Kerangka Teori KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA SURAKARTA UNTUK BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS BUDAYA JAWA

commit to user 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum Izin Mendirikan Bangunan a. Pengertian Izin Mendirikan Bangunan. Hukum perizinan adalah merupakan bagian dari Hukum Administrasi Negara. Adapun yang dimaksud dengan perizinan adalah: melakukan perbuatan atau usaha yang sifatnya sepihak yang berada di bidang Hukum Publik yang berdasarkan wewenang tertentu yang berupa penetapan dari permohonan seseorang maupun Badan Hukum terhadap masalah yang dimohonkan. Izin adalah perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketetuan peraturan perundang-undangan Sjachran basah, 1995 : 3. Menurut Prajudi Atmosudirdjo 1981, perizinan merupakan perbuatan hukum yang bersifat administrasi negara yang diberikan oleh pejabat atau instansi pemerintah yang berwenang dan diberikan dalam bentuk suatu penetapan beschikking . Suatu izin atau persetujuan atas sesuatu yang pada umumnya dilarang. Perizinan ini merupakan penetapan atau keputusan yang bersifat positif pengabulan daripada permohonan seluruhnya atau sebagian dan tergolong pada penetapan positif yang memberikan keuntungan kepada suatu instansi, badan, perusahaan, atau perorangan. Perizinan ini timbul dari strategi dan teknik yang dipergunakan oleh Pemerintah untuk menguasai atau mengendalikan berbagai keadaan, yakni dengan melarang tanpa izin tertulis untuk melakukan kegiatan-kegiatan apapun yang hendak diatur atau dikendalikan oleh Pemerintah. . 12 commit to user 13 Secara umum pengertian bangunan adalah sesuatu yang memakan tempat. Menurut Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 tentang Bangunan pengertian bangunan adalah bangunan- bangunan yang membentuk ruangan tertutup seluruhnya atau sebagian beserta bangunan-bangunan lain yang berhubungan dengan bangunan itu ayat 6 Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 tentang Bangunan. Sedangkan pengertian mendirikan bangunan sebagaimana yang diatur dalam Perda ini adalah : pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya atau sebagian termasuk pekerjaan menggali menimbun atau meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan itu. Jadi izin mendirikan bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah izin mendirikan merubah merobohkan bengunan yang dikeluarkan oleh walikotamadya kepala daerah ayat 14 Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan. Mengenai pengaturan dari izin mendirikan bangunan diatur oleh Perda setempat dimana bangunan itu akan didirikan. Namun pada dasarnya tidak terlepas dari ketentuan atau undang-undang yang secara garis besar umum dan menjadi dasar pembentukan peraturan di Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 dimana dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Dari bunyi Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 dapat disimpulkan bahwa daerah Indonesia di bagi dalam daerah provinsi. Provinsi dibagi lagi dalam daerah yang lebih kecil, dan setiap daerah tersebut diberi kebebasan untuk mengurus dan menyelenggarakan pemerintahan di daerahnya baik berupa Daerah Otonomi maupun Administratif. commit to user 14 b. Tujuan dan Fungsi Izin dan Izin Mendirikan Bangunan Secara umum tujuan dan fungsi dari perizinan adalah untuk pengendalian dari pada aktifitas pemerintah dalam hal-hal tertentu dimana ketentuannya berisi pedoman-pedoman yag harus dilaksanakan oleh baik yang berkepentingan ataupun oleh penjabat yang berwenang. Selain itu tujuan dari perizinan itu dapat dilihat dari dua sisi yaitu: 1. Dari sisi pemerintah tujuan pemberian izin itu adalah : a. Untuk melaksanakan peraturan apakah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan dalam prakteknya atau tidak dan sekaligus untuk mngatur ketertiban. b. Sebagai sumber pendapatan daerah karena dengan adanya permintaan permohonan izin maka secara langsung pendapatan pemerintah akan bertambah karena setiap izin yang dikeluarkan pemohon harus membayar retribusi terlebih dahulu. Semakin banyak pula pendapatan dibidang retribusi tujuan akhirnya yaitu untuk membiayai pembangunan. 2. Dari Sisi Masyarakat tujuan pemberian izin itu adalah: a. Untuk adanya kepastian hukum; b. Untuk adanya kepastian hak; c. Untuk memudahkan mendapatkan fasilitas. Bila bangunan yang didirikan telah mempunyai izin akan lebih mudah mendapat fasilitas. Ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah mempunyai fungsi masing-masing. Begitu pula halnya dengan ketentuan tentang perizinan mempunyai fungsi yaitu : 1. Sebagai fungsi penertib Fungsi penertib dimaksudkan agar izin atau setiap izin atau tempat- tempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan masyarakat lainnya tidak bertentangan satu sama lain, sehingga ketertiban dalam setiap segi kehidupan masyarakat dapat terwujud. commit to user 15 2. Sebagai fungsi pengatur Fungsi mengatur dimaksudkan agar perizinan yang ada dapat dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya, sehingga terdapat penyalahgunaan izin yang telah diberikan, dengan kata lain, fungsi pengaturan ini dapat disebut juga sebagai fungsi yang dimiliki oleh pemerintah. Tujuan Izin Mendirikan Bangunan IMB adalah untuk melindungi kepentingan baik kepentingan pemerintah maupun kepentingan masyarakat yang dutujukan atas kepentingan hak atas tanah. Sedangkan fungsi dari Izin Mendirikan Bangunan ini dapat dilihat dalam beberapa hal : 1. Segi Teknis Perkotaan Pemberian Izin Mendirikan Bangunan sangat penting artinya bagi Pemerintah Daerah guna mengatur, menetapkan dan merencanakan pembangunan perumahan di wilayahnya sesuai dengan potensial dan prioritas kota yang dituangkan dalam Master Pla n Kota . Untuk mendapatkan pola pembangunan kota yang terencana dan terkontrol tersebut, maka untuk pelaksanaan sutau pembangunan di atas wilayah suatu kota diwajibkan memiliki Izin Mendirikan Bangunan IMB. Dengan adanya pengaturan pembangunan perumahan melalui izin ini, maka pemerintah didarah dapat merencanakan pelaksanaan pembangunan berbagai sarana serta unsur kota dengan berbagai instansi yang berkepentingan. Hal ini penting artinya agar wajah perkotaan dapat ditata dengan rapi serta menjamin keterpaduan pelaksanaan pekerjaan pembengunan perkotaan. Penyesuaian pemberian Izin Mendirikan Bangunan dengan Master Pla n Kota akan memungkinkan adanya koordinasi antara berbagai departemen teknis dalam melaksanakan pembangunan kota. commit to user 16 2. Segi Kepastian Hukum Izin Mendirikan Bangunan penting artinya sebagai pengawasan dan pengendalian bagi pemerintah dalam hal pembangunan perumahan. Mendirikan bangunan dapat menjadi acuan atau titik tolak dalam pengaturan perumahan selanjutnya. Bagi masyarakat pentingnya Izin Mendirikan Bangunan ini adalah untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap hak bangunan yang dilakukan sehingga tidak adanya gangguan atau hal-hal yang merugikan pihak lain dan akan memungkinkan untuk mendapatkan keamanan dan ketentraman dalam pelaksanaan usaha atau pekerjaan, selain itu Izin Mendirikan Bangunan tersebut bagi pemilknya dapat berfungsi sebagai : a. Bukti milik bangunan yang sah. b. Kekuatan hukum terhadap tuntutan ganti rugi dalam hal : 1. Terjadinya hak milik untuk keperluan pembangunan yang bersifat untuk kepentingan hukum. 2. Bentuk-bentuk kerugian yang diderita pemilik bangunan lainya yang berasal dari kebijaksanaan dan kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah. 2. Tinjauan Umum Tentang Legalitas Peraturan Perundang-undangan. a. Pengertian Peraturan Menurut pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. b. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 commit to user 17 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik meliputi: 1. Kejelasan tujuan Yang dimaksud dengan “kejelasan tujuan” berdasarkan penjelasan Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. 2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat Berdasarkan penjelasan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang dimaksud dengan asas “kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat” adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembagapejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenag. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembagapejabat yang tidak berwenang. 3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan Yang dimaksud dengan asas “kesesuaian antara jenis dan materi muatan” adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan Perundang- undangannya. 4. Dapat dilaksanakan Yang dimaksud dengan asas “dapat dilaksanakan” adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis. 5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan Yang dimaksud dengan asas “kedayagunaan dan kehasilgunaan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundang- commit to user 18 undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara. 6. Kejelasan rumusan Yang dimaksud dengan asas “kejelasan rumusan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interprestasi dalam pelaksanaannya. 7. Keterbukaan Yang dimaksud dengan asas “keterbukaan” adalah bahwa dalam proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan Perundang-Undangan. c. Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Dalam menilik legalitas dari suatu ketentuan atau peraturan perundang-undangan salah satu teori yang dapat digunakan untuk menganalisis apakah suatu ketentuan perundang-undangan tersebut legal atau tidak adalah teori Stufenba u Des Rechts yang dikemukakan oleh Hans Kelsen. Menurut teori Stufenba u Des Rechts, legalitas suatu peraturan perundang-undangan tersebut, yang artinya teori ini menghendaki adanya tingkatan dalam peraturan perundang-undangan. Hierarki atau tata urutan perundang-undangan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum di bawahnya. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut : commit to user 19 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-UndangPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, yang dimaksud Undang-Undang disini adalah sebagaimana dijelaskan pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yakni Peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. Sementara Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 4 Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 adalah Peraturan Perundang- undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa; 3. Peraturan Pemerintah, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yakni Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya; 4. Peraturan Presiden, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yakni Peraturan Perundang-undangan yang dibuat Presiden; 5. Peraturan Daerah, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yakni Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah, meliputi : a. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh dewan Perwakilan Daerah Provinsi bersama dengan Gubernur; b. Peraturan Daerah KabupatenKota dibuat oleh Dewan Perwakilan Daerah KabupatenKota bersama BupatiWalikota; c. Peraturan Desa Peraturan yang setingkat, dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama Kepala Desa atau nama lainnya. commit to user 20 Hal yang menjadi dasar hierarki tersebut adalah adanya asas yang menyatakan bahwa peraturan yang kedudukannya lebih rendah dari pada suatu kedudukan peraturan lain, tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang memiliki kedudukan di atasnya, di mana Perundang-undangan suatu negara adalah merupakan suatu sistem yang tidak menghendaki, membenarkan atau membiarkan adanya pertentangan di dalamnya. Jika pertentangan antar peraturan perundang-undangan itu terjadi, maka peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi akan melumpuhkan peraturan perundang-undangan yamg lebih rendah kedudukannya. Ini merupakan asas yang dikenal dengan adagium yang berbunyi Lex Superior Derograt Legi Inferiori . 3. Tinjauan Umum Tentang Kaedah Hukum dan Asas Hukum Agar suatu peraturan perundang-undangan dapat berlaku efektif, maka secara substansial harus memperhatikan beberapa asas yaitu : a. Undang-undang tidak berlaku surut; artinya suatu hanya boleh diterapkan terhadap peristiwa yang disebut dalam undang-undang tersebut serta terjadi setelah undang-undang itu dinyatakan berlaku; b. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula Lex Superior Derograt Lex Impriori ; c. Undang-undang yang bersifat khusus mengenyampingkan undang- undang yang bersifat umum Lex Specia lis Derograt Lex Genera l , apabila pembuatnya sama; artinya terhadap peristiwa-peristiwa khusus wajib diberlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa tersebut, walaupun bagi peristiwa khusus tersebut dapat pula diberlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa yang lebih luas ataupun yang lebih umum, yang juga dapat mencakup peristiwa khusus tersebut; d. Undang-undang yang baru baru mengalahkan undang-undang yang lama Lex Posteriori Derograt Lex Priori ; artinya undang-undang lain commit to user 21 yang lebih dahulu berlaku dan mengatur hal mengenai suatu hal tertentu, tidak berlaku lagi apabila telah ada undang-undang baru yang berlaku belakangan dan mengatur hal tertentu tersebut, akan tetapi makna dan tujuannya berlainan atau berlawanan dengan undang- undang yang lama tersebut; e. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat; artinya adalah undang- undang hanya dapat dicabut dan atau diubah oleh lembaga yang membuatnya. Di Indonesia, Mahkamah Konstitusi diberi kewenangan yang salah satunya adalah menguji undang-undang terhadap Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 10 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sedangkan Mahkamah Agung diberikan wewenang untukmenguji secara materiil hanya terhadap peraturan perundang- undangan di bawah undang-undang saja pasal 31 ayat 1 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Kewenangan tersebut memberikan makna bahwa Mahkamah Agung dapat menyatakan bahwa suatu peraturan tertentu di bawah undang- undang tidak mempunyai kekuatan hukum harus ditinjau kembali karena bertentangan dengan peraturan di atasnya; f. Undang-undang merupakan sarana untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan material bagi masyarakat maupun pribadi melalui pelestarian maupun pembaharuan inovasi Agar suatu peraturan perundang-undangan tidak hanya sebagai suatu huruf mati, maka perlu dipenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yaitu : a. Keterbukaan dalam pembuatannya; b. Memberikan hak kepada anggota masyarakat untuk mengajukan usulan-usulan dengan cara mengundang masyarakat yang berminat untuk menghadiri pembicaraan terhadap peraturan tertentu dan commit to user 22 mengundang organisasi tertentu yang terkait untuk memberikan masukan terhadap rancangan undang-undang yang disusun. 4. Tinjauan Umum Tentang Unit Pelayanan Terpadu UPT a. Pengertian Unit Pelayanan Terpadu UPT Dalam Pasal 2 Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Pada Koordinator Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta Menyebutkan bahwa pengertian UPT adalah unit pelayanan bagi masyarakat yang memerlukan perijinan dan pelayanan dipimpin oleh seorang koordinator Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Pada Koordinator Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta. b. Tugas dan kewenangan Unit Pelayanan Terpadu UPT Dalam pelaksanaan tugasnya koordinator menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintah dari walikota Surakarta. Menurut Pasal 4 Peraturan walikota di atas pengertian sebagian pelimpahan kewenangan adalah meliputi bidang penyelenggaraan pelayanan publik, baik perijinan maupun non perijinan. Sebagian kewenangan walikota yang dilimpahkan kepada UPT antara lain: 1. Pemberian informasi pelayanan publik; 2. Penerimaan dan validasi berkas permohonan; 3. Penelitian atau pemeriksaan lapangan; 4. Penandatanganan pelayanan atau perijinan; 5. Penerimaan dan penyetoran biaya pelayanan publik; 6. Percetakan dokumen pelayanan publik; 7. Penyimpanan arsip elektronik. Dalam Pasal 5 Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005 Jenis perijinan yang diterbitkan oleh Unit Pelayanan Terpadu UPT meliputi : 1. Ijin Mendirikan atau merubah atau merobohkan Bangunan; commit to user 23 2. Ijin Penggunaan Bangunan; 3. Advice Planning; 4. Ijin Lokasi; 5. Rekomendasi Lokasi; 6. Ijin Usaha Perdagangan IUP; 7. Ijin Usaha Industri IUI; 8. Tanda Daftar Gudang TDG; 9. Tanda Daftar Perusahaan TDP; 10. Ijin Gangguan; 11. Ijin Pemasangan Reklame. c. Pertanggungjawaban Unit Pelayanan Terpadu UPT Pertanggungjawaban Koordinator Unit Pelayanan Terpadu UPT adalah bertanggung jawab atas sebagian kewenangan yang dilimpahkan, dimana pelimpahan sebagian kewenangan tersebut disertai dengan dukungan personil, peralatan atau perlengkapan, pembiayaan dan dokumentasi. Pertanggungjawaban tersebut disampaikan oleh koordinator Unit Pelayanan Terpadu UPT kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah Kota Surakarta. Penarikan kewenangan yang dilimpahkan kepada koordinator Unit Pelayanan Terpadu UPT dapat dilakukan oleh Walikota baik sebagian maupun seluruhnya apabila Pasal 7 Peraturan Waliota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005 : 1. Kewenangan yang dilimpahkan tidak dapat dilanjutkan karena Pemerintah Daerah mengubah kebijakan; 2. Koordinator Unit Pelayanan Terpadu UPT mengusulkan untuk ditarik sebagian atau seluruhnya. commit to user 24 5. Tinjauan Umum Tentang Bangunan Apartemen a. Pengertian Bangunan Apartemen. Apartemen atau kondominium merupakan istilah yang dikenal dalam sistem hukum Negara Italia. Kondominium terdiri atas dua suku kata yaitu con yang berarti bersama-sama dan dominium yang berarti pemilikan Arie Sukanti, a 1994 :15. Di Negara Inggris dan amerika menggunakan istilah Joint Property sedangkan Negara singapura dan Australia mempergunakan Strata Title . Banyaknya istilah yang dipergunakan kalangan masyarakat Indonesia seperti apartemen, flat, kondominium, rumah susun rusun akan semakin membingunkan awam. Sebenarnya kalau dikembalikan kepada undang-undangnya, yakni Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun, maka kerancuan tidaklah perlu timbul, karena istilah yang dipergunakan oleh undang-undang tersebut telah jelas dan tegas yakni rumah susun. Adapun definisi rumah susun menurut undang-undang tersebut adalah : “ Ba nguna n gedung bertingkat yang dibangun da la m suatu lingkunga n, ya ng terba gi da la m bagian-ba gia n ya ng distrukturkan seca ra fungsiona l da la m a rah horizonta l ma upun vertica l dan merupa ka n satua n-satua n ya ng ma sing-ma sing da pat dimiliki dan diperguna ka n seca ra terpisa , teruta ma untuk tempat hunian, yang dilengka pi dengan bagian bersa ma , benda bersa ma da n ta nah bersa ma ” . b. Tujuan Pembangunan Rumah Susun Tujuan dari pembangunan rumah susun menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun antara lain adalah : 1. Ayat 1 huruf a : Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya; commit to user 25 2. Ayat 1 huruf b : Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah pekotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi, dan seimbang; 3. Ayat 2 : Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi kehidupan masyarakat. c. Syarat Pembangunan Rumah Susun Sistem bangunan yang berwujud kondominium berbeda dengan sistem bangunan konvensional sistem bangunan horizontal. Baik struktur, kelengkapan, prasarana, dan fasilitas, lingkungan maupun komunitas penghuninya. Oleh karenanya dalam rangka pendirian bangunan yang berbentuk kondominium mutlak diperlukan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan pengembang. Adapun tujuan dari persyaratan tersebut adalah untuk menjamin keselamatan, keamanan, ketentraman, dan ketertiban penghunian serta keserasian dengan lingkungan di sekitarnya. Secara garis besar persyaratan-persyaratan dapat dibagi menjadi dua sebagai berikut : 1. Persyaratan teknis selalu tertuang dalam rancang bangun yang meliputi : a. Ruang; b. Struktur, komponen, dan bahan bangunan; c. Kelengkapan bangunan kondominium; d. Satuan rumah susun; e. Bagian dan benda bersama; f. Kepadatan dan tata letak bangunan; g. Prasarana dan fasilitas bangunan. commit to user 26 2. Persyaratan administrasi yang berupa izin antara lain mencakup: a. Ijin lokasi SP3L dan SIPPT; b. Advice planning; c. IMB Ijin Mendirikan Bangunan; d. ILH Ijin Layak Huni; e. Sertifikat tanah. Ketentuan-ketentuan pokok mengenai persyaratan teknis dan administratif pendirian rumah susun di atas, dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun pasal 8 sampai dengan pasal 37. 6. Tinjauan Umum Tentang Tata Ruang a. Pengertian Tata Ruang Keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang sehingga diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif, dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 merupakan UU yang mnengatur mengenai penataan ruang sebagai pembaharuan dari UU Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang. Di dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan secara rinci berbagai konsep mengenai penataan ruang. Adapun dalam tinjauan umum ini hanya beberapa konsep dalam Undang-Udang tersebut yang akan coba dipaparkan tentunya yang berkaitan dengan penelitian. 1. Pasal 1 ayat 1 Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan commit to user 27 wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. 2. Pasal 1 ayat 2 Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. 3. Pasal 1 ayat 5 Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 4. Pasal 1 ayat 6 Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. b. Tujuan penataan ruang Dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman,nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan: 1. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; 2. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan 3. Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. c. Pelaksanaan tata ruang Dalam undang-Undang Tata Ruang Pelaksanaan tata ruang meliputi : 1. Perencanaan tata ruang pasal 14 a. Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan : 1. Rencana umum tata ruang; dan commit to user 28 2. Rencana rinci tata ruang. b. Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a secara berhierarki terdiri atas: 1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; 2. Rencana tata ruang wilayah provinsi; dan 3. Rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota. c. Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b terdiri atas: 1. Rencana tata ruang pulaukepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional; 2. Rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan 3. Rencana detail tata ruang kabupatenkota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupatenkota. d. Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b disusun sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang. e. Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf a dan huruf b disusun apabila: 1. Rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; danatau 2. Rencana umum tata ruang mencakup wilayah perencanaan yang luas dan skala peta dalam rencana umum tata ruang tersebut memerlukan perincian sebelum dioperasionalkan. f. Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf c dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan zonasi. g. Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta rencana tata ruang diatur dengan peraturan pemerintah. commit to user 29 2. Pemanfaatan Ruang a. Pasal 32 1. Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya. 2. Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilaksanakan dengan pemanfaatan ruang, baik pemanfaatan ruang secara vertikal maupun pemanfaatan ruang di dalam bumi. 3. Program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 termasuk jabaran dari indikasi program utama yang termuat di dalam rencana tata ruang wilayah. 4. Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu indikasi program utama pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. 5. Pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat 3 disinkronisasikan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah administratif sekitarnya. 6. Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan dengan memperhatikan standar pelayanan minimal dalam penyediaan sarana dan prasarana. b. Pasal 33 1. Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain. commit to user 30 2. Dalam rangka pengembangan penatagunaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diselenggarakan kegiatan penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan tanah, neraca penatagunaan sumber daya air, neraca penatagunaan udara, dan neraca penatagunaan sumber daya alam lain. 3. Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan prasarana dan sarana bagi kepentingan umum memberikan hak prioritas pertama bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah. 4. Dalam pemanfaatan ruang pada ruang yang berfungsi lindung, diberikan prioritas pertama bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah jika yang bersangkutan akan melepaskan haknya. 5. Ketentuan lebih lanjut mengenai penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 diatur dengan peraturan pemerintah. 3. Pengendalian Pemanfaatan Ruang a. Pasal 35 Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. b. Pasal 36 1. Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang. commit to user 31 2. Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang. 3. Peraturan zonasi ditetapkan dengan: a Peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional; b Peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi; dan c Peraturan daerah kabupatenkota untuk peraturan zonasi. c. Pasal 37 1. Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3. Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan danatau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum. 4. Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. 5. Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin sebagaimana dimaksud pada ayat 4, dapat dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin. commit to user 32 6. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak. 7. Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. 8. Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dan ayat 5 diatur dengan peraturan pemerintah. 7. Tinjauan Umum Tentang Peraturan Perundang-undangan Mengenai Izin Mendirikan Bangunan bangunan bertingkat rumah susunapartemen a. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pengaturan mengenai izin mendirikan bangunan secara umum terdapat dalam: 1. Pasal 28 D a. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum; b. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. 2. Pasal 33 a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. b. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. commit to user 33 b. Undang-Undang Bangunan Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung 1. Pasal 7 a. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. b. Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan. c. Persyaratan teknis bangunan meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung. 2. Pasal 8 a. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif yang meliputi: 1. Status hak atas tanah, danatau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; 2. Status kepemilikan bangunan gedung; dan 3. Izin mendirikan bangunan gedung; 4. Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Setiap orang atau badan hukum dapat memiliki bangunan gedung atau bagian bangunan gedung. 1. Pemerintah Daerah wajib mendata bangunan gedung untuk keperluan tertib pembangunan dan pemanfaatan. 2. Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan gedung, kepemilikan, dan pendataan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. commit to user 34 c. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang Bangunan Gedung 1. Pasal 14 a. Setiap orang yang akan mendirikan bangunan gedung wajib memiliki izin mendirikan bangunan gedung ayat 1. b. Izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan oleh pemerintah dearah, kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh pemerintah melalui proses permohonan izin mendirikan bangunan gedung ayat 2. c. Pemerintah daerah wajib memberikan surat keterangan rencana kabupatenkota untuk lokasi yang bersangkutankepada setiap orang yang akan mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan gedung ayat 3. d. Surat keterangan rencana kabupatenkota sebagaimana dimaksud dengan ayat 3 merupakan ketentuan yang berlaku untuk lokasi yang bersangkutan dan berisi ayat 4: 1. Fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun pada lokasi bersangkutan. 2. Ketingian maksimum gedung yang diizinkan 3. Jumlah lantailapis bangunan gedung dibawah permukaan tanah dan KTB yang diizinkan 4. Garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan gedung yang diizinkan. 5. KDB maksimum yang diizinkan. 6. KLB maksimum yang diizinkan. 7. KDH minimum yang diizinkan. 8. KTB maksimum yang diizinkan. 9. Jaringan utilitas kota. e. Rencana kabupatenkota sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dan ayat 5 digunakan sebagai dasar penyusunan rencana teknis bangunan gedung ayat 6. commit to user 35 2. Pasal 15 a. Setiap orang dalam mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat 1 wajib melengkapi dengan : 1. Tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda buktiperjanjian pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 2. Data pemilik bangunan gedung 3. Rencana teknis bangunan gedung 4. Hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan. b. Untuk proses pemberian perizinan bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d, harus mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung dan dengan mempertimbangkan pendapat publik. 3. Pasal 18 ayat 1 Setiap mendirikan bangunan gedung, fungsinya harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang ditetapkan dalam RTRW kabupatenkota, RDTRKP, danatau RTBL. 4. Pasal 20 ayat 1 Setiap bangunan gedung yang didirikan tidak boleh melebihi ketentuan maksimal kepadatan dan ketinggian yang ditetapkan dalam RTRW kabupatenkota, RDTRKP, danatau RTBL. d. Peratuan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun. 1. Pasal 1 ayat 6 Persyaratan administratif adalah persyaratan mengenai perizinan usaha dari perusahaan pembangunan perumahan, izin lokasi dan commit to user 36 atau peruntukannya perizinan mendirikan bangunan IMB, serta izin layak huni yang diatur dengan peraturan perundang-undangan dan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan. 2. Pasal 30 a. Rumah susun dan lingkungannya harus dibangun dan dilaksanakan berdasarkan perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan peruntukannya. b. Perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diajukan oleh penyelenggara pembangunan kepada Pemerintah Daerah, dengan melampirkan persyaratan-persyaratan sebagai berikut 1. sertifikat hak atas tanah; 2. fatwa peruntukan tanah; 3. rencana tapak; 4. gambar rencana arsitektur yang memuat denah dan potongan beserta pertelaannya yang menunjukkan dengan jelas batasan secara vertikal dan horizontal dari satuan rumah susun; 5. gambar rencana struktur beserta perhitungannya; 6. gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama; 7. gambar rencana jaringan dan instalasi beserta perlengkapannya. 3. Pasal 33 ayat 1 Tata cara permohonan dan pemberian perizinan serta pengesahann sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, dan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah. e. Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan Gedung 1. Pasal 2 commit to user 37 a. setiap mendirikanmerubahmerobohkan bangunan harus terlebih dahulu mendapatkan IMB dari walikotamadya kepala daerah. b. Pelaksanaan pekerjaan pembangunan harus sesuai dengan imb yang dimohonkan. 2. Pasal 9 a. IMB berisi tentang : 1. nama dan alamat pemegang ; 2. Jenis bangunan yang diizinkan : 3. Peruntukan bangunan yang diizinkan ; 4. Letak persil empat bangunan yang diizinkan ; 5. Jangka waktu pekerjaan mendirikan merubah merobohkan bangunan yang diizinkan keseluruhan atau bertahap. b. IMB disertai lampiran-lampiran yang ditetapkan dengan keputusan walikotamadya kepala daerah. f. Perda Kota Surakata Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota 1. Pasal 11 ayat 2 Mengembangkan rumah secara vertikal rumah susun serta mengembangkan perumahan penduduk kampung untuk tempat tinggal sementara bagi wisatawan, olahragawan, mahasiswa, pendatang musiman buruh dan pedagang serta karyawan. 2. Pasal 20 a. Kawasan peruntukan ketinggian bangunan sangat rendah yaitu blok dengan bangunan maksimum 2 dua lantai dengan tinggi puncak dibawah 12 meter dari lantai dasar dengan angka luas lantai ALL maksimum 2 kali angka lantai dasar ALD ; b. Kawasan peruntukan ketinggian bangunan rendah yaitu blok dengan bangunan bertingkat maksimum 4 empat lantai commit to user 38 dengan tinggi puncak maksimum 24 meter dan minimum 12 meter dari lantai dasar dengan angka luas lantai ALL maksimum 4 kali angka lantai dasar ALD ; c. Kawasan peruntukan ketinggian bangunan sedang yaitu blok dengan bangunan bertingkat maksimum 8 delapan lantai dengan tinggi puncak maksimum 40 meter dan minimum 24 meter dari lantai dasar dengan angka luas lantai ALL maksimum 8 kali angka lantai dasar ALD ; d. Kawasan peruntukan ketinggian bangunan tinggi yaitu blok dengan bangunan bertingkat 9 sembilan lantai dengan tinggi puncak minimum 40 meter dari lantai dasar dengan angka luas lantai ALL minimum 9 kali ALD, maksimum 20 lantai dengan tinggi puncak bangunan maksimum 84 meter dari lantai dasar dan ALL maksimum 20 kali angka lantai dasar ALD ; 3. Pasal 21 a. Kawasan peruntukan dengan ALD tinggi lebih dari 75 diperuntukkan bagi bangunan rendah maksimum 4 lantai untuk fungsi pertokoan termasuk rumah toko bangunan komersial pinggir jalan di kawasan perdagangan ; b. Kawasan peruntukan dengan ALD sedang 50-70 diperuntukkan bagi bangunan sedang maksimum 8 lantai untuk bangunan perkantoran, komersial atau bangunan dengan sistim bangunan tunggalblok ; c. Kawasan peruntukan dengan ALD rendah 20-50 diperuntukkan bagi bagi bangunan tinggi minimum 9 lantai untuk bangunan perkantoran dan komersial atau bangunan rendah untuk penggunaan industri. . commit to user 39 8. Tinjauan Umum Tentang Kebudayaan a. Pengertian Kebudayaan Pengertian kebudayaan oleh para ahli memiliki pengertian sebagai berikut : 1. Menurut E.B. Tylor 1924:1 : Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. 2. Soerjono Soekanto 1990:173 : Kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. b. Unsur-Unsur Kebudayaan Kebudayaan setiap masyarakat atau bangsa terdiri dari unsur- unsur yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat sebagai suatu kesatuan. Menurut Bronislaw Malinowski ada empat unsur pokok kebudayaan yaitu: 1. Sistem norma yang memungkinkan kerjasama antara para anggota masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya; 2. Organisasi ekonomi; 3. Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan, perlu diingat bahwa keluarga kekuatan. 4. Antropolog merupakan pendidikan yang utama; Organisasi C.Kluckhohn dalam sebuah karyanya yang berjudul Universal Catagories of Culture telah menguraikan ulasan para sarjana mengenai tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai Cultural Universals, yaitu: 1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transportasi; commit to user 40 2. Mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi; 3. Sistem kemasyarakatan sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan; 4. Bahasa lisan, maupun tertulis; 5. Kesenian seni rupa, seni suara, seni gerak; 6. Sistem pengetahuan; 7. Religisistem kepercayaan. c. Kebudayaan Jawa Indonesia memiliki berbagai macam kebudayaan daerah yang memiliki cirri khas masing-masing. Pulau jawa sendiri memiliki berbagai kebudayaan yang tidak dimiliki daerah lain. Kehidupan manusia Jawa sarat dengan simbol. Pertama, mereka berpegang pada cipta rasio, rasa perasaan, dan karsa kehendak dalam usaha melaksanakan karya pekerjaan, sehingga mereka tidak tergesa-gesa dalam membuat suatu keputusan. Hal ini terjadi pada perwujudan bentuk dalam menuangkan ide yang dapat menyentuh dan merangsang perasaan terdalam. Pesan dan ajaran falsafah hidupnya menentukan orientasi diri dan sikap hidupnya yang terungkap dalam wujud lambang atau sinamuning samudono. Meskipun ungkapan lambang itu tidak mudah dimengerti, semua karya dipertanggungjawabkan tidak hanya sebatas kenyataan duniawi saja, tapi pada Tuhan Sang Kuasa Mutlak. Kedua, kehidupan manusia Jawa merupakan cermin kerukunan yang saling menghargai dan menghormati sesama, sehingga adanya perbedaan jenjang dimaknainya sebagai adanya perbedaan peran dan tangung jawab. Ketiga, pola bentuk ruang orang Jawa mengikuti pola prilaku kehidupan dan keadaan alamnya. Rumah sebagai ruang hidup commit to user 41 materialnya dianggap sebagai miniatur kosmosnya yang memiliki unsur-unsur batas yang nyata dalam suasananya, mengingat rumah merupakan sebuah bukti kemantapan rumah tangga. d. Keraton Surakarta Keraton Surakarta atau lengkapnya dalam bahasa Jawa disebut Karaton Surakarta Hadiningrat adalah istana Kasunanan Surakarta. Keraton ini didirikan oleh Susuhunan Pakubuwono II Sunan PB II pada tahun 1744 sebagai pengganti IstanaKeraton Kartasura yang porak-poranda akibat Geger Pecinan 1743. Istana terakhir Kerajaan Mataram didirikan di desa Sala Solo, sebuah pelabuhan kecil di tepi barat Bengawan sungai BetonSala. Setelah resmi istana Kerajaan Mataram selesai dibangun, nama desa itu diubah menjadi Surakarta Hadiningrat. Istana ini pula menjadi saksi bisu penyerahan kedaulatan Kerajaan Mataram oleh Sunan PB II kepada VOC di tahun 1749. Semula keraton Surakarta merupakan Lembaga Istana Imperia l House yang mengurusi raja dan keluarga kerajaan disamping menjadi pusat pemerintahan Kesunanan Surakarta. Setelah Kesunanan Surakarta dinyatakan hapus oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1946, peran keraton Surakarta tidak lebih sebagai Pemangku Adat Jawa khususnya garisgaya Surakarta. Begitu pula Susuhunan tidak lagi berperan dalam urusan kenegaraan sebagai seorang raja dala artian politik melainkan sebagai Yang Dipertuan Pemangku Tahta Adat, pemimpin informal kebudayaan. Fungsi keraton pun berubah menjadi pelindung dan penjaga identitas budaya Jawa khususnya gaya Surakarta. Aart van beek 1990:67 Walaupun dengan fungsi yang terbatas pada sektor informal namun keraton Surakarta tetap memiliki kharisma tersendiri di lingkungan masyarakat Jawa khususnya di bekas daerah Kesunanan Surakarta. Selain itu keraton Surakarta juga memberikan gelar commit to user 42 kebangsawanan kehormatan honoriscausa pada mereka yang mempunyai perhatian kepada budaya Jawa khususnya Surakarta disamping mereka yang berhak karena hubungan darah maupun karena posisi mereka sebagai pegawai abdidalem keraton. e. Arsitektur Bangunan Tradisional Jawa Yang merupakan bangunan pokok dalam seni bangunan Jawa ada 5 lima macam antara lain : § Panggang-pe yaitu bangunan hanya dengan atap sebelah sisi. § Kampung yaitu bangunan dengan atap 2 belah sisi, sebuah bubungan di tengah saja. § Limasan yaitu bangunan dengan atap 4 belah sisi, sebuah bubungan di tengahnya. § Joglo atau Tikelan, yaitu bangunan dengan Soko Guru dan atap 4 belah sisi, sebuah bubungan di tengahnya. § Tajug atau Masjid, yaitu bangunan dengan Soko Guru atap 4 belah sisi, tanpa bubungan, jadi meruncing. Pada dasarnya arsitektur tradisonal Jawa – sebagaimana halnya Bali dan daerah lain adalah arsitektur halaman yang dikelilingi oleh pagar. Yang disebut rumah yang utuh seringkali bukanlah satu bangunan dengan dinding yang pejal melainkan halaman yang berisi sekelompok unit bangunan dengan fungsi yang berbeda-beda. Ruang dalam dan luar saling mengimbas tanpa pembatas yang tegar. Struktur bangunannya merupakan struktur rangka dengan konstruksi kayu, bagaikan payung yang terpancang terbuka. Dinding ruangan sekedar merupakan tirai pembatas, bukan dinding pemikul. Yang sangat menarik pula untuk diungkap adalah struktur tersebut diperlihatkan secara jelas,wajar dan jujur tanpa ada usaha menutupinya. Bahan- bahan bangunannya, semua dibiarkan menunjukan watak aslinya. Di samping itu arsitektur Jawa memiliki ketahanan yang cukup handal terhadap gempa http:www.wahana-budaya-indonesia.com. commit to user 43

B. Kerangka Pemikiran