Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia

komplit berbentuk wafer berbasis jerami padi amoniasi urea yang disuplementasi mineral S dan Zn Partama et al., 2003. Penelitian Suryani 2012 dengan pemberian berbagai macam hijauan seperti rumput gajah 15 + jerami padi 20 + gamal 25 + kaliandra 10 dan disertai konsentrat 30 mampu menghasilkan pertambahan berat badan 880 geh.

2.2. Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia

Sistem pencernaan merupakan suatu sistem yang terdiri atas saluran pencernaan yang dilengkapi dengan beberapa organ yang bertanggung jawab atas pengambilan, penerimaan dan pencernaan bahan makanan dalam perjalanan melalui saluran pencernaan mulai dari organ mulut sampai ke anus Sutardi, 1979. Selain itu sistem pencernaan juga bertanggung jawab pada proses pengeluaran ekskresi bahan-bahan makanan yang tidak dapat diserap kembali. Proses pencernaan adalah proses perubahan fisik maupun kimia yang dialami oleh bahan makanan menjadi partikel yang lebih kecil dan terjadi penguraian molekul kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana Tillman et al., 1989. Berdasarkan perubahan yang terjadi pada bahan makanan di dalam alat pencernaan, proses pencernaan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu: pencernaan mekanik, pencernaan hidrolitik, dan pencernaan fermentatif. Pencernaan fermentatif pada ternak ruminansia terjadi di dalam rumen atau reticulum rumen berupa perubahan senyawa-senyawa tertentu menjadi senyawa lain yang sama sekali berbeda dari molekul zat asalnya Sutardi, 1980. Proses pencernaan pada ternak ruminansia dimulai dari organ mulut, dimana ransum yang masih berbentuk kasar dipecah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil dengan bantuan gigi melalui proses pengunyahan dan pembasahan dengan saliva Siregar, 1994. Davies 1982 menyatakan bahwa saliva merupakan cairan sekresi dalam jumlah banyak yang berupa senyawa alkali dan buffer yang dihasilkan oleh lima pasang kelenjar dan tiga kelenjar tidak berpasangan dalam rongga mulut. Menurut Arora 1995, saliva dihasilkan oleh kelenjar parotid, submaxilaris dan sublinguaris. Produksi saliva bergantung kepada jenis pakan yang dikonsumsi, apabila pakan yang dikonsumsi lebih banyak pakan berserat maka saliva yang dihasilkan juga lebih banyak, disamping itu, saliva juga berfungsi sebagai control pH rumen dan control tekanan osmotik cairan rumen. Setelah pencernaan dalam mulut, makanan berjalan karena gerak paristaltik melalui kerongkongan dan faring menuju proses pencernaan yang kedua yaitu retikulum. Retikulum berfungsi untuk mendorong pakan padat dan ingesta ke dalam rumen dan mengalirkan ingesta ke omasum. Retikulum juga berperan pada proses ruminasi. Menurut Davies 1982, proses ruminasi disebabkan oleh kontraksi retikulum dengan didahului terbukanya saluran kardiak saluran akhir pada oesofagus dan mengembangkan tekanan negatif dalam oesofagus serta dengan gerak anti peristaltik pakan kembali masuk ke dalam mulut. Pakan yang halus didorong ke dalam rumen untuk dicerna lebih lanjut oleh mikroba-mikroba rumen, dari retikulum ingesta menuju rumen, disini terjadi proses fermentasi sebagai akibat dari kerja enzim mikroba terhadap zat-zat makanan dengan mengasilkan produk akhir yang dapat diamisilasikan. Bagian kompleks lambung ternak ruminansia yang ketiga yaitu omasum yang berperan dalam proses menggiling partikel pakan, mengabsorbsi air dan asam lemak terbang serta beberapa mineral. Rumen merupakan suatu ekosistem kompleks yang dihuni oleh beranekaragam mikroba anaerob yang keberadaannya sangat banyak dan bergantung pada pakan yang dikonsumsi ternak ruminansia. Mikroba tersebut terdiri atas bakteri, protozoa dan fungi yang memegang peranan penting dalam proses pencernaan pakan Preston dan Leng, 1987. Mikroba rumen bersifat anaerob, sehingga penting untuk proses fermentasi dalam rumen karena dapat melakukan berbagai jenis reaksi dan interaksi dengan pakan yang dikonsumsi oleh ternak untuk menghasilkan komponen-komponen nutrien yang dapat diserap dan dimanfaatkan oleh ternak ruminansia Hoover dan Miller, 1992. Mikroba rumen memerlukan kondisi keasaman dan suhu yang optimal untuk pertumbuhannya yaitu pada pH 5,7-7,3 dan suhu 38-41 C. Penurunan pH rumen akan dapat menyebabkan menurunnya kecernaan selulosa dan tidak akan berguna apabila pH kurang dari 6,0 Dixon, 1985. Owens dan Goetsch 1998 menyatakan bahwa kisaran pH normal dalam rumen antara 6,5-7,2. Bakteri merupakan penghuni terbesar dalam rumen yang kisarannya antara 10 10 -10 12 per ml cairan rumen, sedangkan populasi protozoa yaitu 10 5 -10 10 per ml cairan rumen Ogimoto dan Imai, 1981. Adapun bakteri yang umum terdapat dalam rumen, antara lain: Bacteriodes amylophilis, Bacteriodes ruminocola, Bacteriodes succinogenes, Butyrivibrio fibrisolvans, Clostridium welchii, Escherichia coli, Lactobacillus sp, Methanobactium mobilis, Methanobactium ruminantium, Peptostreptococcus elsdenii, Ruminococcus flavivacilus, Selonomonas amylotica, Succinivibrio dextrinosolvens dan Treponema sp Arora, 1995. Bakteri-bakteri yang berada dalam rumen secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1 bakteri yang hidup bebas dalam cairan rumen sekitar 30; 2 bakteri yang menempel pada partikel pakan sekitar 70; dan 3 bakteri yang menempel pada dinding epitel rumen dan melekat pada protozoa dalam jumlah yang sangat kecil Preston dan Leng, 1987. Spesies protozoa meliputi spesies yang berukuran kecil termasuk Entodinium dan spesies yang berukuran besar termasuk Holotrich. Beberapa protozoa memiliki sifat selulolitik, tetapi tampaknya sebagian besar terdapat dalam rumen yang pakannya banyak mengandung gula dan pati. Gula dan pati dapat disimpan oleh protozoa berupa bentuk polidekstran dan merupakan simpanan makanan bagi protozoa untuk hidup pokok dan pertumbuhannya. Secara tidak langsung hal ini merupakan “buffing effect” bagi pH rumen. Populasi protozoa dalam rumen didominasi oleh spesies Ciliata. Spesies ini dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu Holotrica silia tersebar di seluruh tubuh dan Oligotrica silia di sekitar mulut Preston dan Leng,1987. Kelompok Holotrica mempunyai morfologi sederhana yang meliputi Isotrica dan Dasytrica dengan sumber energi utama yang berupa gula dan pati. Kelompok Oligotrica memiliki morfologi yang lebih kompleks dan diduga memiliki aktivitas selulolitik Bird,1991. Fungi merupakan salah satu jenis mikroba rumen. Fungi mempunyai sifat anaerob telah ditemukan pada beberapa jenis hewan herbivore, seperti biri-biri, kambing, sapi dan beberapa family rusa. Beberapa spesies fungi yang telah berhasil diisolasi dari rumen ternak ruminansia yaitu Neocalismastic frontalis, Piromonas communis dan Sphaeromonas Arora,1995. Keberadaan fungi dalam rumen berperan penting pada proses mencerna pakan ternak, terutama pakan serat. Fungi berperan sebagai pembuka jalan agar bagian-bagian dinding sel tanaman yang mulanya tidak dapat dicerna akhirnya dapat dicerna oleh mikroba rumen lainnya bakteri dan protozoa. Fungi merupakan mikroba rumen yang paling pertama menyerang dan mencerna komponen tanaman Akin et al., 1983 dalam Susiadi, 1999 Abomasum adalah tempat pertama terjadinya pencernaan pakan secara kimiawi karena adanya sekresi getah lambung yang juga berperan dalam mengatur aliran ingesta. Usus halus terdiri atas duodenum, yejenum, dan ilenum. Usus halus berfungsi dalam mengatur aliran ingesta ke dalam usus besar dengan gerakan peristaltik. Dalam lumen, getah pankreas, getah usus dan empedu mengubah zat makanan dari hasil akhir dari fermentasi mikroba menjadi substrat yang cocok untuk diabsorbsi secara aktif ataupun secara difusi pasif atau keduanya. Selain itu, dalam saluran pencernaan juga terdapat sejumlah enzim protease yang menghidrolisis protein, enzim lipase yang menghidrolisis lemak lipid, enzim amilase dan enzim disakarida lainnya yang bekerja pada gula. Enzim nukleotidase bekerja pada asam nukleat. Enzim entorokinase dan gastrin merupakan enzim yang berperan untuk mengaktifkan enzim inaktif atau proses sekresi Arora, 1995.

2.3. Metabolisme Energi Ternak Ruminansia