KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA SURAKARTA UNTUK BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS BUDAYA JAWA

(1)

commit to user

i

``KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA SURAKARTA UNTUK BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA

MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS BUDAYA JAWA

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

BRESTIARA GANINDYA E. 0005120

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA SURAKARTA UNTUK BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA UNTUK MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS

BUDAYA JAWA

Oleh

Brestiara Ganindya E.0005120

Disetujui untuk dipertahankan di depan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 8 Februari 2011

Pius Triwahyudi, S.H.,M.Si. NIP. 195602121985031004


(3)

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan hukum (Skripsi)

KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA SURAKARTA UNTUK BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA UNTUK MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS

BUDAYA JAWA

Oleh

Brestiara Ganindya NIM. E 0005120

Telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Kamis

Tanggal : 24 Maret 2011 DEWAN PENGUJI

1. Purwono Sungkowo R., S.H. : ... Ketua

2. Lego Karjoko, S.H.,M.H. :... Sekretaris

3.Pius Triwahyudi, S.H.,M.Si. :... Anggota

Mengetahui Dekan,

Moh. Jamin, S.H.,M.Hum. NIP. 196109301986011001


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Brestiara Ganindya NIM : E0005120

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :

Kajian Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Oleh Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Pemerintah Kota Surakarta Untuk Bangunan Apartemen Sebagai Upaya Untuk Mewujudkan Penataan Bangunan Kota Berbasis Budaya Jawa adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 8 Februari 2011 Yang membuat pernyataan

Brestiara Ganindya NIM. E0005120


(5)

commit to user

v ABSTRAK

BRESTIARA GANINDYA. E 0005120, KAJIAN PENERBITAN IZIN

MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH UNIT PELAYANAN

TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA SURAKARTA UNTUK

BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA UNTUK MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS BUDAYA JAWA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi). 2011.

Tujuan penelitian ini berfungsi untuk mengetahui persyaratan dan prosedur izin mendirikan bangunan apartemen di Kota Surakarta, selain itu juga bertujuan untuk mengetahui harmonisasi peraturan perundang-undangan mengenai izin mendirikan bangunan apartemen..

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif dengan pendekatan perundang-undangan. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diklasifikasikan menjadi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier atau penunjang. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari data sekunder. Analisis data yang dipergunakan adalah silogisme deduksi dengan metode intepretasi gramatikal. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian ini diperoleh simpulan bahwa persyaratan dan prosedur penerbitan izin mendirikan bangunan apartemen di Kota Surakarta telah sesuai dengan perundang-undangan yang ada akan tetapi jika ditinjau dari segi sosial-budaya dan kaidah tata ruang, penerbitan izin mendirikan bangunan apartemen kurang sesuai. Prosedur dan persyaratan izin mendirikan bangunan terdapat dalam Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan Gedung sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang bangunan pada tingkat daerah. Untuk bangunan khusus seperti bangunan apartemen ada beberapa persyaratan tambahan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun. Selain itu pendirian bangunan apartemen wajib memperhatikan rencana umum tata ruang kota. Setiap peraturan perundangan yang mengatur suatu hal tidak boleh bertentangan dengan undang-undang lain yang mengatur hal yang sama pula. Dalam hal ini peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang izin mendirikan bangunan apartemen telah harmonis, meskipun demikian terdapat beberapa kekurangan pengaturannya di tingkat daerah sehingga kekuatan hukumnya kurang maksimal. Implikasi teoritis penelitian ini adalah memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum khususnya dalam menelaah setiap peraturan mengenai izin mendirikan bangunan khususnya bangunan apartemen, selain itu diharapkan dengan penulisan ini pemohon IMB yang akan mengajukan permohonan IMB berpedoman pada peraturan yang berlaku.


(6)

commit to user

vi ABSTRACT

BRESTIARA GANINDYA. E 0005120, STUDY PUBLISHING BUILDING PERMITS (IMB) BY UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) SURAKARTA CITY GOVERNMENT FOR THE APARTMENT BUILDING AS EFFORTS TO REALIZE `THE CITY BUILDING JAVA-BASED CULTURE. Faculty of Law University of Surakarta Eleven March. Legal Writing (Thesis). 2011

The purpose of this study to observe the requirements and procedures for apartment building permits in Surakarta, but it also aims to determine the harmonization of legislation on apartment building permits.

This research is a normative law is prescriptive regulatory approach. The type of data used are secondary data that are classified into primary legal materials, legal materials, secondary and tertiary legal materials or auxiliary. Data collection techniques used in this research is literature study of data collection techniques by studying the secondary data. Analysis of the data that was used is deductive syllogism with grammatical interpretation method. Based on the discussion of the research results obtained the conclusion that the requirements and procedures for the issuance of building permits has an apartment in the city of Surakarta in accordance with existing legislation, but if in terms of socio-cultural and spatial rules, issuance of building permits is less suitable apartment. The procedures and requirements for building permits contained in Perda Surakarta Number. 8 Year 1988 on Building Construction for the implementation of the Law building at the local level. For special buildings such as apartment buildings there are some additional requirements in accordance with Law No. 16 of 1985 on the Flats. In addition, the establishment of an apartment building shall take into account the general plan layout of the city. Any legislation that regulates a thing must not conflict with other laws governing the same thing too. In this case the legislation that regulates the apartment building permits have been harmonious, nevertheless there are some shortcomings so that its settings at the local level less than the maximum legal power. Theoretical implications of this research is to contribute ideas for the development of legal science, especially in reviewing each of the rules set forth in a company, other than that expected by the Company in writing to make a regulation should be based on existing regulations.


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Syukur kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas pertolongan dan kebaikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya Penulisan Hukum (Skripsi) dengan judul “Kajian Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Oleh Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Pemerintah Kota Surakarta Untuk Bangunan Apartemen Sebagai Upaya Untuk Mewujudkan Penataan Bangunan Kota Berbasis Budaya Jawa”.

Penulisan Hukum ini membahas mengenai izin mendirikan bangunan apartemen yang ditelaah berdasarkan aspek hukum, sosial-budaya, dan tata ruang kota. Dalam penulisan hukum ini juga membahas mengenai harmonisasi peraturan prundang-undangan yang mengatur izin mendirikan bangunan apartemen.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, membimbing, memotivasi dan mendoakan sehingga penulisan hukum ini dapat selesai, yaitu kepada :

1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Pius Triwahyudi, S.H., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Penulisan Hukum (Skripsi) yang telah memberikan bantuan, bimbingan, masukan dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini.

3. Ibu Dr. Igusti Ayu Ketut R.H., S.H., M.M., selaku ketua Bagian Hukum Administrasi Negara yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum.

4. Segenap Dosen dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, atas bantuan dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan.

5. Bapak Alqaf Hudaya, Ibu Netty Isdiyah antaryani, Bapak Purwito, Ibu Sularmi, dan Ratna Nurajayanti yang tak pernah lelah memberikan doa, perhatian, nilai-nilai kehidupan, motivasi dan kasih kepada penulis.


(8)

commit to user

viii

6. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penulisan hukum (Skripsi) ini.

Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum ini tidak sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Saya berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan orang lain.

Surakarta, 8 Februari 2011


(9)

commit to user

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... .... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah ... 1

B Rumusan Masalah ... 4

C Tujuan Penelitian ... 4

D Manfaat Penelitian... 5

E Metode Penelitian ... 6

F Sistematika Penulisan Hukum ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Kerangka Teori ... 12

1. Tinjauan Tentang Izin Mendirikan Bangunan ... 12

a. Pengertian Izin Mendirikan Bangunan ... 12

b. Tujuan dan Fungsi Izin dan Izin Mendirikan Bangunan . 12

2. Tinjauan Umum Tentang Perundang-Undangan ... 16

a. Pengertian Peraturan ... 16

b. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ... 16

c. Tata Urutan Perundang-undangan ... 18

3. Tinjauan Umum Tentang Kaidah Hukum Dan Asas Hukum ... 20


(10)

commit to user

x

4. Tinjauan Unit Pelayanan Terpadu... 22

a. Pengertian Unit Pelayanan Terpadu ... 22

b. Tugas dan kewenangan Unit Pelayanan Terpadu (UPT). 22

c. Pertanggungjawaban Unit Pelayanan Terpadu (UPT) ... 23

5. Tinjauan Tentang Bangunan Rumah Susun atau Apartemen ... 24

a. Pengertian Bangunan Rumah susun atau Apartemen ... 24

b. Tujuan Pembangunan Rumah Susun ... 24

c. Syarat Pembangunan Rumah Susun ... 25

6. Tinjauan Tentang Tata Ruang ... 26

a. Pengertian Tata Ruang ... 26

b. Tujuan Penataan Ruang ... 27

c. Pelaksanaan Tata Ruang ... 27

7. Tinjauan Tentang Peraturan Perundang-undangan Mengenai Izin Mendirikan Bangunan ... 32

a. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ... 32

b. Undang-Undang Bangunan Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung ... 33

c. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang Bangunan Gedung ... 34

d. Peratuan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun ... 35

e. Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan Gedung ... 36

f. Perda Kota Surakata Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota ... 37

8. Tinjauan Tentang Kebudayaan ... 39

a. Pengertian Kebudayaan ... 39

b. Unsur-Unsur Kebudayaan ... 39


(11)

commit to user

xi

d. Keraton Surakarta ... 41 e. Arsitektur bangunan jawa……… 42 B Kerangka Pemikiran ... 43

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A Kajian Penerbitan IMB Bangunan Apartemen Terhadap

Kaidah-Kaidah Hukum, Sosial Budaya, dan Kaidah Tata Ruang di Surakarta ... 46

1.IMB ditinjau dari Aturan-Aturan Hukum ... 46 2.IMB ditinjau dari Kaidah-Kaidah Sosial Budaya yang

Berlaku Dalam Masyarakat... 60 3.IMB ditinjau dari Kaidah-Kaidah Tata Ruang Kota ... 70 B Harmonisasi Perundang-Undangan Mengenai Izin

Mendirikan Bangunan Apartemen ... 90

BAB IV PENUTUP

A Simpulan ... 101 B Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

commit to user

xii

DAFTAR GAMBAR


(13)

commit to user

xiii


(14)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pada awalnya, manusia mendiami atau tinggal di atas permukaan tanah untuk bercocok tanam dan mendirikan bangunan sebagai tempat tinggal bagi dirinya sendiri maupun keluarganya. Akan tetapi sejalan dengan membaiknya tingkat kesehatan pertumbuhan ekonomi negara yang semakin mantap, maka peningkatan laju pertumbuhan penduduk semakin pesat. Dilain pihak, tanah atau lahan yang tersedia relatif terbatas atau tetap. Apalagi pembangunan perumahan secara horisontal menyebabkan semakin sempitnya lahan tanah yang ada. Tidak jarang perebutan lahan tempat bercocok tanam maupun bermukim menimbulkan berbagai sengketa, terutama sekali di kota-kota besar. Maka kemudian orang memikirkan adanya bangunan vertikal dengan sistem satuan baik untuk hunian seperti rumah susun, apartemen, kondominium, dan sistem satuan untuk nonhunian seperti mall, bangunan kantor bertingkat yang bergedung pencakar langit. Diharapkan dengan berdirinya bangunan bertingkat baik hunian maupun nonhunian.dapat memaksimalkan penggunaan lahan tanah menjadi lebih efisien.

Apartemen merupakan salah satu bentuk bangunan vertikal. Pengertian apartemen itu sendiri dalam undang-undang sebenarnya adalah rumah susun, dimana yang dimaksud rumah susun adalah :

“ Ba nguna n gedung bertingkat yang dibangun da la m suatu lingkungan, yang terbagi da la m ba gia n-ba gia n yang distrukturka n secara fungsiona l da la m a rah horizonta l ma upun vertica l dan merupa ka n satua n-satuan ya ng masing-ma sing da pat dimiliki dan diguna ka n seca ra terpisah, teruta masing-ma untuk tempat hunian, ya ng dilengka pi denga n ba gia n-bersa ma , benda -bersa ma dan ta nah bersa ma ”

(Ayat 1 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun).

Apartemen atau rumah susun diharapkan mampu mengatasi permasalahan hunian di Indonesia termasuk di Surakarta. Para pekerja yang


(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

bertempat tinggal di pinggir kota sedangkan pekerjaan mereka berada di pusat kota dapat memanfaatkan bangunan rumah susun untuk tempat tinggal sementara sehingga tidak memakan banyak biaya dan waktu mereka.

The effect of distance from the city centre on selling price, ta x a ssessment a nd gross income is investigated for income property in proximity to the city centre (Christian Ja nssen : 2001)

Akan tetapi dalam pembangunannya, apartemen-apartemen di Surakarta ternyata menuai banyak kontroversi. Beberapa golongan mengaku tidak setuju terhadap pembangunan aprtemen tersebut karena ada beberapa hal yang telah dilanggar mulai dari perizinan, gangguan terhadap lingkungan hidup, sampai pelanggaran niai-nilai kebudayaan masyarakat kota Surakarta yang berbasis budaya jawa. Masyarakatpun mengajukan beberapa keberatan hingga usulan untuk menghentikan proyek pembangunan apartemen yang sedang berjalan.

Pembangunan ketiga apartemen di Kota Surakarta menjadi sebuah kontroversi tersendiri, pasalnya baru pertama kali ini didirikan dan masyarakat belum bisa menerima. Perangkat hukum yang ada belum bisa menjadi dasar hukum yang kuat untuk pembangunan apartemen itu sendiri.

IMB (Izin Mendirikan Bangunan) merupakan otonomi masing-masing daerah untuk melaksanakannya. IMB dituangkan dalam perda masing-masing daerah. Di kota Surakarta sendiri, dalam pembagunan sebuah bangunan berdasar pada Perda Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan Dan Perda Nomor 16 Tahun 1991 Tentang Bangunan Bertingkat.. Untuk bangunan yang mempunyai dampak penting harus memperhatikan rencana umum tata ruang kota yang dituangkan dalam Perda. Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota.

Kewenangan mengeluarkan IMB ini merupakan taggung jawab Walikota Surakarta melalui UPT (Unit Pelayanan Terpadu) yang terdapat di kantor balaikota Surakarta. UPT merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah kota surakarta yang berwenang mengurusi segala masalah perizinan, jadi tidak sekedar IMB, seperti misalnya izin penggunaan, izin lokasi, izin usaha industri, dll.


(16)

commit to user

Pemerintah Kota Surakarta yang dirasa sangat mudah memberikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk bangunan tinggi dan modern di kota Surakarta mendapat tanggapan dari aktivis Dewan Kesenian Surakarta (DKS) dan Forum Penegak Keadilan dan Kebenaran (FPKK). Menurut mereka, pembangunan gedung-gedung tinggi tersebut akan mempertebal rasa kekalahan orang Jawa. Orang Jawa menggunakan Keraton Kasunan sebagai panutan sekarang malah sudah tertutup dengan adanya gedung-gedung tinggi tersebut. Gedung tinggi yang sedang berada dalam proses pembangunan adalah Solo Paragon, Solo Center Point dan Kusuma Mulia Tower. Bangunan itu tingginya lebih dari 20 lantai, padahal di Surakarta masih ada Keraton dan juga Mangkunegaran. Jika dilihat dari estetika dan peraturan yang ada ini bisa tidak tepat, FPKK meminta walikota mengkaji ulang IMB tiga apartemen tersebut untuk izin peruntukannya dan ketinggian bangunan (http://assyita.blogspot.com/2009/09/solo-belum-butuh-paragon.html).

Dalam pendirian bangunan khususnya apartemen tidak terlepas dari kendala masalah perizinan dan persetujuan dari masyarakat setempat. Perizinan yang dimaksud adalah izin mendirikan bangunan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Surakarta yang seharusnya bisa menjadi dasar hukum yang kuat bagi pendirian bangunan apartemen dan memperhatikan nilai-nilai budaya masyarakat kota surakarta yang sudah dipegang teguh sejak lama.

Berdasarkan wacana di atas, peneliti membuat penulisan hukum dalam bentuk skripsi dengan judul : “KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA SURAKARTA UNTUK

BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA UNTUK

MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS


(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

B. Rumusan masalah

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan adanya perumusan masalah untuk mengidentifikasikan persoalan yang akan diteliti dan mengarahkan peneliti sesuai tujuan penelitian. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk bangunan apartemen oleh unit pelayanan terpadu (UPT) Pemerintah Kota Surakarta sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sosial budaya, dan kaidah tata ruang Kota Surakarta?

2. Apakah sudah ada harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk bangunan apartemen baik di tingkat pusat maupun daerah?

C. Tujuan penelitian

Dalam suatu penelitian harus memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberi arah dalam melangkah sesuai dengan maksud penelitian.

Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Obyektif :

Tujuan Obyektif merupakan tujuan untuk memperoleh data dalam rangka mengetahui jawaban permasalahan. Sedangkan tujuan dari penelitian ini sendiri adalah :

a. Untuk mengetahui apakah penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) oleh unit pelayanan terpadu (UPT) Pemerintah Kota Surakarta untuk bangunan apartemen sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sosial-budaya, dan kaidah tata ruang di Kota Surakarta.


(18)

commit to user

b. Untuk Untuk mengetahui apakah sudah ada harmonisasi perundang-undangan tentang penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk bangunan apartemen baik di tingkat pusat maupun daerah.

2. Tujuan Subyektif :

Tujuan Subyektif merupakan motif subyektif penyusunan penelitian. Tujuan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut :

a. Untuk memperoleh data-data sebagai bahan penulisan hukum guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman penulis dalam bidang Hukum Administrasi Negara khususnya dalam bidang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan apartemen.

c. Untuk meningkatkan pemahaman tentang berbagai teori yang diperoleh penulis selama kuliah.

D. Manfaat Penelitian

Tiap penelitian harus diyakini kegunaannya bagi pemecahan masalah yang diselidiki baik untuk diri penulis maupun bagi orang lain. Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis :

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya bagi pengembangan Hukum Administrasi Negara mengenai penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan apartemen.

b. Sebagai bahan masukan untuk pengkajian dan penulisan karya ilmiah dibidang ilmu hukum.


(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Manfaat Praktis :

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberi masukan serta tambahan pengetahuan mengenai penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan apartemen;

b. Sebagai bahan masukan informasi pada instansi terkait dan pihak-pihak yang membutuhkan informasi tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan apartemen yang diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk lebih menyempurnakan dalam proses penerbitan (IMB) bangunan apartemen apabila terjadi kesalahan yang merugikan lingkungan sekitar dan masyarakat kota Surakarta yang kental akan budaya jawa;

c. Dapat meberikan masukan bagi Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kota Surakarta untuk menata dan megambil kebijaksanaan dalam proses penyelesaian terhadap hambatan hambatan yang timbul dalam penerbitan (IMB) bangunan apartemen yang tidak bertentangan dengan budaya jawa atau hukum adat setempat.

E. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu (Soerjono Soekanto, 2006:42). Metodologi pada hakikatnya memberikan pedoman tentang cara-cara seseorang ilmuan mempelajari, menganalisis, dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya.

Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(20)

commit to user

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Disebut penelitian hukum normatif karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain. Sedangkan disebut sebagai penelitian kepustakaan disebabkan penelitian dalam penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian dalam penulisan hukum ini adalah Preskriptif dimana memberikan preskripsi mengenai apa yang seharusnya merupakan hal yang esensial dari penelitian hukum. Hal ini baik untuk keperluan praktek maupun untuk penulisan akademis, preskripsi yang diberikan menentukan nilai penelitian tersebut, maka langkah terakhir dari suatu penelitian yaitu memberikan preskripsi berupa rekomendasi yang didasarkan pada kesimpulan yang telah diambil. Berpegang pada karakteristik Ilmu Hukum sebagai ilmu terapan, preskripsi yang diberikan di dalam kegiatan penelitian hukum harus dapat atau setidaknya mungkin untuk diterapkan.

3. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, dimana dengan pendekatan tersebut peneliti akan mendapat informasi dari berbagai aspek mengenai isu hukum yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pada penelitian ini digunakan pendekatan undang-undang (statute approach), dengan menelaah dengan semua legislasi dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang diteliti. Sehingga dalam metode pendekatan perundang-undangan ini diperlukan pemahaman mengenai hierarki dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan.


(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4. Jenis Data

Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder. Karena penelitian yang dilakukan penulis termasuk penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, maka data yang dipergunakan adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumber pertama, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian dan sebagainya.

5. Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan data yang bersumber dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat antara lain: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia baik sebelum perubahan maupun sesudah perubahan, Undang-Undang Negara Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan Walikota.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer seperti buku-buku, artikel majalah dan koran, hasil-hasil penelitian, pendapat pakar hukum maupun makalah-makalah yang berhubungan dengan topik penulisan ini.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, kamus bahasa dan ilmu hukum yang lain.


(22)

commit to user

6. Teknik Pengumpulan Data

Karena penelitian ini adalah penelitian normatif, maka dalam pengumpulan datanya dilakukan dengan studi kepustakaan atau studi dokumen. Teknik ini merupakan cara pengumpulan data dengan membaca, mempelajari, mengkaji dan menganalisis serta membuat catatan dari peraturan perundan-undangan, buku literatur, dokumen dan hal-hal lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

7. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan logika deduktif. Menurut Jhony Ibrahim yang mengutip pendapatnya Benard Arief Shiharta, logika deduktif merupakan suatu teknik utuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (Jhony Ibrahim, 2006;249). Sedangkan Prof. Peter Mahmud Marzuki yang mengutip pendapatnya Philiphus M. Hadjon menjelaskan metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles, penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis major (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus), dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau

Conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2007; 47). Jadi yang dimaksud dengan pengolahan bahan hukum dengan cara deduktif adalah menjelaskan sesuatu dari hal-hal yang sifatnya umum, selanjutnya menarik kesimpulan dari hal itu yang sifatnya lebih khusus.

Dalam penelitian ini data yang diperoleh dengan melakukan inventarisasi sekaligus mengkaji dari penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-undangan beserta dokumen-dokumen yang dapat membantu menafsirkan norma tersebut dalam mengumpulkan data, kemudian data itu diolah dan dianalisis untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Tahap terakhir adalah menarik kesimpulan dari data yang telah diolah, sehingga pada akhirnya dapat diketahui apakah penerbitan Izin Mendirikan


(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Bangunan (IMB) oleh Unit Pelayanan Terpadu Pemerintah kota Surakarta untuk bangunan apartemen sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sosial budaya, dan kaidah tata ruang Kota Surakarta, serta dapat mengetahui apakah sudah ada harmonisasi peraturan perundang-undangan tentang pendirian bangunan apartemen baik di tingkat pusat maupun daerah.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh dari penulisan hukum yang disusun, maka penulis menyusun suatu sistematika penulisan hukum sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan mengenai pendahuluan dari penelitian ini yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan kerangka penelitian hukum. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada Bab II ini, penulis membagi menjadi dua kategori, yaitu kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori berisi: Tinjauan umum tentang Izin Mendirikan Bangunan, Tinjauan Umum Tentang Legalitas Peraturan Perundang-undangan, Tinjauan Umum Tentang Kaedah Hukum dan Asas Hukum, Tinjauan Umum Tentang Unit Pelayanan Terpadu (UPT), Tinjauan Umum Tentang Bangunan Apartemen, Tinjauan Umum Tentang Tata Ruang, Tinjauan Umum Tentang Peraturan Perundang-undangan Mengenai Izin Mendirikan Bangunan, Tinjauan Umum Tentang Kebudayaan. Kerangka pemikiran berisi : kerangka atau landasan yang penulis gunakan dalam penulisan hukum ini.


(24)

commit to user

BAB III : PEMBAHASAN

Dalam bab III ini penulis akan menguraikan tentang penerbitan Izin Mendirikan Bangunan yang diterbitkan oleh Unit Pelayanan Terpadu kota Surakarta untuk bangunan apartemen ditinjau dari peraturan perundang-undangan,m sosial-budaya, tata ruang Kota Surakarta serta meneliti harmonisasi peraturan perundang-undangan mengenai izin mendirikan bangunan apartemen baik di tingkat pusat maupun daerah.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab IV sebagai penutup penulis akan menyajikan kesimpulan berdasarkan analisis data sebagai jawaban permasalahan yang telah dirumuskan serta saran-saran yang dapat peneliti berikan atas permasalahan yang peneliti teliti.

DAFTAR PUSTAKA


(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum Izin Mendirikan Bangunan a. Pengertian Izin Mendirikan Bangunan.

Hukum perizinan adalah merupakan bagian dari Hukum Administrasi Negara. Adapun yang dimaksud dengan perizinan adalah: melakukan perbuatan atau usaha yang sifatnya sepihak yang berada di bidang Hukum Publik yang berdasarkan wewenang tertentu yang berupa penetapan dari permohonan seseorang maupun Badan Hukum terhadap masalah yang dimohonkan.

Izin adalah perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketetuan peraturan perundang-undangan (Sjachran basah, 1995 : 3).

Menurut Prajudi Atmosudirdjo (1981), perizinan merupakan perbuatan hukum yang bersifat administrasi negara yang diberikan oleh pejabat atau instansi pemerintah yang berwenang dan diberikan dalam bentuk suatu penetapan (beschikking). Suatu izin atau persetujuan atas sesuatu yang pada umumnya dilarang. Perizinan ini merupakan penetapan atau keputusan yang bersifat positif (pengabulan daripada permohonan seluruhnya atau sebagian) dan tergolong pada penetapan positif yang memberikan keuntungan kepada suatu instansi, badan, perusahaan, atau perorangan. Perizinan ini timbul dari strategi dan teknik yang dipergunakan oleh Pemerintah untuk menguasai atau mengendalikan berbagai keadaan, yakni dengan melarang tanpa izin tertulis untuk melakukan kegiatan-kegiatan apapun yang hendak diatur atau dikendalikan oleh Pemerintah. .


(26)

commit to user

Secara umum pengertian bangunan adalah sesuatu yang memakan tempat. Menurut Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 tentang Bangunan pengertian bangunan adalah bangunan-bangunan yang membentuk ruangan tertutup seluruhnya atau sebagian beserta bangunan-bangunan lain yang berhubungan dengan bangunan itu (ayat 6 Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 tentang Bangunan).

Sedangkan pengertian mendirikan bangunan sebagaimana yang diatur dalam Perda ini adalah : pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya atau sebagian termasuk pekerjaan menggali menimbun atau meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan itu. Jadi izin mendirikan bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah izin mendirikan/ merubah/ merobohkan bengunan yang dikeluarkan oleh walikotamadya kepala daerah (ayat 14 Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan).

Mengenai pengaturan dari izin mendirikan bangunan diatur oleh Perda setempat dimana bangunan itu akan didirikan. Namun pada dasarnya tidak terlepas dari ketentuan atau undang-undang yang secara garis besar/ umum dan menjadi dasar pembentukan peraturan di Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 dimana dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Dari bunyi Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 dapat disimpulkan bahwa daerah Indonesia di bagi dalam daerah provinsi. Provinsi dibagi lagi dalam daerah yang lebih kecil, dan setiap daerah tersebut diberi kebebasan untuk mengurus dan menyelenggarakan pemerintahan di daerahnya baik berupa Daerah Otonomi maupun Administratif.


(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Tujuan dan Fungsi Izin dan Izin Mendirikan Bangunan

Secara umum tujuan dan fungsi dari perizinan adalah untuk pengendalian dari pada aktifitas pemerintah dalam hal-hal tertentu dimana ketentuannya berisi pedoman-pedoman yag harus dilaksanakan oleh baik yang berkepentingan ataupun oleh penjabat yang berwenang. Selain itu tujuan dari perizinan itu dapat dilihat dari dua sisi yaitu: 1). Dari sisi pemerintah tujuan pemberian izin itu adalah :

a). Untuk melaksanakan peraturan apakah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan dalam prakteknya atau tidak dan sekaligus untuk mngatur ketertiban.

b). Sebagai sumber pendapatan daerah karena dengan adanya permintaan permohonan izin maka secara langsung pendapatan pemerintah akan bertambah karena setiap izin yang dikeluarkan pemohon harus membayar retribusi terlebih dahulu. Semakin banyak pula pendapatan dibidang retribusi tujuan akhirnya yaitu untuk membiayai pembangunan.

2). Dari Sisi Masyarakat tujuan pemberian izin itu adalah: a). Untuk adanya kepastian hukum;

b). Untuk adanya kepastian hak;

c). Untuk memudahkan mendapatkan fasilitas.

Bila bangunan yang didirikan telah mempunyai izin akan lebih mudah mendapat fasilitas. Ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah mempunyai fungsi masing-masing. Begitu pula halnya dengan ketentuan tentang perizinan mempunyai fungsi yaitu :

1). Sebagai fungsi penertib

Fungsi penertib dimaksudkan agar izin atau setiap izin atau tempat-tempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan masyarakat lainnya tidak bertentangan satu sama lain, sehingga ketertiban dalam setiap segi kehidupan masyarakat dapat terwujud.


(28)

commit to user

2). Sebagai fungsi pengatur

Fungsi mengatur dimaksudkan agar perizinan yang ada dapat dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya, sehingga terdapat penyalahgunaan izin yang telah diberikan, dengan kata lain, fungsi pengaturan ini dapat disebut juga sebagai fungsi yang dimiliki oleh pemerintah.

Tujuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah untuk melindungi kepentingan baik kepentingan pemerintah maupun kepentingan masyarakat yang dutujukan atas kepentingan hak atas tanah. Sedangkan fungsi dari Izin Mendirikan Bangunan ini dapat dilihat dalam beberapa hal :

1). Segi Teknis Perkotaan

Pemberian Izin Mendirikan Bangunan sangat penting artinya bagi Pemerintah Daerah guna mengatur, menetapkan dan merencanakan pembangunan perumahan di wilayahnya sesuai dengan potensial dan prioritas kota yang dituangkan dalam Master Pla n Kota. Untuk mendapatkan pola pembangunan kota yang terencana dan terkontrol tersebut, maka untuk pelaksanaan sutau pembangunan di atas wilayah suatu kota diwajibkan memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Dengan adanya pengaturan pembangunan perumahan melalui izin ini, maka pemerintah didarah dapat merencanakan pelaksanaan pembangunan berbagai sarana serta unsur kota dengan berbagai instansi yang berkepentingan. Hal ini penting artinya agar wajah perkotaan dapat ditata dengan rapi serta menjamin keterpaduan pelaksanaan pekerjaan pembengunan perkotaan. Penyesuaian pemberian Izin Mendirikan Bangunan dengan Master Pla n Kota akan memungkinkan adanya koordinasi antara berbagai departemen teknis dalam melaksanakan pembangunan kota.


(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2). Segi Kepastian Hukum

Izin Mendirikan Bangunan penting artinya sebagai pengawasan dan pengendalian bagi pemerintah dalam hal pembangunan perumahan. Mendirikan bangunan dapat menjadi acuan atau titik tolak dalam pengaturan perumahan selanjutnya. Bagi masyarakat pentingnya Izin Mendirikan Bangunan ini adalah untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap hak bangunan yang dilakukan sehingga tidak adanya gangguan atau hal-hal yang merugikan pihak lain dan akan memungkinkan untuk mendapatkan keamanan dan ketentraman dalam pelaksanaan usaha atau pekerjaan, selain itu Izin Mendirikan Bangunan tersebut bagi pemilknya dapat berfungsi sebagai :

a). Bukti milik bangunan yang sah.

b). Kekuatan hukum terhadap tuntutan ganti rugi dalam hal :

(1). Terjadinya hak milik untuk keperluan pembangunan yang bersifat untuk kepentingan hukum.

(2). Bentuk-bentuk kerugian yang diderita pemilik bangunan lainya yang berasal dari kebijaksanaan dan kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah.

2. Tinjauan Umum Tentang Legalitas Peraturan Perundang-undangan. a. Pengertian Peraturan

Menurut pasal (1) angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.

b. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004


(30)

commit to user

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik meliputi: 1). Kejelasan tujuan

Yang dimaksud dengan “kejelasan tujuan” berdasarkan penjelasan Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

2). Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat

Berdasarkan penjelasan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang dimaksud dengan asas “kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat” adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenag. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.

3). Kesesuaian antara jenis dan materi muatan

Yang dimaksud dengan asas “kesesuaian antara jenis dan materi muatan” adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan Perundang-undangannya.

4). Dapat dilaksanakan

Yang dimaksud dengan asas “dapat dilaksanakan” adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.

5). Kedayagunaan dan kehasilgunaan

Yang dimaksud dengan asas “kedayagunaan dan kehasilgunaan” adalah bahwa setiap Peraturan


(31)

Perundang-perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara.

6). Kejelasan rumusan

Yang dimaksud dengan asas “kejelasan rumusan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interprestasi dalam pelaksanaannya. 7). Keterbukaan

Yang dimaksud dengan asas “keterbukaan” adalah bahwa dalam proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan Perundang-Undangan.

c. Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan

Dalam menilik legalitas dari suatu ketentuan atau peraturan perundang-undangan salah satu teori yang dapat digunakan untuk menganalisis apakah suatu ketentuan perundang-undangan tersebut legal atau tidak adalah teori Stufenba u Des Rechts yang dikemukakan oleh Hans Kelsen. Menurut teori Stufenba u Des Rechts, legalitas suatu peraturan perundang-undangan tersebut, yang artinya teori ini menghendaki adanya tingkatan dalam peraturan perundang-undangan.

Hierarki atau tata urutan perundang-undangan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum di bawahnya. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut :


(32)

commit to user

1). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2). Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,

yang dimaksud Undang-Undang disini adalah sebagaimana dijelaskan pada Pasal (1) angka 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yakni Peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. Sementara Peraturan Pemerintah Pengganti Undang sebagaimana diatur dalam Pasal (1) angka 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa;

3). Peraturan Pemerintah, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal (1) angka 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yakni Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya;

4). Peraturan Presiden, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal (1) angka 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yakni Peraturan Perundang-undangan yang dibuat Presiden;

5). Peraturan Daerah, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal (1) angka 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yakni Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah, meliputi :

a). Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh dewan Perwakilan Daerah Provinsi bersama dengan Gubernur;

b). Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota; c). Peraturan Desa Peraturan yang setingkat, dibuat oleh Badan

Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama Kepala Desa atau nama lainnya.


(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Hal yang menjadi dasar hierarki tersebut adalah adanya asas yang menyatakan bahwa peraturan yang kedudukannya lebih rendah dari pada suatu kedudukan peraturan lain, tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang memiliki kedudukan di atasnya, di mana Perundang-undangan suatu negara adalah merupakan suatu sistem yang tidak menghendaki, membenarkan atau membiarkan adanya pertentangan di dalamnya. Jika pertentangan antar peraturan perundang-undangan itu terjadi, maka peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi akan melumpuhkan peraturan perundang-undangan yamg lebih rendah kedudukannya. Ini merupakan asas yang dikenal dengan adagium yang berbunyi Lex Superior Derograt Legi Inferiori.

3. Tinjauan Umum Tentang Kaedah Hukum dan Asas Hukum

Agar suatu peraturan perundang-undangan dapat berlaku efektif, maka secara substansial harus memperhatikan beberapa asas yaitu :

a. Undang-undang tidak berlaku surut; artinya suatu hanya boleh diterapkan terhadap peristiwa yang disebut dalam undang-undang tersebut serta terjadi setelah undang-undang itu dinyatakan berlaku; b. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi

mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula (Lex Superior Derograt Lex Impriori);

c. Undang-undang yang bersifat khusus mengenyampingkan undang-undang yang bersifat umum (Lex Specia lis Derograt Lex Genera l), apabila pembuatnya sama; artinya terhadap peristiwa-peristiwa khusus wajib diberlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa tersebut, walaupun bagi peristiwa khusus tersebut dapat pula diberlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa yang lebih luas ataupun yang lebih umum, yang juga dapat mencakup peristiwa khusus tersebut;

d. Undang-undang yang baru baru mengalahkan undang-undang yang lama (Lex Posteriori Derograt Lex Priori); artinya undang-undang lain


(34)

commit to user

yang lebih dahulu berlaku dan mengatur hal mengenai suatu hal tertentu, tidak berlaku lagi apabila telah ada undang-undang baru yang berlaku belakangan dan mengatur hal tertentu tersebut, akan tetapi makna dan tujuannya berlainan atau berlawanan dengan undang-undang yang lama tersebut;

e. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat; artinya adalah undang-undang hanya dapat dicabut dan atau diubah oleh lembaga yang membuatnya. Di Indonesia, Mahkamah Konstitusi diberi kewenangan yang salah satunya adalah menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi), sedangkan Mahkamah Agung diberikan wewenang untukmenguji secara materiil hanya terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang saja (pasal 31 ayat (1) Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung). Kewenangan tersebut memberikan makna bahwa Mahkamah Agung dapat menyatakan bahwa suatu peraturan tertentu di bawah undang-undang tidak mempunyai kekuatan hukum (harus ditinjau kembali) karena bertentangan dengan peraturan di atasnya;

f. Undang-undang merupakan sarana untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan material bagi masyarakat maupun pribadi melalui pelestarian maupun pembaharuan (inovasi)

Agar suatu peraturan perundang-undangan tidak hanya sebagai suatu huruf mati, maka perlu dipenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yaitu :

a. Keterbukaan dalam pembuatannya;

b. Memberikan hak kepada anggota masyarakat untuk mengajukan usulan-usulan dengan cara mengundang masyarakat yang berminat untuk menghadiri pembicaraan terhadap peraturan tertentu dan


(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mengundang organisasi tertentu yang terkait untuk memberikan masukan terhadap rancangan undang-undang yang disusun.

4. Tinjauan Umum Tentang Unit Pelayanan Terpadu (UPT) a. Pengertian Unit Pelayanan Terpadu (UPT)

Dalam Pasal (2) Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Pada Koordinator Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta Menyebutkan bahwa pengertian UPT adalah unit pelayanan bagi masyarakat yang memerlukan perijinan dan pelayanan dipimpin oleh seorang koordinator (Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Pada Koordinator Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta).

b. Tugas dan kewenangan Unit Pelayanan Terpadu (UPT)

Dalam pelaksanaan tugasnya koordinator menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintah dari walikota Surakarta. Menurut Pasal 4 Peraturan walikota di atas pengertian sebagian pelimpahan kewenangan adalah meliputi bidang penyelenggaraan pelayanan publik, baik perijinan maupun non perijinan. Sebagian kewenangan walikota yang dilimpahkan kepada UPT antara lain: 1). Pemberian informasi pelayanan publik;

2). Penerimaan dan validasi berkas permohonan; 3). Penelitian atau pemeriksaan lapangan; 4). Penandatanganan pelayanan atau perijinan;

5). Penerimaan dan penyetoran biaya pelayanan publik; 6). Percetakan dokumen pelayanan publik;

7). Penyimpanan arsip elektronik.

Dalam Pasal 5 Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005 Jenis perijinan yang diterbitkan oleh Unit Pelayanan Terpadu (UPT) meliputi :


(36)

commit to user

2). Ijin Penggunaan Bangunan; 3). Advice Planning;

4). Ijin Lokasi;

5). Rekomendasi Lokasi;

6). Ijin Usaha Perdagangan (IUP); 7). Ijin Usaha Industri (IUI); 8). Tanda Daftar Gudang (TDG); 9). Tanda Daftar Perusahaan (TDP); 10). Ijin Gangguan;

11). Ijin Pemasangan Reklame.

c. Pertanggungjawaban Unit Pelayanan Terpadu (UPT)

Pertanggungjawaban Koordinator Unit Pelayanan Terpadu (UPT) adalah bertanggung jawab atas sebagian kewenangan yang dilimpahkan, dimana pelimpahan sebagian kewenangan tersebut disertai dengan dukungan personil, peralatan atau perlengkapan, pembiayaan dan dokumentasi. Pertanggungjawaban tersebut disampaikan oleh koordinator Unit Pelayanan Terpadu (UPT) kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah Kota Surakarta.

Penarikan kewenangan yang dilimpahkan kepada koordinator Unit Pelayanan Terpadu (UPT) dapat dilakukan oleh Walikota baik sebagian maupun seluruhnya apabila (Pasal (7) Peraturan Waliota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005) :

1). Kewenangan yang dilimpahkan tidak dapat dilanjutkan karena Pemerintah Daerah mengubah kebijakan;

2). Koordinator Unit Pelayanan Terpadu (UPT) mengusulkan untuk ditarik sebagian atau seluruhnya.


(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5. Tinjauan Umum Tentang Bangunan Apartemen a. Pengertian Bangunan Apartemen.

Apartemen atau kondominium merupakan istilah yang dikenal dalam sistem hukum Negara Italia. Kondominium terdiri atas dua suku kata yaitu con yang berarti bersama-sama dan dominium yang berarti pemilikan (Arie Sukanti, (a) 1994 :15). Di Negara Inggris dan amerika menggunakan istilah Joint Property sedangkan Negara singapura dan Australia mempergunakan Strata Title. Banyaknya istilah yang dipergunakan kalangan masyarakat Indonesia seperti apartemen, flat, kondominium, rumah susun (rusun) akan semakin membingunkan awam.

Sebenarnya kalau dikembalikan kepada undang-undangnya, yakni Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun, maka kerancuan tidaklah perlu timbul, karena istilah yang dipergunakan oleh undang-undang tersebut telah jelas dan tegas yakni rumah susun. Adapun definisi rumah susun menurut undang-undang tersebut adalah :

“ Ba nguna n gedung bertingkat yang dibangun da la m suatu lingkunga n, ya ng terba gi da la m bagian-ba gia n ya ng distrukturkan seca ra fungsiona l da la m a rah horizonta l ma upun vertica l dan merupa ka n satua n-satua n ya ng ma sing-ma sing da pat dimiliki dan diperguna ka n seca ra terpisa , teruta ma untuk tempat hunian, yang dilengka pi dengan bagian bersa ma , benda bersa ma da n ta nah bersa ma ” .

b. Tujuan Pembangunan Rumah Susun

Tujuan dari pembangunan rumah susun menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun antara lain adalah :

1). Ayat 1 huruf a : Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya;


(38)

commit to user

2). Ayat 1 huruf b : Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah pekotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi, dan seimbang;

3). Ayat 2 : Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi kehidupan masyarakat.

c. Syarat Pembangunan Rumah Susun

Sistem bangunan yang berwujud kondominium berbeda dengan sistem bangunan konvensional (sistem bangunan horizontal). Baik struktur, kelengkapan, prasarana, dan fasilitas, lingkungan maupun komunitas penghuninya.

Oleh karenanya dalam rangka pendirian bangunan yang berbentuk kondominium mutlak diperlukan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan pengembang. Adapun tujuan dari persyaratan tersebut adalah untuk menjamin keselamatan, keamanan, ketentraman, dan ketertiban penghunian serta keserasian dengan lingkungan di sekitarnya.

Secara garis besar persyaratan-persyaratan dapat dibagi menjadi dua sebagai berikut :

1). Persyaratan teknis selalu tertuang dalam rancang bangun yang meliputi :

a). Ruang;

b). Struktur, komponen, dan bahan bangunan; c). Kelengkapan bangunan kondominium; d). Satuan rumah susun;

e). Bagian dan benda bersama;

f). Kepadatan dan tata letak bangunan; g). Prasarana dan fasilitas bangunan.


(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2). Persyaratan administrasi yang berupa izin antara lain mencakup: a). Ijin lokasi (SP3L dan SIPPT);

b). Advice planning;

c). IMB (Ijin Mendirikan Bangunan); d). ILH (Ijin Layak Huni);

e). Sertifikat tanah.

Ketentuan-ketentuan pokok mengenai persyaratan teknis dan administratif pendirian rumah susun di atas, dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun pasal 8 sampai dengan pasal 37.

6. Tinjauan Umum Tentang Tata Ruang a. Pengertian Tata Ruang

Keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang sehingga diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif, dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 merupakan UU yang mnengatur mengenai penataan ruang sebagai pembaharuan dari UU Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang. Di dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan secara rinci berbagai konsep mengenai penataan ruang. Adapun dalam tinjauan umum ini hanya beberapa konsep dalam Undang-Udang tersebut yang akan coba dipaparkan tentunya yang berkaitan dengan penelitian.

1). Pasal 1 ayat (1)

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan


(40)

commit to user

wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.

2). Pasal 1 ayat 2

Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. 3). Pasal 1 ayat 5

Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

4). Pasal 1 ayat 6

Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.

b. Tujuan penataan ruang

Dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman,nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:

1). Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;

2). Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan

3). Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

c. Pelaksanaan tata ruang

Dalam undang-Undang Tata Ruang Pelaksanaan tata ruang meliputi :

1). Perencanaan tata ruang (pasal 14)

a). Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan : (1). Rencana umum tata ruang; dan


(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(2). Rencana rinci tata ruang.

b). Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a secara berhierarki terdiri atas:

(1). Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; (2). Rencana tata ruang wilayah provinsi; dan

(3). Rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota.

c). Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

(1). Rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional;

(2). Rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan

(3). Rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

d). Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang.

e). Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b disusun apabila:

(1). Rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan/atau

(2). Rencana umum tata ruang mencakup wilayah perencanaan yang luas dan skala peta dalam rencana umum tata ruang tersebut memerlukan perincian sebelum dioperasionalkan.

f). Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan zonasi. g). Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta rencana


(42)

commit to user

2). Pemanfaatan Ruang a). Pasal 32

(1). Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya. (2). Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat dilaksanakan dengan pemanfaatan ruang, baik pemanfaatan ruang secara vertikal maupun pemanfaatan ruang di dalam bumi.

(3). Program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk jabaran dari indikasi program utama yang termuat di dalam rencana tata ruang wilayah.

(4). Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu indikasi program utama pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang.

(5). Pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disinkronisasikan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah administratif sekitarnya.

(6). Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan standar pelayanan minimal dalam penyediaan sarana dan prasarana.

b). Pasal 33

(1). Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain.


(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(2). Dalam rangka pengembangan penatagunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan kegiatan penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan tanah, neraca penatagunaan sumber daya air, neraca penatagunaan udara, dan neraca penatagunaan sumber daya alam lain.

(3). Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan prasarana dan sarana bagi kepentingan umum memberikan hak prioritas pertama bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah. (4). Dalam pemanfaatan ruang pada ruang yang berfungsi

lindung, diberikan prioritas pertama bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah jika yang bersangkutan akan melepaskan haknya.

(5). Ketentuan lebih lanjut mengenai penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.

3). Pengendalian Pemanfaatan Ruang a). Pasal 35

Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.

b). Pasal 36

(1). Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.


(44)

commit to user

(2). Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang.

(3). Peraturan zonasi ditetapkan dengan:

(a) Peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional;

(b)Peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi; dan

(c) Peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi.

c). Pasal 37

(1). Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2). Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3). Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau

diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum.

(4). Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. (5). Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan

izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin.


(45)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(6). Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak.

(7). Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

(8). Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan peraturan pemerintah.

7. Tinjauan Umum Tentang Peraturan Perundang-undangan Mengenai Izin Mendirikan Bangunan (bangunan bertingkat rumah susun/apartemen) a. Undang-Undang Dasar Tahun 1945

Pengaturan mengenai izin mendirikan bangunan secara umum terdapat dalam:

1). Pasal 28 D

a). Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum;

b). Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

2). Pasal 33

a). Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

b). Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.


(46)

commit to user

b. Undang-Undang Bangunan Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung

1). Pasal 7

a). Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.

b). Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan.

c). Persyaratan teknis bangunan meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung.

2). Pasal 8

a). Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif yang meliputi:

(1). Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;

(2). Status kepemilikan bangunan gedung; dan (3). Izin mendirikan bangunan gedung;

(4). Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b). Setiap orang atau badan hukum dapat memiliki bangunan gedung atau bagian bangunan gedung.

(1). Pemerintah Daerah wajib mendata bangunan gedung untuk keperluan tertib pembangunan dan pemanfaatan. (2). Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan gedung,

kepemilikan, dan pendataan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


(47)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang Bangunan Gedung

1). Pasal 14

a). Setiap orang yang akan mendirikan bangunan gedung wajib memiliki izin mendirikan bangunan gedung (ayat (1)).

b). Izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh pemerintah dearah, kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh pemerintah melalui proses permohonan izin mendirikan bangunan gedung (ayat (2)). c). Pemerintah daerah wajib memberikan surat keterangan rencana

kabupaten/kota untuk lokasi yang bersangkutankepada setiap orang yang akan mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan gedung (ayat (3)).

d). Surat keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dengan ayat 3 merupakan ketentuan yang berlaku untuk lokasi yang bersangkutan dan berisi (ayat (4)):

(1). Fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun pada lokasi bersangkutan.

(2). Ketingian maksimum gedung yang diizinkan

(3). Jumlah lantai/lapis bangunan gedung dibawah permukaan tanah dan KTB yang diizinkan

(4). Garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan gedung yang diizinkan.

(5). KDB maksimum yang diizinkan. (6). KLB maksimum yang diizinkan. (7). KDH minimum yang diizinkan. (8). KTB maksimum yang diizinkan. (9). Jaringan utilitas kota.

e). Rencana kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dan ayat 5 digunakan sebagai dasar penyusunan rencana teknis bangunan gedung (ayat (6)).


(48)

commit to user

2). Pasal 15

a). Setiap orang dalam mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) wajib melengkapi dengan :

(1). Tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda buktiperjanjian pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 11

(2). Data pemilik bangunan gedung (3). Rencana teknis bangunan gedung

(4). Hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.

b). Untuk proses pemberian perizinan bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d, harus mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung dan dengan mempertimbangkan pendapat publik.

3). Pasal 18 ayat (1)

Setiap mendirikan bangunan gedung, fungsinya harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang ditetapkan dalam RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL.

4). Pasal 20 ayat (1)

Setiap bangunan gedung yang didirikan tidak boleh melebihi ketentuan maksimal kepadatan dan ketinggian yang ditetapkan dalam RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL.

d. Peratuan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun. 1). Pasal 1 ayat (6)

Persyaratan administratif adalah persyaratan mengenai perizinan usaha dari perusahaan pembangunan perumahan, izin lokasi dan


(49)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

atau peruntukannya perizinan mendirikan bangunan (IMB), serta izin layak huni yang diatur dengan peraturan perundang-undangan dan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan.

2). Pasal 30

a). Rumah susun dan lingkungannya harus dibangun dan dilaksanakan berdasarkan perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan peruntukannya.

b). Perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh penyelenggara pembangunan kepada Pemerintah Daerah, dengan melampirkan persyaratan-persyaratan sebagai berikut (1).sertifikat hak atas tanah;

(2).fatwa peruntukan tanah; (3).rencana tapak;

(4).gambar rencana arsitektur yang memuat denah dan potongan beserta pertelaannya yang menunjukkan dengan jelas batasan secara vertikal dan horizontal dari satuan rumah susun;

(5).gambar rencana struktur beserta perhitungannya;

(6).gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama;

(7).gambar rencana jaringan dan instalasi beserta perlengkapannya.

3). Pasal 33 ayat (1)

Tata cara permohonan dan pemberian perizinan serta pengesahann sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, dan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.

e. Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan Gedung


(50)

commit to user

a). setiap mendirikan/merubah/merobohkan bangunan harus terlebih dahulu mendapatkan IMB dari walikotamadya kepala daerah.

b). Pelaksanaan pekerjaan pembangunan harus sesuai dengan imb yang dimohonkan.

2). Pasal 9

a). IMB berisi tentang :

(1). nama dan alamat pemegang ; (2). Jenis bangunan yang diizinkan : (3). Peruntukan bangunan yang diizinkan ;

(4). Letak persil empat bangunan yang diizinkan ;

(5). Jangka waktu pekerjaan mendirikan/ merubah/ merobohkan bangunan yang diizinkan keseluruhan atau bertahap.

b). IMB disertai lampiran-lampiran yang ditetapkan dengan keputusan walikotamadya kepala daerah.

f. Perda Kota Surakata Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota

1). Pasal 11 ayat (2)

Mengembangkan rumah secara vertikal (rumah susun) serta mengembangkan perumahan penduduk kampung untuk tempat tinggal sementara bagi wisatawan, olahragawan, mahasiswa, pendatang musiman (buruh dan pedagang) serta karyawan.

2). Pasal 20

a). Kawasan peruntukan ketinggian bangunan sangat rendah yaitu blok dengan bangunan maksimum 2 (dua) lantai dengan tinggi puncak dibawah 12 meter dari lantai dasar dengan angka luas lantai (ALL) maksimum 2 kali angka lantai dasar (ALD) ; b). Kawasan peruntukan ketinggian bangunan rendah yaitu blok


(51)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dengan tinggi puncak maksimum 24 meter dan minimum 12 meter dari lantai dasar dengan angka luas lantai (ALL) maksimum 4 kali angka lantai dasar (ALD) ;

c). Kawasan peruntukan ketinggian bangunan sedang yaitu blok dengan bangunan bertingkat maksimum 8 (delapan) lantai dengan tinggi puncak maksimum 40 meter dan minimum 24 meter dari lantai dasar dengan angka luas lantai (ALL) maksimum 8 kali angka lantai dasar (ALD) ;

d). Kawasan peruntukan ketinggian bangunan tinggi yaitu blok dengan bangunan bertingkat 9 (sembilan) lantai dengan tinggi puncak minimum 40 meter dari lantai dasar dengan angka luas lantai (ALL) minimum 9 kali ALD, maksimum 20 lantai dengan tinggi puncak bangunan maksimum 84 meter dari lantai dasar dan ALL maksimum 20 kali angka lantai dasar (ALD) ;

3). Pasal 21

a). Kawasan peruntukan dengan ALD tinggi (lebih dari 75%) diperuntukkan bagi bangunan rendah (maksimum 4 lantai) untuk fungsi pertokoan (termasuk rumah toko) bangunan komersial pinggir jalan di kawasan perdagangan ;

b). Kawasan peruntukan dengan ALD sedang (50%-70%) diperuntukkan bagi bangunan sedang (maksimum 8 lantai) untuk bangunan perkantoran, komersial atau bangunan dengan sistim bangunan tunggal/blok ;

c). Kawasan peruntukan dengan ALD rendah (20%-50%) diperuntukkan bagi bagi bangunan tinggi (minimum 9 lantai) untuk bangunan perkantoran dan komersial atau bangunan rendah untuk penggunaan industri..


(52)

commit to user

8. Tinjauan Umum Tentang Kebudayaan a. Pengertian Kebudayaan

Pengertian kebudayaan oleh para ahli memiliki pengertian sebagai berikut :

1). Menurut E.B. Tylor (1924:1) :

Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

2). Soerjono Soekanto (1990:173) :

Kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.

b. Unsur-Unsur Kebudayaan

Kebudayaan setiap masyarakat atau bangsa terdiri dari unsur-unsur yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat sebagai suatu kesatuan. Menurut Bronislaw Malinowski ada empat unsur pokok kebudayaan yaitu:

1). Sistem norma yang memungkinkan kerjasama antara para anggota masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya;

2). Organisasi ekonomi;

3). Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan, perlu diingat bahwa keluarga kekuatan.

4). Antropolog merupakan pendidikan yang utama;

Organisasi C.Kluckhohn dalam sebuah karyanya yang berjudul Universal Catagories of Culture telah menguraikan ulasan para sarjana mengenai tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai Cultural Universals, yaitu:

1). Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transportasi);


(53)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2). Mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi);

3). Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan);

4). Bahasa (lisan, maupun tertulis);

5). Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak); 6). Sistem pengetahuan;

7). Religi(sistem kepercayaan).

c. Kebudayaan Jawa

Indonesia memiliki berbagai macam kebudayaan daerah yang memiliki cirri khas masing-masing. Pulau jawa sendiri memiliki berbagai kebudayaan yang tidak dimiliki daerah lain. Kehidupan manusia Jawa sarat dengan simbol. Pertama, mereka berpegang pada cipta (rasio), rasa (perasaan), dan karsa (kehendak) dalam usaha melaksanakan karya (pekerjaan), sehingga mereka tidak tergesa-gesa dalam membuat suatu keputusan. Hal ini terjadi pada perwujudan bentuk dalam menuangkan ide yang dapat menyentuh dan merangsang perasaan terdalam. Pesan dan ajaran falsafah hidupnya menentukan orientasi diri dan sikap hidupnya yang terungkap dalam wujud lambang atau sinamuning samudono. Meskipun ungkapan lambang itu tidak mudah dimengerti, semua karya dipertanggungjawabkan tidak hanya sebatas kenyataan duniawi saja, tapi pada Tuhan Sang Kuasa Mutlak.

Kedua, kehidupan manusia Jawa merupakan cermin kerukunan yang saling menghargai dan menghormati sesama, sehingga adanya perbedaan jenjang dimaknainya sebagai adanya perbedaan peran dan tangung jawab.

Ketiga, pola bentuk ruang orang Jawa mengikuti pola prilaku kehidupan dan keadaan alamnya. Rumah sebagai ruang hidup


(1)

menciptakan suasana lingkungan yang berciri lokal. Akan tetapi hal tersebut tidak

sejalan dengan perda tata ruang kota yang sama sekali tidak menyinggung

mengenai masalah pengembangan konsep bangunan tradisional. Hal inilah yang

membuat bangunan-bangunan yang ada saat ini bergaya moderen dan terkesan

menghilangkan ciri Kota Surakarta sebagai kota budaya dilihat dari segi

bangunannya. Seperti bangunan apartemen misalnya yang berdiri menjulang

sangat tinggi. Konsep moderen dan fasilitas yang serba mewah ini disinyalir akan

menenggelamkan kebudayaan masyarakat jawa beserta nilai-nilai kerifan lokal

yang ada. Untuk tetap menjaga identitas kota surakarta maka perlu diharmoniskan

antara perda bangunan dan perda tata ruang kota khususunya dalam bidang

pemberian izin bangunan. Ketentuan mengenai konsep bangunan tradisional

seharusnya ditekankan juga dalam perda tata ruang kota. Karena kurang kuatnya

perda ini, batasan ketinggian bangunan yang telah ditetapkanpun akhirnya

dilanggar juga oleh para pengembang bangunan apartemen. Batasan ketinggian

bangunan yang seharusnya 20 lantai telah dilanggar. Apartemen-apartemen yang

didirikan di Kota Surakarta tingginya lebih dari 20 lantai, pemerintah kota

berdalih hal ini dilakukan sebagai upaya modernisasi bahkan rancangan perda tata

ruang kota yang baru akan diubah mengikuti perkembangan zaman (ketinggian

bangunan rencana akan ditambah menjadi 30 lantai. Hal ni menggambarkan

betapa lemahnya penegakan nilai-nilai budaya dalam peraturan yang dibuat oleh

pemerintah kota. Berbeda dengan provinsi Bali misalnya yang menjunjung tinggi

nilai-nilai kebudayaan mereka. Misalkan ketentuan mengenai Batas ketinggian

merupakan harga mati yang tidak bisa diubah ubah dan juga pendirian pura di

tiap-tiap rumah warga yang beragama hindu dapat menjadi ciri khas kebudayaan

warga Bali sehingga dapat menarik wisatawan asing. Hal ini dilakukan karena

mereka memasukkan keraifan lokal masyarakat bali salah satunya ajaran Tri Hita

Kirana (salah satu dalam ajaran agama hindhu) sebagai ideologi pembentuk

peraturan dibidang bangunan dan tata ruang kota mereka. Mungkin jika


(2)

Bali, pasti perda yang dibuat akan lebih kuat dalam menjaga identitas Kota

Surakarta sebagai kota budaya.

Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan telah

mengatur secara jelas mengenai persyaratan izin mendirikan bangunan yang

berlaku di wilayah Kota Surakarta yang secara lebih umum diatur dalam

undang-undang bangunan. Pembentukan perda bangunan merupakan kewenangan

masing-masing pemerintah daerah sesuai dengan asas otonomi daerah akan tetapi

tetap mengacu pada peraturan yang ada di atasnya. Pembentukan perda bangunan

telah sesuai dengan asas-asas pembentukan perundang-undangan yang antara lain

:

a.

Kejelasan tujuan

Tujuan dari pembentukan Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988

Tentang Bangunan untuk memberikan pedoman bagi orang maupun badan

hukum yang akan mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan.

b.

Kelembagaan atau organ pembentuk organ yang tepat

Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan adalah

peraturan pelaksanaan di tingkat daerah yang mengacu pada peraturan

perundangan diatasnya (peraturan pemerintah tentang bangunan dan

undang-undang bangunan) dibentuk oleh Pemerintah Kota Surakarta, yang dalam hal

ini adalah sebagai pejabat yang berwenang dalam pembuatan peraturan

tersebut.

c.

Kesesuaian antara jenis dan materi muatan

Antara jenis dan materi muatan dalam Perda Kota Surakarta Nomor 8

Tahun 1988 Tentang Bangunan telah sesuai. Isi dari Perda Kota Surakarta

Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan secara jelas telah menjelaskan dari

jenis peraturannya yaitu sebagai paraturan pelaksanaan pada tingkat daerah


(3)

dari undang-undang bangunan khususnya yang mengatur masalah izin

mendirikan bangunan.

d.

Dapat dilaksanakan

Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan telah

dijadikan pedoman bagi orang maupun badan hukum yang akan mengajukan

permohonan IMB, dan sebagai acuan dalam melengkapi persyaratan izin

mendirikan bangunan termasuk di dalamnya bangunan rumah susun atau

apartemen. Permohonan izin mendirikan bangunan wajib memenuhi segala

persyaratan pada Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang

Bangunan Dengan kata lain, Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988

Tentang Bangunan berlaku efektif di dalam masyarakat khususnya masalah

perizinan mendirikan bangunan.

e.

Kedayagunaan dan kehasilgunaan

Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan dibuat

karena sangat dibutuhkan bagi setiap orang atau badan hukum khususnya di

Surakarta yang akan mendirikan bangunan. Adanya Perda Kota Surakarta

Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan ini dibutuhkan sebagai pedoman

persyaratan administratif dalam mendirikan sebuah bangunan termasuk di

dalamnya bangunan apartemen agar nantinya bangunan tersebut mempunyai

kekuatan hukum tetap. Sedangkan bagi pemerintah, Perda Kota Surakarta

Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan berfungsi untuk mengendalikan

pembangunan kota serta meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Kota

Surakarta.


(4)

f.

Kejelasan rumusan

Dalam Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan

telah diatur secara jelas tentang izin mendirikan bangunan. Penggunaan

bahasa dalam Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan

mudah dimengerti dan dipahami, sehingga tidak menimbulkan berbagai

macam interpretasi dalam pelaksanaannya.


(5)

BAB IV

PENUTUP

A.

Simpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan tentang permasalahan yang penulis kaji,

penulis dapat mengambil kesimpulan sebagi berikut :

1

IMB merupakan keputusan administrasi negara yang dikeluarkan oleh

pemerintah daerah. Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan apartemen

kurang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada karena

ketentuan mengenai ketinggian bangunan yang ada dalam perda telah

dilanggar, sehingga penerbitan IMB bangunan apartemen dapat dibatalkan

demi hukum. Begitu juga bila ditinjau dari segi sosial-budaya penerbitan IMB

bangunan apartemen kurang sesuai karena terdapat beberapa ketentuan yang

bertentangan dengan nilai-nilai sosial budaya masyarakat sebagai kearifan

lokal yang seharusnya dijunjung tinggi agar daerah tersebut tidak kehilangan

jati dirinya. Izin mendirikan bangunan wajib mempehatikan kaidah dalam tata

ruang, akan tetapi IMB bangunan apartemen tidak sepenuhnya sesuai dengan

kaidah tata ruang yang menyangkut perencanaan pembangunan dibidang

perumahan.

2

Antara Undang-Undang nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan

Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan telah terdapat

harmonisasi. Keharmonisan peraturan tersebut terletak pada adanya kesamaan

konsep atau substansi dalam hal permohonan IMB. Sehingga Perda Kota

Surakarta Tentang Bangunan dapat dijadikan pedoman untuk pengajuan

permohonan mendirikan bangunan di tingkat daerah sebagai pelaksanaan dari

UU Bangunan. Meskipun demikian untuk bangunan seperti rumah susun atau

apartemen, dibutuhkan beberapa ketentuan yang belum ada dalam Perda

bangunan seperti ketentuan mengenai benda bersama, tanah bersama yang


(6)

B.

Saran-saran

1

Bagi setiap pemohon izin mendirikan bangunan yang akan mengajukan

permohonan IMB selain mengacu pada perundang-undangan yang ada agar

Imb tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap dan terbebas dari gangguan

pihak lain, pemohon IMB wajib memperhatikan segi sosial-budaya

masyarakat dan tata ruang kota.

2

Untuk bangunan rumah susun atau apartemen, beberapa peraturan persyaratan

mengenai perizinan mendirikan bangunan belum diatur dalam regulasi tingkat

daerah. Oleh karena itu seharusnya pemerintah khususnya Pemerintah Kota

Surakarta segera membuat pengaturan mengenai hal tersebut.