Ruang Vektor RUANG VEKTOR DAN TEORI OPTIMASI

BAB II RUANG VEKTOR DAN TEORI OPTIMASI

Dalam Bab II ini akan dibahas tentang ruang vektor, matriks, himpunan dan fungsi konveks serta teori optimasi. Matriks yang akan dibahas, yaitu matriks Hesse dan matriks semidefinit positif. Untuk teori optimasi diawali dengan penjelasan opti- masi berkendala dan optimasi tidak berkendala serta penjelasan-penjelasan lain yang berkaitan dengan teori optimasi.

A. Ruang Vektor

Definisi 2.1 Ruang ℝ adalah himpunan dari semua kumpulan terurut , , ⋯ , . Definisi 2.2 Misalkan himpunan tak kosong yang dilengkapi dengan operasi 1. Jumlah: untuk setiap , ∈ , + ∈ . 2. Perkalian skalar: untuk setiap ∈ dan skalar ∈ ℝ, ∈ . Himpunan dengan operasi penjumlahan dan perkalian skalar dikatakan mem- bentuk suatu ruang vektor atas ℝ jika memenuhi aksioma-aksioma berikut: a. + = + , untuk setiap , ∈ . b. + + = + + , untuk setiap , , ∈ . c. Terdapat elemen ∈ sehingga + = , untuk setiap ∈ . d. Untuk setiap ∈ terdapat elemen – ∈ sehingga + – = 0. e. + = + , untuk setiap skalar ∈ ℝ dan untuk setiap , ∈ . f. + = + , untuk setiap skalar , ∈ ℝ dan untuk setiap ∈ . g. = , untuk setiap skalar , ∈ ℝ dan untuk setiap ∈ . h. 1 = , untuk setiap ∈ . Contoh 2.1 Buktikan bahwa ℝ = , , ⋯ , ∈ ℝ, ∈ ℝ, ⋯ , ∈ ℝ adalah ruang vektor. Bukti Misalkan = , , ⋯ , dan = , , ⋯ , , maka + = + , + , ⋯ , + = , , ⋯ , a. + = + , + , ⋯ , + = + , + , ⋯ , + = + b. + + = + , + , ⋯ , + + , , ⋯ , = , , ⋯ , + , , ⋯ , + , , ⋯ , = , , ⋯ , + , , ⋯ , + , , ⋯ , = , , ⋯ , + , , ⋯ , + , , ⋯ , = , , ⋯ , + + , + , ⋯ , + = + + c. + = , , ⋯ , + 0,0, ⋯ ,0 = + 0, + 0, ⋯ , + 0 = , , ⋯ , = d. + − = , , ⋯ , + − , − , ⋯ , − = + − , + − , ⋯ , + − = 0,0, ⋯ ,0 = e. + = + , + , ⋯ , + = , , ⋯ , + , , ⋯ , = , , ⋯ , + , , ⋯ , = + f. + = + , , ⋯ , = + , + , ⋯ , + = + , + , ⋯ , + = , , ⋯ , + , , ⋯ , = , , ⋯ , + , , ⋯ , = + g. = , , ⋯ , = , , ⋯ , = , , ⋯ , = , , ⋯ , = h. 1 = 1 , , ⋯ , = 1 , 1 , ⋯ , 1 = , , ⋯ , = Karena ℝ = , , ⋯ , ∈ ℝ, ∈ ℝ, ⋯ , ∈ ℝ dengan operasi pen- jumlahan dan perkalian skalar memenuhi aksioma-aksioma seperti pada Definisi 2.2 maka terbukti bahwa ℝ membentuk ruang vektor. Definisi 2.3 Misalkan = banyaknya baris pada matriks dan = banyaknya kolom pada matriks maka matriks dikatakan bujur sangkar jika = . Definisi 2.4 Suatu matriks bujur sangkar dikatakan simetrik jika = dengan ada- lah transpose dari . Definisi 2.5 Misalkan ∈ ℝ × adalah matriks simetrik. dikatakan definit positif jika 0, ∀ ∈ ℝ , ≠ . dikatakan semidefinit positif jika ≥ 0, ∀ ∈ ℝ . dikatakan semidefinit negatif jika ≤ 0, ∀ ∈ ℝ , ≠ 0. dikatakan indefinit jika tidak semidefinit positif atau semidefinit negatif. Contoh 2.2 Diberikan sebuah matriks simetrik berikut: = , 4 −2 −2 30 Untuk mengkaji bahwa matriks bersifat definit positif, maka: = 1 2 , 4 −2 −2 3 0 , 0 = 1 2 3 4 − 2 −2 + 3 4 = 4 − 2 − 2 + 3 = 4 − 4 + 3 = 2 − + 2 2.1 Persamaan 2.1 adalah penjumlahan kuadrat dan oleh karena itu hasilnya tidak negatif. Persamaan 2.1 akan bernilai nol jika dan hanya jika 2 − = 0 dan = 0, yang secara tidak langsung menyatakan pula bahwa = 0. Hal ini membuktikan bahwa 0 untuk semua ≠ 0. Jadi, dapat disimpulkan bahwa matriks bersifat definit positif. Contoh 2.3 Diberikan sebuah matriks simetrik berikut: = ,2 0 0 20 Untuk mengkaji bahwa matriks bersifat semidefinit positif, maka: = 1 2 ,2 0 0 20 , 0 = 1 2 322 4 = 2 + 2 2 Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa matriks bersifat semidefi- nit positif karena ∀ ∈ ℝ jumlahan kuadrat di atas ≥ 0. Contoh 2.4 Diberikan sebuah matriks simetrik berikut: = 6 3 0 3 0 3 0 3 0 3 7 Untuk mengkaji bahwa matriks bersifat semidefinit positif, maka: = 1 8 2 6 3 0 3 0 3 0 3 0 3 7 6 8 7 = 1 8 2 6 3 + 0 + 3 8 0 + 3 + 0 8 3 + 0 + 3 8 7 = 3 + 0 + 3 8 + 0 + 3 + 0 8 + 8 3 + 0 + 3 8 = 3 + 3 8 + 3 + 3 8 + 3 8 = 3 + 2 8 + 8 + 3 = 3 + 8 + 3 Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa matriks bersifat semidefi- nit positif karena ∀ ∈ ℝ jumlahan kuadrat di atas ≥ 0. Definisi 2.6 Diberikan titik ∈ ℝ dan 9 0. Kitar titik dengan radius 9 yang diberi notasi : ; didefinisikan dengan : ; = ∈ ℝ − 9 Definisi 2.7 Barisan di ℝ dikatakan konvergen ke ∈ ℝ, atau dikatakan titik limit da- ri , jika untuk setiap 0 ada bilangan asli ? sehingga untuk semua ≥ ? , barisan memenuhi − . Definisi 2.8 Jika barisan mempunyai limit, maka barisan tersebut dikatakan konvergen. Jika barisan tidak mempunyai limit, maka barisan tersebut dikatakan divergen. Definisi 2.9 Misalkan ⊂ ℝ dan ∈ ℝ. Titik dinamakan titik interior dari jika terdapat 9 0 sehingga : ; ⊂ . Definisi 2.10 Himpunan dikatakan terbuka dalam ℝ jika setiap titik dari adalah titik in- terior . Definisi 2.11 Himpunan ⊂ ℝ adalah tertutup jika dan hanya jika komplemennya adalah terbuka. Definisi 2.12 Misalkan ∈ ℝ dan misalkan B: ℝ ⟶ ℝ merupakan fungsi bernilai real yang mempunyai turunan parsial orde ke-2 dalam himpunan terbuka E yang memuat . Matriks Hesse dari B adalah matriks turunan parsial ke-2 yang dievaluasi pada : ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ = 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 1 2 2 1 2 n n n n n x f x x f x x f x x f x f x x f x x f x x f x f H x Definisi 2.13 Himpunan vektor F , … , F di ruang vektor V disebut bebas linear jika persa- maan H F + … + H I F = Hanya dipenuhi oleh bilangan H = ⋯ = H I = 0. Contoh 2.5 Diketahui F = 1,0,1 , F = 2, −3,4 dan F 8 = 3,5,2 . Buktikan bahwa F , F , F 8 bebas linear. Bukti Untuk membuktikan bahwa kumpulan tersebut bebas linear maka dibentuk per- samaan berikut H F + H F + H 8 F 8 = K H + 2H + 3H 8 = 0 −3H + 5H 8 = 0 H + 4H + 2H 8 = 0 Selanjutnya, akan digunakan operasi baris elementer untuk mencari nilai dari H , H dan H 8 . 6 1 2 3 0 −3 5 1 4 2 7 Tambahkan -1 kali baris pertama ke baris ketiga untuk memperoleh 6 1 2 3 0 −3 5 0 2 −1 7 Tambahkan 2 kali baris kedua ke 3 dikali baris ketiga untuk memperoleh 6 1 2 3 0 −3 5 0 0 7 7 • 7H 8 = 0 H 8 = 0 • −3H + 5H 8 = 0 −3H = 0 H = 0 • H + 2H + 3H 8 = 0 H = 0 Kerana H = H = H 8 = 0 maka dapat disimpulkan bahwa kumpulan vektor F , F , F 8 bebas linear. Definisi 2.14 Hasil kali dalam inner product ℝ adalah sebuah fungsi yang mengasosiasikan sebuah bilangan real M , N dengan sepasang vektor dan di ℝ sedemikian ru- pa sehingga aksioma-aksioma berikut ini terpenuhi bagi semua vektor , dan di ℝ dan semua bilangan skalar H ∈ ℝ. 1. M , N = M , N; Aksioma Kesimetrian 2. M + , N = M , N + M , N; Aksioma Penjumlahan 3. MH , N = HM , N; Aksioma Homogenitas 4. M , N ≥ 0; Aksioma Positivitas M , N = 0 jika dan hanya jika = 0; Sebuah ruang vektor real yang memiliki sebuah hasil kali dalam disebut ruang hasil kali dalam real Real Inner Product Space. Definisi 2.15 Hasil kali dalam baku untuk ℝ adalah hasil kali skalar M , N = Definisi 2.16 Norma norm atau panjang sebuah vektor di ℝ , dinotasikan dengan , dide- finisikan sebagai = M , N P = ∙ P = R + + ⋯ + Definisi 2.17 Dua vektor dan pada ℝ dikatakan ortogonal jika M , N = 0. Teorema 2.18 Teorema Pythagoras Jika dan adalah vektor-vektor ortogonal di dalam sebuah ruang hasil kali da- lam ℝ , maka + = + Bukti + = M + , + N = M , N + M , N + M , N + M , N = M , N + M , N + M , N + M , N = + 2M , N + = + □ Definisi 2.19 Jika dan adalah vektor-vektor ortogonal di dalam ruang hasil kali dalam di ℝ dan ≠ , maka proyeksi skalar dari pada diberikan oleh = M , N 2.2 dan proyeksi vektor dari pada diberikan oleh T = U 1 V = M , N M , N 2.3 Teorema 2.20 Jika ≠ , dan T adalah proyeksi vektor dari pada , maka 1. − T dan T adalah ortogonal. 2. = T jika dan hanya jika adalah sebuah perkalian skalar dari . Bukti 1. Karena MT, TN = M α , α N = U α V M , N = α dan M , TN = M , N M , N = Hal ini mengakibatkan M − T, TN = M , TN − MT, TN = − = 0 2. Jika = , maka proyeksi vektor dari pada diberikan oleh T = M , N M , N = M , N M , N = = Sebaliknya, jika = T, menurut persamaan 2.3 maka = = = T □ Teorema 2.21 Ketaksamaan Cauchy-Schwarz dalam ℝ Jika dan adalah vektor-vektor di dalam ruang hasil kali dalam ℝ , maka M , N ≤ Bukti Jika = , maka M , N = 0 = Jika ≠ , maka misalkan T sebagai proyeksi vektor dari pada . Karena T or- togonal pada − T, maka menurut Teorema Pythagoras T + − T = Jadi, M , N = T = − − T dan dari sini diperoleh M , N = − − T ≤ Dengan mengambil akar diperoleh M , N ≤ □ Teorema 2.22 Ketaksamaan Cauchy-Buniakowski-Schwarz Misalkan , ∈ ℝ . Maka XY Z Z Z[ X ≤ 2.4 Bukti Pertidaksamaan 2.4 akan bersifat trivial jika dan hanya jika = atau = . Oleh karena itu, misalkan dan tak nol. Misalkan \ adalah sebarang bilangan real. Maka 0 ≤ + \ = Y Z + \ Z Z[ = Y Z Z[ + 2\ Y Z Z Z[ + \ Y Z Z[ = + 2\ Y Z Z Z[ + \ Misalkan ] = , = _ Z Z Z[ , dan ` = , sehingga pertidaksamaan di atas menjadi ]\ + 2\ + ` ≥ 0 untuk semua \ ∈ ℝ. Hal ini dapat terjadi jika dan hanya jika diskriminan atau = 2 − 4]` = 4 − 4]` 0. Karena itu, ]`. Dengan mensubstitusikan nilai ], dan `, maka diperoleh aY Z Z Z[ b ≤ Selanjutnya dengan mengambil akar diperoleh XY Z Z Z[ X ≤ □ Definisi 2.23 Pemetaan ∙ disebut norm jika dan hanya jika memenuhi sifat-sifat berikut: 1. ≥ 0, ∀ ∈ ℝ . 2. = 0 jika dan hanya jika = 0. 3. ] = , ∀ ∈ ℝ, ∈ ℝ . 4. + ≤ + , ∀ , ∈ ℝ . Contoh 2.6 Akan dibuktikan bahwa = _ Z Z[ adalah norm. Bukti Untuk membuktikan bahwa = _ Z Z[ adalah norm, maka harus ditunjuk- kan bahwa = _ Z Z[ memenuhi masing-masing sifat dari Definisi 2.23. Misalkan dan adalah sebarang vektor di ℝ , dan adalah sebarang bila- ngan real, maka 1. Akan ditunjukkan bahwa ≥ 0. Untuk Z ≥ 0, maka = Y Z ≥ 0 Z[ 2. Akan ditunjukkan bahwa = _ Z Z[ = 0 jika dan hanya jika = 0. Jika = 0 maka Z = 0, ∀c. Oleh karena itu, _ Z Z[ = 0 dan = 0. Sebaliknya, jika = 0 maka _ Z Z[ = 0. Karena Z ≥ 0, dengan demikian _ Z Z[ = 0 hanya dipenuhi jika Z = 0 sehingga = 0. 3. Akan ditunjukkan bahwa ] = , ∀ ∈ ℝ, ∈ ℝ . = Y Z Z[ = aY Z Z[ b = 4. Akan ditunjukkan bahwa + ≤ + , ∀ , ∈ ℝ . + = Y Z + Z Z[ ≤ Y Z Z[ + Y Z Z[ = + Ketaksamaan Cauchy-Schwarz Jadi, + ≤ + Contoh 2.7 Akan dibuktikan bahwa = _ Z Z[ d adalah norm. Bukti Untuk membuktikan bahwa = _ Z Z[ d adalah norm, maka harus di- tunjukkan bahwa = _ Z Z[ d memenuhi masing-masing sifat dari De- finisi 2.23. Misalkan dan adalah sebarang vektor di ℝ , dan adalah sebarang bila- ngan real, maka 1. Akan ditunjukkan bahwa ≥ 0. Karena Z ≥ 0 untuk sebarang bilangan real Z , maka = aY Z Z[ b d ≥ 0 2. Akan ditunjukkan bahwa = _ Z Z[ d = 0 jika dan hanya jika = 0. Jika = 0 maka Z = 0, ∀c. Oleh karena itu, _ Z Z[ = 0 dan = 0. Sebaliknya, jika = 0 maka _ Z Z[ = 0. Karena Z ≥ 0, dengan demikian _ Z Z[ P = 0 hanya dipenuhi jika Z = 0 sehingga = 0. 3. Akan ditunjukkan bahwa ] = , ∀ ∈ ℝ, ∈ ℝ . = aY Z Z[ b P = a Y Z Z[ b P = aY Z Z[ b P = 4. Akan ditunjukkan bahwa + ≤ + , ∀ , ∈ ℝ . + = Y Z + Z Z[ = Y Z Z[ + 2 Y Z Z Z[ + Y Z Z[ ≤ + 2 _ Z Z Z[ + Sifat Nilai Mutlak ≤ + 2 + Teorema 2.22 = + Dengan mengambil akar maka diperoleh + ≤ + Teorema 2.24 Misalkan , , adalah sebarang vektor di ℝ , dengan = aY Z Z[ b d maka berlaku 1. − ≥ 0. 2. − = 0 jika dan hanya jika = . 3. − ≤ − + − . 4. − = − . Bukti 1. Akan dibuktikan bahwa − ≥ 0. − = aY Z − Z Z[ b P Karena Z − Z ≥ 0 untuk sebarang bilangan real Z dan Z maka dipero- leh − ≥ 0. 2. Akan dibuktikan bahwa − = 0 jika dan hanya jika = . Jika = maka Z = Z , ∀c. Oleh karena itu _ Z − Z Z[ = 0 dan − = 0. Sebaliknya, jika − = 0, maka _ Z − Z Z[ = 0. Karena Z − Z ≥ 0, dengan demikian _ Z − Z Z[ = 0 hanya dipenuhi jika Z − Z = 0, ∀c sehingga = . 3. Akan dibuktikan bahwa − ≤ − + − . − = − + − = M − + − , − + − N = M − , − N + M − , − N + M − , − N + M − , − N = − + M − , − N + M − , − N + − = − + 2M − , − N + − ≤ − + 2 − − + − = − + − Dengan mengambil akar maka diperoleh − ≤ − + − . 4. Akan dibuktikan bahwa − = − . − = −1 − = 1 − = − Jadi, terbukti bahwa − = − . Teorema 2.25 Hukum Paralelogram Untuk semua , ∈ ℝ , + + − = 2 + Bukti: + + − = M + , + N + M − , − N = M , + N + M , + N + M , − N − M , − N = M , N + M , N + M , N + M , N + M , N − M , N − M , N +M , N = M , N + M , N + M , N + M , N = 2M , N + 2M , N = 2 + 2 = 2 + Definisi 2.26 Barisan I ⊂ ℝ disebut barisan Cauchy jika lim h,i⟶j h − i = 0 Dengan kata lain untuk setiap k 0, terdapat sebuah bilangan bulat : sehingga h − i k untuk semua , l :. Definisi 2.27 Misalkan m adalah sebuah relasi pada himpunan n, maka m disebut relasi urutan parsial jika memenuhi tiga sifat berikut: 1. Refleksif m adalah fefleksif jika dan hanya jika ] m ] untuk setiap ] ∈ n. 2. Antisimetris m adalah antisimetris jika dan hanya jika ] m dan m ], maka ] = untuk setiap ], ∈ n. 3. Transitif m adalah transitif jika dan hanya jika ] m dan m `, maka ] m ` untuk se- tiap ], , ` ∈ n. Relasi urutan parsial biasanya dinotasikan dengan ≤; dan ] ≤ dibaca “] men- dahului ”. Relasi ≥, yaitu ] melampaui , juga sebuah urutan parsial dari n, disebut urutan dual. Definisi 2.28 Himpunan n bersama-sama dengan suatu relasi urutan parsial m pada n disebut himpunan terurut parsial partially ordered set. Contoh 2.8 Perhatikan bilangan bulat positif ℕ. Dikatakan ] membagi ditulis ]|, jika ter- dapat ` ∈ ℕ sedemikian sehingga ]` = . Contoh 2|4, 3|12, 7|21 dan seterus- nya. Tunjukkan bahwa pembagian adalah sebuah pengurutan parsial dari ℕ, yaitu, tunjukkan bahwa a. ]|]. b. Jika ]| dan |] maka ] = . c. Jika ]|] dan |` maka ]|`. Penyelesaian a. Karena ] ∙ 1 = ], maka ]|]. Refleksif. b. Anggap ]| dan |], misal = p] dan ] = H. Maka = pH sehingga pH = 1. Karena p dan H adalah bilangan bulat positif maka p = 1 dan H = 1. Dengan demikian ] = . Antisimetris. c. Anggap ]| dan |`, misal = p] dan ` = H. Maka ` = Hp] sehingga ]|`. Transitif. Definisi 2.29 Misalkan q adalah subhimpunan dari sebuah himpunan n yang terurut secara par- sial. Definisikan: a. Batas atas dan supremum dari q. Elemen r dalam n disebut batas atas dari q jika r melampaui ≥ setiap elemen dari q, yaitu r adalah batas atas dari q jika ∀ ∈ q, ≤ r. Jika su- atu batas atas dari q mendahului ≤ setiap batas atas lain dari q maka disebut batas atas terkecil atau supremum dari q dan dinyatakan dengan: supq b. Batas bawah dan infimum dari q. Elemen dalam n disebut batas bawah dari q jika mendahului ≤ setiap elemen dari q, yaitu adalah batas bawah dari q jika ∀ ∈ q, ≤ . Jika suatu batas atas dari q melampaui ≥ setiap batas bawah lain dari q maka disebut batas bawah terbesar atau infimum dari q dan dinyatakan dengan: infq Definisi 2.30 Misalkan n merupakan subhimpunan tak kosong dari ℝ. a. Himpunan n dikatakan terbatas ke atas jika ada bilangan x ∈ ℝ sedemikian sehingga H ≤ x untuk semua H ∈ n. Setiap bilangan x dikatakan batas atas dari n. b. Himpunan n dikatakan terbatas ke bawah jika ada bilangan y ∈ ℝ sedemi- kian sehingga y ≤ H untuk semua H ∈ n. Setiap bilangan y dikatakan batas bawah dari n. Lemma 2.31 Batas bawah l dari himpunan tak kosong n di ℝ adalah infimum dari n jika dan hanya jika ∀ 0 terdapat ∈ n sedemikian sehingga l + . Bukti ⟹ Diketahui l = inf n dan 0. Akan ditunjukkan terdapat ∈ n sedemikian sehingga l + . Jika batas bawah n maka ≤ l. Karena l + l maka l + bukan batas bawah n. Karena l + bukan batas bawah n maka harus ada ∈ n sehingga l + . ⟸ Jika l suatu batas bawah n, dan ∀ 0 terdapat ∈ n sedemikian sehingga l + . Akan dibuktikan l = inf n. Misalkan bahwa suatu batas bawah n. Karena ∈ n dan suatu batas bawah n maka ≥ . Karena l + maka l + . Jadi ∀ 0 berlaku l + . Andaikan l maka jika diambil = |}i akan diperoleh l + = i~| sehingga l + l dan l + yang kontra- diksi dengan pernyataan bahwa batas bawah. Jadi, jika batas bawah n harus- lah l ≥ sehingga l merupakan batas bawah terbesar atau l = inf n. Definisi 2.32 Misalkan • = merupakan barisan bilangan real. Barisan • dikatakan naik jika memenuhi pertidaksamaan ≤ ≤ ⋯ ≤ ≤ ~ ≤ ⋯ dan dikatakan turun jika memenuhi pertidaksamaan ≥ ≥ ⋯ ≥ ≥ ~ ≥ ⋯ Jika barisan • merupakan barisan naik atau barisan turun maka merupakan bari- san monoton. Teorema 2.33 Barisan turun dan terbatas ke bawah adalah konvergen. Bukti: Diberikan turun dan terbatas ke bawah. Karena : ∈ ℕ ≠ ∅ maka ter- dapat ∈ ℝ dan = inf : ∈ ℕ . Jadi, untuk setiap ∈ ℕ berlaku ≥ 2.5 Karena = inf : ∈ ℕ , maka untuk 0 yang diberikan terdapat : ∈ ℕ dan − • ≥ 2.6 Karena turun, maka mengingat 2.5 dan 2.6, untuk setiap ≥ : berlaku − • ≥ ≥ + 2.7 Jadi, diperoleh pernyataan bahwa untuk setiap 0 terdapat : ∈ ℕ sedemikian sehingga untuk setiap ≥ ℕ dan ≥ :, maka − . Jadi, konver- gen dan lim = = inf : ∈ ℕ .

B. Himpunan Konveks dan Fungsi Konveks