kepada DPR pada tanggal 31 Juli 1973 No.R.02P.II1973, Pasal 11 ayat 2 karena bertentangan dengan agam Islam maka Pasal itu tidak dapat diterima.
Oleh fraksi Persatuan Pembangunan dan Fraksi ABRI dalam DPR tercapai consensus yaitu “Hukum agama Islam dalam perkawinan tidak akan dikurangi atau
dirubah dan hal-hal yang bertentangan dengan agama Islam dan tidak mungkin disesuaikan dalam UU Perkawinan ini yang baru dihilangkan.Consensus ini terjadi
tanggal 29 November 1973. Setelah diundangkannya Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 ternyata
tidak ada termuat Pasal yang menyatakan bahwa perbedaan agama tidak merupakan penghalang untuk dilangsungkannya, perkawinan, bahkan menyebutkan bahwa ada
perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat 1 dan perkawinan itu haruslah dilangsungkan menurut hukum agama Pasal 2 ayat i Undang-undang Perkawinan No. 1
Tahun 1974. Penulis lebih condong kepada pendapat yang menyangkut bahwa sesudah
berlakunya Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tidak dapat dilangsungkannya antar orang yang berbeda agama, dengan alasan bahwa di samping Pasal 4 dan Pasal 44
Universitas Sumatera Utara
86 Kompilasi Hukum Islam serta Psal 2 ayat 1 undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun
1974 dikemukan alasan lain, yaitu : 1.
Apabila diperhatikan penjelasan unun angka 2 dari undang-undang Perkawinan No. Tahun 1974 maka tidak ditemui ketentuan yang menyebutkan bahwa dewasa ini
berlaku hukum perkawinan campuran GHS S. 1898 No.158 2.
Pasal 8 f Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 melarang dilamgsungkannya perkawinan apabila oleh hukum agama atau peraturan lain melarang perkawinan
tersebut. Ketentuan didukung oleh Pasal 13 jo Pasal 19, Pasal 20 Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974.
3. Khusus bagi orang Islam maka dapat ditambahkan pula mengenai alasan tidak
dibolehkannya perkawinan antar agama itu, seperti berikut ini tertera pada Peraturan Menteri Agama PMA No. 3 Tahun 1975, yaitu :
a. Pasal 5, Pegawai Pencatat Nikah atau yang menerima pemberitahuan kepada
kehendak nikah memeriksa calon suami, calon isteri dan wali nikah, tentang ada atau tidak adanya halangan perkawinan itu dilangsungkan baik halangan karena
melanggaar peraturan perundang-undangan Perkawinan. b.
Pasal 8 ayat 1, memeriksa surat keterangan pejabat yang berwenang mencatat perkawinan tentang ada atau tidak adanya halangan menikah bagi calon isteri,
karena perbedaan hukum dan atau kewarganegaraan. c.
Pasal 17 ayat 1, setelah diadakan pemeriksaan dan ternyata tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan, maka pegawai pencatat nikah diharuskan menolak
pelaksanaan perkawinan dimaksud. d.
Pasal 21, Pegawai Pencatat Nikah dilarang melangsungkan perkawinan atau membantu melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui adanya pelanggaran
dari ketentuan syarat-syarat pernikahan, meskipun tidak ada pencegahan pernikahan.
Universitas Sumatera Utara
87 e.
Pasal 27 ayat 1 apabila pernikahan telah berlangsung kemudian ternyata terdapat larangan menurut hukum munakahat atau peraturan perundang-undangan
tentang perkawinan, maka Pengadilan Agama dapat membatalkan Pernikahan.
C. Program Dan Strategi Untuk Pencegah Perkawinan Antar Agama