Upacara Nopahtung Tradisi Upacara Nopahtung

28

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang diperoleh yaitu upacara Nopahtung merupakan upacara yang masih ada hingga kini di masyarakat suku Dayak Uud Danum. Upacara Nopahtung mengandung sastra lisan yang berupa cerita mitos dan mantra. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengkaji dan mengalisis cerita prosa rakyat yang berupa mitos dalam upacara Nopahtung. Hasil analisis dan pembahasan akan diuraikan menjadi beberapa bagian. Bagian pertama yaitu deskripsi upacara Nopahtung masyarakat suku Dayak Uud Danum. Bagian kedua adalah analisis struktur mitos Rombiya. Bagian ketiga adalah fungsi mitos dalam upacara Nopahtung.

A. Tradisi Upacara Nopahtung

Upacara adalah rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu menurut adat atau agama Depdiknas, 2008: 1533. Upacara Nopahtung dilakukan untuk menyembuhkan orang sakit. Berikut ini adalah deskripsi upacara Nopahtung dan proses upacara Nopahtung.

1. Upacara Nopahtung

Kata nopahtung berasal dari kata pahtung dalam bahasa Dayak Uud Danum yang berarti patung dalam bahasa Indonesia. Maksud patung di sini yaitu patung tersebut dianggap sebagai pengganti dari roh orang yang melakukan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI upacara. Nopahtung secara sederhana disimpulkan sebagai upacara penyembuhan orang sakit yang dilakukan oleh masyarakat suku Dayak Uud Danum untuk mengembalikan roh manusia. Masyarakat suku Dayak Uud Danum percaya bahwa ketika seseorang bermimpi buruk, sakit atau tubuh yang tampak tidak sehat serta ketika ada anggota keluarga yang meninggal, roh manusia sedang tersesat. Maka dari itu, untuk mengembalikan roh tersebut dilakukannya upacara Nopahtung. Upacara Nopahtung ini berawal dari mitos seorang gadis yang bernama Rombiya, yang menikah dengan roh halus karena perkataannya sendiri. Namun, Rombiya selamat karena melakukan upacara Nopahtung. Masyarakat suku Dayak Uud Danum kemudian hingga kini terus melakukan upacara Nopahtung dengan menuturkan kembali kisah yang dialami oleh Rombiya dengan harapan pembebasan roh Rombiya dari roh halus dapat terjadi pula pada orang-orang masa kini. Orang yang memimpin upacara Nopahtung ini adalah orang yang menguasai mitos Rombiya. Ada empat media yang biasa digunakan sebagai patung untuk upacara ini. Empat media tersebut berupa kayu pahting jorik jenis kayu yang sering digunakan sebagai kayu api, abu dapur, rotan, dan batu. Setiap upacara Nopahtung menggunakan media-media tersebut memiliki cerita sendiri- sendiri. Penggunaan media untuk melakukan upacara disesuaikan dengan kebiasaan setiap dukun, karena di lapangan ditemukan bahwa ada sedikit perbedaan antara dukun yang satu dengan dukun yang lain. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Upacara Nopahtung sendiri merupakan wujud kepercayaan masyarakat suku Dayak Uud Danum akan roh leluhur. Pemujaan terhadap roh leluhur ini merupakan identitas dari masyarakat itu sendiri. Masyarakat suku Dayak Uud Danum percaya akan adanya rewuk rio dunia orang yang sudah meninggal. Dunia orang yang sudah meninggal ini diyakini berada di sekitar mereka, hanya saja tak kasat mata. Pemujaan terhadap roh leluhur dilakukan dengan memberikan sesajian pada saat-saat tertentu. Pemberian sesajian itu dilakukan misalnya saat mengadakan pesta ataupun saat hari raya keagamaan seperti Natal, tahun baru dan Paskah karena pada hari-hari raya itulah seluruh anggota keluarga bisa berkumpul bersama-sama. Pemberian sesajian tersebut berupa makanan atau minuman. Tujuan pemberian sesajian ini agar roh leluhur dapat melindungi suku Dayak Uud Danum dari segala sesuatu yang jahat atau buruk. Pemujaan terhadap roh leluhur biasanya dilakukan di makam anggota keluarga yang sudah meninggal dunia. Selain percaya akan roh leluhur, suku Dayak Uud Danum juga percaya bahwa di sekitar mereka terdapat pula dunia makhluk halus yang tidak dapat dilihat secara langsung. Makhluk halus ini tinggal dan hidup sama seperti mereka, hanya saja makhluk halus ini diyakini mendiami tempat-tempat yang angker atau keramat. Tempat-tempat keramat tersebut, misalnya seperti di pohon beringin, pohon-pohon besar, batu-batu besar, air terjun, ataupun tempat-tempat di pinggir sungai yang tampak keramat. Di tempat-tempat itulah suku Dayak Uud Danum meletakan sesajian baik dengan tujuan meminta keselamatan maupun kekayaan. Wujud dari kepercayaan akan makhluk halus ini dilakukan dengan mendirikan tojahan bangunan berupa pondok kecil untuk menyimpan sesajian. Tojahan biasanya didirikan di tempat-tempat yang dianggap dihuni oleh mahkluk halus. Tujuan dilakukannya pemujaan terhadap mahkluk halus ini untuk meminta kekayaan dan kesuksesan dalam segala macam usaha yang dilakukan. Selain itu, masyarakat suku Dayak Uud Danum juga percaya akan Tuhan. Tuhan dari suku Dayak Uud Danum ini disebut Ta’ala. Ta’ala di sini diyakini sebagai penguasa langit dan bumi beserta seluruh isinya. Oleh karena itu, suku Dayak Uud Danum sangat menjaga tingkah laku dan juga cara hidup agar dapat hidup berdampingan dengan damai dan tenteram. Upacara Nopahtung berawal dari mitos tentang seorang gadis bernama Rombiya. Mitos ini berkaitan dengan kepercayaan masyarakat suku Dayak Uud Danum akan roh atau makhluk halus. Peneliti memperoleh tiga teks mitos di lokasi penelitian dari tiga narasumber yang berbeda. Berikut ini adalah cerita singkat dari mitos Rombiya. Teks A Rombiya adalah seorang gadis yang sangat cantik, sudah banyak laki-laki yang datang ke rumahnya untuk datang melamar. Tetapi tidak ada satu pun yang ia nikahi. Jika ia mau menerima lamaran dari orang yang datang ke rumahnya, orangtuanya yang tidak setuju. Begitu pula sebaliknya. Akhirnya, Rombiya pun berkata bahwa ia akan menikah jika dilamar oleh Awak Kesanduk. Adapun Awak Kesanduk adalah nama hantu yang mendiami kodiring rumah untuk menyimpan abu atau tulang-belulang dari orang yang sudah meninggal. Konon, kabar tersebut akhirnya terdengar oleh Awak Kesanduk melalui angin ribut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Awak Kesanduk kemudian datang ke rumah Rombiya pada malam itu juga bersama dengan para roh yang lainnya untuk melamar Rombiya. Awak Kesanduk melamar Rombiya sesuai dengan adat tradisi yang berlaku di masyarakat Dayak Uud Danum. Lamaran Awak Kesanduk pun diterima. Orangtua Rombiya segera mengadakan pesta pernikahan mereka pada malam itu juga. Namun, setelah pesta berakhir, Awak Kesanduk tidak seperti mempelai pada umumnya yang biasanya akan tinggal menetap beberapa hari di rumah mertuanya setelah pesta pernikahan berlangsung. Awak Kesanduk berpamitan untuk segera pulang pada malam hari ketika ia melamar dan menikahi Rombiya. Tentu saja Rombiya harus ikut karena sesuai adat, pihak perempuan harus ikut serta pihak laki-laki. Rombiya pun pergi dengan berbekalkan makanan dan juga ditemani oleh adiknya atas permintaan ibunya karena khawatir akan Rombiya. Berangkatlah mereka malam itu menuju rumah Awak Kesanduk. Sesampainya di sana, Awak meminta Rombiya untuk tinggal di rumahnya yang paling besar, di antara rumah yang lain dan nyala api pelitanya lebih terang. Awak kemudian mengatakan bahwa ia akan membuat sampannya di hilir kampung sehingga Rombiya dan adiknya akan tinggal sendirian di rumah. Masuklah Rombiya ke dalam rumah suaminya, betapa bahagiannya ia melihat rumah yang besar dan luas. Ia tak henti- hentinya bersyukur akan tetapi berbeda halnya dengan adiknya. Adiknya hanya duduk termenung. Malampun semakin larut dan mereka pun tertidur. Pada pagi harinya, Rombiya terbangun dan tanpa sadar kepalanya membentur atap rumah. Ia terkejut ketika melihat rumahnya telah berubah menjadi kecil dan sempit. Ia berjalan ke sana-kemari untuk mencari dapur dan pintu untuk keluar namun nihil. Ia dan adiknya mulai kelaparan, bekal yang dibawa dari rumah sudah basi karena sudah beberapa hari lamanya. Pada saat seperti itu melompatlah seekor tikus. Tikus itu sibuk naik turun memanjat tiang rumah. Rombiya meminta adiknya untuk memberinya parang agar tikus itu mati namun, tikus tersebut ternyata bisa berbicara dan mengatakan bahwa ia adalah nenek moyang dari Rombiya. Pada akhirnya, tikus itulah yang mengeluarkan mereka berdua dari rumah yang ternyata adalah kodiring. Tikus itu mengeluarkan Rombiya dan adiknya dengan cara menggigit dinding kodiring hingga dapat dilewati oleh Rombiya dan adiknya. Saat Rombiya akan pulang ke rumah ibunya, tikus itu berpesan agar Rombiya melakukan ritual Nopahtung untuk mengembalikan rohnya yang masih ada di Rewuk rio. Rombiya pun akhirnya pulang dengan keadaan yang sangat memprihatinkan, ia memberitahukan ibunya lalu ibunya melakukan seperti yang dikatakan oleh tikus jelmaan nenek moyangnya. Rombiya pun berangsur-angsur pulih seperti sedia kala. Teks B Rombiya adalah anak tunggal yang sangat cantik, orang tuanya sangatlah kaya raya. Oleh karena kecantikkannya, banyak pria yang datang ke rumahnya untuk melamar. Akan tetapi, di antara lamaran itu tidak ada satu pun yang diterima. Jika orangtuanya setuju, Rombiyalah yang tidak setuju. Begitu pula sebaliknya. Orang-orang pun tak henti-hentinya datang untuk melamar Rombiya. Orang tua Rombiya kemudian memutuskan untuk tinggal di ladang karena sudah tidak sanggup menghadapi orang-orang yang datang silih berganti. Rombiya pun meminta ibunya untuk tidak perlu khawatir karena dia akan menikah jika dilamar oleh orang bernama Romamang Sandung. Orangtuanya pun pergi ke ladang dan tinggallah Rombiya sendirian di rumah. Ucapan Rombiya ternyata terdengar juga oleh Romamang. Romamang pun datang dengan menaiki rumbang urak tempat makanan babi yang terbuat dari kayu bulat yang dilubangi sebagai perahunya. Anehnya, saat akan berangkat Romamang mendayung perahunya sekuat tenaga ke arah hilir dan kemudian perahu tersebut bergerak ke hulu dengan sendirinya. Ia pun sampai di lanting seperti rakit tetapi lebih besar Rombiya dan naik ke rumah untuk melamar dan meminta Rombiya turut bersamanya pulang ke rumah Romamang. Awalnya Rombiya ragu karena mengingat orangtuanya masih di ladang. Namun, Romamang terus mendesak. Akhirnya Rombiya bersedia untuk turut bersama Romamang. Ia pun akhirnya menitip pesan pada tetangga sebelah rumahnya dan kemudian berangkat dengan membawa pakaian, beras, parang dan juga seekor anak anjingnya. Naiklah ia ke perahu Romamang. Saat akan menuju ke hilir, Romamang mendayung sekuat tenaga ke arah hulu dan kemudian perahu itu meluncur dengan sendirinya ke hilir dan mereka pun sampai di rumah Romamang. Di sana Rombiya disambut dengan pesta. Setelah semuanya selesai, Romamang berpesan padanya untuk menyiapkan makanan untuk bekalnya membuat perahu di hilir kampung itu. Rombiya pun melakukan seperti yang dikatakan oleh suaminya. Setelah beberapa hari tinggal di rumah suaminya, aktivitas di rumah tersebut tidak seperti manusia pada umumnya. Jika siang hari Rombiya masak, mencuci dan sebagainya, keluarga dari pihak suaminya tidur nyenyak. Akan tetapi saat malam hari, Rombiya tidak dapat tidur karena keluarga suaminya sibuk memberi makan ternak, menumbuk padi, dan memasak. Rombiya pun mulai merasa tidak tahan tinggal di situ. Pada suatu hari ia pergi mencari rebung bersama dengan anak anjingnya. Banyak sekali rebung yang ia peroleh. Saat tengah mengambil rebung tiba-tiba melompatlah seekor kancil. Rombiya berteriak menyuruh anjingnya untuk menangkap kancil tersebut. Namun, kancil tersebut ternyata bisa berbicara dan memintanya untuk tidak menangkapnya. Kancil itu juga mengatakan bahwa tidak seharusnya Rombiya berada di tempat tersebut dan meminta Rombiya untuk pulang ke rumah orangtua Rombiya. Ia juga berjanji akan menunjukan jalan untuk Rombiya. Rombiya pun pulang ke rumah Romamang untuk mengambil barang-barangnya dan segera mengikuti kancil. Di tengah perjalanan, kancil berpesan agar Rombiya melakukan ritual nopahtung pada saat senja. Kancil mengatakan bahwa patung tersebut nantinya yang akan menjadi pengganti Rombiya di Rewuk rio sebagai istri Romamang. Setelah berjalan beberapa lama, Rombiya pun sampai di halaman rumah orangtuanya. Ia menceritakan semuanya kepada orangtuanya bahwa ia ditolong oleh kancil. Tidak lupa juga untuk meminta ibunya melakukan upacara Nopahtung seperti pesan si kancil. Teks C Anak Rombiya sedang sakit dan tidak memiliki selera untuk makan. Rombiya kemudian mengajak suaminya yang bernama Romamang untuk menemaninya mencari ikan. Mereka berdua pun berangkat. Saat mencari ikan, Rombiya sibuk menangkap ikan sehingga tidak menghiraukan cuaca yang mendung dan ajakan suaminya untuk pulang. Tidak beberapa lama hujan pun turun, suaminya berlindung di dalam batang pohon yang sudah tua. Saat berteduh, Romamang tiba-tiba berubah menjadi rotan. Rombiya yang sedang menangkap ikan akhirnya merasa kedinginan, ia segera mencari suaminya. Ia memanggil suaminya, suaminya menjawab, tetapi Rombiya tidak melihatnya. Suaminya akhirnya menggoyangkan dirinya yang sudah berubah menjadi rotan. Rombiya sedih melihatnya. Suaminya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI berpesan agar Rombiya segera pulang ke rumah. Suaminya meminta Rombiya untuk mengambil rotan dan melakukan upacara Nopahtung jika ada anak cucu Rombiya yang sakit, kurus atau bermimpi buruk. Akhirnya ia pulang ke rumah dan melakukan seperti yang dikatakan oleh suaminya. Dari mitos asal-usul tersebut, tokoh utamanya adalah Rombiya. Rombiya adalah gadis yang menikah dengan Awak Kesanduk atau Romamang Sandung. Pernikahan Rombiya tidak berakhir bahagia seperti kebanyakan orang. Hal tersebut karena suaminya bukanlah manusia seperti halnya Rombiya. Suami Rombiya pada teks A merupakan makhluk halus yang mendiami kodiring, sedangkan pada teks B merupakan makhluk halus yang mendiami kuburan. Pernikahan Rombiya itu ternyata nyaris merenggut nyawanya karena Rombiya tidak bisa hidup seperti halnya yang dilakukan oleh suaminya. Berbeda dengan teks C, suami Rombiya pada teks tersebut berubah menjadi rotan. Dari ketiga teks di atas, yaitu teks A, B, dan C dapat disimpulkan bahwa tradisi penyembuhan orang sakit Nopahtung merupakan wujud pengulangan dari pengalaman seorang gadis pada zaman dahulu yang dianggap memang pernah terjadi. Tradisi ini kemudian dilakukan agar orang yang sakit dapat sembuh seperti halnya Rombiya yang terbebas dari roh halus yang menjadi suaminya pada teks A dan teks B.

2. Proses Upacara