Analisis Perbandingan Algoritma Thresholding dengan Region Merging dalam Segmentasi Citra

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN ALGORITMA THRESHOLDING DENGAN

REGION MERGING DALAM SEGMENTASI CITRA

SKRIPSI

NURUL FARADHILLA 081401087

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

ANALISIS PERBANDINGAN ALGORITMA THRESHOLDING DENGAN

REGION MERGING DALAM SEGMENTASI CITRA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Komputer

NURUL FARADHILLA 081401087

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KOMPUTER

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

PERSETUJUAN

Judul : ANALISIS PERBANDINGAN ALGORITMA

THRESHOLDING DENGAN REGION MERGING DALAM SEGMENTASI CITRA

Kategori : SKRIPSI

Nama : NURUL FARADHILLA

Nomor Induk Mahasiswa : 081401087

Program Studi : SARJANA (S1) ILMU KOMPUTER Departemen : ILMU KOMPUTER

Fakultas : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI (FASILKOM-TI)

Diluluskan di

Medan, Januari 2013

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs.Marihat Situmorang, M.Kom Prof. Dr. Iryanto, M.Si NIP. 196312141989031001 NIP. 194604041971071001

Diketahui/Disetujui oleh

Program Studi S1 Ilmu Komputer Ketua,

Dr. Poltak Sihombing, M.Kom NIP.196203171991021001


(4)

PERNYATAAN

ANALISIS PERBANDINGAN ALGORITMA THRESHOLDING DENGAN REGION MERGING DALAM SEGMENTASI CITRA

SKRIPSI

Saya mennyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2013

Nurul Faradhilla 081401087


(5)

PENGHARGAAN

Alhamdulillahirobbilalamin. Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat, rezeki dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer, Program Studi Ilmu Komputer Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW.

Pada pengerjaan skripsi dengan judul Analisis Perbandingan Algoritma Thresholding dan Region Merging dalam Segmentasi Citra, penulis menyadari bahwa banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak yang turut membantu dan memotivasi dalam pengerjaannya. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Iryanto, M.Si dan Bapak Drs. Marihat Situmorang, M.Kom selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan motivasi kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

2. Ibu Dian Rachmawati, S.Si, M.Kom dan Bapak Sajadin Sembiring, S.Kom, M.Comp.Sc sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Poltak Sihombing, M.Kom selaku Ketua Program Studi Ilmu Komputer.

4. Sekretaris Program Studi Ilmu Komputer Ibu Maya Silvi Lydia, B.Sc, M.Sc, Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara, semua dosen pada Program Studi S1 Ilmu Komputer FASILKOM-TI USU dan semua pegawai di Program Studi S1 Ilmu Komputer USU.

5. Orangtua penulis Ayahanda Asman dan Ibunda Saigustini. Kakak-kakak penulis Muthia Sari, SE dan Rizky Maisyarah, SH serta kepada sepupu Khairuni Syafitri serta keluarga besar penulis secara khusus.


(6)

6. Sahabat-sahabat penulis secara khusus Octi Fadillah Khair, Nadya Nakytha, Indriyati Octafiana Siregar, Lia Soraya Agustina, Veronica Angelina Panggabean, Cherly Surbakti, yang telah memberikan bantuan, motivasi dan perhatiannya. 7. Teman-teman seperjuangan mahasiswa S1-Ilmu Komputer stambuk 2008 secara

khusus Khairunnisa Lubis, Henny Wandani, Namira Listya Utami Tanjung, Wiliyana, Heni Haryani Lubis, Prisilia Lukas, Nanang, Mahdi, Nasan, Rachmad, Dian, Gustaf dan seluruh parkir rangers crew yang telah memberikan bantuan, motivasi dan perhatiannya.

8. Teman-teman SMA secara khusus Hakim Hidayat, Raja Meliala, Galih Rizky, M. Reza Sitompul, Nurdiansyah, telah memberikan bantuan, motivasi dan perhatiannya.

9. Semua pihak yang terlibat langsung ataupun tidak langsung yang tidak dapat penulis ucapkan satu per satu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Sehingga dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Medan, Januari 2013

(Nurul Faradhilla)


(7)

ABSTRAK

Segmentasi sering dideskripsikan sebagai proses analogi terhadap proses pemisahan latar depan dengan latar belakang. Proses segmentasi merupakan proses perbaikan citra karena adanya gangguan noise pada gambar ataupun distorsi cahaya sehingga gambar terlihat kabur dan susah untuk dibedakan mana latar depan gambar dan mana latar belakang gambar. Penulis memaparkan perancangan sistem segmentasi citra menggunakan algoritma Thresholding dan Region Merging. Masukan dalam sistem ini adalah citra digital JPG atau BMP. Pada algoritma ini, proses segmentasi dimulai dari pembacaan nilai pixel serta konversi nilai pixel ke nilai grayscale. Sistem mampu menyegmentasi citra asli dengan algoritma Thresholding dan Region Merging. Sistem memberikan perbedaan hasil segmentasi dari kedua algortima dan informasi sistem yang berisi perbedaan waktu, dan size. Dari hasil penelitian, kedua algoritma ini kurang akurat digunakan dalam segmentasi.

Kata kunci: Citra digital, Pengolahan Citra, Segmentasi algoritma Threshold dan


(8)

ANALYSIS COMPARATIVE BY ALGORITHM OF THRESHOLDING AND REGION MERGING IN IMAGE SEGMENTATION

ABSTRACT

Segmentation is often described as a process analogous to the process of separating the foreground with the background. Segmentation process is a process of image improvement due to noise or distortion in the image of light so the picture looks blurred and difficult to differentiate between foreground and background image. The author describes the design of image segmentation system using Thresholding and Region Merging algorithm. Input in this system is a digital image of JPG or BMP. On this algorithm, the segmentation process starts from the reading of pixel values and pixel value conversion to grayscale values Systems give different segmentation results of both algorithms and information systems that contain the time difference, and size. From the reset, the both of algorithms are less accurate to used in segmentation.

Keywords: Digital image, Image processing, Segmentation algorithm Threshold and Region merging.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii Penghargaan iv Abstrak vi Abstract vii Daftar Isi viii Daftar Tabel xi Daftar Gambar xii Bab 1 Pendahuluan 1.1Latar Belakang 1

1.2Rumusan Masalah 2

1.3Batasan Masalah 2

1.4Tujuan Penelitian 2

1.5Manfaat Penelitian 3

1.6Metode Penelitian 3

1.7Sistematika Penulisan 4

Bab 2 Landasan Teori 2.1 Pengertian Citra 5

2.1.1 Pengertian Citra Analog 5

2.1.2 Pengertian Citra Digital 6

2.2 Resolusi Citra 7

2.3 Jenis Citra 7


(10)

2.3.2 Citra Grayscale 8

2.3.3 Citra Warna (16 Bit) 8

2.3.4 Citra Warna (24 Bit) 9

2.4 Format File Citra 10

2.4.1 Format Bitmap (.bmp) 10

2.4.2 Format JPG (.jpg) 11

2.4.3 Tegged Image Format (.tif) 12

2.4.4 Portable Network Graphics (.png) 12

2.4.5 Graphics Interchange Format (.gif) 12

2.5 Mode Warna 13

2.5.1 Mode Warna RGB (Red, Green, Blue) 13

2.5.2 Mode Warna CMYK (Cyan, Magenta, Yellow, Black) 14

2.5.3 Mode Warna HSI (Hue, Saturation, Intensity) 15

2.6 Kedalaman Bit 15

2.7 Pengenalan Pola 16

2.8 Segmentasi Citra 16

2.8.1 Algoritma Thresholding 18

2.8.2 Algoritma Region Merging 20

Bab 3 Analisis dan Perancangan 3.1 Pembahasan 22

3.1.1 Menghitung Nilai Grayscale Citra 23

3.1.2 Segmentasi Algoritma Thresholding 28

3.1.3 Segmentasi Algoritma Region Merging 29

3.1.4 Flowchart Segmentasi Citra Dengan Algoritma Thresholding 32

3.1.5 Flowchart Segmentasi Citra Dengan Algoritma Region Merging 33

3.1.6 Perancangan Data Flow Diagram (DFD) 34

3.1.6.1 Diagram Konteks Level 0 35

3.1.6.2 Data Flow Diagram (DFD) level 1 35

3.1.6.3 Data Flow Diagram (DFD) level 2 Segmentasi Thresholding Citra 36


(11)

3.1.6.4 Data Flow Diagram (DFD) level 2

Segmentasi Region Merging 36

3.2 Perancangan Antarmuka (Interface) 37

3.2.1 Rancangan Menu Utama 38

3.2.2 Rancangan Segmentasi Citra 38

3.2.3 Rancangan About 41

Bab 4 Implementasi dan Pengujian 4.1Implementasi 43

4.1.1 Tampilan Menu Utama 43

4.1.2 Tampilan Segmentasi 44

4.1.3 Tampilan About 48

4.2. Hasil Pengujian 48

4.2.1 Pengujian Data 49

4.2.2 Pengujian Efek Visual 50

Bab 5 Penutup 5.1 Kesimpulan 53

5.2. Saran 54

Daftar Pustaka 55


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Hubungan Antara Bit Per Piksel dengan Jumlah Warna

pada Bitmap 11

Tabel 2.2 Hubungan Antara Kedalaman Warna dan Resolusi Warna 16

Tabel 3.1 Nilai matriks RGB 5x5 Piksel Citra Warna 25

Tabel 3.2 Matriks Nilai Grayscale Citra 5x5 Piksel (Blok I) 27

Tabel 3.3 Matriks 4 Blok Nilai Grayscale Citra 27

Tabel 3.4 Matriks 10x10 Nilai Grayscale Citra 28

Tabel 3.5 Matriks Citra Hasil Segmentasi Threshold 29

Tabel 3.6 Matriks 10x10 Citra Grayscale 30

Tabel 3.7 Matriks I 30

Tabel 4.1 Hasil Pengujian 49

Tabel 4.2 Hasil Pengujian 49

Tabel 4.3 Pengujian Data 50


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Koordinat Citra Digital 5

Gambar 2.2 Citra Biner 7

Gambar 2.3 Citra Grayscale 8

Gambar 2.4 Deret Warna 16 Bit 8

Gambar 2.5 Kedalaman Warna 16 Bit High Color 9

Gambar 2.6 Citra Warna 24 Bit 9

Gambar 2.7 Warna RGB 14

Gambar 2.8 Warna CMYK 15

Gambar 2.9 Warna HUE 15

Gambar 2.10 Citra Grayscale 4x4 Piksel 19

Gambar 2.11 Citra Hasil Threshold 20

Gambar 2.12 Hasil Segmentasi Region Merging 21

Gambar 3.1 Format Citra 24 Bit (16 Juta Warna) 23

Gambar 3.2 (a) Citra Warna (b) Citra Grayscale 24

Gambar 3.3 (a) Citra Warna 5x5 Piksel (b) Citra Grayscale 5x5 Piksel 24

Gambar 3.4 Flowchart Proses Segmentasi Thresholding 33

Gambar 3.5 Flowchart Proses Segmentasi Region Merging 34

Gambar 3.6 Diagram Konteks Segmentasi Threshold dan Region Merging 35

Gambar 3.7 DFD level 1 35

Gambar 3.8 DFD Level 2 Segmentasi Thresholding Proses 1 36

Gambar 3.9 DFD Level 2 Segmentasi Region Merging Proses 2 37

Gambar 3.10 Rancangan Menu Utama 38

Gambar 3.11 Rancangan Segmentasi Citra 40

Gambar 3.12 Rancangan About 42

Gambar 4.1 Tampilan Menu Utama 43

Gambar 4.2 Tampilan Segmentasi 44


(14)

Gambar 4.4 Tampilan Hasil Pemilihan Citra yang akan di Segmentasi 46

Gambar 4.5 Tampilan Hasil Segmentasi Threshold 46

Gambar 4.6 Tampilan Hasil Segmentasi Region Merging 47

Gambar 4.7 Tampilan About 47


(15)

ABSTRAK

Segmentasi sering dideskripsikan sebagai proses analogi terhadap proses pemisahan latar depan dengan latar belakang. Proses segmentasi merupakan proses perbaikan citra karena adanya gangguan noise pada gambar ataupun distorsi cahaya sehingga gambar terlihat kabur dan susah untuk dibedakan mana latar depan gambar dan mana latar belakang gambar. Penulis memaparkan perancangan sistem segmentasi citra menggunakan algoritma Thresholding dan Region Merging. Masukan dalam sistem ini adalah citra digital JPG atau BMP. Pada algoritma ini, proses segmentasi dimulai dari pembacaan nilai pixel serta konversi nilai pixel ke nilai grayscale. Sistem mampu menyegmentasi citra asli dengan algoritma Thresholding dan Region Merging. Sistem memberikan perbedaan hasil segmentasi dari kedua algortima dan informasi sistem yang berisi perbedaan waktu, dan size. Dari hasil penelitian, kedua algoritma ini kurang akurat digunakan dalam segmentasi.

Kata kunci: Citra digital, Pengolahan Citra, Segmentasi algoritma Threshold dan


(16)

ANALYSIS COMPARATIVE BY ALGORITHM OF THRESHOLDING AND REGION MERGING IN IMAGE SEGMENTATION

ABSTRACT

Segmentation is often described as a process analogous to the process of separating the foreground with the background. Segmentation process is a process of image improvement due to noise or distortion in the image of light so the picture looks blurred and difficult to differentiate between foreground and background image. The author describes the design of image segmentation system using Thresholding and Region Merging algorithm. Input in this system is a digital image of JPG or BMP. On this algorithm, the segmentation process starts from the reading of pixel values and pixel value conversion to grayscale values Systems give different segmentation results of both algorithms and information systems that contain the time difference, and size. From the reset, the both of algorithms are less accurate to used in segmentation.

Keywords: Digital image, Image processing, Segmentation algorithm Threshold and Region merging.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pengolahan citra merupakan bidang yang berkembang pesat dan banyak diterapkan pada ilmu-ilmu murni dan teknik. Pengolahan citra didefinisikan sebagai proses pengolahan dan analisis citra yang banyak melibatkan persepsi visual. Proses pengolahan citra mempunyai ciri data masukan dan informasi keluaran berbentuk citra, sehingga pengolahan citra adalah pemrosesan citra yang telah ada untuk menghasilkan citra yang lebih tinggi kualitasnya, dalam arti lebih jelas menampilkan informasi yang diharapkan. Berbagai aplikasi pengolahan citra sangat membantu bagi kepentingan manusia [3].

Citra digital hasil pencitraan jarak jauh dengan teleskop maupun hasil perekaman medis antara lain rontgen, USG maupun scan, sering terdapat gangguan berupa distorsi cahaya, noise maupun gangguan lainnya yang menyebabkan objek-objek pada citra kurang jelas ataupun kabur. Untuk perbaikan citra seperti ini, dapat dilakukan dengan teknik perbaikan citra. Teknik perbaikan yang diperlukan pada citra yang kurang jelas adalah dengan mempertegas batas-batas citra. Salah satu teknik mempertegas batas-batas citra adalah segmentasi.

Perbaikan citra yang akan dilakukan harus memasukkan tujuan dari pengolahan citra tersebut. Misalnya jika pengolahan citra yang bertujuan untuk seni, maka format citra yang diolah lebih baik menggunakan format JPG, karena waktu prosesnya akan lebih cepat dibandingkan citra format BMP. Perbaikan yang menghendaki tidak adanya informasi yang hilang dari citra yang diolah, maka digunakan citra berformat BMP. Karena citra tersebut memiliki data yang masih asli atau belum adanya data yang hilang.

Segmentasi citra merupakan salah satu bagian penting dari teknik pemrosesan citra, tujuannya untuk membagi citra menjadi beberapa region yang homogen


(18)

berdasarkan kriteria kemiripan tertentu dalam menemukan karakteristik khusus yang dimiliki suatu citra. Oleh karena itulah, segmentasi sangat diperlukan pada proses pengenalan pola. Semakin baik kualitas segmentasi maka semakin baik pula kualitas pengenalan polanya [4].

Berdasarkan hal yang telah diuraikan diatas maka penulis ingin menganalisis algoritma segmentasi citra dengan judul “Analisis Perbandingan Algoritma Thresholding dengan Region Merging dalam Segmentasi Citra”.

1.2Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana melakukan analisis perbandingan algoritma segmentasi Thresholding dan Region Merging pada sebuah citra digital.

1.3Batasan Masalah

Agar pembahasan tidak menyimpang, maka perlu dibuat suatu batasan masalah sebagai berikut:

1. Parameter yang digunakan adalah: a. Ukuran File

b. Waktu

2. File citra yang disegmentasi adalah berformat .bmp dan .jpg. 3. Tools atau bahasa pemrograman yang digunakan adalah MATLAB.

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui hasil perbandingan segmentasi citra dengan algoritma Thresholding dan Region Merging.

2. Untuk menentukan algoritma mana yang terbaik dalam segementasi citra.

1.5Manfaat Penelitian


(19)

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Penulis dapat mengetahui parameter yang optimum dalam segementasi citra dengan algoritma Thresholding dan Region Merging.

2. Diperolehnya sebuah aplikasi yang dapat menganalisis dan membandingkan hasil segementasi citra dengan algoritma Thresholding dan Region Merging.

1.6Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, tahapan-tahapan yang akan dilalui adalah sebagai berikut: a. Studi Literatur

Metode ini dilaksanakan dengan melakukan studi kepustakaan tentang citra digital, segmentasi citra dan algoritma Thresholding dan Region Merging dari buku-buku maupun artikel-artikel atau e-book dan juga journal international yang didapatkan melalui internet.

b. Analisis

Pada tahap ini digunakan untuk mengolah data yang ada dan kemudian melakukan analisis terhadap hasil studi literatur yang diperoleh sehingga menjadi suatu informasi.

c. Perancangan Perangkat Lunak

Pada tahap ini, dilakukan perancangan diagram konteks, data flow diagram (DFD), flow chart sistem, perancangan antarmuka pengguna (user interface) serta proses kerja sistem untuk memudahkan dalam proses implementasi.

d. Implementasi dan Pengujian Sistem

Pada tahap ini dilakukan pemasukan data data serta memproses data untuk mendapatkan hasil apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan. Pengujian adalah dengan melakukan perbandingan hasil sebelum dan sesudah proses segmentasi.


(20)

1.7Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis membuat sistematika sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN membahas Latar Belakang, Perumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian yang dilakukan serta Sistematika penulisan.

BAB 2 LANDASAN TEORI membahas tentang landasan teori citra, segmentasi, Algoritma Thresholding Dan Region Merging, pengenalan pola, flow chart serta Data Flow Diagram (DFD).

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN membahas mengenai perhitungan nilai piksel citra, flow chart sistem, data flow diagram serta perancangan antar muka pengguna.

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM membahas tentang implementasi dan pengujian sistem.

BAB 5 PENUTUP merupakan kesimpulan dari semua pembahasan yang ada dengan saran-saran yang ditujukan bagi para pembaca atau pengembang.


(21)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1Pengertian Citra

Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau bersifat digital. [10]

Gambar koordinat citra digital dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Koordinat Citra Digital [8]

2.1.1 Pengertian Citra Analog

Citra analog adalah citra yang bersifat kontinu, seperti gambar pada monitor televisi, foto sinar X, foto yang tercetak di kertas foto, lukisan, pemandangan alam, hasil CT scan, gambar-gambar yang terekam pada pita kaset, dan lain sebagainya. Citra analog tidak dapat direpresentasikan dalam komputer sehingga tidak bisa diproses di komputer secara langsung. Oleh sebab itu, agar citra ini dapat diproses di komputer, proses konversi analog ke digital harus dilakukan terlebih dahulu. Citra analog dihasilkan dari alat-alat analog, seperti video kamera


(22)

analog, seperti video kamera analog, kamera foto analog, WebCam, CT scan, sensor rontgen untuk foto thorax, sensor gelombang pendek pada sistem radar, sensor ultrasound pada sistem USG, dan lain sebagainya. [10]

Hampir semua kejadian alam boleh diwakili sebagai perwakilan analog seperti bunyi, cahaya, air, elektrik, angin dan sebagainya. Jadi citra analog adalah citra yang terdiri dari sinyal–sinyal frekuensi elektromagnetis yang belum dibedakan sehingga pada umumnya tidak dapat ditentukan ukurannya [5].

2.1.2 Pengertian Citra Digital

Secara umum, pengolahan citra digital menunjuk pada pemrosesan gambar dua dimensi menggunakan komputer. Citra digital merupakan sebuah larik yang berisi nilai-nilai real maupun komplek yang direpresentasikan dengan deretan bit tertentu.[8]

Citra digital adalah citra yang dinyatakan secara diskrit (tidak kontinu), baik untuk posisi koordinatnya maupun warnanya. Dengan demikian, citra digital dapat digambarkan sebagai suatu matriks, dimana indeks baris dan indeks kolom dari matriks menyatakan posisi suatu titik di dalam citra dan harga dari elemen matriks menyatakan warna citra pada titik tersebut. Dalam citra digital yang dinyatakan sebagai susunan matriks seperti ini, elemen–elemen matriks tadi disebut juga dengan istilah piksel yang berasal dari kata picture element (pixel) [2].

Citra digital adalah citra yang terdiri dari sinyal–sinyal frekuensi elektromagnetis yang sudah disampling sehingga dapat ditentukan ukuran titik gambar yang pada umumnya disebut piksel. Untuk menyatakan citra secara matematis, dapat didefinisikan fungsi f(x,y) di mana x dan y menyatakan suatu posisi dalam koordinat dua dimensi dan harga f pada titik (x,y) adalah harga yang menunjukkan warna citra pada titik tersebut. [10]


(23)

2.2Resolusi Citra

Resolusi citra merupakan tingkat detail suatu citra. Semakin tinggi resolusi citra maka akan semakin tinggi pula tingkat detail dari citra tersebut. Satuan dalam pengukuran resolusi citra dapat berupa ukuran fisik (jumlah garis per mm/jumlah garis per inchi) ataupun dapat juga berupa ukuran citra menyeluruh (jumlah garis per tinggi citra). [8]

2.3 Jenis Citra

Nilai suatu piksel memiliki nilai dalam rentang tertentu, dari nilai minimum sampai nilai maksimum. Jangkauan yang digunakan berbeda-beda tergantung jenis warnanya. Namun secara umum jangkauannya adalah 0-255. Citra dengan penggambaran seperti ini digolongkan ke dalam citra integer. [8]

2.3.1 Citra Biner

Citra biner adalah citra digital yang hanya memiliki dua kemungkinan nilai piksel yaitu hitam dan putih. Citra biner juga disebut sebagai citra black and white atau citra monokrom. Hanya dibutuhkan 1 bit untuk mewakili nilai setiap piksel dari citra biner. [8]

Citra biner sering kali muncul sebagai hasil dari proses pengolahan seperti segmentasi, pengembangan, ataupun morfologi.


(24)

2.3.2 Citra Grayscale

Citra grayscale merupakan citra digital yang hanya memiliki satu nilai kanal pada setiap pikselnya, dengan kata lain nilai RED = GREEN = BLUE. Nilai tersebut digunakan untuk menunjukkan nilai intensitas. Warna yang dimiliki adalah warna dari hita, keabuan dan putih. Tingkat keabuan disini merupakan warna abu dengan berbagai tingkatan dari hitam hingga mendekati putih. Citra grayscale memiliki kedalaman warna 8 bit (256 kombinasi warna keabuan).[8]

Gambar 2.3 Citra Grayscale [6]

2.3.3 Citra Warna (16 Bit)

Citra warna 16 bit (biasanya disebut citra highcolor) dengan setiap pixelnya diwakili dengan 2 byte memory (16 bit).

Warna 16 bit memiliki 65.356 warna. Dalam formasi bitnya, nilai merah dan biru mengambil tempat di 5 bit di kanan dan kiri. Komponen hijau memiliki 5 bit ditambah 1 bit ekstra. Pemilihan komponen hijau dengan deret 6 bit dikarenakan penglihatan manusia lebih sensitive terhadap warna hijau. [8]

Gambar 2.4 Deret Warna 16 Bit [8]


(25)

Gambar 2.5 Kedalaman Warna 16 bit High Color [9]

2.3.4 Citra Warna (24 Bit)

Setiap pixel dari citra warna 24 bit diwakili dengan 24 bit sehingga total 16.777.216 variasi warna. Variasi ini sudah lebih dari cukup untuk memvisualisasikan seluruh warna yang dapat dilihat penglihatan manusia. Penglihatan manusia dipercaya hanya dapat membedakan hingga 10 juta warna saja.

Setiap poin informasi pixel (RGB) disimpan ke dalam 1 byte data. 8 bit pertama menyimpan nilai biru, kemudian diikuti dengan nilai hijau pada 8 bit kedua dan pada 8 bit terakhir merupakan warna merah. [8]


(26)

2.4 Format File Citra

Format file citra standar yang digunakan saat ini terdiri dari beberapa jenis. Format-format ini digunakan dalam menyimpan citra dalam sebuah file. Setiap format memiliki karakteristik masing-masing. [8]

Setiap program pengolahan citra biasanya memiliki format citra tersendiri. Format dan metode dari suatu citra yang baik juga sangat bergantung pada jenis citranya. Setiap format file citra memiliki kelebihan dan kekurangan masing – masing dalam hal citra yang disimpan. Citra tertentu dapat disimpan dengan baik (dalam arti ukuran file lebih kecil dan kualitas gambar tidak berubah) pada format file citra tertentu, apabila disimpan pada format lain kadang kala dapat menyebabkan ukuran file menjadi lebih besar dari aslinya dan kualitas citra dapat menurun oleh karena itu, untuk menyimpan suatu citra harus diperhatikan citra dan format file citra apa yang sesuai.

2.4.1 Format Bitmap (.bmp)

Format .bmp adalah format penyimpanan standar tanpa kompresi yang umum dapat digunakan untuk menyimpan citra biner hingga citra warna. Format ini terdiri dari beberapa jenis yang setiap jenisnya ditentukan dengan jumlah bit yang digunakan untuk menyimpan sebuah nilai piksel. [8]

Pada format bitmap, citra disimpan sebagai suatu matriks di mana masing – masing elemennya digunakan untuk menyimpan informasi warna untuk setiap pixel. Jumlah warna yang dapat disimpan ditentukan dengan satuan bit-per-pixel. Semakin besar ukuran bit-per-pixel dari suatu bitmap, semakin banyak pula jumlah warna yang dapat disimpan. Format bitmap ini cocok digunakan untuk menyimpan citra digital yang memiliki banyak variasi dalam bentuknya maupun warnanya, seperti foto dan lukisan [8].


(27)

Karakteristik lain dari bitmap yang juga penting adalah jumlah warna yang dapat disimpan dalam bitmap tersebut. Ini ditentukan oleh banyaknya bit yang digunakan untuk menyimpan setiap titik dari bitmap yang menggunakan satuan bpp (bit per pixel). Dalam Windows dikenal bitmap dengan 1, 4, 8, 16, dan 24 bit per piksel. Jumlah warna maksimum yang dapat disimpan dalam suatu bitmap adalah sebanyak 2n, dimana n adalah banyaknya bit yang digunakan untuk

menyimpan satu titik dari bitmap [10].

Berikut ini tabel yang menunjukkan hubungan antara banyaknya bit per piksel dengan jumlah warna maksimum yang dapat disimpan dalam bitmap, dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Hubungan Antara Bit Per Piksel dengan Jumlah Warna Pada Bitmap

No Jumlah bit per piksel (n) Jumlah warna

1 1 2

2 4 16

3 8 256

4 16 65536

5 24 16777216

2.4.2 Format JPG (.jpg)

Format .jpg adalah format yang sangat umum digunakan saat ini khususnya untuk transmisi citra. [8]

JPG merupakan singkatan dari Joint Photographic Group, merupakan suatu komite yang menyusun standar citra pada akhir tahun 80-an dan awal tahun 90-an. Perbedaan utama antara format JPG dengan format citra yang lainnya adalah bahwa file JPG menggunakan metode lossy untuk proses pemampatannya. Pemampatan secara lossy akan membuang sebagian data citra untuk memberikan


(28)

hasil kompresi yang baik. Hasil file JPG yang didekompres tidak begitu sesuai dengan citra aslinya, tetapi perbedaan ini sangat sulit dideteksi oleh mata manusia [4].

Format file ini mampu mengkompres objek dengan tingkat kualitas sesuai dengan pilihan yang disediakan. Format file sering dimanfaatkan untuk menyimpan gambar yang akan digunakan untuk keperluan halaman web, multimedia, dan publikasi elektronik lainnya. Format file ini mampu menyimpan gambar dengan mode warna RGB, CMYK, dan Grayscale. Format ini berukuran relatif lebih kecil dibandingkan dengan format file lainnya.

2.4.3 Tegged Image Format (.tif)

Format .tif merupakan format penyimpanan citra yang dapat digunakan untuk menyimpan citra bitmap hingga citra dengan warna palet terkompresi. Format ini dapat digunakan untuk menyimpan citra yang tidak terkompresi dan juga citra terkompresi. [8]

2.4.3 Portable Network Graphics (.png)

Format .png adalah format penyimpanan citra terkompresi. Format ini dapat digunakan pada citra grayscale, citra dengan palet warna, dan juga citra fullcolor. [8]

2.4.5 Graphics Interchange Format (.gif)

Format ini dapat digunakan pada citra warna dengan palet 8 bit. Penggunaan umumnya pada aplikasi web. Kualitas yang rendah menyebabkan format ini tidak terlalu populer dikalangan peneliti pengolahan citra digital. [8]


(29)

2.5 Mode Warna

Dua mode warna yang banyak digunakan dalam dunia komputer adalah mode warna RGB yang diterapkan pada tabung display seperti pada monitor dan televisi/video dan CMYK yang digunakan pada kebanyakan mesin pencetak dokumen (printer). Untuk menampilkan sebuah citra pada layar monitor diperlukan lebih dari sekedar informasi tentang letak dari piksel-piksel pembentuk citra. Untuk memperoleh gambar yang tepat dibutuhkan juga informasi tentang warna yang dipakai untuk menggambarkan sebuah citra digital.

2.5.1 Mode Warna RGB (Red, Green, Blue)

RGB adalah suatRed) (Green), daBlue), yang ditambahkan dengan berbagai cara untuk menghasilkan bermacam-macam adalah untuk menampilkan citra / gambar dalam perangkat elektronik, seperti Sebelum era elektronik, model warna RGB telah memiliki landasan yang kuat berdasarkan pemahaman manusia terhadap teori

Model warna ini merupakan model warna yang paling sering dipakai. Contoh alat yang memakai mode warna ini yait dipindah ke alat lain tanpa harus di-convert ke mode warna lain, karena cukup banyak peralatan yang memakai mode warna ini. Kelemahannya adalah tidak bisa dicetak sempurna denga aditif, yaitu ketiga berkas cahaya yang ditambahkan bersama-sama, dengan menambahkan panjang gelombang, untuk membuat spektrum warna akhir.

Mode warna RGB menghasilkan warna menggunakan kombinasi dari tiga warna primer merah, hijau, biru. RGB adalah model warna penambahan, yang berarti bahwa warna primer dikombinasikan pada jumlah tertentu untuk


(30)

menghasilkan warna yang diinginkan. RGB dimulai dengan warna hitam dan menambahkan merah, hijau, biru terang untuk membuat putih. Kuning diproduksi dengan mencampurkan merah, hijau, warna cyan dengan mencampurkan hijau dan biru, warna magenta dari kombinasi merah dan biru. Monitor komputer dan televisi memakai RGB. [10]

Gambar 2.7 Warna RGB [10]

2.5.2 Mode Warna CMYK (Cyan, Magenta, Yellow, Black)

CMYK (Cyan Magenta Yellow Black) adalah model warna yang biasanya digunakan di percetakan (Printer, Sablon, dll). Tinta process cyan, process magenta, process yellow, process black dicampurkan dengan komposisi tertentu dan tepat serta akurat sehingga menghasilkan warna cetak yang tepat seperti yang diinginkan pada background putih dengan media kertas maupun lainnya. Bahkan bila suatu saat diperlukan, warna ini dengan mudah bisa dibentuk kembali.

Model ini, baik sebagian ataupun keseluruhan, biasanya ditimpakan dalam gambar dengan warna latar putih (warna ini dipilih, dikarenakan dia dapat menyerap panjang struktur cahaya tertentu). Model seperti ini sering dikenal dengan nama subtractive, karena warna-warnanya mengurangi warna terang dari warna


(31)

Gambar 2.8 Warna CMYK [10]

2.5.3 Mode Warna HSI (Hue, Saturation, Intensity)

Model warna HSI (Hue, Saturation, Intensity) merupakan model warna yang paling sesuai dengan manusia. Pada model ini warna dibagi menjadi 3 yaitu corak (hue) kejenuhan (saturasi) dan kecerahan (Intensitas). Corak (hue) dapat diaplikasikan untuk membedakan objek dengan latar belakang. Kecerahan (intensitas) merupakan nilai abu-abu dari piksel, yaitu rata-rata dari RGB.

Gambar 2.9 Warna Hue [9]

2.6 Kedalaman Bit

Kedalaman bit menyatakan jumlah bit yang dipelukan untuk mrepresentasikan tiap piksel citra pada sebuah frame. Kedalaman bit biasanya dinyatakan dalam satuan bit/piksel. Semakin banyak jumlah bit yang digunakan untuk merepresentasikan sebuah citra, maka semakin baik kualitas citra tersebut.


(32)

Tabel 2.2 Hubungan Antara Kedalaman Warna Dan Resolusi Warna Kedalaman Warna Resolusi Warna

1 bit 2 warna

2 bit 4 warna

4 bit 16 warna

8 bit 256 warna

16 bit 65.536 warna 24 bit 16.777.216 warna 32 bit 4.294.967.296 warna

2.7 Pengenalan Pola

Perkembangan teknologi baru akan didominasi oleh sistem dan mesin-mesin dengan kecerdasan buatan. Teknik pengenalan pola merupakan salah satu komponen penting dari mesin atau sistem cerdas tersebut yang digunakan baik untuk mengolah data maupun dalam pengambilan keputusan. [8]

Pengenalan pola (pattern recognition) adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur atau sifat utama dari suatu objek. [8]

Pola sendiri adalah suatu entitas yang terdefinisi dan dapat diidentifikasikan serta diberi nama. Sidik jari adalah suatu contoh pola. Pola bisa merupakan kumpulan hasil pengukuran atau pemantauan dan bisa dinyatakan dalam notasi vektor atau matriks. [8]

2.8 Segmentasi Citra

Satu dari masalah-masalah penting dalam sistem visual adalah bagaimana melakukan segmentasi atau memisahkan bagian citra yang mewakili daerah tertentu dengan mudah, cepat, dan akurat. Pembagian citra menjadi beberapa


(33)

daerah, berdasarkan sifat-sifat tertentu dari citra yang dapat dijadikan pembeda, disebut juga segmentasi citra. Operasi ini yang begitu mudah dan alami bagi mata manusia, ternyata tidak mudah bagi komputer. Hal ini tidak terlepas dari kemampuan mata kita yang sangat tinggi dalam mengenali batas-batas suatu objek dan sebab lainnya adalah objek masih dalam pemandangan tiga dimensi. Mata manusia dengan mudah membedakan objek dengan warna yang mirip dengan latar belakangnya, namun tidak demikian dengan sistem visual buatan, karena sebagian informasi telah hilang saat pemandangan disimpan dalam bentuk citra digital. Idealnya, suatu segmen citra mewakili satu atau sebagian dari objek. [1]

Segmentasi citra dapat didefinisikan sebagai pembagian suatu citra ke dalam region-region atau obyek-obyek yang mempunyai karakteristik koheren (misalkan warna atau tekstur) dan mempunyai suatuarti. Beberapa strategi segmentasi yang diketahui diantaranya dengan fitting suatu model, segmentasi dengan clustering, deteksi tepi, dan region merging. [3]

Segmentasi citra adalah proses pembagian suatu citra menjadi wilayah-wilayah yang homogen berdasarkan kriteria keserupaan yang tertentu antara tingkat keabuan suatu piksel dengan tingkat keabuan piksel-piksel tetangganya. Segmentasi sering dideskripsikan sebagai proses analogi terhadap proses pemisahan latar depan dengan latar belakang [10].

Prinsip kerja segmentasi adalah membagi citra ke dalam daerah intensitasnya masing-masing sehingga dapat dibedakan antara objek dan background-nya. Pembagian ini tergantung pada masalah yang akan diselesaikan. Segmentasi harus dihentikan apabila masing-masing objek telah terisolasi atau terlihat dengan jelas.

Secara umum algoritma segmentasi citra terbagi dalam dua macam:

a. Diskontinuitas, yaitu berdasarkan perbedaan dalam intensitasnya, seperti titik, garis atau tepi (edge).


(34)

seperti algoritma Thresholding, Region Merging, Region Splitting dan Region Growing. [10]

Algoritma Thresholding adalah segmentasi citra berbasis histogram, dimana bila sebuah citra terbagi menjadi dua wilayah, maka global thresholding dapat digunakan untuk mendapatkan nilai threshold T yang tepat sehingga bagian objek dan latar belakang citra dapat ditentukan. [9].

Algoritma Region Merging adalah segmentasi yang melakukan proses perhitungan karakteristik masing-masing daerah (region). Bagian citra yang memiliki karakteristik yang sama akan digabung dan dianggap satu bagian, sedangkan bagian yang memiliki karakteristik yang berbeda dilakukan pembagian dan perhitungan karakteristik kembali sampai seluruh bagian citra mempunyai karakteristik yang sama. [9]

Dengan membandingkan kedua algoritma segmentasi citra diatas, maka akan dapat diketahui parameter yang tepat untuk setiap algoritma. Parameter yang tepat berguna untuk memaksimumkan kinerja algoritma dalam melakukan perbaikan citra. [9].

2.8.1 Algoritma Thresholding

Metode segmentasi yang umum adalah pengambangan citra (image thresholding). Operasi pengambangan mensegmentasikan citra menjadi dua wilayah, yaitu wilayah objek dan wilayah latar belakang. Wilayah objek diset berwarna putih sedangkan sisanya diset berwarna hitam (atau sebaliknya). Hasil dari operasi pengambangan adalah citra biner yang hanya mempunyai dua derajat keabuan: hitam dan putih. [6]


(35)

Thresholding adalah proses mengubah citra berderajat keabuan menjadi citra biner atau hitam putih sehingga dapat diketahui daerah mana yang termasuk obyek dan background dari citra secara jelas.

Citra threshold dilakukan dengan mempertegas citra dengan cara mengubah citra hasil yang memiliki derajat keabuan 255 (8 bit), menjadi hanya dua buah yaitu hitam dan putih [7].

Hal yang perlu diperhatikan pada proses threshold adalah memilih sebuah nilai threshold (T) dimana piksel yang bernilai dibawah nilai threshold akan di-set menjadi hitam dan piksel yang bernilai diatas nilai threshold akan di-set menjadi putih. Umumnya nilai T dihitung dengan menggunakan persamaan:

T=

……….(1) Dimana:

T: nilai threshold

f(max)= nilai intensitas maksimum f(min)= nilai intensitas minimum

Dimana adalah nilai intensitas maksimum pada citra dan adalah nilai intensitas minimum pada citra. Jika f(x,y) adalah nilai intensitas pixel pada posisi (x,y) maka pixel tersebut diganti putih atau hitam tergantung kondisi berikut.

f(x,y) = 1, jika f(x,y) ≥ T f(x,y) = 0, jika f(x,y) < T

Sebagai contoh misalnya diketahui citra grayscale 4x4 pixel seperti Gambar 2.10.

Gambar 2.10. Citra Grayscale 4x4 Pixel [10]

200 230 150 75 240 50 170 92 210 100 120 80 100 90 200 230


(36)

Dengan motede ini, nilai threshold T adalah:

T= = T= = 145

Bila nilai T = 145 diterapkan untuk citra pada Gambar 2.10. maka diperoleh citra seperti pada Gambar 2.11.

1 1 1 0

1 0 1 0

1 0 0 0

0 0 1 1

Gambar 2.11. Citra Hasil Threshold [10]

2.8.2 Algoritma Region Merging

Region merging digunakan untuk menggabungkan region-region yang jaraknya kurang dari ambang region merging. Mula-mula, dilakukan perhitungan jarak antara dua region tetangga dan hasilnya disimpan dalam tabel jarak. Kemudian pasangan region dengan jarak minimum digabungkan. Piksel tetangga dicek kembali sampai jarak intensitas tetangganya tidak melebihi nilai threshold yang ditentukan. [11]

Langkah-langkah segmentasi dengan algoritma Region Merging adalah sebagai berikut:

a. Input citra yang akan disegmentasi. b. Ubah citra menjadi citra grayscale. c. Baca nilai pixel citra.

d. Cek nilai tetangga yang dimulai dari baris (x) dan kolom (y) yang ingin ditentukan sebagai acuan.

e. Cari selisih nilai piksel (x,y) dengan nilai piksel tetangganya dan ambil nilai selisih terkecil dari nilai-nilai tetangga piksel (x,y).


(37)

f. Jika nilai selisih terkecil tetangga (x,y) lebih besar dari nilai ambang maka citra tersebut memiliki region yang sama dan diberi nilai 2. Jika tidak diberi nilai 1.

g. Ulangi langkah d hingga jarak intensitas (x,y) lebih kecil dari nilai ambangnya.

Gambar 2.12 Hasil Segmentasi Region Merging [10]

Pada gambar 2.12, terlihat hasil akhir merupakan citra dengan pola yang jelas dimana noise atau bayangan citra telah tereduksi.


(38)

BAB 3

ANALISIS DAN PERANCANGAN

3.1 Pembahasan

Pada penelitian ini dilakukan perbandingan segmentasi citra digital menggunakan algoritma Thresholding dengan Region Merging untuk mendapatkan pola-pola yang jelas dari citra. Sebelum dilakukan segmentasi, dilakukan pembacaan nilai setiap piksel citra untuk mendapatkan warna piksel berupa nilai Red, Green dan Blue (RGB).

Langkah-langkah segmentasi citra dengan algoritma Thresholding adalah sebagai berikut:

a. Input citra yang akan disegmentasi. b. Ubah citra menjadi citra grayscale. c. Baca nilai pixel citra (f).

d. Hitung nilai Threshold (T) dengan rumus: T=

e. Cek nilai , jika kecil nilai T maka dan jika besar sama dengan nilai T maka .

Region merging digunakan untuk menggabungkan region-region yang jaraknya kurang dari threshold region merging. Mula-mula, dilakukan perhitungan jarak antara dua region tetangga dan hasilnya disimpan dalam tabel jarak. Kemudian pasangan region dengan jarak minimum digabungkan. Piksel tetangga dicek kembali sampai jarak intensitas tetangganya tidak melebihi nilai threshold yang ditentukan.

Langkah-langkah segmentasi dengan algoritma Region Merging adalah sebagai berikut:

a. Input citra yang akan disegmentasi.


(39)

b. Ubah citra menjadi citra grayscale. c. Baca nilai pixel citra.

d. Cek nilai tetangga yang dimulai dari baris (x) dan kolom (y) yang terakhir pada matriks piksel citra.

e. Cari selisih nilai piksel (x,y) dengan nilai piksel tetangganya dan ambil nilai selisih terkecil dari nilai-nilai tetangga piksel (x,y).

f. Jika nilai selisih terkecil tetangga (x,y) lebih besar dari nilai ambang maka citra tersebut memiliki region yang sama dan diberi nilai 2. Jika tidak diberi nilai 1.

g. Ulangi langkah d hingga jarak intensitas (x,y)<0.2.

3.1.1 Menghitung Nilai Grayscale Citra

Pada citra 24-bit tidak terdapat palet RGB, karena nilai RGB langsung diuraikan dalam data bitmap dalam bentuk biner. Untuk menghitung nilai RGB sebuah citra, adalah dengan membaca header data bitmap yang berisi informasi nilai piksel citra. Setiap elemen data bitmap panjangnya 3 byte, masing-masing byte menyatakan komponen R, G, dan B.

Pada citra bitmap 24-bit, tiap pixel-nya mengandung 24-bit kandungan warna atau 8-bit untuk masing-masing warna dasar (R, G, dan B), dengan kisaran nilai kandungan antara 0 (00000000) sampai 255 (11111111) untuk tiap warna. Sebagai contoh suatu pixel memiliki nilai RGB 24 bit seperti pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Format Citra 24-bit (16 juta warna)

Pada contoh format citra 24-bit di atas data pertama adalah header yang berisi informasi nama file, jenis format dan dimensi citra. Di bawah data bitmap terdapat pixel pertama mempunyai R = 10010000 (biner), G = 10110100 (biner), B = 11110001 (biner).

<Header> <Header> <data bitmap>


(40)

Pada bagian pola yang teratur berisi nilai piksel dengan komponen warna (RGB) yang hampir sama dengan piksel tetangganya (berdekatan) sedangkan pada bagian pola yang tidak teratur berisi nilai piksel dengan komponen warna yang berbeda jauh dengan piksel tetangganya. Bagian citra warna yang akan diproses dengan segmentasi dapat dilihat pada Gambar 3.2a dan 3.2b.

Gambar 3.2 (a) Citra Warna (b) Citra Grayscale

Gambar 3.2a di atas adalah citra warna 24 bit yang memiliki 3 komponen warna red, green dan blue (RGB), sedangkan Gambar 3.2b adalah citra grayscale yang memiliki satu komponen warna saja. Untuk melakukan segmentasi, citra warna terlebih dahulu diubah menjadi citra grayscale. Pada penelitian ini diambil nilai 5x5 piksel seperti gambar 3.3 (a) dan 3.3 (b)

Gambar 3.3 (a) Citra Warna 5x5 Piksel (b) Citra Grayscale 5x5 Piksel

\


(41)

Nilai RGB pada gambar 3.3 (a) dapat dilihat pada tabel 3.1 dibawah ini:

R G B R G B R G B R G B R G B 230,170,134 230,180,140 225,165,135 10,190,210 100,210,110 210,192,130 190,175,100 140,170,110 150,180,20 135,100,10 50,190,57 55,170,50 50,170,60 55,185,42 200,170,20 75,200,50 30,170,52 40,170,40 40,170,52 60,210,0 50,90,120 40,110,30 40,220,112 45,190,200 50,200,110

Table. 3.1 Nilai Matriks RGB 5x5 Piksel Citra Warna

Matriks citra pada Tabel 3.1 di atas ditransformasikan menjadi citra grayscale dengan menghitung rata-rata warna Red, Green dan Blue. Secara matematis penghitungannya adalah sebagai berikut.

f (x,y) = (3.6)

Dimana f(x,y) = nilai matriks citra f(R) = nilai Red

f(G) = nilai Green f(B) = nilai Blue

Sebagai contoh menghitung nilai grayscale dengan nilai komponen RGB pada piksel 5x5 pada tabel 3.1 menggunakan persamaan (3.6) adalah:

f(1,1) =

=

178

f(1,2) =

=

183

f(1,3) =

=

175

f(1,4) =

=

137

f(1,5) =

=

140


(42)

f(2,2) =

=

155

f(2,3) =

=

140

f(2,4) =

=

117

f(2,5) =

=

82

f(3,1) =

=

99

f(3,2) =

=

92

f(3,3) =

=

93

f(3,4) =

=

94

f(3,5) =

=

130

f(4,1) =

=

108

f(4,2) =

=

84

f(4,3) =

=

83

f(4,4) =

=

87

f(4,5) =

=

90

f(5,1) =

=

86

f(5,2) =

=

60

f(5,3) =

=

124

f(5,4) =

=

145

f(5,5) =

=

120


(43)

Dengan menghitung nilai grayscale piksel selanjutnya dilakukan sama seperti cara sebelumnya, selanjutnya hasil nilai grayscale matriks citra satelit 5x5 dimasukkan ke dalam matriks nilai grayscale seperti pada Tabel 3.2.

178 183 175 137 140 174 155 140 117 82 99 92 93 94 130 108 84 83 87 90 86 60 124 145 120

Tabel 3.2 Matriks Nilai Grayscale Citra 5 x 5 Piksel (Blok-1)

Untuk menghitung nilai grayscale blok selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama seperti blok-1, dan diperoleh misalnya empat blok seperti pada Tabel 3.3.

178 183 175 137 140 150 140 13 90 93 174 155 140 117 82 111 108 130 122 40 99 92 93 94 130 112 56 98 53 47 108 84 83 87 90 90 12 99 57 45 86 60 124 145 120 120 65 137 145 122 240 158 45 58 69 113 114 112 14 15 24 51 33 37 56 85 14 125 120 178 10 99 99 93 95 14 82 88 12 63 98 44 125 94 153 110 222 250 142 47 98 50 63 46 157 94 213 187 201 199

Tabel 3.3 Matriks 4 Blok Nilai Grayscale Citra

3.1.2 Segmentasi Algoritma Thresholding

Langkah-langkah untuk melakukan segmentasi citra dengan algoritma Thresholding adalah dari matriks nilai grayscale Gambar 3.4 di atas, adalah:

a. Input citra yang akan disegmentasi. b. Ubah citra menjadi citra grayscale. c. Baca nilai pixel citra (f).

Blok-1

Blok-2


(44)

d. Hitung nilai Threshold (T) dengan rumus: T=

e. Cek nilai , jika kecil nilai T maka dan besar sama dengan nilai T maka

Analisis nilai threshold citra pada gambar 3.3(b): Diketahui nilai matriks 10x10 pada gambar tersebut yaitu:

178 183 175 137 140 150 140 13 90 93 174 155 140 117 82 111 108 130 122 40 99 92 93 94 130 112 56 98 53 47 108 84 83 87 90 90 12 99 57 45 86 60 124 145 120 120 65 137 145 122 240 158 45 58 69 113 114 112 14 15 24 51 33 37 56 85 14 125 120 178 10 99 99 93 95 14 82 88 12 63 98 44 125 94 153 110 222 250 142 47 98 50 63 46 157 94 213 187 201 199

Tabel 3.4 Matriks 10x10 Nilai Grayscale Citra

Dari matriks tersebut dapat diketahui: = 250

= 10

Hitung nilai threshold dengan rumus:

T= (3.7)

T=

T=130

Nilai threshold adalah 130, dengan demikian nilai yang lebih besar sama dengan T=1 dan yang lebih kecil T=0

Sehingga diperoleh matriks hasil segmentasi Threshold seperti berikut:


(45)

1 1 1 1 1 1 1 0 0 0

1 1 1 0 0 0 0 1 0 0

0 0 0 0 1 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 1 0 0 0 0 1 1

1 1 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 1 0 1 1 1 0

0 0 0 0 1 0 1 1 1 1

Tabel 3.5 Matriks Citra Hasil Segmentasi Threshold

3.1.3 Segmentasi Algoritma Region Merging

Langkah-langkah segmentasi dengan algoritma Region Merging adalah sebagai berikut:

a. Input citra yang akan disegmentasi. b. Ubah citra menjadi citra grayscale. c. Baca nilai pixel citra.

d. Cek nilai tetangga yang dimulai dari baris (x) dan kolom (y) yang terakhir pada matriks piksel citra.

e. Cari selisih nilai piksel (x,y) dengan nilai piksel tetangganya dan ambil nilai selisih terkecil dari nilai-nilai tetangga piksel (x,y).

f. Jika nilai selisih terkecil tetangga (x,y) lebih besar dari nilai ambang maka citra tersebut memiliki region yang sama dan diberi nilai 2. Jika tidak diberi nilai 1.


(46)

Analisis region merging dari matriks nilai grayscale Tabel 3.2b, adalah:

178 183 175 137 140 150 140 13 90 93 174 155 140 117 82 111 108 130 122 40 99 92 93 94 130 112 56 98 53 47 108 84 83 87 90 90 12 99 57 45 86 60 124 145 120 120 65 137 145 122 240 158 45 58 69 113 114 112 14 15 24 51 33 37 56 85 14 125 120 178 10 99 99 93 95 14 82 88 12 63 98 44 125 94 153 110 222 250 142 47 98 50 63 46 157 94 213 187 201 199

Tabel 3.6 Matriks 10x10 Citra Grayscale

Nilai x dan y yang dipilih (10,10) adalah 199.

Pengecekan tetangga dilakukan dengan cara menambahkan posisi (x,y)=(10,10) dengan matriks (I) yang merupakan koordinat dari nilai x dan y yang dipilih :

-1 0 1 0 0 -1 0 1 Tabel 3.7 Matriks I Untuk J=1

Xn= x + I(J,1) = 10 + (-1) = 9

Yn= Y +I (J,2) = 10 + 0 = 10


(47)

Untuk J=2

Xn= x + I(J,1) = 10 + 1 = 11

Yn= Y + I(J,2) = 10 + 0 = 10 Untuk J=3

Xn= x + I(J,1) = 10 + 0 = 10

Yn= Y + I(J,2) = 10 -1 = 9 Untuk J=4

Xn= x + I(J,1) = 10 + 0 = 10

Yn= Y + I(J,2) = 10 + 1 = 11

Diperoleh untuk J=1, Xn=9, Yn=10 J=2, Xn=11, Yn=10 J=3, Xn=10, Yn=9 J=4, Xn=10, Yn=11

Gambar masukan mempunyai 10 baris dan 10 kolom sehingga posisi Xn dan Yn yang melebihi 10 akan dieliminasi. Maka Xn dan Yn yang digunakan adalah J=1, Xn=9, Yn=10 dan J=3, Xn=10, Yn=9.

Dimana:

J=1, Xn=9, Yn=10, f(x,y) = 0.1843 J=3, Xn=10, Yn=9, f(x,y) = 0.7882


(48)

Untuk mencari perbedaan besar intensitas maka nilai intensitas tetangga dikurangi dengan nilai region.

J=1 ; |0.1843-0.7803| = 0.596 J=3 ; |0.7882-0.7803| = 0.0079

Maka diperoleh nilai intensitas terkecil yaitu J=3 dengan nilai 0.0079. Jika nilai 0.0079 tidak melebihi nilai ambang yang ditentukan maka Xn=10, Yn=9 menjadi satu region dengan (x=10,y=10) yang telah ditentukan. Karena Xn=10, Yn=9 sudah termasuk region yang sama maka dilakukan kembali pengecekan tetangganya. Pengulangan akan berhenti jika besar intensitas tetangganya melebihi nilai ambang.

3.1.4 Flowchart Segmentasi Citra dengan Algoritma Thresholding

Flowchart segmentasi citra dengan algoritma Thresholding dapat dilihat seperti pada Gambar 3.4


(49)

Gambar 3.4 Flowchart Proses Segmentasi Thresholding

3.1.5 Flowchart Segmentasi Citra dengan Algoritma Region Merging

Flowchart segmentasi citra dengan algoritma Region Merging dapat dilihat seperti pada Gambar 3.5

Start

Input Citra

Stop

Hitung Threshold dengan rumus: T=

≥ T

Tampilkan Citra Hasil Segementasi

=1

=0

Ubah Citra RGB menjadi Grayscale

Baca Nilai Piksel (f)

Ya

Tidak

apakah masih ada piksel (f) selanjutnya

Tidak Ya


(50)

Gambar 3.5 Flow Chart Proses Segmentasi Region Merging

3.1.6 Perancangan Data Flow Diagram (DFD)

Rancangan DFD menjelaskan alur kerja sistem, proses-proses yang terjadi serta entitas yang terlibat pada sistem. DFD terdiri dari diagram konteks dan diagram detil seperti berikut.

Start

Input Citra

Baca Nilai Piksel

Stop Cek Nilai Tetangga Ubah Citra RGB menjadi Grayscale

Tidak

Tampilkan Citra Hasil Segmentasi Ya

Diberi Nilai 1 Apakah Jarak

Intensitas (x,y)<Nilai Ambang

Diberi Nilai 2 Ya


(51)

3.1.6.1 Diagram Konteks Level 0

Diagram konteks segmentasi citra dengan algoritma Segmentasi Threshold dan Region Merging menggambarkan hubungan sistem dengan entitas luar (external entity) seperti pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Diagram Konteks Segmentasi Threshold dan Region Merging

Pada Gambar 3.6 terlihat User sebagai entitas luar memberikan file citra asli serta algoritma yang digunakan ke dalam sistem, sistem mengolah data dan memberikan ke User berupa citra hasil Segmentasi.

3.1.6.2 Data Flow Diagram (DFD) Level 1

Dari diagram konteks level 0 dapat dikembangkan dfd level 1 seperti pada Gambar 3.7

Gambar 3.7 DFD level 1 USER

Segmentasi Citra Dengan Algoritma

Thresholding

Dan Region Merging

File Citra

Hasil Segmentasi

USER

1.0 Segmentasi Citra Dengan

Algoritma Thresholding

File Citra, Algoritma Threshold

dan Region Merging

Hasil Segmentasi

2.0 Segmentasi Citra

Dengan Algoritma Region Merging


(52)

3.1.6.3 Data Flow Diagram (DFD) level 2 Segmentasi Thresholding Citra

Data Flow Diagram level 2 Segmentasi Thresholding Citra menggambarkan proses-proses yang terdapat pada DFD level 1 secara lebih detil. DFD Level 2 Segmentasi Threshold Citra dapat dilihat pada Gambar 3.8.

Gambar 3.6 Flow Chart

Gambar 3.8 DFD Level 2 Segmentasi Thresholding Proses 1

3.1.6.4 Data Flow Diagram (DFD) level 2 Segmentasi Region Merging

Data Flow Diagram level 2 Segmentasi Region Merging menggambarkan proses-proses yang terdapat pada DFD level 1 secara lebih detil. DFD Level 2 Segmentasi Region Merging dapat dilihat pada Gambar 3.9.

USER 1.1 Mengubah citra RGB menjadi Grayscale

File Citra RGB

1.2 Membaca

Piksel

Grayscale

Citra Grayscale

Nilai Threshold

1.4 Pemetaan Nilai Hasil Threshold Hasil Segmentasi Piksel Citra Grayscale 1.3 Menghitung Nilai Threshold


(53)

Gambar 3.9 DFD Level 2 Segmentasi Region Merging Proses 2

3.2Perancangan Antarmuka (Interface)

Perancangan antar muka adalah rancangan tampilan yang menghubungkan pengguna (user) dengan komputer dengan bantuan program. Salah satu syarat pembuatan antar muka adalah berorientasi pada mudah digunakan (user friendly) serta informatif.

USER

2.1 Mengubah citra RGB

menjadi

Grayscale

File Citra RGB

2.2 Membaca

Piksel

Grayscale

2.3 Pengecekan Nilai Tetangga Matriks Piksel

Citra Citra Grayscale

Piksel Citra

Grayscale

2.4 Pengecekan Jarak Intensitas Terhadap Nilai

Ambang

Hasil Segmentasi

Jarak Intensitas Tetangga dan Region


(54)

3.2.1 Rancangan Menu Utama

Rancangan Menu Utama merupakan tampilan yang pertama kali muncul saat program dijalankan. Pada rancangan ini terdapat item menu dari menu utama berupa Segmentasi, menu About dan Exit. Menu About berfungsi untuk menampilkan keterangan seputar aplikasi yang dibangun dan Exit berfungsi untuk keluar dari sistem. Rancangan Menu Utama terlihat seperti pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10 Rancangan Menu Utama Keterangan:

1. Segmentasi: Menu yang berfungsi untuk pemanggilan program segmentasi citra

2. About : Menu yang berfungsi untuk menampilkan keterangan seputar aplikasi.

3. Exit : Menu yang berfungsi perintah untuk menutup halaman Menu Utama.

3.2.2 Rancangan Segmentasi Citra

Judul skripsi

Nama Nim

1 2 3

Segmentasi

Menu Utama About Exit


(55)

Rancangan Segmentasi Citra berfungsi untuk melakukan segmentasi citra yang berformat BMP maupn JPG. Rancangan segmentasi terdiri dari tiga bagian antara lain:

1. Citra Asli

a. Tampilan Citra Asli adalah tempat menampilkan citra asli sebelum disegmentasi.

b. Nama file citra asli adalah tempat untuk menampilkan nama file citra asli. c. Width adalah tempat untuk menampilkan ukuran lebar citra asli.

d. Height adalah tempat untuk menampilkan ukuran tinggi citra asli 2. Citra Segmentasi Thresholding

a. Tampilan Citra Hasil Segmentasi Thresholding adalah tempat menampilkan citra hasil disegmentasi dengan algoritma Thresholding.

b. Lama adalah tempat untuk menampilkan lama proses segmentasi dengan algoritma Thresholding.

c. Ukuran File adalah tempat menampilkan besar file citra hasil segmentasi dengan algoritma Threshold.

d. Width adalah tempat untuk menampilkan ukuran lebar citra hasil segmentasi dengan algoritma Threshold.

e. Height adalah tempat untuk menampilkan ukuran tinggi citra hasil segmentasi dengan algoritma Threshold.

3. Citra Segmentasi Region Merging

a. Tampilan Citra Hasil Segmentasi Region Merging adalah tempat menampilkan citra hasil disegmentasi dengan algoritma Region Merging. b. Lama adalah tempat untuk menampilkan lama proses segmentasi dengan

algoritma Region Merging.

c. Ukuran File adalah tempat menampilkan besar file citra hasil segmentasi dengan algoritma Region Merging.

d. Width adalah tempat untuk menampilkan ukuran lebar citra hasil segmentasi dengan algoritma Region Merging.

e. Height adalah tempat untuk menampilkan ukuran tinggi citra hasil segmentasi dengan algoritma Region Merging.


(56)

Pada bagian bawah terdapat empat tombol, antara lain tombol:

a. Load, yaitu untuk memanggil file citra dan menampilkan pada tampilan citra asli.

b. Segmentasi Thresholding, yaitu untuk melakukan proses segmentasi file citra asli dengan algoritma Thresholding dan menampilkan pada tampilan citra Hasil Segmentasi Thresholding.

c. Segmentasi Region Merging, yaitu untuk melakukan proses segmentasi file citra asli dengan algoritma Region Merging dan menampilkan pada tampilan citra Hasil Segmentasi Region Merging.

d. Exit, yaitu untuk menutup tampilan Segmentasi Citra dan kembali ke menu utama.

Rancangan Segmentasi Citra dapat dilihat seperti pada Gambar 3.11.

Gambar 3.11 Rancangan Segmentasi Citra

Langkah-langkah untuk melakukan segmentasi citra Thresholding adalah: 1. Pilih tombol Load untuk pemanggilan citra asli.

2. Setelah citra asli tampil, maka pilih tombol Segmentasi Thresholding untuk melakukan segmentasi dengan algoritma Thresholding.

Tampilan Citra Asli Tampilan Citra Hasil Segmentasi Thresholding

Load Segmentasi Thresholding Segmentasi Region Merging Exit Nama File Citra Asli

Width

Lama(detik)

Tampilan Citra Hasil Segmentasi

Region Merging

Ukuran File Kb Width

Lama(detik) Ukuran File Kb Width

Height

Height Height


(57)

Hasil proses adalah:

a. Citra hasil segmentasi tampil pada axes Citra hasil Segmentasi Thresholding.

b. Ukuran File tampil pada edit text c. Width (lebar) tampil pada edit text. d. Height (tinggi) tampil pada edit text. e. Lama proses tampil pada edit text

3. Exit berfungsi perintah untuk menutup halaman Segmentasi dan kembali ke Menu Utama.

Langkah-langkah untuk melakukan segmentasi citra Region Merging adalah: 1. Pilih tombol Load untuk pemanggilan citra asli.

2. Setelah citra asli tampil, maka pilih tombol Segmentasi Region Merging untuk melakukan segmentasi dengan algoritma Region Merging.

Hasil proses adalah:

a. Citra hasil segmentasi tampil pada axes Citra hasil Segmentasi Region Merging.

b. Ukuran File tampil pada edit text c. Widht (lebar) tampil pada edit text. d. Height (tinggi) tampil pada edit text. e. Lama proses tampil pada edit text

3. Exit berfungsi perintah untuk menutup halaman Segementasi.

3.2.3 Rancangan About

Rancangan About ini berfungsi menampilkan informasi tentang profil penulis. Profil penulis meliputi biodata penulis serta data-data akademik. Rancangan About dapat dilihat seperti pada Gambar 3.12 berikut ini.


(58)

Gambar 3.12 Rancangan About

Keterangan:

Berisi tentang nama, nim dan program studi penulis.

Menu Utama About Exit

Nama

Nim

Program Studi

close


(59)

BAB 4

IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

4.1Implementasi

Implementasi perbandingan segmentasi citra digital menggunakan algoritma Thresholding dengan Region Merging sebagai metode dalam melakukan segmentasi terhadap sebuah citra digital yang di-input oleh user terdiri dari menu utama yang terdiri dari sub menu Segmentasi, About serta Quit.

4.1.1 Tampilan Menu Utama

Tampilan Menu Utama merupakan tampilan yang berisi judul skripsi, gambar latar serta tampilan menu. Tampilan Menu Utama terdiri dari sub menu Segmentasi, About serta Quit untuk menutup tampilan menu. Tampilan Menu dapat dilihat pada Gambar 4.1.


(60)

4.1.2 Tampilan Segmentasi

Tampilan Segmentasi berfungsi untuk melakukan segmentasi citra digital dengan input citra oleh User. Tampilan segmentasi dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Tampilan Segmentasi

Keterangan:

Pada tampilan Segmentasi citra terdapat tombol-tombol:

a. Load berfungsi berfungsi untuk memanggil dan menampilkan file citra b. Segmentasi Threshold berfungsi untuk melakukan segmentasi citra dengan

algoritma Threshold.

c. Segmentasi Region Merging berfungsi untuk melakukan segmentasi citra dengan algoritma Region Merging.

d. Clear berfungsi untuk menghapus semua proses yang telah dilakukan. e. Exit berfungsi untuk menutup tampilan segmentasi


(61)

Untuk melakukan segmentasi pilih tombol Segmentasi Threshold atau Region Merging dan selanjutnya tampil kotak dialog pemilihan file citra seperti pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Tampilan Kotak Dialog Buka File Citra

Pada Gambar 4.3, pilihan citra dengan nama “bird.JPG” dan pilih tombol Open maka citra tersebut tampil axes Tampilan Citra Asli seperti pada Gambar 4.4.


(62)

Gambar 4.4 Tampilan Hasil Pemilihan Citra yang Akan di Segmentasi

Keterangan:

Setelah citra yang akan di segmentasi tampil pada layar, maka lakukan pemilihan tombol Segmentasi Threshold atau Region Merging untuk proses Segmentasi seperti pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Tampilan Hasil Segmentasi Threshold


(63)

Keterangan:

Setelah pemilihan tombol Segmentasi Threshold maka tampil hasil berupa: Lama = 0.384927 detik

Ukuran = 22.6318 Kb Width = 526

Height = 350

Selanjutnya untuk melakukan segmentasi dengan algoritma Region Merging, pilih tombol Segmentasi Region Merging dan hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Tampilan Hasil Segmentasi Region Merging

Keterangan:

Setelah pemilihan tombol Segmentasi Region Merging maka tampil hasil berupa: Lama = 13.5185 detik

Ukuran = 20.7588 Kb Width = 526


(64)

4.1.3 Tampilan About

Tampilan About berfungsi untuk menampilkan informasi aplikasi yang dibangun berupa nama dan NIM penulis serta keterangan perguruan tinggi. Tampilan About dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7 Tampilan About

Keterangan:

Tampilan About terdiri dari tombol Close yang berfungsi untuk menutup aplikasi.

4.2Hasil Pengujian

Hasil Pengujian berfungsi menampilkan program untuk menampilkan Hasil Segementasi citra berformat JPG dan BMP yang dibuat secara manual. Hasil pengujian terdiri dari dua bagian antara lain:

a. Pengujian Data

b. Pengujian Efek Visual


(65)

4.2.1 Pengujian Data

Pengujian Data adalah hasil pengujian segmentasi citra dengan membandingkan hasil segmentasi berupa data ukuran dimensi, ukuran file, true color serta waktu proses. Pengujian Data dapat dilihat seperti pada Tabel 4.1 dan 4.2 berikut ini.

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Format Citra: JPG Algoritma: Thresholding No Nama File

Citra Asli Dimensi Citra Asli True Color Lama (detik) True Color Ukuran File (Kb) Dimensi (Piksel)

1 Bird.jpg 526 x350 yes 0.279932 no 22.6318 526x350 2 Baloon.jpg 493x400 yes 0.299844 no 17.5596 493x400 3 Hand.jpg 154x327 yes 0.0513926 no 8.41504 154x327 4 Humbird.jpg 425x306 yes 0.153871 no 24.0107 425x306 5 Teeth.jpg 620x465 yes 0.682273 no 21.7588 620x465

Algoritma: Region Merging No Nama File

Citra Asli Dimensi Citra Asli True Color Lama (detik) True Color Ukuran File (Kb) Dimensi (Piksel) 1 Bird.jpg 526 x350 yes 13.7541 no 20.7588 526x350 2 Baloon.jpg 493x400 yes 35.814 no 18.2988 493x400 3 Hand.jpg 154x327 yes 1.30137 no 10.2012 154x327 4 Humbird.jpg 425x306 yes 11.0732 no 17.7627 425x306 5 Teeth.jpg 620x465 yes 35.4236 no 18.96 620x465

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Format Citra: BMP Algoritma: Thresholding No Nama File

Citra Asli Dimensi Citra Asli True Color Lama (detik) True Color Ukuran File (Kb) Dimensi (Piksel) 1 Planet1.Bmp 400x272 yes 0.12704 no 6.33594 400x272 2 Teacher.Bmp 336x347 yes 0.167237 no 20.2588 336x347 3 Magic.Bmp 500x375 yes 0.262529 no 37.8164 500x375 4 Lena.Bmp 412x412 yes 0.251033 no 30.582 412x412 5 Reading.Bmp 500x343 yes 0.237073 no 25.25 500x343


(66)

Algoritma: Region Merging No Nama File

Citra Asli

Dimensi Citra Asli

True Color

Lama (detik)

True Color

Ukuran File (Kb)

Dimensi (Piksel) 1 Planet1.Bmp 400x272 yes 14.1435 no 17.5361 400x272 2 Teacher.Bmp 336x347 yes 1.72004 no 21.4443 336x347 3 Magic.Bmp 500x375 yes 21.1766 no 32.2676 500x375 4 Lena.Bmp 412x412 yes 14.4926 no 33.748 412x412 5 Reading.Bmp 500x343 yes 16.3498 no 8.45508 500x343

4.2.2 Pengujian Efek Visual

Pengujian Efek Visual adalah hasil pengujian segmentasi citra dengan membandingkan hasil tampilan segmentasi citra sebelum dan sesudah segmentasi. Pengujian Data dapat dilihat seperti tabel 4.3 berikut ini.

4.3Tabel Pengujian data

Citra Asli Segmentasi Threshold Segmentasi Region Merging

Bird.jpg Efek visual: Baik Efek visual: Lebih Baik

Baloon.jpg Efek visual: Baik Efek visual: Lebih Baik


(67)

Hand.jpg Efek visual: Baik Efek visual: Lebih Baik

Humbird.jpg Efek visual: Baik Efek visual: Lebih Baik

Teeth.jpg Efek visual: Baik Efek visual: Lebih Baik

Planet1.bmp Efek visual: Baik Efek visual: Lebih Baik


(68)

Magic.bmp Efek visual: Baik Efek visual: Lebih Baik

Lena.bmp Efek visual: Lebih Baik Efek visual: Baik

Reading.bmp Efek visual: Lebih Baik Efek visual: Baik

Dari keterangan diatas diperoleh analisis bahwa:

1. Dimensi citra sebelum dan sesudah disegmentasi dengan kedua algoritma tidak mengalami perubahan. Hal ini dikarenakan pada kedua algoritma terdapat proses resampling.

2. Ukuran citra sebelum dan sesudah disegmentasi dengan kedua algortima berbeda. Citra original memiliki ukuran lebih besar dibandingkan dengan citra yang telah disegmentasi dengan kedua algoritma. Pada algoritma Region Merging ukuran citra lebih kecil dari pada ukuran citra pada algoritma Thresholding.

3. Waktu segmentasi citra pada algoritma Region Merging lebih lama dari pada algoritma Thresholding. Hal ini dikarenakan pada algoritma Thresholding hanya dilakukan proses penentuan nilai ambang kemudian


(69)

langsung dilakukan replace nilai piksel. Sedangkan pada algoritma Region Merging dilakukan pengecekan nilai tetangga satu per satu sehingga membutuhkan waktu segmentasi yang lebih lama.


(70)

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan atas pembuatan Perangkat Lunak Analisis Perbandingan Algoritma Thresholding dengan Region Merging dalam Segmentasi Citra, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Aplikasi ini dapat melakukan segmentasi citra dengan algoritma Algoritma Thresholding dan Region Merging.

2. Aplikasi ini dapat melakukan segmentasi citra dengan format file JPG dan BMP.

3. Ukuran file citra setelah disegmentasi mengalami pengurangan hingga 50% dengan algoritma Thresholding. Sedangkan dengan algoritma Region Merging mengalami pengurangan hingga 60% dari ukuran citra original. 4. Kecepatan rata-rata proses segmentasi dengan menggunakan algoritma

Thresholding 0.24 detik dengan rata-rata ukuran citra original 22kb. Sedangkan kecepatan rata-rata proses segmentasi dengan menggunakan algoritma Region Merging 14.4 detik dengan rata-rata ukuran citra original 22kb. Semakin besar ukuran file citra maka semakin lama proses segmentasi.

5. Kedua algoritma tidak memberikan detil yang khusus terhadap citra original menjadi citra yang lebih baik sehingga kedua algoritma ini kurang akurat digunakan dalam segmentasi.


(71)

5.2 Saran

Adapun saran untuk pengembangan selanjutnya adalah sebagai berikut:

a. Agar peneliti selanjutnya membandingkan dengan algoritma lain untuk segmentasi citra seperti algoritma K-means Clustering, Region Splitting, Region Growing dan lain sebagainya.

b. Agar peneliti selanjutnya menggunakan format file yang berbeda selain JPG dan BMP.


(72)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Ahmad, U. 2005. Pengolahan Citra Digital dan Teknik Pemrogramannya. Yogyakarta. Penerbit: Graha Ilmu.

[2] Basuki, A. 2005. Pengolahan Citra Digital Menggunakan Visual Basic, Penerbit Graha Ilmu. Jakarta.

[3] Beatriz D. 2004. Experiment in Image Segmentation for Automatic US License Plate Recognition, Faculty of the Virginia Polytechnic Institute and State University, Blacksburg, Virginia. International Journal.

[4] Gonzalez, R. 2002. Digital Image Processing. USA: Addison-Wesley Publishing Co, University of Tennessee.

[5] Munir, R. 2004. Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik, Bandung: Penerbit Informatika.

[6] _______. 2010. Aplikasi Image Thresholding untuk Segmentasi Objek, http://www.informatika.org/~rinaldi/Citra/Tugas1.pdf, akses Maret 2012.

[7] Murinto, Harjoko, Agus. 2009. Segmentasi Citra Menggunakan Watershed Dan Intensitas Filtering Sebagai Pre Processing. Seminar Nasional Informatika 2009 UPN ”Veteran” Yogyakarta, 23 Mei 2009.

[8] Putra, D. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

[9] Prasetyo, E. 2012. Pengolahan Citra digital Dan Aplikasinya Menggunakan Matlab. Yogyakarta: penerbit ANDI OFFSET.

[10] Sutoyo. T. 2009. Teori Pengolahan citra digital, Yogyakarta: Penerbit ANDI.

[11] Y. Deng, B. S. Manjunath. 2001. Unsupervised Segmentation of Color-Texture Regions in Images and Video, IEEE Transactions on Pattern Analysis and Machine Intelligence. International Journal.


(73)

LISTING PROGRAM Form Menu Utama

function varargout = menu(varargin) % MENU M-file for menu.fig

% MENU, by itself, creates a new MENU or raises the existing % singleton*.

%

% H = MENU returns the handle to a new MENU or the handle to % the existing singleton*.

%

% MENU('CALLBACK',hObject,eventData,handles,...) calls the local

% function named CALLBACK in MENU.M with the given input arguments.

%

% MENU('Property','Value',...) creates a new MENU or raises the

% existing singleton*. Starting from the left, property value pairs are

% applied to the GUI before menu_OpeningFcn gets called. An % unrecognized property name or invalid value makes property application

% stop. All inputs are passed to menu_OpeningFcn via varargin.

%

% *See GUI Options on GUIDE's Tools menu. Choose "GUI allows only one

% instance to run (singleton)". %

% See also: GUIDE, GUIDATA, GUIHANDLES

% Edit the above text to modify the response to help menu

% Last Modified by GUIDE v2.5 07-Dec-2012 11:38:29

% Begin initialization code - DO NOT EDIT gui_Singleton = 1;

gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ... 'gui_Singleton', gui_Singleton, ... 'gui_OpeningFcn', @menu_OpeningFcn, ... 'gui_OutputFcn', @menu_OutputFcn, ... 'gui_LayoutFcn', [] , ...

'gui_Callback', []); if nargin && ischar(varargin{1})

gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1}); end

if nargout

[varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); else

gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); end


(74)

% --- Executes just before menu is made visible.

function menu_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles, varargin) % This function has no output args, see OutputFcn.

% hObject handle to figure

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles structure with handles and user data (see GUIDATA) % varargin command line arguments to menu (see VARARGIN)

% Choose default command line output for menu handles.output = hObject;

% Update handles structure guidata(hObject, handles);

% UIWAIT makes menu wait for user response (see UIRESUME) % uiwait(handles.figure1);

% --- Outputs from this function are returned to the command line. function varargout = menu_OutputFcn(hObject, eventdata, handles) % varargout cell array for returning output args (see VARARGOUT); % hObject handle to figure

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

% Get default command line output from handles structure varargout{1} = handles.output;

%

----function mu_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to mu (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles structure with handles and user data (see GUIDATA) menu

%

----function ab_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to ab (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles structure with handles and user data (see GUIDATA) About

%

----function quit_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to quit (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)


(1)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

% Hints: get(hObject,'String') returns contents of nama as text % str2double(get(hObject,'String')) returns contents of nama as a double

% --- Executes during object creation, after setting all properties.

function nama_CreateFcn(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to nama (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles empty - handles not created until after all CreateFcns called

% Hint: edit controls usually have a white background on Windows. % See ISPC and COMPUTER.

if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'), get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor'))

set(hObject,'BackgroundColor','white'); end

% --- Executes during object creation, after setting all properties.

function wa_CreateFcn(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to wa (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles empty - handles not created until after all CreateFcns called

% Hint: edit controls usually have a white background on Windows. % See ISPC and COMPUTER.

if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'), get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor'))

set(hObject,'BackgroundColor','white'); end

% --- Executes during object creation, after setting all properties.

function lat_CreateFcn(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to lat (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles empty - handles not created until after all CreateFcns called

% Hint: edit controls usually have a white background on Windows. % See ISPC and COMPUTER.


(2)

if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'), get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor'))

set(hObject,'BackgroundColor','white'); end

% --- Executes during object creation, after setting all properties.

function ut_CreateFcn(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to ut (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles empty - handles not created until after all CreateFcns called

% Hint: edit controls usually have a white background on Windows. % See ISPC and COMPUTER.

if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'), get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor'))

set(hObject,'BackgroundColor','white'); end

function ur_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to ur (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

% Hints: get(hObject,'String') returns contents of ur as text % str2double(get(hObject,'String')) returns contents of ur as a double

% --- Executes during object creation, after setting all properties.

function ur_CreateFcn(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to ur (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles empty - handles not created until after all CreateFcns called

% Hint: edit controls usually have a white background on Windows. % See ISPC and COMPUTER.

if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'), get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor'))

set(hObject,'BackgroundColor','white'); end


(3)

function wt_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to wt (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

% Hints: get(hObject,'String') returns contents of wt as text str2double(get(hObject,'String')) returns contents of wt as a double

% --- Executes during object creation, after setting all properties.

function wt_CreateFcn(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to wt (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles empty - handles not created until after all CreateFcns called

% Hint: edit controls usually have a white background on Windows. % See ISPC and COMPUTER.

if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'), get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor'))

set(hObject,'BackgroundColor','white'); end

% --- Executes during object creation, after setting all properties.

function wr_CreateFcn(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to wr (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles empty - handles not created until after all CreateFcns called

% Hint: edit controls usually have a white background on Windows. % See ISPC and COMPUTER.

if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'), get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor'))

set(hObject,'BackgroundColor','white'); end

% --- Executes during object creation, after setting all properties.

function lar_CreateFcn(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to lar (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles empty - handles not created until after all CreateFcns called


(4)

% Hint: edit controls usually have a white background on Windows. % See ISPC and COMPUTER.

if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'), get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor'))

set(hObject,'BackgroundColor','white'); end

% --- Executes during object creation, after setting all properties.

function ha_CreateFcn(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to ha (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles empty - handles not created until after all CreateFcns called

% Hint: edit controls usually have a white background on Windows. % See ISPC and COMPUTER.

if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'), get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor'))

set(hObject,'BackgroundColor','white'); end

% --- Executes during object creation, after setting all properties.

function ht_CreateFcn(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to ht (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles empty - handles not created until after all CreateFcns called

% Hint: edit controls usually have a white background on Windows. % See ISPC and COMPUTER.

if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'), get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor'))

set(hObject,'BackgroundColor','white'); end

% --- Executes during object creation, after setting all properties.

function hr_CreateFcn(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to hr (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles empty - handles not created until after all CreateFcns called

% Hint: edit controls usually have a white background on Windows. % See ISPC and COMPUTER.

if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'), get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor'))


(5)

end

% --- Executes when figure1 is resized.

function figure1_ResizeFcn(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to figure1 (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

%

----function menu_Callback(hObject, eventdata, handles) menu

%

----function about_Callback(hObject, eventdata, handles) About

%

----function quit_Callback(hObject, eventdata, handles) close all

%

----function sg_Callback(hObject, eventdata, handles) segmen

% --- Executes on button press in clear.

function clear_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to clear (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB

% handles structure with handles and user data (see GUIDATA) cla(handles.axes1,'reset');

set(handles.axes1,'xtick',[],'ytick',[],'Xcolor','w','Ycolor','w') cla(handles.axes4,'reset');

set(handles.axes4,'xtick',[],'ytick',[],'Xcolor','w','Ycolor','w') cla(handles.axes5,'reset');

set(handles.axes5,'xtick',[],'ytick',[],'Xcolor','w','Ycolor','w')

Form About

function varargout = About(varargin)

% Begin initialization code - DO NOT EDIT gui_Singleton = 1;

gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ... 'gui_Singleton', gui_Singleton, ... 'gui_OpeningFcn', @About_OpeningFcn, ... 'gui_OutputFcn', @About_OutputFcn, ...


(6)

'gui_LayoutFcn', [] , ... 'gui_Callback', []); if nargin && ischar(varargin{1})

gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1}); end

if nargout

[varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); else

gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); end

% End initialization code - DO NOT EDIT

% --- Executes just before About is made visible.

function About_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles, varargin) handles.output = hObject;

guidata(hObject, handles);

% --- Outputs from this function are returned to the command line. function varargout = About_OutputFcn(hObject, eventdata, handles) varargout{1} = handles.output;

% --- Executes on button press in Close.

function Tutup_Callback(hObject, eventdata, handles) close(gcbf)