16 6
Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan
mereka membuat peraturan sendiri 7
Peran manusia idola sangat penting. Pada umumnya orangtua atau kakak-kakaknya dianggap sebagai manusia idola yang sempurna
Karakteristik siswa dalam penelitian ini adalah siswa kelas 1-VI SD 1 Pedes dimana setiap siswa mempunyai karakter yang berbeda-beda
dari segi pemahamanpenalaran moral, kepercayaan eksistensialiman, perasaan moral empati, dan tindakan moral peran sosial. Selain itu,
perbedaan karakter tergantung pada usia bahwa usianya, karakteristik siswa yang realistik dan kehidupan praktis sehari-hari. Siswa juga sudah
mulai berpikir secara induktif. Hal ini akan mudah bagi guru dalam mengajarkan moral kepada siswanya.
4. Perilaku Moral
Hurlock Elizabeth B. 2007: 74 berpendapat bahwa perilaku moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial, “Moral”
berasal dari kata latin mores, yang berarti tata bicara, kebiasaan dan adat. Perilaku moral dikendalikan konsep-konsep moral - peratuaran perilaku
yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya yang menentukan pola perilaku yang diharapkan dari seluruh anggota kelompok. Sedangkan
Santrock John W. 2007: 126 menyatakan bahwa perilaku tergantung oleh situasi. Orang belajar bahwa perilaku bisa saja diperkuat dalam sebuah
situasi tertentu tetapi tidak pada situasi yang lain, dan mereka akan
17 berperilaku sesuai dengan hal tersebut. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Hugh Hartshorne dan Mark May 1928-1930 dalam Santrock John W. 2007: 126 ia mengamati respons moral dari 11.000 anak yang diberikan
kesempatan untuk berbohong, curang, dan mencuri dalam berbagai situasi di sekolah, di rumah, peristiwa sosial, dan olahraga. Sangat sulit menemukan
anak yang benar-benar jujur atau benar-benar tidak jujur. Perilaku yang situation spesific-lah yang menjadi aturannya. Anak akan lebih penting
untuk berbuat curang ketika teman mereka memberikan tekanan kepada mereka untuk melakukannya dan kesempatan untuk ketahuan kecil.
Dalam hal ini peneliti memotret perilaku moral siswa di SD 1 Pedes karena perilaku moral pada usia tersebut mudah terpengaruh oleh situasi
dimana seseorang mempunyai perilaku yang berada. Maka dari itu sebagai pendidik dan orangtua selalu mengawasi perilaku dan tingkah laku anaknya
dan memberikan contoh-contoh mulai dari kesehariannya dan akhirnya menjadi kebiasaan baik anak seperti menanamkan perilaku moral yaitu
kejujuran, keadilan, dan kebenaran.
5. Perkembanga moral
Hurlock Elizabeth B. 2007: 79 mengungkapkan bahwa pola perkembangan moral dibagi menjadi 3 jenis diantaranya sebagai berikut.
a. Pola perkembangan moral
Perkembangan moral bergantung dari perkembangan kecerdasan. Ia terjadi dalam tahapan yang dapat diramalkan yang berkaitan dengan
tahapan dalam perkembangan kecerdasan. Dengan berubahnya
18 kemampuan menangkap dan mengerti, anak-anak bergerak ke tingkat
perkembangan moral yang lebih tinggi. Di antara berbagai usaha untuk memperlihatkan bagaimana perkembangan moral anak berkaitan dengan
dan bergantung pada perkembangan kecerdasan, yang paling komperhensif ialah studi Piaget dan Kohlbery. Keduanya telah
menunjukan, berdasarkan penelitian terhadap anak berbagai usia, bagaimana perkembangan moral. Urutan tahapan dalam perkembangan
kecerdasan. b.
Tahapan Piaget dalam perkembangan moral
Menurut Piaget, perkembangan moral terjadi dalam dua tahapan yang jelas. Tahapan pertama disebut Piaget “Tahapan realisme moral”
atau “moralitas oleh pembatasan.” Tahap kedua disebutnya “tahap moralitas otonomi” atau “moralitas oleh kerja sama atau hubungan timbal
balik,” dalam tahap pertama, perilaku anak di tentukan oleh ketaatan otomatis terhadap peraturan tanpa penalaran atau penilaian. Mereka
menganggap orang tua dan semua orang dewasa yang berwenang sebagai maha kuasa dan mengikuti peraturan yang diberikan pada mereka tanpa
mempertanyakan kebenarannya. Dalam tahap perkembangan moral ini, anak menilai tindakan seba
gai “benar” atau “salah” atas dasar konsekuensinya dan bukan berdasarkan motivasi di belakangnya.
19 c.
Tahapan Kohlberg dalam perkembangan moral Pada tingkat 1, “moralitas prakonvensional,” perilaku anak
tunduk pada kendali eksternal. Dalam tahap pertama tingkat ini, anak itu berorientasi pada kepatuhan dan hukuman, dan moralitas suatu tindakan
di nilai atas dasar akibat fisiknya. Pada tahap kedua tingkat ini, anak menyesuaikan terhadap harapan sosial untuk memperoleh penghargaan.
Terdapat beberapa bukti resiprositas dan berbagi, tetapi hal itu lebih mempunyai dasartukar-menukar daripada perasaan keadilan yang
sesungguhnya. Tingkat 2. “moralitas konvensional” atau moralitas peraturan
konvensional dan persesuaian conformity. Dalam tahap pertama tingkat ini, “moralitas anak yang baik,” anak itu menyesuaikan dengan peraturan
untuk mendapat persetujuan orang lain dan untuk mempertahankan hubungan baik dengan mereka. Dalam tahap kedua tingkat ini, anak
yakin bahwa bila kelompok sosial menerima peraturan yang sesuai bagi seluruh anggota kelompok, mereka harus berbuat sesuai dengan
peraturan itu sesuai dengan peraturan itu agar terhindar dari kecaman dan ketidak setujuan sosial.
Hamid Darmadi 2007: 132 mengemukakan bahwa pendekatan pendidikan nilai moral dapat dilakukan melalui:
1 proses pembinaan, pengembangan dan perluasan wawasan
struktur serta potensi dan pengalaman belajar afektual.
20 2
proses pembinaan, pengembangan dan perluasan isisustansi seprangkat nilai moral dan norma kedalam tatanan nilai
keyakinan manusia secara layak dan manusiawi. Santrock, John W. 2007: 117 berpendapat bahwa perkembangan
moral adalah petubahan penalaran, perasaan dan perilaku tentang standar mengenai benar salah. Usia 7 sampai 10 tahun, anak berbeda dalam
transisi menunjukan sebagian ciri-ciri dari tahap pertama perkembangan moral dan sebagai ciri dari tahap kedua moralitas otonom. Mulai 10
tahun ke atas, anak menunjukan moralitas otonom. Mereka sadar bahwa peraturan dan hukum dibuat oleh manusia, dan ketika menilai sebuah
perbuatan, mereka mempertimbangkan niat dan juga konsekuensinya. Peneliti memotret proses belajar mengajar siswa di kelas dan
perkembangan moral di lingkungan sekolah sehingga sebagai guru selalu mengawasi dan berinteraksi dengan siswa karena siswa tidak hanya
mempunyai kesempatan untuk belajar kode moral, tetapi mereka juga mendapat kesempatan untuk belajar bagaimana orang lain mengevaluasi
perilaku mereka.
6. Hakikat Pendidikan Moral