Metode titik-interior pada pemrograman kuadratik konveks.

(1)

viii ABSTRAK

Penyelesaian pemrograman kuadratik konveks secara analitik memerlukan langkah yang panjang. Pada skripsi ini akan dipaparkan metode numerik yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, yakni metode titik-interior primal-dual. Metode titik-interior primal-dual merupakan suatu metode untuk menemukan penyelesaian primal-dual dengan menerapkan metode Newton dan memodifikasi arah selidik dan panjang langkah. Tujuan dari metode ini adalah membatasi pergerakan nilai optimum yang dihasilkan pada setiap iterasinya dengan toleransi tertentu. Pencarian penyelesaian optimum dimulai dari sebarang titik-interior, sehingga konvergensinya cepat diperoleh.

Kata kunci: Karush Kuhn Tucker, metode titik-interior primal-dual, pemrograman kuadratik konveks, penyelesaian optimum.


(2)

ix ABSTRACT

Solving the convex quadratic programming need a long step when it is finished analytically. In this thesis, numerical method will be introduced which can be used to solve this problem, namely a primal-dual point method. Primal-dual interior-point method is a method to find the primal-dual solution by applying Newton method and modifying the search direction and step-length. This method purpose to restricting the movement of the optimum value generated from each iteration method with certain tolerances. Optimum solution search start from the any interior-point so that the convergence will be faster to obtain.

Key word: Karush Kuhn Tucker, primal-dual interior-point method, convex quadratic programming, optimum solution.


(3)

i

METODE TITIK-INTERIOR

PADA PEMROGRAMAN KUADRATIK KONVEKS

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Matematika

Oleh: Fenny Basuki NIM: 083114003

PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

ii

INTERIOR-POINT METHODS

IN CONVEX QUADRATIC PROGRAMMING

Research

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements To Obtain the Sarjana Sains Degree

In Mathematics

By: Fenny Basuki

Student Number: 083114003

MATHEMATICS STUDY PROGRAM MATHEMATICS DEPARTMENT SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

(8)

! "#


(9)

(10)

viii ABSTRAK

Penyelesaian pemrograman kuadratik konveks secara analitik memerlukan langkah yang panjang. Pada skripsi ini akan dipaparkan metode numerik yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, yakni metode titik-interior primal-dual. Metode titik-interior primal-dual merupakan suatu metode untuk menemukan penyelesaian primal-dual dengan menerapkan metode Newton dan memodifikasi arah selidik dan panjang langkah. Tujuan dari metode ini adalah membatasi pergerakan nilai optimum yang dihasilkan pada setiap iterasinya dengan toleransi tertentu. Pencarian penyelesaian optimum dimulai dari sebarang titik-interior, sehingga konvergensinya cepat diperoleh.

Kata kunci: Karush Kuhn Tucker, metode titik-interior primal-dual, pemrograman kuadratik konveks, penyelesaian optimum.


(11)

ix ABSTRACT

Solving the convex quadratic programming need a long step when it is finished analytically. In this thesis, numerical method will be introduced which can be used to solve this problem, namely a primal-dual point method. Primal-dual interior-point method is a method to find the primal-dual solution by applying Newton method and modifying the search direction and step-length. This method purpose to restricting the movement of the optimum value generated from each iteration method with certain tolerances. Optimum solution search start from the any interior-point so that the convergence will be faster to obtain.

Key word: Karush Kuhn Tucker, primal-dual interior-point method, convex quadratic programming, optimum solution.


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus atas anugerah dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini berjudul: “METODE

TITIK-INTERIOR PADA PEMROGRAMAN KUADRATIK KONVEKS”, yang

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Matematika, Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si., selaku dosen pembimbing dan Kaprodi Matematika FST-USD yang dengan rendah hati mau meluangkan banyak waktu dan penuh kesabaran telah membimbing penulis selama penyusunan skripsi. 2. P. H. Prima Rosa, S.Si., M.Sc., selaku Dekan FST-USD.

3. MV. Any Herawati, S.Si., M.Si., selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji.

4. Dominikus Arif Budi Prasetyo, S.Si., M.Si., selaku dosen penguji.

5. A. Prasetyadi, S.Si., M.Si., dan Prof. Drs. R. Soemantri yang telah banyak membantu dan memberi masukan kepada penulis.

6. Herry Pribawanto Suryawan, S.Si., M.Si. yang yang pernah menjadi dosen pembimbing akademik dan telah banyak membantu dan memberi masukan kepada penulis.


(13)

(14)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL DALAM BAHASA INGGRIS ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 5

D. Tujuan Penulisan ... 5

E. Manfaat Penulisan ... 5

F. Metode Penulisan ... 5

G. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II HIMPUNAN KONVEKS DAN TEORI OPTIMISASI DALAM ... 8


(15)

xiii

A. Matriks dan Ruang Vektor ... 8

B. Fungsi Terdiferensial ... 41

C. Himpunan Konveks dan Fungsi Konveks ... 55

D. Teori Optimisasi ... 72

E. Metode Newton untuk Sistem Persamaan Nonlinear ... 85

BAB III METODE TITIK-INTERIOR ... 91

A. Pemrograman Kuadratik Konveks ... 91

B. Metode Titik-Interior ... 94

BAB IV PENUTUP ... 120

A. Kesimpulan ... 120

B. Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 122


(16)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1.1Minimum sama dengan maksimum ... 2

Gambar 2.1.1 Lingkaran 1 ... 30

Gambar 2.1.2 Himpunan Terurut ... 38

Gambar 2.2.1 Teorema Nilai Rata-Rata ... 45

Gambar 2.3.1 Ilustrasi dari Himpunan Konveks ... 56

Gambar 2.3.2 Lingkaran x2 +y2 =1 ... 57

Gambar 2.3.3 Contoh Fungsi Konveks ... 58

Gambar 3.2.1 Diagram Alir Algoritma Metode Titik-Interior Primal-Dual ... 107


(17)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.2.1 Output Penyelesaian Contoh 3.2.1 dengan Matlab ... 117

Tabel 3.2.2 Tabel Perbandingan Nilai Awal Metode Titik-Interior


(18)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini semakin banyak permasalahan pada kehidupan sehari-hari yang memerlukan pendekatan optimisasi dalam penyelesaiannya. Sebagai contoh, misalkan sebuah perusahaan ingin meminimumkan biaya pembuatan dua produk. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, maka harus diketahui hal-hal apa saja yang mempengaruhi pembuatan dua produk tersebut, misal-nya jumlah bahan baku yang tersedia. Misalkan, meminimumkan biaya pem-buatan dua produk dinyatakan dengan fungsi f . Sedangkan, banyaknya barang yang dihasilkan dari masing-masing produk, misalnya , . Variabel-variabel tersebut perlu diberi batasan yang disebut dengan kendala, dalam hal ini berupa jumlah bahan baku yang tersedia, sedangkan fungsi , di-sebut dengan fungsi obyektif.

Optimisasi secara matematis dapat diartikan sebagai proses menemu-kan penyelesaian yang memaksimummenemu-kan atau meminimummenemu-kan suatu fungsi. Untuk menemukan penyelesaian dari masalah memaksimumkan suatu fungsi dapat diselesaikan dengan cara mencari penyelesaian dari masalah memini-mumkan negatif dari fungsi tersebut.


(19)

Untuk lebih jelasnya, perhatikan Gambar 1.1.1:

Gambar 1.1.1 Minimum sama dengan maksimum

Berdasarkan Gambar 1.1.1, (dalam hal ini sebagai contoh adalah suatu fungsi dengan satu variabel) dapat dilihat bahwa jika suatu titik me-nunjukkan nilai pembuat minimum dari fungsi , maka titik yang sama itu juga menunjukkan nilai pembuat maksimum dari negatif fungsi tersebut, yak-ni .

Pendekatan optimisasi sendiri menyediakan banyak alternatif metode yang dapat dipilih sesuai dengan karakteristik permasalahan yang akan disele-saikan. Permasalahan optimisasi terbagi menjadi dua bagian, yaitu permasala-han optimisasi berkendala dan permasalapermasala-han optimisasi tidak berkendala. Permasalahan optimisasi berkendala adalah optimisasi suatu fungsi, yang di-sebut fungsi obyektif, dengan kendala-kendala berupa pertidaksamaaan atau


(20)

persamaan. Sedangkan, permasalahan optimisasi tidak berkendala adalah op-timisasi suatu fungsi obyektif tanpa kendala.

Secara garis besar, permasalahan dalam teknik optimisasi dapat berupa permasalahan pemrograman linear maupun nonlinear. Pemrograman linear adalah pemrograman yang mempelajari kasus dimana fungsi obyektifnya ada- lah fungsi linear dan kendalanya merupakan persamaaan atau pertidaksamaan linear. Sedangkan, pemrograman nonlinear adalah pemrograman yang mem-pelajari kasus dimana salah satu fungsi obyektif atau fungsi kendalanya meru-pakan persamaaan atau pertidaksamaan nonlinear.

Salah satu subklas dalam permasalahan pemrograman nonlinear adalah pemrograman kuadratik konveks. Pemrograman kuadratik konveks adalah permasalahan optimisasi berkendala nonlinear dimana fungsi obyektifnya ada-lah fungsi kuadratik konveks, sedangkan kendala-kendalanya merupakan per-samaan atau pertidakper-samaan linear. Fungsi kuadratik konveks pada fungsi ob-yektif yang terdapat dalam pemrograman kuadratik konveks memiliki bentuk umum dengan G adalah matriks semidefinit positif.

Metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan op-timisasi pada pemrograman kuadratik konveks antara lain adalah metode him-punan aktif dan metode titik-interior. Metode titik-interior pada pemrograman kuadratik terbagi lagi menjadi dua, yakni metode jalur pusat (central path me-thod) dan metode titik-interior primal-dual (primal-dual interior-point


(21)

me-thod). Namun dalam skripsi ini metode yang akan dibahas hanya metode titik-interior primal-dual.

Metode titik-interior primal-dual merupakan salah satu metode nume-rik yang menerapkan metode Newton dalam menyelesaikannya. Pada metode titik-interior primal-dual, pencarian penyelesaian optimum dimulai dari seba-rang titik-interior sehingga akan menghasilkan iterasi yang lebih sedikit kare-na konvergensinya lebih cepat diperoleh.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam latar belakang, pokok– pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan pemrograman kuadratik konveks?

2. Apa yang dimaksud dengan metode titik-interior primal-dual untuk me-nyelesaikan permasalahan optimisasi berkendala pada pemrograman kua-dratik konveks?

3. Bagaimana cara menyelesaikan pemrograman kuadratik konveks dengan menggunakan metode titik-interior primal-dual?

4. Bagaimana mengimplementasikan metode titik-interior primal-dual dengan menggunakan Matlab?


(22)

C. Batasan Masalah

Pembatasan masalah metode titik-interior primal-dual dalam skripsi ini hanya dibatasi untuk pemrograman kuadratik konveks dengan kendala-kendala berupa pertidaksamaan.

D. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menyelesaikan permasala-han optimisasi berkendala dengan menggunakan metode titik-interior primal-dual pada pemrograman kuadratik konveks serta bagaimana mengimplemen-tasikan metode titik-interior primal-dual dengan menggunakan Matlab.

E. Manfaat Penulisan

Manfaat yang diharapkan dalam skripsi ini adalah dapat memahami bagaimana penggunaan metode titik-interior primal-dual pada pemrograman kuadratik konveks serta dapat mengimplementasikan metode titik-interior primal-dual dengan menggunakan Matlab.

F. Metode Penulisan

Metode yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah metode studi pustaka, yaitu dengan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan topik metode titik-interior primal-dual pada pemrograman kuadratik konveks.


(23)

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari empat bab dengan urutan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, man-faat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : HIMPUNAN KONVEKS DAN TEORI OPTIMISASI DA- LAM

Dalam bab ini akan dibahas mengenai matriks dan ruang vek-tor, fungsi terdiferensial, himpunan konveks dan fungsi kon-veks, teori optimisasi, dan metode Newton untuk sistem per-samaan nonlinear yang akan digunakan untuk memahami me-tode titik-interior primal-dual.

BAB III : METODE TITIK-INTERIOR

Dalam bab ini akan dibahas mengenai pemrograman kuadratik konveks, metode titik-interior, konsep metode titik-interior primal dual, algoritma metode titik-interior primal-dual beserta


(24)

contoh permasalahan pemrograman kuadratik konveks yang diselesaikan dengan metode titik-interior primal-dual, dan yang terakhir akan dibahas juga implementasinya dengan menggu-nakan program Matlab.

BAB IV : PENUTUP


(25)

8 BAB II

HIMPUNAN KONVEKS

DAN TEORI OPTIMISASI DALAM

Dalam bab ini akan dibahas mengenai matriks dan ruang vektor, fungsi terdi-ferensial, himpunan konveks dan fungsi konveks, teori optimisasi, dan metode Newton untuk sistem persamaan nonlinear yang akan digunakan untuk memaha-mi metode titik-interior primal-dual.

A. Matriks dan Ruang Vektor

Pada subbab ini akan dibahas mengenai matriks, panjang (norm), ja-rak, ruang vektor, dan beberapa definisi serta teorema dasar tentang analisis real.

Definisi 2.1.1 (Ruang Berdimensi n)

Jika n adalah suatu bilangan bulat positif, maka tupel n berurutan adalah suatu

urutan dari n bilangan real , , … , . Himpunan semua tupel n


(26)

Definisi 2.1.2 (Matriks)

Matriks adalah jajaran empat persegi panjang dari bilangan-bilangan yang

atur menurut baris dan kolom. Bilangan-bilangan dalam jajaran tersebut di-sebut dengan elemen dari matriks.

Elemen-elemen yang terletak pada baris i dan kolom j di dalam ma-triks A dapat dinyatakan sebagai . Sehingga, matriks secara umum dapat di-tulis sebagai berikut:

Atau lebih singkat dapat ditulis sebagai atau .

Definisi 2.1.3 (Matriks Simetrik)

Sebuah matriks bujur sangkar A adalah simetrik jika dan hanya jika A = AT.

Definisi 2.1.4 (Matriks Definit Positif dan Matriks Semidefinit Positif)

Misalkan A adalah matriks simetrik.

A dikatakan definit positif jika xTAx > 0, , 0.


(27)

Dari Definisi 2.1.4, dapat disimpulkan bahwa jika A adalah matriks

definit positif, maka A juga adalah matriks semidefinit positif.

Untuk lebih memahami definisi matriks, matriks simetrik, matriks

de-finit positif dan matriks semidede-finit positif, maka akan diberikan contoh

beri-kut.

Contoh 2.1.1

Misalkan diberikan suatu matriks simetrik:

2 1 0

1 2 1

0 1 2

Untuk mengkaji bahwa matriks A adalah matriks definit positif, maka harus

ditunjukkan bahwa xTAx > 0, , 0.

! ! ! 21 21 01

0 1 2

! ! !

! ! ! ! " 2!2! ! !

! " 2!

! #2! ! $ " ! # ! " 2! ! $ " ! # ! " 2! $ 2! ! ! ! ! " 2! !%!& !%!&" 2!

2! 2! ! " 2! 2!%!&" 2!


(28)

! " #! ! $ " #!% !&$ " !

Dari sini dapat disimpulkan bahwa matriks A bersifat definit positif karena

! " #! ! $ " #!% !&$ " ! ' 0, ,kecuali jika

! ! ! 0.

Contoh 2.1.2

Misalkan diberikan suatu matriks simetrik:

( )2 00 2*

Untuk mengkaji bahwa matriks G adalah matriks semidefinit positif, maka

ha-rus ditunjukkan bahwa xTGx ≥0, .

( ! ! )2 00 2* )!! *

! ! +2!2! ,

! #2! $ " ! #2! $ 2! " 2!

Karena ( 2! " 2! - 0, , maka dapat disimpulkan bahwa matriks G adalah matriks semidefinit positif.


(29)

Definisi 2.1.5 (Ruang Vektor)

Misalkan . adalah himpunan tak kosong yang dilengkapi dengan operasi pen-jumlahan dan perkalian skalar dengan bilangan real. Artinya, bila diberikan dua elemen / dan 3 di . dan , 5 , maka penjumlahan / " 3 dan perka-lian skalar /didefinisikan dan terletak di V juga. Kemudian Vdengan kedua operasi ini disebut ruang vektor jika kedua operasi tersebut memenuhi aksi-oma-aksioma berikut.

Untuk setiap /, 3, 6 . dan , 5 berlaku:

(i) / " 3 3 " /.

(ii) / " #3 " 6$ #/ " 3$ " 6.

(iii) Ada elemen 7 . sehingga / " 7 /.

(iv) Ada elemen / . sehingga / " # /$ 7.

(v) #/ " 3$ / " 3. (vi) # " 5$/ / " 5/.

(vii) # 5$/ #5/$.

(viii) 1/ /.

Untuk lebih memahami definisi ruang vektor, maka akan diberikan


(30)

Contoh 2.1.3

Buktikan bahwa 8#9 , 9 , … , 9 $|9 , 9 , … , 9 < adalah

ruang vektor!

Bukti:

Misalkan / #9 , 9 , … , 9 $dan3 #= , = , … , = $, maka

/ " 3 #9 " = , 9 " = , … , 9 " = $dan / # 9 , 9 , … , 9 $.

a) / " 3 #9 " = , 9 " = , … , 9 " = $ #= " 9 , = " 9 , … , = " 9 $ 3 " /

b) #/ " 3$ " 6 >#9 " = , 9 " = , … , 9 " = $? " #@ , @ , … , @ $ >#9 , 9 , … , 9 $ " #= , = , … , = $? " #@ , @ , … , @ $ #9 , 9 , … , 9 $ " #= , = , … , = $ " #@ , @ , … , @ $ #9 , 9 , … , 9 $ " ##= , = , … , = $ " #@ , @ , … , @ $$ #9 , 9 , … , 9 $ " #= " @ , = " @ , … , = " @ $ / " #3 " 6$

c) / " 7 #9 , 9 , … , 9 $ " #0, 0, … , 0$ #9 " 0, 9 " 0, … , 9 " 0$


(31)

#9 , 9 , … , 9 $ /

d) / " # /$ #9 , 9 , … , 9 $ " # 9 , 9 , … , 9 $ #9 " # 9 $, 9 " # 9 $, … , 9 " # 9 $$ #0, 0, … , 0$

7

e) #/ " 3$ #9 " = , 9 " = , … , 9 " = $ ##9 , 9 , … , 9 $ " #= , = , … , = $$ #9 , 9 , … , 9 $ " #= , = , … , = $ / " 3

f) # " 5$/ # " 5$#9 , 9 , … , 9 $

># " 5$9 , # " 5$9 , … , # " 5$9 ? # 9 " 59 , 9%" 59%, … , 9 " 59 $ # 9 , 9 , … , 9 $ " #59 , 59 , … , 59 $

#9 , 9 , … , 9 $ " 5#9 , 9 , … , 9 $ / " 5/


(32)

># 5$9 , # 5$9 , … , # 5$9 ? # #59 $, #59 $, … , #59 $$

#59 , 59 , … , 59 $ #5/$

h) 1/ 1#9 , 9 , … , 9 $ #19 , 19 , … , 19 $ #9 , 9 , … , 9 $ /

Karena 8#9 , 9 , … , 9 $|9 , 9 , … , 9 < dengan operasi

penjumlahan dan perkalian skalar memenuhi aksioma-aksioma seperti pada Definisi 2.1.5, maka terbukti bahwa adalah ruang vektor.

Definisi 2.1.6 (Ruang Hasil Kali Dalam)

Hasil kali dalam pada adalah sebuah fungsi yang mengasosiasikan

se-buah bilangan real A , BC dengan sepasang vektor x dan y di , sehingga ak-sioma-aksioma berikut ini terpenuhi bagi semua vektor x, y, dan z di dan semua bilangan skalar s.

(i) A , BC AB, C (Aksioma Kesimetrian) (ii) A " B, DC A , DC " AB, DC (Aksioma Penjumlahan)


(33)

(iii) AE , BC EA , BC (Aksioma Homogenitas) (iv) A , C - 0 (Aksioma Positivitas) (v) A , C 0 jika dan hanya jika 0

Sebuah ruang vektor real yang memiliki sebuah hasil kali dalam disebut

ruang hasil kali dalam.

Untuk lebih memahami sifat hasil kali dalam yang pertama, yakni

A , BC AB, C , maka akan diberikan contoh berikut.

Contoh 2.1.4

Untuk F

! ! !

G dan B F H H H

G adalah sembarang vektor-vektor di ,

bukti-kan jika A , BC B, maka B AB, C!

Bukti:

Ambil sebarang vektor F

! ! !

G dan B F H H H

G dalam ruang vektor .

Akan dibuktikan A , BC Bmemenuhi A , BC AB, C.

B ! ! … ! F

H H H


(34)

! H " ! H " … " ! H H ! " H ! " … " H !

H H … H F ! ! !

G B

AB, C

Jadi, terbukti bahwa A , BC AB, C. ▄

Definisi 2.1.7 (Panjang atau Norm)

Panjang atau norm sebuah vektor di dinotasikan dengan L L dan

dide-finisikan sebagai

L L A , CMN # · $MN P! " ! " … " ! .

Sebuah pemetaan L . L dikatakan sebuah norm jika dan hanya jika memenuhi sifat berikut:

(1) L L - 0,

(2) L L 0 jika dan hanya jika x = 0,

(3) Lα L |R|L L, R ,


(35)

Definisi 2.1.8 (Ortogonal)

Dua vektor u dan v di dalam ruang hasil kali dalam di dikatakan ortogo-nal jika A/, 3C 0.

Teorema 2.1.1 (Hukum Phytagoras)

Jika u dan v adalah vektor-vektor ortogonal di dalam ruang hasil kali dalam di ,maka

L/ " 3L L/L " L3L .

Bukti:

L/ " 3L A/ " 3, / " 3C

A/, /C " A/, 3C " A3, /C " A3, 3C A/, /C " A/, 3C " A/, 3C " A3, 3C A/, /C " 2A/, 3C " A3, 3C

L/L " L3L ▄

Definisi 2.1.9 (Proyeksi Skalar dan Proyeksi Vektor)

Jika u dan v adalah vektor-vektor di dalam ruang hasil kali dalam di dan 3 0, maka proyeksi skalar dari u pada v diberikan oleh R A/,3C

L3L dan

proyeksi vektor dari u pada v diberikan oleh T R U

L3L3V A/,3C A3,3C3 .


(36)

Teorema 2.1.2

Jika 3 0 dan p adalah proyeksi vektordari u pada v, maka / Tdan p ada-lah ortogonal.

Bukti:

Karena AT, TC AL3LW 3,L3LW 3C UL3LW V A3, 3C R dan A/, TC #A/,3C$A3,3C R .

Ini mengakibatkan A/ T, TC A/, TC AT, TC R R 0. Oleh karena

itu, / Tdan p adalah ortogonal. ▄

Teorema 2.1.3 (Ketaksamaan Cauchy-Schwarz)

Jika u dan v adalah vektor-vektor di dalam ruang hasil kali dalam di , maka |A/, 3C| S L/LL3L

Bukti:

Jika 3 0, maka |A/, 3C| 0 L/LL3L. Jika 3 0, maka misalkan p

seba-gai proyeksi vektor dari u pada v. Karena p ortogonal pada / T, maka me-nurut Hukum Phytagoras

LTL " L/ TL L/L

X LTL L/L L/ TL


(37)

X#A/, 3C$L3L L/L L/ TL

X #A/, 3C$ L/L L3L L/ TL L3L S L/L L3L

Dengan mengambil akarnya, maka diperoleh |A/, 3C| S L/LL3L. ▄

Untuk lebih memahami definisi norm serta sifat-sifat dari norm, maka

akan diberikan contoh berikut.

Contoh 2.1.5

Buktikan bahwa

L L Y|! |

Z [\

adalah norm!

Bukti:

Untuk membuktikan bahwa L L adalah norm, maka harus ditunjukkan bah-wa L L memenuhi keempat sifat dari norm.

Misalkan, x dan y adalah sebarang vektor di dan R adalah sebarang bila-ngan real.

(1) Akan dibuktikan bahwa L L - 0


(38)

L L Y|! |

Z [\

- 0

(2) Akan dibuktikan bahwa L L 0 jika dan hanya jika 0. Jika 0, maka ! 0, ].

Oleh karena itu, ∑ |! |Z[\ 0dan L L 0.

Sebaliknya, jika L L 0, maka ∑ |! |Z[\ 0.

Karena |! | - 0, dengan demikian ∑ |! |Z[\ 0 hanya dipenuhi jika

|! | 0 sehingga 0.

(3) Akan dibuktikan bahwa LR L |R|L L , R , .

LR L Y|R! |

\

|R| _Y|! |

\

` |R|L L

(4) Akan dibuktikan bahwa L " BL S L L " LBL .

L " BL Y|! " H |

\

S Y|! | "

\

Y|H |

\


(39)

L L " LBL

Jadi, L " BL S L L " LBL . ▄

Teorema 2.1.4 (Ketaksamaan Cauchy-Buniakowski-Schwarz)

Misalkan , B , maka

gY ! H

\

g S L L LBL

Bukti:

Pertidaksamaan |∑ ! Hhi\j | S L L LBL akan bersifat trivial jika dan hanya jika 0 atau B 0. Oleh karena itu, andaikan bahwa dan B, keduanya taknol. Misalkan, k adalah sebarang bilangan real. Maka,

0 S L " kBL Y#! " kH $

\

Y !

\

" 2k Y ! H " k Y H

\ \

L L " 2k Y ! H " k LBL

\

Misalkan, LBL , 5 ∑ ! H , dan l L Lhi\j . Sehingga pertidaksa-maan menjadi k " 25k " l - 0 untuk semua k . Hal ini dapat terjadi


(40)

jika dan hanya jika diskriminan atau m #25$ 4 l 45 4 l o 0. Karena itu, 5 o l. Dengan mensubstitusikan nilai dari , 5, dan l, maka di-peroleh

_Y ! H

\

` S L L LBL

Dengan mengambil akarnya, maka diperoleh

gY ! H

\

g S L L LBL ▄

Contoh 2.1.6

Buktikan bahwa

L L _Y !

\

`

p

adalah norm!

Bukti:

Untuk membuktikan bahwa L L adalah norm, maka harus ditunjukkan bah-wa L L memenuhi keempat sifat dari norm.

Misalkan, x dan y adalah sebarang vektor di dan R adalah sebarang bila-ngan real.


(41)

(1) Akan dibuktikan bahwa L L - 0 .

Karena ! - 0 untuk sebarang bilangan real !, maka

L L #Y ! $ / - 0

\

(2) Akan dibuktikan bahwa L L 0 jika dan hanya jika 0. Jika 0, maka ! 0, ].

Oleh karena itu, ∑ !hi\j 0dan L L 0.

Sebaliknya, jika L L 0, maka ∑ !hi\j 0.

Karena ! - 0, dengan demikian #∑ ! $hi\j / 0 hanya dipenuhi jika ! 0 sehingga 0.

(3) Akan dibuktikan bahwa LR L |R|L L , R , .

LR L _Y#R! $

\

`

_R Y !

\

`

/

|R| _Y !

\

`

/


(42)

(4) Akan dibuktikan bahwa L " BL S L L " LBL .

L " BL Y#! " H $

\

Y ! " 2

\

Y ! H " Y H

\ \

S L L " 2 gY ! H

\

g " LBL #Sifat nilai mutlak$

S L L " 2L L LBL " LBL # Ketaksamaan

Cauchy-Buniakowski-Schwarz) #L L " LBL $

Dengan mengambil akarnya, maka diperoleh

L " BL S L L " LBL . ▄

Selanjutnya, akan diberikan definisi dan sifat jarak pada .

Definisi 2.1.10 (Jarak)

Jarak antara dua buah titik titik dan Bdinotasikandengan


(43)

Teorema 2.1.5 (Sifat-Sifat Jarak pada )

Jika x, y, dan z adalah vektor-vektor pada , maka:

(1) L BL - 0

(2) L BL 0 jika dan hanya jika B

(3) L DL S L BL " LB DL

(4) L BL LB L

Bukti:

(1) Akan dibuktikan bahwa L BL - 0.

Bukti: L BL 2 / 1 1 2 ) (       −

= n i i i y x

Karena #! H $ - 0 untuk sebarang bilangan real ! dan H, maka

L BL - 0.

(2) Akan dibuktikan bahwa L BL 0 jika dan hanya jika B.

Bukti:


(44)

Oleh karena itu, ∑ #! H $\ 0dan L BL 0.

Sebaliknya, jika L BL 0, maka ∑ #! H $\ 0.

Karena #! H $ - 0, dengan demikian ∑ #!\ H $ 0 hanya dipe-

nuhi jika ! H 0 sehingga B.

(3) Akan dibuktikan bahwa L DL S L BL " LB DL.

Bukti:

L DL L B " B DL

A B " B D, B " B DC

A B, B " B DC " AB D, B " B DC

A B, BC " A B, B DC " AB D, BC

"AB D, B DC

L BL " A B, B DC " AB D, BC " LB DL

L BL " A B, B DC " A B, B DC " LB DL

L BL " 2A B, B DC " LB DL

S L BL " 2L BLLB DL " LB DL (Ketaksamaan

Cauchy-Schwarz)

#L BL " LB DL$


(45)

L DL S L BL " LB DL.

Jadi, terbukti untuk L DL S L BL " LB DL.

(4) Akan dibuktikan bahwa L BL LB L.

Bukti:

L BL L# 1$#B $L

| 1|LB L

LB L

Teorema 2.1.6 (Hukum Paralelogram)

Untuk semua , B

L " BL " L BL 2#L L " LBL $

Bukti:

L " BL " L BL

A " B, " BC " A B, BC

A , " BC " AB, " BC " A , BC AB, BC


(46)

A , C " AB, BC " A , C " AB, BC 2A , C " 2AB, BC

2L L " 2LBL 2#L L " LBL $ ▄

Selanjutnya, akan diberikan definisi kitar dan titik-interior.

Definisi 2.1.11 (Kitar)

Diberikan titik dan δ > 0. Kitar- δ dari x didefinisikan sebagai st# $ 8B |LB L o δ<

Definisi 2.1.12 (Titik Interior)

Misalkan m v dan m. Titik x dikatakan titik interior dari D jika ada suatu kitar- δ dari x sedemikian sehingga st# $ v m.

Untuk lebih memahami definisi titik interior, maka akan diberikan

contoh berikut.

Contoh 2.1.7


(47)

Himpunan ini merepresentasikan titik yang berada di dalam lingkaran dengan pusat (0,0) dan radius 1 seperti pada Gambar 2.1.1.

Gambar 2.1.1 Lingkaran ! " ! o 1

Titik-titik yang berada di dalam lingkaran adalah titik interior. Sedangkan, ti-tik-titik yang berada pada batas dan luar lingkaran bukan merupakan titik inte-rior.

Definisi 2.1.13 (Himpunan Terbuka)

Himpunan semua titik interior dari D disebut interior D dan dinotasikan de-ngan int(D). Selanjutnya, jika int(D) = D, yakni setiap titik dari D adalah titik interior dari D, maka D adalah himpunan terbuka.

Definisi 2.1.14 (Himpunan Tertutup)

Suatu himpunan m v dikatakan tertutup jika dan hanya jika


(48)

Untuk lebih memahami definisi himpunan terbuka, maka akan

diberi-kan contoh berikut.

Contoh 2.1.8

Berdasarkan Contoh 2.1.7, A adalah himpunan terbuka, karena titik-titik yang berada di dalam lingkaran adalah titik interior.

Selanjutnya, akan diberikan definisi relasi dan himpunan terurut secara parsial.

Definisi 2.1.15 (Relasi)

Sebuah relasi dari suatu himpunan A ke himpunan B adalah suatu subset R

dari X x, di mana X x 8# , 5$: , 5 x<.

Relasi dapat pula ditulis sebagai z 5 yang berarti bahwa # , 5$ z.

Definisi 2.1.16 (Himpunan Terurut Secara Parsial)

Misalkan R adalah sebuah relasi pada sebuah himpunan S, maka R disebut re-lasi urutan parsial jikayang memenuhi tiga sifat berikut:

(i) Refleksif


(49)

(ii) Antisimetris

R dikatakan antisimetris jika dan hanya jika z 5 dan 5 z , maka 5, untuk setiap # , 5$ {.

(iii) Transitif

R dikatakan transitif jika dan hanya jika z 5 dan 5 z l, maka z l, untuk setiap # , 5, l$ {.

Himpunan S bersama dengan suatu relasi urutan parsial R pada A dikatakan

himpunan terurut secara parsial.

Relasi urutan parsial dari sebuah himpunan S biasanya dinotasikan dengan S atau -. Relasi S 5 dibaca dengan “a mendahului b”, sedangkan relasi - b dibaca dengan “a melampaui b”.

Untuk lebih memahami definisi himpunan terurut secara parsial, maka

akan diberikan contoh berikut.

Contoh 2.1.9

Perhatikan bilangan bulat positif }. Didefinisikan relasi " membagi 5" de-ngan |5, jika terdapat sebuah l } sedemikian sehingga l 5. Misalnya, 2|4, 3|12, 7|21, dan seterusnya. Tunjukkan bahwa pembagian adalah sebuah pengurutan parsial dari }, yakni tunjukkan bahwa berlaku sifat berikut:


(50)

a. Refleksif: | .

b. Antisimetris: Jika |5 dan 5| maka 5. c. Transitif: Jika |5 dan 5|l maka |l.

Bukti:

a. Karena · 1 , maka | .

b. Andaikan |5 dan 5| , misalkan 5 † dan E5. Maka, 5 †E5

se-hingga †E 1. Karena † dan E adalah bilangan bulat positif, maka † 1 dan E 1. Dengan demikian, 5.

c. Andaikan |5 dan 5|l, misalkan 5 † dan l E5. Maka, l E† se-hingga |l.

Berikut ini diberikan definisi batas atas, supremum, batas bawah, dan infimum.

Definisi 2.1.17 (Batas Atas)

Misalkan A adalah himpunan bagian dari sebuah himpunan S yang terurut se-cara parsial.


(51)

Sebuah elemen M dalam S dikatakan sebuah batas atas dari A jika M me-lampaui setiap elemen dari A, yaitu M adalah sebuah batas atas dari A jika un-tuk setiap x dalam A diperoleh ! S ‡.

Definisi 2.1.18 (Supremum)

Jika sebuah batas atas dari A mendahului setiap batas atas lain dari A maka di-sebut batas atas terkecil atau supremum dari A yang dinotasikan dengan sup (A).

Definisi 2.1.19 (Batas Bawah)

Sebuah elemen m dalam S dikatakan sebuah batas bawah dari A jika m men-dahului setiap elemen dari A, yaitu m adalah sebuah batas bawah dari A jika untuk setiap x dalam A diperoleh ˆ S !.

Definisi 2.1.20 (Infimum)

Jika sebuah batas bawah dari A melampaui setiap batas bawah lain dari A ma-ka disebut batas bawah terbesar atau infimum dari A yang dinotasikan dengan inf (A).

Definisi 2.1.21 (Terbatas ke Atas dan Terbatas ke Bawah)


(52)

a. Himpunan { dikatakan terbatas ke atas jika ada bilangan 9 sedemi-kian sehingga E S 9 untuk semua E {. Setiap bilangan 9 dikatakan batas atas dari {.

b. Himpunan { dikatakan terbatas ke bawah jika ada bilangan @ se-demikian sehingga @ S E untuk semua E {. Setiap bilangan @ dikata-kan batas bawah dari {.

Lemma 2.1.1

Batas bawah ‰ dari himpunan tak kosong { di adalah infimum dari { jika dan hanya jika Š ' 0 terdapat ! { sedemikian sehingga ‰ " Š ' !.

Bukti

#‹$

Diketahui ‰ inf { dan Š ' 0.

Akan ditunjukkan terdapat ! { sedemikian sehingga ‰ " Š ' !. Jika 5 batas bawah { maka 5 S ‰.

Karena ‰ " Š ' ‰ maka ‰ " Š bukan batas bawah {.

Karena ‰ " Š bukan batas bawah { maka harus ada ! { sehingga ‰ " Š ' !. #Œ$

Jika ‰ suatu batas bawah {, dan untuk setiap Š ' 0 terdapat ! { sedemikian sehingga ‰ " Š ' !.


(53)

Akan dibuktikan ‰ inf {.

Misalkan bahwa 5 suatu batas bawah {. Karena ! { dan 5 suatu batas ba-wah { maka ! - 5.

Karena ‰ " Š ' ! maka ‰ " Š ' 5.

Jadi untuk setiap Š ' 0 berlaku ‰ " Š ' 5. Andaikan 5 ' ‰ maka jika diambil Š •Ž• akan diperoleh ‰ " Š ••• sehingga 5 ' ‰ " Š ' ‰ dan 5 ' ‰ " Š ' ! yang kontradiksi dengan pernyataan bahwa 5 batas bawah. Jadi, jika 5 batas bawah { haruslah ‰ - 5 sehingga ‰ merupakan batas bawah terbesar atau ‰ inf {.

Definisi 2.1.22 (Barisan Naik dan Barisan Turun)

Misalkan ‘ 8! < merupakan barisan bilangan real. Barisan ‘ dikatakan

naik jika memenuhi pertidaksamaan

! S ! S S ! S ! • S

dan dikatakan turun jika memenuhi pertidaksamaan

! - ! - - ! - ! •

-Jika barisan ‘ merupakan barisan naik atau barisan turun maka merupakan


(54)

Teorema 2.1.7

Barisan turun dan terbatas ke bawah adalah konvergen.

Bukti:

Diberikan 8! < turun dan terbatas ke bawah. Karena 8! : ’ }< “ maka terdapat 5 dan 5 inf8! : ’ }<. Jadi, untuk setiap ’ } berlaku

! - 5 (2.1)

Karena 5 inf8! : ’ }<, maka untuk Š ' 0 yang diberikan terdapat s } dan

5 Š ' ! - 5 (2.2) Karena 8! < turun, maka mengingat (2.1) dan (2.2), untuk setiap ’ - s ber-laku

5 Š ' ! - ! - 5 ' 5 " Š (2.3) Jadi, diperoleh pernyataan bahwa untuk setiap Š ' 0 terdapat s } sedemi-kian sehingga untuk setiap ’ - } dan ’ - s, maka |! 5| o Š. Jadi, 8! < konvergen dan lim ! 5 inf8! : ’ }<.

Untuk lebih memahami definisi batas atas, batas bawah, supremum,


(55)

Contoh 2.1.10

Misalkan . 8 , 5, l, r, •, –, —< terurut seperti pada Gambar 2.1.1 dan misal-kan ‘ 8l, r, •<. Tentukan batas atas, batas bawah, supremum, dan infimum dari X!

– — • l r 5

Gambar 2.1.2 Himpunan Terurut

Penyelesaian:

Elemen •, –, dan — didahului oleh setiap elemen dari X, sehingga •, –, dan — adalah batas atas dari X.

Elemen mendahului setiap elemen dari X, sehingga adalah batas bawah dari X.

Elemen • mendahului – dan —, sehingga • adalah supremum dari X.

Elemen mendahului setiap batas bawah dari X, sehingga adalah infimum dari X.


(56)

Definisi 2.1.23 (Barisan Cauchy)

Barisan 8 ˜< v dikatakan Barisan Cauchy jika lim ,•™šL L 0.

Dengan kata lain untuk setiap Š ' 0, terdapat bilangan bulat s sedemikian

sehingga L L o Š untuk semua ˆ, ‰ ' s.

Untuk lebih memahami definisi barisan Cauchy, maka akan diberikan

contoh berikut.

Contoh 2.1.11

Buktikan bahwa › œ adalah barisan Cauchy!

Bukti:

Jika diberikan Š ' 0, dapat dipilih s } sedemikian sehingga s '

• . Maka, jika ’, ˆ - s, diperoleh S

”o •

dan dengan cara yang sama diperoleh So• . Oleh karena itu, jika ’, ˆ - s, maka

ž ž S " o•"• Š.

Karena berlaku untuk sebarang Š ' 0, maka dapat disimpulkan bahwa › œ adalah barisan Cauchy.


(57)

Definisi 2.1.24 (Konvergen)

Barisan 8E < dikatakan konvergen jika terdapat E dengan sifat, untuk se-barang Š ' 0 yang diberikan, terdapat s } sehingga untuk semua ’ } dengan ’ - s berlaku |E E | o Š. Bilangan s dinamakan limit 8E < untuk ’ ™ ∞ dan ditulis lim’™∞E EataudisingkatlimE E.

Untuk lebih memahami definisi konvergen dari suatu barisan, maka

akan diberikan contoh berikut.

Contoh 2.1.12

Jika E l untuk semua ’ } dan c suatu konstanta, maka buktikan bahwa

8E < konvergen ke c!

Bukti:

Untuk semua ’ } berlaku |E l| 0. Jadi, jika diberikan Š ' 0, maka terdapat s } sehingga ’ - s berlaku |E l| o Š. Dalam hal ini, dapat diambil bilangan bulat positif manapun untuk }, karena |E l| 0 o Š

un-tuk ’ }.


(58)

B. Fungsi Terdiferensial

Pada subbab ini akan dibahas mengenai fungsi, fungsi kontinu, fungsi terdiferensial secara kontinu, fungsi terdiferensial dua kali secara kontinu dan beberapa definisi serta teorema dasar tentang kalkulus.

Definisi 2.2.1 (Fungsi atau Pemetaan)

Relasi dari himpunan A ke himpunan B disebut dengan fungsi atau pemetaan,

jika dan hanya jika setiap anggota dari himpunan A berpasangan tepat hanya

dengan sebuah anggota dalam himpunan B.

Fungsi f dapat pula dinotasikan dengan f :AB, yang mana

me-nunjukkan bahwa fungsi tersebut merupakan pemetaan dari himpunan A ke

himpunan B. Himpunan A disebut dengan domain atau daerah asal, sedangkan

himpunan B disebut dengan kodomain atau daerah kawan.

Definisi 2.2.2 (Fungsi Kontinu di )

Misalkan , –: ™ , dan l .Fungsi f dikatakan kontinu di c, jika untuk setiap Š ' 0 yang diberikan, dapat dicari ¡ ' 0, sehingga untuk semua


(59)

Teorema 2.2.1

Jika –, — kontinu di x, maka – — juga kontinu di x.

Bukti:

Andaikan f dan — kontinu di x.

Akan dibuktikan bahwa – — kontinu di x.

Jika Š adalah sebarang bilangan positif yang diberikan, maka Š/2 adalah posi-tif. Karena f kontinu di x, maka untuk setiap Š • ' 0, terdapat suatu

bila-ngan positif ¡ , sedemikian sehingga untuk H dan |! H| o

¡ maka |–#!$ –#H$| o Š dan karena — kontinu di x, maka untuk setiap Š • ' 0, terdapat suatu bilangan positif ¡ , sedemikian sehingga untuk

H dan |! H| o¡ maka |—#!$ —#H$| o Š . Ambil sebarang Š ' 0

dan pilih ¡ min 8 ¡ , ¡ <, yakni pilih ¡ yang terkecil diantara ¡ dan ¡ .

Maka, untuk H dan |! H| o¡ mengimplikasikan

| –#!$ –#H$ —#!$ —#H$ |

| –#!$ –#H$ " # 1$ —#!$ —#H$ |

S |–#!$ –#H$| " |# 1$ —#!$ —#H$ | (Ketaksamaan Segitiga) S |–#!$ –#H$| " |# 1$|| —#!$ —#H$ |

S |–#!$ –#H$| " |—#!$ —#H$| S Š/2 " Š/2 Š


(60)

Langkah-langkah di atas memperlihatkan bahwa untuk H dan |! H| o

¡, maka | –#!$ –#H$ —#!$ —#H$ | o Š.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa – — kontinu di x. ▄

Definisi 2.2.3 (Nilai Maksimum, Nilai Minimum, dan Nilai Ekstrim)

Andaikan S adalah daerah asal dari f yang memuat titik c. Dapat dikatakan bahwa:

(i) f(c) adalah nilai maksimumf pada S jika –#l$ - –#!$ untuk semua x di S.

(ii) f(c) adalah nilai minimum f pada S jika –#l$ S –#!$ untuk semua x di S.

(iii) f(c) adalah nilai ekstrim f pada S jika f(c) adalah nilai maksimum atau nilai minimum.

Teorema 2.2.2 (Titik Kritis)

Andaikan f terdefinisikan pada selang , 5 yang memuat titik c. Jika f(c) adalah nilai ekstrim, maka c haruslah berupa suatu titik kritis, yakni c berupa salah satu:

(i) Titik ujung dari , 5 .


(61)

(iii) Titik singular dari f, yakni titik c sedemikian sehingga –¢#l$ tidak ada.

Bukti:

Akan dibuktikan untuk f(c) yang berupa nilai maksimum f pada , 5 .

Andaikan bahwa c bukan titik ujung ataupun titik singular, sehingga harus di-perlihatkan bahwa c adalah titik stasioner. Karena f(c) adalah nilai maksimum, maka –#!$ S –#l$ untuk semua x dalam , 5 diperoleh –#!$ –#l$ S 0. Jadi, jika ! o l sehingga ! l o 0, maka £#¤$Ž£#¥$

¤Ž¥ - 0. Sedangkan, jika ! ' l, maka £#¤$Ž£#¥$

¤Ž¥ S 0. Akan tetapi, –¢#l$ ada, karena c bukan titik singu-lar. Karena f terdiferensial pada c, maka diperoleh –¢#l$ –Ž¢#l$ lim¤™¥¦£#¤$Ž£#¥$

¤Ž¥ - 0 dan –¢#l$ –•¢#l$ lim¤™¥§

£#¤$Ž£#¥$

¤Ž¥ S 0, yang

ma-na mengakibatkan bahwa –¢#l$ - 0 dan –¢#l$ S 0. Sehingga dapat disimpul-kan bahwa –¢#l$ 0, yang mana menunjukkan bahwa c adalah titik stasio-ner. Jadi, terbukti untuk f(c) yang berupa nilai maksimum f pada , 5 . Se-lanjutnya, untuk f(c) yang berupa nilai minimum f pada , 5 dibuktikan dengan cara yang sama seperti untuk f(c) yang berupa nilai maksimum f pada

, 5 . ▄


(62)

Teorema 2.2.3 (Teorema Nilai Rata-Rata)

Jika – kontinu pada selang tertutup , 5 dan terdiferensiasikan pada titik-titik dalam dari # , 5$, maka terdapat paling sedikit satu bilangan c dalam # , 5$ dengan

–#5$ –# $

5 –¢#l$ #2.4$

atau sama dengan –#5$ –# $ –¢#l$#5 $.

Bukti:

Pembuktian ini berdasarkan pada analisis dari fungsi E#!$ –#!$ —#!$ yang diperlihatkan pada Gambar 2.2.1.

Gambar 2.2.1 Teorema Nilai Rata-Rata.

Pada Gambar 2.2.1, terlihat bahwa H —#!$ adalah persamaan garis yang melalui # , –# $$ dan #5, –#5$$. Karena garis ini mempunyai kemiringan


(63)

–#5$ –# $ /#5 $ dan melalui titik # , –# $$, maka garis tersebut me-miliki persamaan titik kemiringan, yakni

—#!$ –# $ –#5$ –# $5 #! $ X —#!$ –# $ "–#5$ –# $5 #! $ #2.5$ Sedangkan, jarak antara fungsi – dengan fungsi — adalah

E#!$ –#!$ —#!$ Sehingga persamaan (2.5) dapat ditulis menjadi

E#!$ –#!$ —#!$

–#!$ –# $ –#5$ –# $5 #! $ #2.6$ Dapat dilihat bahwa E#5$ E# $ 0 dan bahwa untuk ! dalam # , 5$ berla-ku

#!$ –¢#!$ –#5$ –# $

5 #2.7$ Jika diketahui bahwa terdapat suatu bilangan c dalam # , 5$ yang memenuhi E¢#l$ 0, maka bukti akan selesai. Sehingga, persamaan (2.7) menjadi

0 –¢#l$ –#5$ –# $

5 #2.8$ yang mana persamaan (2.7) tidak lain merupakan persamaan (2.4).

Untuk melihat bahwa E¢#l$ 0 untuk suatu c dalam # , 5$ alasannya jelas karena s kontinu pada , 5 yang merupakan selisih dua fungsi kontinu. Ber-dasarkan sifat bahwa jika – kontinu pada selang tertutup , 5 , maka f


(64)

men-capai nilai maksimum dan minimum, sehingga s harus mencapai nilai maksi-mum ataupun nilai minimaksi-mum pada , 5 . Jika kedua nilai ini kebetulan adalah 0, maka E#!$ secara identik adalah 0 pada , 5 , akibatnya E¢#!$ 0 untuk semua x dalam # , 5$. Jika nilai maksimum atau nilai minimum berlainan de-ngan 0, maka nilai tersebut dicapai pada sebuah titik-dalam c, karena E# $ E#5$ 0. Sekarang s mempunyai turunan di setiap titik dari # , 5$, sehingga berdasarkan Teorema Titik Kritis diperoleh E¢#l$ 0.

Definisi 2.2.4 (Fungsi Kontinu di )

Sebuah fungsi –: ™ dikatakan kontinu pada « , jika untuk setiap

, 0 >

ε terdapat δ >0 sedemikian sehingga L «L o δ maka L–# $ –#«$L o Š .

Definisi 2.2.5 (Turunan Parsial)

Andaikan bahwa f adalah suatu fungsi dua variabel dari ! dan H.

Turunan parsial f terhadap ¬ adalah fungsi yang dinyatakan dengan

–¤#!, H$ atau -£#¤,®$ yang nilainya di setiap titik #!, H$ diberikan oleh –¤#!, H$ ¯–#!, H$¯! ∆¤™±lim –#! " ∆!, H$ –#!, H$∆!


(65)

apabila limitnya ada. Dengan cara yang sama, turunan parsial f terhadap ², fungsi yang dinyatakan dengan –®#!, H$ atau -£#¤,®$

-® yang nilainya di setiap ti-tik #!, H$ diberikan oleh

–®#!, H$ ¯–#!, H$¯H ∆®™±lim –#!, H " ∆H$ –#!, H$∆H apabila limitnya ada.

Untuk lebih memahami definisi turunan parsial, maka akan diberikan

contoh berikut.

Contoh 2.2.1:

Tentukan turunan parsial terhadap x dan turunan parsial terhadap y dari fungsi yang dinotasikan dengan –#!, H$ ! H " 5! " 4!

Penyelesaian:

¯–#!, H$

¯H ∆¤™±lim

–#! " ∆!, H$ –#!, H$ ∆!

lim ∆¤™±

#! " ∆!$ H " 5#! " ∆!$ " 4 #! H " 5! " 4$ ∆!

lim ∆¤™±

! H " 2!∆!H " #∆!$ H " 5! " 5∆! " 4 #! H " 5! " 4$ ∆!

lim ∆¤™±

2!∆!H " #∆!$ H " 5∆! ∆!


(66)

2!H " 5 ¯–#!, H$

¯H ∆®™±lim

–#!, H " ∆H$ –#!, H$ ∆H

lim ∆®™±

! #H " ∆H$ " 5! " 4 #! H " 5! " 4$ ∆H lim ∆®™± ! ∆H ∆H !

Definisi 2.2.6 (Fungsi Terdiferensial Kontinu)

Sebuah fungsi kontinu –: ™ dikatakan terdiferensial kontinu di

jika 

     ∂ ∂ i x f

(x) ada dan kontinu dengan i = 1, … n.

Definisi 2.2.7 (Gradien)

Misalkan –: ™ dan , gradien dari f di x didefinisikan sebagai

³–# $ ´¯! # $, … ,¯– ¯! # $µ¯– ¶ · · · · ¸ ¯– ¯! # $ ¯– ¯! # $ ¯– ¯! # $¹

º º º º »


(67)

Definisi 2.2.8 (Turunan Berarah)

Fungsi –: ™ terdiferensial kontinu pada himpunan terbuka D⊆ .

Maka untuk xD dan ¼ turunan berarah dari f di dalam arah d di-definisikan sebagai

–¢# , ¼$ ½ lim ¾™±

–# " ¿¼$ –# $

¿ ³–# $ ¼

dimana ³–# $ adalah gradien dari f di x, vektor berukuran n x 1.

Teorema 2.2.4 (Teorema Taylor di )

Misalkan –: ™ terdiferensial secara kontinu dan bahwa ¼ . Maka

diperoleh

–# " ¼$ –# $ " ³–# " À¼$ ¼ (2.9)

untuk suatu À #0,1$.

Bukti:

Misalkan –: ™ terdiferensial secara kontinu pada himpunan terbuka

m v sehingga m dan ¼ . Dengan menggunakan Definisi Turunan

Berarah diperoleh bahwa –¢# , ¼$ lim

¾™±

–# " ¿¼$ –# $

¿ ³–# $ ¼ #2.10$ Misalkan, f(x) merupakan fungsi norm ‰ , yakni f(x) = L L .


(68)

–¢#L L , ¼$ lim ¾™±

L " ¿¼L L L ¿

lim ¾™±

∑ |! " ¿r | ∑ |! |\ \ ¿

Jika ! ' 0, diperoleh |! " ¿r | |! | " ¿r untuk semua ¿ yang cukup

ke-cil. Jika ! o 0, diperoleh | ! " ¿r | | #! ¿r $| | 1||! ¿r |

|! | ¿r . Jika ! 0, diperoleh |! " ¿r | |0 " ¿r | ¿|r |. Selanjut-nya, diperoleh

–¢#L L , ¼$ lim ¾™±

∑|¤Á±|! " ¿r | ∑|¤Á±|! | ¿

"lim¾™±∑|¤Áñ|! " ¿r | ∑|¤Áñ|! |

¿

"lim¾™±∑|¤Á\±|! " ¿r | ∑ |¤Á\±|! |

¿ lim

¾™±

∑|¤Á±|! |" ∑|¤Á±¿r ∑|¤Á±|! |

¿

"lim¾™±∑|¤Áñ|! | ∑|¤Áñ¿r ∑|¤Áñ|! |

¿

"lim¾™±∑|¤Á\±|! |" ∑|¤Á\±¿|r | ∑|¤Á\±|! |

¿ lim

¾™±

¿ ∑|¤Á±r

¿ " lim¾™±

¿ ∑ |¤Áñr ¿ "lim¾™±¿ ∑|¤Á\±|r |

¿ Y r |¤Á±

Y r |¤Áñ

" Y |r | |¤Á\±


(69)

Jadi, turunan berarah dari fungsi f(x) ada untuk sebarang x dan d.

Misalkan f terdiferensial secara kontinu pada suatu kitar dari x, maka dipero-leh

–¢#–# $, ¼$ ³–# $ ¼ (2.11) Untuk membuktikan rumus ini, didefinisikan fungsi

“#À$ –# " À¼$ –#B#À$$ dimana B#À$ " À¼. Dapat dicatat bahwa

lim ¾™±

–# " ¿¼$ –# $

¿ ¾™±lim

“#¿$ “#0$

¿ “¢#0$

Dengan menggunakan aturan rantai pada –#B#À$$ diperoleh “¢#À$ ¯–>B#À$?

¯B · ¯B¯À "¯–>B#À$?¯B · ¯B¯À " … "¯–>B#À$?¯B · ¯B¯À " … " ¯–#B#À$$

¯B ·¯B¯À Y¯–>B#À$?¯B · ³B

\

#À$ Y¯–>B#À$?¯B · r

\

³–>B#À$? ¼

³–# " À¼$ ¼ (2.12) Substitusikan untuk À 0 ke dalam persamaan (2.12), sehingga diperoleh


(70)

yang mana persamaan (2.13) adalah persamaan (2.11).

Berdasarkan Teorema Nilai Rata-Rata, misalkan diberikan sebuah fungsi yang terdiferensial secara kontinu “: ™ dan terdapat dua bilangan real À± dan À yang memenuhi À ' À± untuk suatu Ä #À±, À $, sehingga dipero-leh

“#À $ “#À±$ " “¢#Ä$#À À±$ (2.14) Dapat diingat bahwa “#À$ –# " À¼$. Andaikan bahwa À± 0 dan

À 1. Jika À diganti menjadi À , maka diperoleh

“#À $ –# " À ¼$ (2.15) Substitusikan À 1 ke dalam persamaan (2.15) sehingga diperoleh

“#1$ –# " ¼$. Jika À diganti menjadi À±, maka

“#À±$ –# " À±¼$ (2.16) Substitusikan À± 0 ke dalam persamaan (2.16) sehingga diperoleh

“#0$ –# $. Suatu perluasan dari hasil ini untuk fungsi multivariabel

–: ™ bahwa untuk sebarang vektor d diperoleh bahwa

–# " ¼$ –# $ " ³–# " À¼$ ¼untuk suatu À #0,1$. ▄

Definisi 2.2.9 (Fungsi Terdiferensial Dua Kali Secara Kontinu)


(71)

dua kali secara kontinu di jika        ∂ ∂ ∂ j i x x f 2

(x) ada dan kontinu dengan

] 1, … , ’ dan Å 1, … , ’.

Definisi 2.2.10 (Matriks Hesse)

Misalkan –: ™ dan , matriks Hesse dari f didefinisikan sebagai

matriks simetri berukuran n x n, yang dinotasikan dengan H(x) dengan

ele-men-elemen sebagai berikut:

³ –# $ ¯! ¯! # $, ] 1, … , ’ dan Å 1, … , ’¯ –

Atau dapat juga dinyatakan sebagai berikut:

Æ# $ Ç È È È È È È

ɯ –# $

¯! ¯ –# $¯! ¯! ¯! ¯!¯ –# $

¯ –# $

¯! ¯! ¯ –# $¯!

¯ –# $

¯! ¯! ¯! ¯!¯ –# $ ¯ –# $¯! ÊË

Ë Ë Ë Ë Ë Ì

Untuk lebih memahami definisi gradien dan matriks Hesse, maka akan

diberikan contoh berikut.

Contoh 2.2.2:


(72)

Maka ³Í#! , ! $ F

-¤M#! , ! $

-¤N#! , ! $

G +22!! 25, dan

Æ#! , ! $

-NÎ#¤MN$

-¤MN

-NÎ#¤MN$

-¤M-¤N

-NÎ#¤M,¤N$

-¤N-¤M

-NÎ#¤M,¤N$

-¤NN

)2 00 2* .

C. Himpunan Konveks dan Fungsi Konveks

Pada subbab ini akan dibahas mengenai himpunan konveks dan fungsi konveks serta beberapa teorema-teorema yang berkaitan dengan fungsi kon-veks.

Definisi 2.3.1 (Himpunan Konveks)

Sebuah himpunan Ï v disebut himpunan konveks apabila memenuhi

si-fat berikut: jika diberikan sebarang dua titik x1, x2∈C, maka

θx1 +(1−θ) x2 ∈C untuk setiap θ∈

[ ]

0,1 . Suku θx1+(1−θ) x2 dengan

[ ]

0,1 ∈

θ menggambarkan titik-titik yang terletak pada ruas garis yang

meng-hubungkan x1 dan x2.

Dalam pengertian geometri, himpunan konveks dapat digambarkan pada Gambar 2.3.1.


(73)

Gambar 2.3.1 Ilustrasi dari Himpunan Konveks.

Berdasarkan Gambar 2.3.1, jika diberikan sebarang dua titik x1 dan x2 yang berada di dalam C, maka ruas garis yang menghubungkan titik x1 dan x2 akan berada di dalam C.

Untuk lebih memahami definisi himpunan konveks, maka akan

diberi-kan contoh berikut.

Contoh 2.3.1:

(

)

{

1, 2 : 12 + 22 <1

}

= x x x x

K v

Himpunan ini merepresentasikan titik yang berada di dalam lingkaran dengan pusat (0,0) dan radius 1 seperti pada Gambar 2.3.2.


(74)

Gambar 2.3.2 Lingkaran x2 + y2 =1

Berdasarkan Gambar 2.3.2, jika diberikan sebarang dua titik x1 dan x2 yang berada di dalam lingkaran, maka ruas garis yang menghubungkan titik x1 dan x2 akan berada di dalam lingkaran.

Definisi 2.3.2 (Fungsi Konveks)

Fungsi –: ™ dikatakan konveks jika untuk dua vektor x1, x2

ber-laku fx1+(1−θ) x2)≤θ f (x1) +(1−θ) f (x2) untuk semua θ∈

[ ]

0,1 . Fungsi f dikatakan konveks tegas (strictly convex) jika

θ

(

f x1+(1−θ) x2)<θ f (x1) +(1−θ)f (x2) dimana x1≠x2 dan 0 <θ< 1.


(75)

Gambar 2.3.3 Contoh Fungsi Konveks.

Gambar 2.3.3 adalah fungsi konveks, dimana θ f (x1) +(1−θ) f (x2) digambarkan sebagai titik pada tali busur yang menghubungkan f (x1) dan f (x2), sedangkan fx1+(1−θ) x2) adalah titik pada f yang menghubung-kan f(x1) dan f(x2). Berdasarkan Gambar 2.3.3, dapat dilihat bahwa ¿–# $ "

f

) 1

( −θ # $ berada di atas –#¿ " #1 ¿$ $. Jadi, –#¿ "

#1 ¿$ $ S ¿–# $ " (1−θ) f # $, yang berarti f konveks.

Untuk lebih memahami definisi fungsi konveks, maka akan diberikan

contoh berikut.

Contoh 2.3.2:


(76)

Bukti:

Ambil x1, x2 , maka f(x1) 2 1 x

= dan f(x2) 2 2 x

= ,θ∈

[ ]

0,1. θ

(

f x1+(1−θ) x2) = (θx1+(1−θ)x2)2

= 2

2 2

1 2

1) 2( )((1 ) ) ((1 ) )

x + θx −θ x + −θ x

= θ2x12 +2θx1 (x2 −θx2)+(x2 −θx2)2

= θ2x12 +2θx1x2 −2θ2x1x2 +x22 −2θx22 +θ2x22

2 1 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 ) 2 1

( x x x x x

x θ θ θ θ

θ + − + + −

= 2 1 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 ) 1

( x x x x x

x θ θ θ

θ + − + −

=

Sedangkan, f

θ (x1) +(1−θ) f (x2) =

2 2 2

1 (1 )x

x θ

θ + −

Karena θ∈

[ ]

0,1 , maka θ2 <θ

sehingga diperoleh:

θ

(

f x1+(1−θ) x2)

2 1 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 ) 1

( x x x x x

x θ θ θ

θ + − + −

= 2 1 2 1 2 2 2

1 (1 )x 2 x x 2 x x

x θ θ θ

θ + − + −

<

2 2 2

1 (1 )x

x θ

θ + −

=

= θ f (x1) +(1−θ) f (x2)

Jadi, fx1+(1−θ) x2) ≤ θ f (x1) +(1−θ) f (x2) untuk sebarang θ∈

[ ]

0,1 , maka terbukti bahwa f(x)=x2 adalah fungsi konveks.


(77)

Contoh 2.3.3:

Diberikan Í# $ ! " ! 2! 5! " 7.25, , fungsi Q

merupa-kan fungsi konveks.

Bukti:

Misalkan x=

[

x1,x2

]

T dan y=

[

y1,y2

]

T ,θ∈

[ ]

0,1 . Maka

θx+(1−θ)y

     − +       = 2 1 2 1 ) 1 ( y y x x θ θ      − − +       = 2 2 1 1 2 1 y y y y x x θ θ θ θ      + − + − = 2 2 2 1 1 1 ) ( ) ( y y x y y x θ θ Karena itu

Í#¿ " #1 ¿$B$

#¿#! H $ " H $ " #¿#! H $ " H $ 2#¿#! H $ " H $ 5#¿#! H $ " H $ " 7.25

#¿ #! H $ " 2¿#! H $H " H $ " #¿ #! H $ " 2¿#! H $H " H $ 2¿#! H $ 2H 5¿#! H $ 5H " 7.25 #¿ #! 2! H " H $ " 2¿! H 2¿H " H $


(78)

2H 5¿! " 5¿H 5H " 7.25 Sedangkan,

¿Í# $ " #1 ¿$Í#B$ ¿#! " ! 2! 5! $ " #1 ¿$ #H " H 2H 5H $ " 7.25

¿! " ¿! 2¿! 5¿! " H " H 2H 5H ¿H ¿H " 2¿H " 5¿H " 7.25 Karena θ∈

[ ]

0,1 , maka θ2 <θ

sehingga diperoleh: Í#¿ " #1 ¿$B$

#¿ #! 2! H " H $ " 2¿! H 2¿H " H $

"#¿ #! 2! H " H $ " 2¿! H 2¿H " H $ 2¿! " 2¿H 2H 5¿! " 5¿H 5H " 7.25

o #¿#! 2! H " H $ " 2¿! H 2¿H " H $

"#¿#! 2! H " H $ " 2¿! H 2¿H " H $ 2¿! " 2¿H 2H 5¿! " 5¿H 5H " 7.25

o ¿! 2¿! H " ¿H " 2¿! H 2¿H " H " ¿! 2¿! H "¿H " 2¿! H 2¿H " H 2¿! " 2¿H 2H 5¿! "5¿H 5H " 7.25

¿! " ¿! 2¿! 5¿! " H " H 2H 5H ¿H ¿H "2¿H " 5¿H " 7.25


(79)

Jadi, Í#¿ " #1 ¿$B$ S ¿Í# $ " #1 ¿$Í#B$ untuk sebarang θ∈

[ ]

0,1 ,

maka terbukti bahwa Í# $ ! " ! 2! 5! " 7.25 dengan

adalah fungsi konveks. ▄

Teorema 2.3.1

Misalkan S ⊆ adalah himpunan konveks terbuka tidak kosong dan

–: { ™ adalah fungsi terdiferensial. Maka f dikatakan konveks jika

dan hanya jika

–# $ - –#«$ " ³–#«$ # «$, «, {

Bukti:

) (⇒

Misalkan f konveks.

Akan ditunjukkan bahwa –# $ - –#«$ " ³–#«$ # «$, «, {.

Berdasarkan Definisi Fungsi Konveks bahwa jika fadalah konveks, maka

un-tuk semua ¿ dengan 0 < ¿ < 1 berlaku

–#¿ " #1 ¿$«$ S ¿–# $ " #1 ¿$–#«$ Ð –#¿ " « ¿«$ S ¿–# $ " –#«$ ¿–#«$ Ð –#« " ¿# «$$ S ¿>–# $ –#«$? " –#«$


(80)

Ð –#« " ¿# ¿ «$$ –#«$S –# $ –#«$

Dengan pengambilan limit untuk ™ 0 , maka

lim ¾™±

–#« " ¿# «$$ –#«$

¿ S –# $ –#«$

Berdasarkan Definisi Turunan Berarah diperoleh ³–#«$ # «$S –# $ –#«$

Maka terbukti bahwa

–# $ - –#«$ " ³–#«$ # «$

) (⇐

Misalkan bahwa –# $ - –#«$ " ³–#«$ # «$.

Akan ditunjukkan f konveks.

Anggap bahwa –# $ - –#«$ " ³–#«$ # «$, «, { benar.

Pilih sebarang x1, x2 { dan ¿ " #1 ¿$ untuk semua ¿ #0,1$.

Maka diperoleh

–# $ - –#«$ " ³–#«$ # «$

dan

–# $ - –#«$ " ³–#«$ # «$

Oleh karena itu,

¿–# $ " #1 ¿$–# $


(81)

¿–#«$" ³–#«$ ¿# «$ "–#«$" ³–#«$ # «$ ¿–#«$ ³–#«$ ¿# «$

–#«$" ³–#«$ #¿# «$ " # «$ ¿# «$$

–#«$" ³–#«$ #¿ ¿«" « ¿ "¿«$

–#«$" ³–#«$ #¿ " #1 ¿$ «$

–#¿ " #1 ¿$ $

Karena –#¿ " #1 ¿$ $ S ¿–# $ " #1 ¿$–# $ untuk sebarang

x1, x2 { dan ¿ #0,1$, maka terbukti bahwa – konveks.

Teorema 2.3.2

Misalkan { v adalah himpunan konveks terbuka tidak kosong dan

–: { v ™ terdiferensial dua kali secara kontinu. Maka f adalah konveks jika dan hanya jika matriks Hesse adalah semidefinit positif pada setiap titik dalam S.

Bukti:

#Ñ$

Andaikan bahwa matriks Hesse ³ –# $ adalah semidefinit positif pada setiap

titik {. Akan dibuktikan bahwa f adalah konveks. Anggap , « {.


(82)

# «$ ³ –#Ò$# «$ dimana Ò « " ¿# «$, ¿ #0,1$. Dapat dicatat

bahwa Ò {. Karena ³ –# $ adalah semidefinit positif, {, maka

# «$ ³ –#Ò$# «$ - 0. Sehingga diperoleh –# $ - –#«$ " ³–#«$ # «$. Dengan menggunakan Teorema 2.3.1 diperoleh bahwa f ada-lah fungsi konveks.

#Ó$

Andaikan bahwa f adalah fungsi konveks dan « {.

Akan dibuktikan bahwa T ³ –#«$T - 0, Ô . Karena S terbuka, maka

terdapat ¡ ' 0 sedemikian sehingga ketika |k| o ¡, « " kT {. Dengan Teo-rema 2.3.1 diperoleh

–#« " kT$ - –#«$ " ³–#«$ #« " kT «$

X –#« " kT$ - –#«$ " k³–#«$ T (2.17) Karena –# $terdiferensial dua kali pada «, maka

–#« " kT$ –#«$ " ³–#«$ #« " kT «$ "12 #« " kT «$ ³ –#«$ #« " kT «$ " Õ#LkTL $

–#«$ " k³–#«$ T "12 #kT$ ³ –#«$kT " Õ#LkTL $


(83)

Substitusikan persamaan (2.18) ke dalam persamaan (2.17), sehingga dipero-leh

–#« " kT$ - –#«$ " k³–#«$ T

X –#«$ " k³–#«$ T "k2 T ³ –#«$T " Õ#LkTL $ - –#«$ " k³–#«$ T X12 k T ³ –#«$T " Õ#LkTL $ - 0

Bagi dengan k dan misalkan k ™ 0, sehingga diperoleh T ³ –#«$T - 0. ▄

Teorema 2.3.3

Misalkan –, — adalah fungsi konveks pada himpunan { v , maka – " — juga adalah fungsi konveks pada S.

Bukti:

Misalkan , { dan 0 o ¿ o 1, maka

–#¿ " #1 ¿$ $ " —#¿ " #1 ¿$ $ S ¿–# $ " #1 ¿$– " ¿—# $ " #1 ¿$— S ¿ –# $ " —# $ " #1 ¿$ –# $ " —# $ ▄


(84)

Teorema 2.3.4 (Teorema Proyeksi)

Misalkan { v adalah himpunan konveks tertutup tidak kosong dan B Ö {,

maka ada titik tunggal « { dengan jarak minimum dari y, yakni

LB «L inf×LB L #2.19$ Selanjutnya, « adalah titik minimum dari persamaan (2.19) jika dan hanya jika

AB «, «C S 0, { (2.20) atau dapat dikatakan bahwa « adalah proyeksi Ù×#B$ dari y di S jika dan hanya jika persamaan (2.20) dipenuhi.

Bukti:

Pembuktian Teorema 2.3.4 di atas dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni:

(i) Akan dibuktikan bahwa jika { v adalah himpunan konveks

tertu-tup tidak kosong dan B Ö {, maka ada titik tunggal « { dengan jarak

minimum dari y, yakni LB «L inf ×LB L.

Misalkan

inf8LB L| {< Ú ' 0 (2.21)

Karena Ú adalah batas bawah terbesar maka Ú S LB L, {.

Misalkan terdapat sebuah titik 1 { dan B Ö {. Kemudian, dibuat ruas garis yang menghubungkan titik 1 dan titik y. Selanjutnya, dari titik 1 dibuat kitar dengan radius 1. Dari titik limit yang diperoleh da-ri kitar 1 dan berada pada garis yang menghubungkan titik 1 dan


(85)

ti-tik y, diperoleh titik 2. Kemudian, dari titik 2 dibuat kitar dengan ra-dius 1

2. Dari titik limit yang diperoleh dari kitar 2 dan berada pada ga-ris yang menghubungkan titik 2 dan titik y, diperoleh titik 3. Demi-kian seterusnya, hingga diperoleh titik Û 1. Kemudian dari titik Û 1 dibuat kitar dengan radius 1Û. Dari titik limit yang diperoleh dari kitar

Û 1 tersebut dan terletak pada ruas garis yang menghubungkan titik Û 1 dan titik y diperoleh titik Û. Dengan demikian akan ada barisan

8 Û<v {.

Akan ditunjukkan bahwa LB ÛL™ Ú.

Karena Ú inf8LB L| {< maka berdasarkan Lemma 2.1.1,

un-tuk setiap Š

˜ ' 0 terdapat LB ÛL dengan Û { sedemikian se-hingga Ú "

˜' LB ˜L.

Dengan demikian, terbentuk barisan 8LB ÛL< yang terbatas dan tu-run.

Berdasarkan Teorema 2.1.7, maka 8LB ÛL< akan konvergen dan lim

Û™∞LB ÛL Ú inf8LB ÛL<.

Berikut ini, akan dibuktikan bahwa 8 ˜< adalah barisan Cauchy dan oleh karena itu ada limit « {.


(86)

Melalui Teorema Paralelogram diketahui bahwa L " BL " L BL 2#L L " LBL $. Misalkan ambil ˜, {, di mana x

diganti dengan ˜ B dan B diganti dengan B. Dengan

men-substitusikan x dan y ke dalam Teorema Paralelogram, diperoleh L# ˜ B$ " # B$L " L# ˜ B$ # B$L 2L ˜ BL

"2L BL

L ˜" 2BL " L ˜ L 2L ˜ BL " 2L BL

L ˜ L 2L ˜ BL " 2L BL L ˜" 2BL

2L ˜ BL " 2L BL Ü´ ˜"2 Bµ 2Ü

2L ˜ BL " 2L BL 4 Ü ˜"2 BÜ #2.22$ Karena 8 ˜<⊂{ , maka # ˜" $/2 {. Dari definisi Ú dikatakan

bahwa inf LB L Ú, sehingga LB L L BL - Ú, {.

Dengan mengganti # ˜" $/2 diperoleh

Ü ˜"2 BÜ - Ú

X Ü ˜"2 BÜ - Ú #2.23$ Dengan menggunakan persamaan (2.22) dan (2.23) diperoleh

L ˜ L S 2L ˜ BL " 2L BL 4Ú .

Ambil k dan m yang cukup besar sehingga L ˜ BL ™ Ú dan


(87)

2Ú " 2Ú 4Ú 0 atau L ˜ L ™ 0, yang mana menunjukkan bahwa 8 ˜< adalah barisan Cauchy dengan limit «. Karena S tertutup, maka « {. Hal ini menunjukkan bahwa ada « sedemikian sehingga LB «L Ú.

Selanjutnya, akan dibuktikan ketunggalan.

Andaikan Ý tidak tunggal, artinya ada Ý′ { dan Ý′ Ýdengan

LÝ′ BL Ú.

Melalui Hukum Parallelogram, misalkan diganti dengan Ý′ Bdan Bdiganti dengan Ý B, maka diperoleh

LÝ′"Ý 2BL2"LÝ′ ÝL2 2LÝ′ BL2" 2LÝ BL2

LÝ′ ÝL2 2LÝ′ BL2" 2LÝ BL2 LÝ′"Ý 2BL2

2L«′ BL " 2L« BL Ü2 ´«′" «

2 BµÜ

2L«′ BL " 2L« BL 4 Ü«′" «

2 BÜ

2Ú " 2Ú 4 Ü«′" «2

Karena «"«2 ′ {, maka menurut (2.23), Ú2SÞ«′"«2 BÞ2. Akibatnya,

LÝ′ ÝL2 S 2Ú2" 2Ú2 4Ú2


(88)

Jadi, LÝ′ ÝLS 0, padahal LÝ′ ÝL' 0. Jadi, ada kontradiksi. Ter-bukti Ý′ Ý.

(ii) Akan dibuktikan bahwa jika AB «, «C S 0, {, maka «

ada-lah titik minimum dari LB «L inf ×LB L.

Ambil x sebarang di S dan misalkan AB «, «C S 0, {

dipe-nuhi, sehingga LB L LB « " « L

LB «L " L« L " 2AB «, « C LB «L " L« L " 2#« $ #B «$

Karena L« L - 0 dan #« $ #B «$ - 0, maka

LB L - LB «L dan « adalah titik minimum dari LB «L inf ×LB L.

(iii) Akan dibuktikan bahwa jika « adalah titik minimum dari LB «L inf ×LB L, maka AB «, «C S 0, {.

Misalkan LB L - LB «L , {.

Karena « " k# «$ { dengan k #0,1$, maka diperoleh LB #« " k# «$$L - LB «L

X LB « k# «$L - LB «L

X LB « k " k«L - LB «L X LB « " k#« $L - LB «L


(89)

X LB «L " k L« L " 2k#« $ #B «$ - LB «L X LB «L " k L «L " 2k# «$ #« B$ - LB «L X k L «L " 2k# «$ #« B$ - 0

Bagi dengan k dan misalkan k ™ 0, maka diperoleh

AB «, «C S 0, {.

D. Teori Optimisasi

Secara umum, bentuk baku untuk permasalahan optimisasi berkendala

adalah sebagai berikut:

minimumkanß –# $ (2.24) dengan kendala ci(x) = 0, i à (2.25)

ci(x) ≥ 0, i á (2.26) dimana:

f adalah fungsi obyektif

à = {1, … , me} adalah himpunan indeks dari kendala persamaan

á = {me + 1, … , m} adalah himpunan indeks dari kendala pertidak-samaan


(90)

Apabila fungsi obyektif dan kendala dari permasalahan (2.24)-(2.26)

merupa-kan fungsi konveks, maka permasalahan tersebut merupamerupa-kan permasalahan

pemrograman konveks.

Definisi 2.4.1 (Titik Layak atau Penyelesaian Layak)

Titik dikatakan titik layak atau penyelesaian layak dari masalah

op-timisasi jika dan hanya jika memenuhi persamaan (2.25) dan (2.26).

Definisi 2.4.2 (Titik Optimum atau Penyelesaian Optimum)

Titik â dikatakan titik optimum atau penyelesaian optimum dari masalah optimisasi jika dan hanya jika merupakan penyelesaian layak yang mengoptimumkan fungsi obyektif.

Definisi 2.4.3 (Titik Stasioner atau Titik Kritis)

Titik â dikatakan titik stasioner atau titik kritis untuk f yang terdife-rensial jika ³–# â$ 0.

Definisi 2.4.4 (Himpunan Layak atau Daerah Layak)

Himpunan semua titik layak dikatakan himpunan layak atau daerah layak

yang dinotasikan dengan X, dimana X didefinisikan sebagai

‘ ã ä l# $ - 0, ] ˆl # $ 0, ] 1, … , ˆå


(91)

atau

‘ 8 |l# $ 0, ] à;l# $ - 0, ] á<

Definisi 2.4.5 (Peminimum Global dan Peminimum Global Tegas)

Jika â ‘ dan jika –# $ - –# â$, ‘, maka â dikatakan peminimum

global dari permasalahan (2.24) – (2.26). Jika â ‘dan jika

–# $ ' –# â$, ‘, maka â dikatakan peminimum global tegas.

Definisi 2.4.6 (Peminimum Lokal dan Peminimum Lokal Tegas)

Jika â ‘ dan jika ada suatu kitar B( â, ¡$ dari â sedemikian sehingga –# $ - –# â$, ‘ è x# â, ¡$, maka â dikatakan peminimum lokal dari permasalahan (2.24) – (2.26), dimana x# â, ¡$ 8 |L âL S ¡< dan ¡ ' 0. Jika â ‘ dan jika ada suatu kitar B( â, ¡$ dari â sedemikian

se-hingga –# $ ' –# â$, ‘ è x# â, ¡$, â, maka â dikatakan

pemi-nimum lokal tegas.

Definisi 2.4.7 (Himpunan Indeks)

Misalkan á# $ 8]|l# $ 0, ] á<. Untuk sebarang , himpunan

é# $ à ê á# $ adalah himpunan indeks dari kendala-kendala aktif di x,

yakni kendala yang memenuhi l # $ 0. Sedangkan, é# â$ adalah himpu-nan indeks dari kendala aktif dari permasalahan (2.24) – (2.26) di â yang


(92)

di-definisikan dengan é# â$ à ê á# â$, dimana á# â$ 8]|l# â$ 0, ] á<.

Definisi 2.4.8 (Arah Layak)

Misalkan â ‘, 0 ¼ . Jika ada ¡ ' 0 sedemikian sehingga

â" À¼ ‘, À 0, ¡ , maka d dikatakan arah layak (feasible direction). Himpunan dari semua arah layak dari X di â adalah

ëm # â, ‘$ 8¼ | â" À¼ ‘, À 0, ¡ <

Definisi 2.4.9 (Arah Layak Terlinearisasi)

Misalkan â ‘ dan ¼ . Jika ¼ ³l # â$ 0, ] à, ¼ ³l # â$ - 0,

] á# â$, maka d dikatakan arah layak terlinearisasi (linearized feasible

direction). Himpunan dari semua arah layak terlinearisasi dari X di â adalah

ìëm # â, ‘$ ã¼ä ¼ ³l # â$ 0, ] à ¼ ³l # â$ - 0, ] á# â

Definisi 2.4.10 (Arah Layak Terurut)

Misalkan â ‘ dan ¼ . Jika ada barisan ¼˜#Û 1, 2, … $ dan ¼˜' 0, #Û 1, 2, … $ sedemikian sehingga â" ¡˜¼˜ ‘, Û dan

¼˜™ ¼, ¡˜ ™ 0, maka arah limit d dikatakan arah layak terurut (sequential

feasible direction). Himpunan dari semua arah layak terurut dari X di â


(93)

{ëm# â, ‘$ ã¼ä â" ¡˜¼˜ ‘, Û ¼˜ ™ ¼, ¡˜™ 0 æ

Teorema 2.4.1

Misalkan S ⊂ himpunan konveks tertutup tidak kosong dan B Ö {. Maka

ada vektor taknol p dan bilangan real R sedemikan sehingga T B ' R dan

T S α, {, yakni T B ' sup8T , {< yang mana mengatakan

bahwa ada bidang hiper î 8 |T α< sebagai pemisah tegas y dan S.

Bukti:

Karena S himpunan konveks tertutup tidak kosong dan B Ö {, maka berdasar-kan Teorema Proyeksi ada titik tunggal « {, sedemikian sehingga

# «$ #B «$ S 0, {

Bentuk p =B « 0, maka

0 - #B «$ #B « " B$ T #T " B$

T T B " LTL

Oleh karena itu, T B - T " LTL , {.

Bentuk α sup8T | {<, sehingga diperoleh T B ' sup8T , {<.


(94)

Teorema 2.4.2 (Lemma Farkas)

Misalkan A∈ dan ï . Maka ada tepat satu dari dua sistem berikut

yang mempunyai penyelesaian:

(i) S 0, ï ' 0 (2.27) (ii) B ï, B - 0 (2.28)

Bukti:

(i) Misalkan sistem 2.28 mempunyai penyelesaian.

Akan dibuktikan sistem 2.27 tidak mempunyai penyelesaian. Akan dibuktikan dengan kontradiksi.

Andaikan sistem 2.27 mempunyai penyelesaian, yakni ada ï ' 0

se-demikian sehingga S 0 saat B ï dan B - 0. Jika sistem 2.27

dan 2.28 dipenuhi, maka ï # B$ B . Karena S 0 dan

B - 0, maka B S 0 yang mana kontradiksi dengan asumsi bahwa ï ' 0. Karena pengandaian salah, maka haruslah sistem 2.27 tidak mempunyai penyelesaian.

(ii) Misalkan sistem 2.28 tidak mempunyai penyelesaian. Akan dibuktikan sistem 2.27 mempunyai penyelesaian.

Misalkan { 8 | B, B - 0< adalah himpunan konveks tertutup


(95)

α sedemikian sehingga T ï ' R dan T S α, {. Karena 0 {, maka R - T T 0 0 dan T ï ' 0 sehingga R - T

T B B T, B - 0. Jadi, diperoleh B T S 0. Untuk sebarang y

yang besar diperoleh T S 0, dengan T yang merupakan

penye-lesaian dari sistem 2.27.

Selanjutnya, diberikan Lemma 2.4.1 yang merupakan akibat langsung dari Teorema 2.4.2.

Lemma 2.4.1

Himpunan

{ ð¼ñ ¼ ³–#

â$ o 0 ¼ ³l # â$ 0, ] à

¼ ³l # â$ - 0, ] áò #2.29$ adalah himpunan kosong jika dan hanya jika ada bilangan real λ , ] à dan bilangan taknegatif λ - 0, ] á sedemikian sehingga

³–# â$ Y λ ³l # â$ à

" Y λ ³l # â$ á

#2.30$

Bukti:


(1)

Nocedal, J. and Stephen, J.W. (2006). Numerical Optimization 2nd. New York: Springer.

Prayudi. (2008). Kalkulus Lanjut. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Purcell, E.J. dan Dale, V. (1996). Kalkulus. Jilid 1. (Terjemahan). Jakarta: Er-langga.

Soemantri, R., dkk. (2006). Diktat Pengantar Analisis Real. Yogyakarta: FMIPA USD.

Sun, W. and Ya-Xiang Yuan. (2006). Optimization Theory and Methods. New York: Springer.


(2)

LAMPIRAN

PROGRAM UTAMA: Listing Program clear

clc

disp('---'); disp(' Metode Titik-Interior Primal-Dual '); disp(' untuk Menyelesaikan Pemrograman Kuadratik Konveks ');

disp(' Q(x)=1/2*(x^T*G*x)+x^T*g '); disp(' dengan A*x>=b '); disp('---'); disp('min x(1)^2+x(2)^2-2*x(1)-5*x(2)+7.25');

disp('dengan x(1)-2x(2)>=-2'); disp(' -x(1)-2x(2)>=-6'); disp(' -x(1)+2x(2)>=-2'); disp(' x(1),x(2)>=0');

disp('permasalahan tersebut diubah ke dalam bentuk'); disp('pemrograman kuadratik konveks, sehingga dipero-leh');

disp('G=[2 0;0 2];g=[-2;-5];A=[1 -2;-1 -2;-1 2];b=[-2;-6;-2]');

x=input('masukkan x0='); y=input('masukkan y0=');

lamda=input('masukkan lamda0='); G=input('masukkan G=');

A=input('masukkan A='); g=input('masukkan g='); b=input('masukkan b=');


(3)

tol=10^(-3); k=1;

x0=[x;y;lamda]; dif=1;

disp('Iterasi x1 x2 dif')

while dif>tol

n=length(x);

m=length(y&lamda); x=x0(1:n,1);

y=x0(n+1:m+n,1);

lamda=x0(n+m+1:n+2*m,1);

lamdbes=diag(lamda); ybes=diag(y);

sigma=0.4;

miu=(y'*lamda)/m; e=ones(m,1);

f1=-(G*x-A'*lamda+g); f2=-(A*x-y-b);

f3=-(ybes*lamdbes*e)+(sigma*miu*e); fx=[f1;f2;f3];

j11=G;

j12=zeros(n,m); j13=-(A');

j21=A;


(4)

j23=zeros(m,m); j31=zeros(m,n); j32=lamdbes; j33=ybes;

jx=[j11 j12 j13;j21 j22 j23;j31 j32 j33];

del=inv(jx)*fx; alpha=1;

x1=x0+(alpha*del);

if x1(n+1:n+2*m,1)<0 alpha=alpha-0.1; x1=x0+(alpha*del); else

x1=x1; end

x2=x1(1:n,1);

dif=norm(x1(1:n,1)-x0(1:n,1));

fprintf('\n%3.0f%15.5f%15.5f%15.5f',k,x1(1),x1(2),dif) if dif<tol

x1=x0; else

x0=x1; end

k=k+1; end


(5)

x=x2;

disp('---'); disp('Terima kasih anda telah menggunakan program ini.');

OUTPUT

--- Metode Titik-Interior Primal-Dual untuk Menyelesaikan Pemrograman Kuadratik Konveks Q(x)=1/2*(x^T*G*x)+x^T*g dengan A*x>=b --- min x(1)^2+x(2)^2-2*x(1)-5*x(2)+7.25

dengan x(1)-2x(2)>=-2 -x(1)-2x(2)>=-6 -x(1)+2x(2)>=-2 x(1),x(2)>=0

permasalahan tersebut diubah ke dalam bentuk

pemrograman kuadratik konveks, sehingga diperoleh G=[2 0;0 2];g=[-2;-5];A=[1 -2;-1 -2;-1 2];

b=[-2;-6;-2]

masukkan x0=[2;0] masukkan y0=[2;2;1] masukkan lamda0=[3;3;1] masukkan G=[2 0;0 2]

masukkan A=[1 -2;-1 -2;-1 2] masukkan g=[-2;-5]

masukkan b=[-2;-6;-2]


(6)

1 1.54615 1.00513 1.10284 2 1.37261 1.29865 0.34098 3 1.34579 1.50456 0.20765 4 1.36165 1.61258 0.10918 5 1.38106 1.66296 0.05399 6 1.39212 1.68474 0.02443 7 1.39686 1.69382 0.01024 8 1.39875 1.69751 0.00415 9 1.39950 1.69900 0.00167 10 1.39980 1.69960 0.00067

--- Terima kasih anda telah menggunakan program ini.

Jadi, nilai x yang meminimumkan fungsi adalah: