Kekuatan dan Uji tarik

18 dalam aplikasi alat pendingin absorbsi yang digunakan sebagai refrigeran adalah amonia. Tentu saja dalam prosesnya, pengaruh amonia tersebut akan menyebabkan korosi.

2.1.4 Kekuatan dan Uji tarik

Secara umum dalam memilih material untuk banyak aplikasi dan komponen, biasanya kita akan menyesuaikan antara fungsional dengan sifat dari material itu sendiri. Kekuatan struktur suatu disain sangat dipengaruhi oleh sifat mekanis dari material itu sendiri, oleh karena itu salah satu cara yang paling umum digunakan untuk menerkamenafsirkan sifat mekanik suatu material kekuatan dan keuletan adalah dengan pengujian tarik Tensile test. Uji tarik merupakan pengujian bahan yang paling mendasar. Pengujian tarik adalah dasar dari pengujian mekanik yang dipergunakan pada material . Pengujian ini sangat sederhana, tidak mahal dan sudah mendapatkan standarisasi dunia. Prinsip pengujian tarik yaitu spesimen dengan dimensi dan geometri tertentu diberikan gaya tarik sesumbu yang bertambah besar secara kontinyu hingga putus. Bersamaan dengan itu, juga harus dilakukan pengamatan mengenai pertambahan panjang yang dialami spesimen tersebut. Dengan memberikan tarikan pada suatu material, kita akan segera mengetahui bagaimana material tersebut bereaksi dengan gaya tarik. Profil tarikan yang dihasilkan menunjukan hubungan antara gaya tarik yang diberikan dengan pertambahan panjang spesimen sampai dengan titik putus. 19 Gambar 2.13 Bentuk dan Dimensi Benda Uji Tarik Keterangan :  L adalah panjang keseluruhan  L1 adalah panjang pencekaman  Lo adalah panjang ukur  W adalah lebar penampang uji  Wo adalah lebar keseluruhan  r adalah radius fillet  t adalah tebal benda uji Spesimen uji harus memenuhi standar dan spesifikasi dari ASTM E8 atau D638. Bentuk dari spesimen penting karena kita harus menghindari terjadinya patah atau retak pada daerah grip atau yang lainnya. Jadi standarisasi dari bentuk spesimen uji dimaksudkan agar retak dan patahan terjadi di daerah gage length. Biasanya dalam pengujian tarik, yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum spesimen untuk menahan beban yang biasa disebut dengan “Ultimate Tensile Strength” UTS atau tegangan tarik maksimum. 20 Gambar 2.14 Proses Uji Tarik Mode perpatahan fracture yang terjadi juga tergantung pada tingkat keuletan ductility dari setiap material spesimen itu sendiri dan mempunyai bentuk patahan yang bebeda juga. Perbedaan bentuk patahan pada setiap material juga tidaklah sama. Semakin ulet suatu material, bentuk patahan yang terjadi berbentuk lancipmeruncing. Pada material getas bentuk patahan yang terjadi berbentuk lurus. Beberapa contoh bentuk patahan dalam uji tarik tersaji dalam gambar 2.15. Ulet Getas Gambar 2.15 Mode Perpatahan 21 Pada saat proses pemberian beban akan terjadi pertambahan panjang pada spesimen. Hal tersebut juga berarti adanya hubungan antara besarnya tegangan dan regangan yang terjadi. Hubungan tegangan dan regangan pada proses uji tarik tersaji dalam gambar 2.16. Gambar 2.16 Grafik fase deformasi 22 Dari kedua grafik di atas terlihat adanya hubungan antara tegangan dan regangan, yang meliputi batas proporsionalitas, batas elastis, titik luluh, kekutan tarik maksimum, dan kekuatan putus seperti berikut.  Batas proporsionalitas. Merupakan daerah batas dimana tegangan dan regangan mempunyai hubungan proporsionalitas satu dengan yang lain. Setiap penambahan tegangan akan diikuti dengan penambahan regangan secara proporsional dalam hubungan linier. Pada gambar grafik yang pertama menunjukkan bahwa titik P adalah batas proporsional hubungan tegangan dan regangan.  Batas elastis. Daerah elastis adalah daerah dimana bahan akan kembali pada keadaan semula bila tegangan luarnya dihilangkan. Daerah proporsional merupakan bagian dari batas elastis ini. Selanjutnya bila benda uji terus diberikan tegangan, maka batas elastis tersebut akan terlampaui dan akhirnya menyebabkan benda uji tidak akan kembali pada kondisi awal, dengan kata lain mengalami deformasi permanen plastis. Kebanyakan materialbahan tehnik mempunyai batas elastis yang hampir berimpitan dengan batas proporsionalnya. Tentunya struktur paduan dalam setiap bahanmaterial tehnik mempengaruhi batas elastis dan juga sifat mekanis yang lain.  Titik luluh dan kekuatan luluh. 23 Titik luluh adalah titik batas dimana suatu material akan terus mengalami deformasi tanpa adanya penambahan beban. Tegangan yang menyebabkan mekanisme luluh ini disebut tegangan luluh yield stress. Pada grafik diatas titik luluh ditunjukkan oleh titik Y. Pada baja berkekuatan tinggi, umumnya tidak memperlihatkan batas luluh secara jelas gambar 2.17 Untuk menentukan titik luluh material seperti ini, maka digunakan suatu metode yang dikenal sebagai Metode Offset seperti tersaji pada gambar berikut ini. Gambar 2.17 Metode Offset pada material getas 24 Dengan metode ini kekuatan luluh ditentukan sebagai tegangan dimana bahan memperlihatkan batas penyimpangandeviasi tertentu dari proporsionalitas tegangan dan regangan. Pada gambar di atas, garis XW ditarik paralel terhadap garis linier OP, sehingga perpotongan pada kurva tegangan-regangan di titik Y sebagai kekuatan luluh. Pada umumnya garis offset OX diambil berkisar 0.1 – 0.2 dari regangan total yang dimulai dari titik O.  Kekuatan tarik maksimum. Kekuatan tarik maksimum Ultimate Tensile Strength merupakan tegangan maksimum yang dapat ditanggung material sebelum terjadinya perpatahan fracture. Nilai kekuatan tarik maksimum ditentukan oleh beban maksimum dan luas penampang awal bahan uji. Pada gambar kekuatan tarik maksimum UTS ditunjukan pada titik M, dan terus berdeformasi hingga mencapai titik B dan akhirnya putus.  Kekuatan putus. Kekuatan putus merupakan hasil bagi antara beban pada saat benda uji putus dengan luas penampang awal. Untuk bahan yang bersifat ulet, pada saat beban maksimum M terlampaui dan bahan terdeformasi hingga titik putus B, maka terjadi mekanisme penciutan necking sebagai akibat adanya deformasi yang terpusat. Pada bahan yang ulet, nilai kekuatan putus adalah lebih kecil daripada kekuatan tarik maksimumnya. Sementara itu pada bahan yang getas, nilai kekuatan putusnya adalah sama dengan kekuatan tarik maksimumnya. Salah satu sistem pendingin yang tidak memerlukan energi listrik adalah 25 ฀  mpy  87,6 W DAT sistem pendingin absorbsi. Sistem pendingin absorbsi hanya memerlukan energi panas untuk dapat bekerja. Energi panas yang diperlukan dapat berasal dari pembakaraan kayu, arang, bahan bakar minyak dan gas bumi. Energi panas juga dapat berasal dari buangan proses industri, biomassa, biogas atau dari energi alam seperti panas bumi dan energi surya. Refrigeran yang digunakan pada sistim pendingin absorbsi umumnya bukan merupakan refrigeran sintetik misalnya amonia atau methanol sehingga resiko kerusakan alam seperti yang dapat disebabkan sistem pendingin kompresi uap karena menggunakan refrijeran sintetik tidak terjadi. Indonesia memiliki potensi energi panas dari biomassa, biogas, panas bumi dan energi surya yang cukup memadai untuk penggerak sistem pendingin absorbsi. Hal yang harus diperhatikan adalah disain pendingin energi panas untuk negara-negara berkembang haruslah sederhana dan mudah perawatannya dengan kata lain harus dapat dibuat dan diperbaiki sendiri oleh masyarakat dan industri lokal yang ada di daerah.

2.2 Rumus Perhitungan