2. Antara tepi yang dideteksi oleh algoritma canny dengan tepi citra yang
asli, algoritma ini mampu menghasilkan jarak yang minimum sehingga algoritma ini memiliki kriteria lokalisasi yang baik.
3. Dalam tiap tepi, algoritma canny hanya memiliki satu respon yang
mudah dideteksi sehingga dapat menghindari adanya kerancuan pada proses pengolahan citra pada tahap berikutnya.
2.3. Jaringan Saraf Tiruan
Jaringan saraf tiruan JST merupakan sebuah sistem yang memiliki cara kerja yang meniru cara kerja sistem saraf manusia. Jaringan saraf tiruan ini memiliki
beberapa neuron yang berfungsi sebagai unit pemroses informasi dan hubungan antar neuron yang disebut sebagai sinapsis yang memiliki sejumlah
bobot yangakan digunakan untuk operasi perkalian. Untuk menghitung nilai output atau keluarannya, unit pengolah neuron akan membentuk penjumlahan
bobot dari masukkannya dan menggunakan fungsi aktivasi.Nugroho, 2012. Dalam jaringan saraf tiruan, terdapat beberapa fungsi aktivasi yang dapat
digunakan yaitu :
1. Fungsi Linier, yaitu fungsi aktivasi yang memiliki nilai output dan input
yang sama. Fungsi linier dapat dilihat pada persamaan 2.3
2. Fungsi Undak Biner, yaitu fungsi aktivasi yang nilai inputnya dari suatu
variabel yang bernilai kontinu dikonversikan ke suatu output biner. Fungsi Undak Biner dapat dilihat pada persamaan 2.4
fx
=
{
3. Fungsi Symetric Saturating Linear, yaitu fungsi aktivasi yang memiliki
nilai 1, -1, atau sama dengan nilai inputnya. Jika nilai input yang dimasukkan lebih dari 1,maka fungsi aktivasi ini akan memiliki nilai 1,
dan jika nilai inputnya kurang dari -1, maka fungsi ini akan bernilai -1, 0, jika x ≤ 0
1, jika x 0 2.4
fx = x 2.3
Universitas Sumatera Utara
sedangkan jika nilai inputnya berada diantara -1 dan 1, maka nilai fungsi aktivasi ini akan sama dengan inputnya. Fungsi aktivasisymetric
saturating lineardapat dilihat pada persamaan 2.5
fx
=
{
4. Fungsi Sigmoid Biner, yaitu fungsi aktivasi yang memiliki nilai antara 0
sampai 1. Fungsi aktivasi sigmoid biner bisa dilihat pada persamaan 2.6
fx =
2.4. Radial Basis Function Network RBFN
Radial Basis Function Network RBFNmerupakan salah satu jenis jaringan saraf tiruan yang memiliki penggabungan pelatihan terbimbing dan tak
terbimbing sekaligus sehingga pelatihan pada jaringan saraf tiruan ini disebut sebagai pelatihan hibrida. Jaringan saraf tiruan radial basis function teridiri
dari unit lapisan masukan input layer, unit lapisan tersembunyi hidden layer, dan unit lapisan keluaran output layer.Nugroho, 2012. Data input
akan diproses secara nonlinear dengan fungsi aktivasi pada lapisan tersembunyi setelah lapisan input menerima suatu input x dan dari lapisan
tersembunyi, secara linier outputnya akan diproses pada lapisan keluaran. Proses yang terjadi darilapisan input ke lapisan tersembunyi memiliki sifat
nonlinier dan akan bersifat linier pada lapisan tersembunyi ke lapisan keluaran. Fungsi aktivasinya bersifat radial dan outputnya berupa hasil penjumlahan.
Oleh karena itu, jaringan radial basis function ini disebut sebagai jaringan saraf feed-forward Purwitasari, et., al. 2011. Pada lapisan tersembunyi, akan
digunakan fungsi basis sebagai fungsi aktivasinya yaitu Juliaristi, 2014 : -1
, jika x ≤ -1 x, jika -1
≤ x ≤ 1 1, jika x ≥ 1
1 + e
dx
1 2.5
2.6
Universitas Sumatera Utara
a. Fungsi Multikuadaratik, dapat dilihat pada persamaan 2.7
φx = x
2
+σ
2 12
b. Fungsi Invers Multikuadratik, dapat dilihat pada persamaan 2.8
φx =
c. Fungsi Gaussian, dapat dilihat pada persamaan 2.9
φx = e
Arsitektur jaringan saraf tiruan Radial Basis Function bisa dilihat pada
Gambar 2.2.Tahir et al. 2012.
Nugroho 2012 menjelaskan cara kerja algoritma radial basis function network yang memiliki tahapan sebagai berikut :
1. Langkah 1 :Tentukan fungsi-fungsi basis yang akan digunakan
2. Langkah 2 : Pada lapisan tersembunyi di setiap node, tentukan centersecara acak
2.7
2.8 x
2
+σ
2 12
1
-x
2
2σ
2
2.9
Sumber : Tahir et.al, 2012
Gambar 2.2 Arsitektur Umum Jaringan Saraf Tiruan RBF
Universitas Sumatera Utara
3. Langkah 3 : Pada lapisan tersembunyi, tentukan bobot sebanyak node yang akan digunakan
4. Langkah 4 : Memberikan nilai inisialisasi bobot w = [0 0 0 ...0 ] sebagai nilai awal, lalu atur laju konvergensi 0
α 1. Setelah itu, tentukan nilai maksimal epoch dan MSE yang
akan dihitung. 5. Langkah 5 : Kerjakan langkah 6
– 11 jika epoch= maksimal epochatau MSE = MSE maksimal untuk setiap
sinyal latih. 6. Langkah 6 : Pada lapisan tersembunyi, hitung nilai output
dari node 7. Langkah 7 : Pada jaringan RBFN, hitung nilai output.
8. Langkah 8 : Antara sinyal d terhadap output RBFN y, hitung nilai error dengan persamaan 3.0
error = d – y
3.0
9. Langkah 9 : Pada tiap fungsi basis, update bobot basis dengan metode LMS.
10. Langkah 10 : Hitung nilai MSE yang merupakan hasil akar dari jumlah kuadrat error
11. Langkah 11 : epoch = epoch + 1
2.5. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu terkait dengan sel darah merah dilakukan dengan berbagai metode. Pada tahun 2014, Wulandary menggunakan
metode self-organizing map SOM dalam membedakan sel darah merah normal dan abnormal. Citra yang diambil berupa gambar hasil pemotretan
dengan menggunakan mikroskop digital dengan skala perbesaran 100 untuk setiap image yang diambilPenelitian yang dilakukan oleh Warni
pada tahun 2009 tentang penentuan morfologi sel darah merah sel darah merah berbasis pengolahan citra dan jaringan syaraf tiruan. Pada
penelitian ini, digunakan enam jenis kelainan bentuk sel darah merah yang berbeda. Metode yang dipilih adalah metode backpropagation dalam
menentukan bentuk sel darah merah dan memiliki akurasi 78,33.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 2012, Tahir et. al, melakukan penelitian yang berjudul analisa metode radial basis function jaringan saraf tiruan untuk penentuan
morfologi sel darah merah sel darah merah berbasis pengolahan citra. Penelitian ini membandingkan dua metode yaitu metode radial basis
function dan metode backpropagation. Bentuk kelainan sel darah merah yang digunakan adalah enam jenis bentuk.
Penelitian yang dilakukan oleh Praida pada tahun 2008 yang berjudul pengenalan penyakit darah menggunakan teknik pengolahan citra dan
jaringan saraf tiruan. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah sel darah putih. Penelitian ini menggunakan algortima gradient-descent pada
metode backpropagationdan memiliki nilai akurasi 83,33.
Pada tahun 2014, Juliaristi melakukan penelitian yang berjudul peramalan banyak kasus demam berdarah di D.I. Yogyakarta dengan model radial
basis function neural network. Penelitian ini menggunakan metode jaringan saraf tiruan radial basis function untuk meramalkan banyak kasus
demam berdarah untuk 6 bulan ke depan. Rangkuman dari penelitian
terdahulu dapat dilihat pada tabel 2.1
No Peneliti Tahun Metode
Keterangan 1
Fanny Sari
Wulandari 2014
SOM Menggunakan metode SOM dalam
membedakan sel darah merah normal dan abnormal dan mencapai akurasi
sebesar 89,134
2 Elly Warni
2009 Backpropagation
Menentukan morfologi
eritrosit menggunakan
metode backpropagation
dan memiliki
akurasi 78,33
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian terdahulu adalah penggunaan metode jaringan saraf tiruan Radial Basis Function Neural
Network RBFNNdan banyaknya jenis kelainan bentuk sel darah merah yang digunakan ada sebanyak 3 jenis kategori yang berbeda.
3
Zulkifli Tahir, Elly Warni, Indrabayu,
Ansar Suyuti 2012
RBF dan Backpropagation
Membandingkan metode RBF dan backpropagation dalam menentukan
morfologi sel darah merah.
4
Arthania Retno
Praida 2008
Gradient-descent dan
backpropagation Melakukan
pengenalan penyakit
darah dengan
menggunakan algoritma
gradient-descent pada
jaringan saraf
tiruan backpropagation
dan memiliki
akurasi sebesar 83.33
5 Fajarani Juliaristi
2014 RBFNN
Meramalkan kasus demam berdarah menggunakan metode RBFNN
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang