e. Tap. No. XXVMPRS1966 tentang pembubaran PKI dan ormas-ormasnya serta larangan setiap organisasi politik
maupun ormas untuk menyebarkan ajaran komunis- marxisme-leninisme.
f. Dengan dikukuhkannya Supersemar dalam ketetapan MPRS,
maka Presiden
Soekarno tidak
dapat mencabutnya, melainkan justru sebaliknya dituntut untuk
mendukungnya. Pembentukan Kabinet Ampera
4. Berdasarkan pada kekuatan Tap. No. XIIIMPRS1966, maka
Jenderal Soeharto kemudian membentuk Kabinet Ampera. Kabinet ini diresmikan pada tanggal 28 Juli 1966. Dengan demikian, dualisme
kepemimpinan tidak dapat dihindarkan. Terdapat tiga tokoh utama dalam kabinet ini, yaitu Soeharto, Sri Sultan Hamengku Buwono IX,
dan Adam Malik. Tugas pokok Kabinet Ampera adalah melaksanakan Dwi Dharma dan programnya Catur Karya. Dwi Dharma adalah
menciptakan:
a. Kestabilan politik, dan b. Kestabilan ekonomi.
Sedangkan program Catur Karya adalah: a. Memenuhi kebutuhan pangan dan sandang,
b. Menyelenggarakan Pemilu, c. Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif, dan
d. Meneruskan perjuangan melawan imperialisme dan kolonialisme.
Adapun susunan Kabinet Ampera adalah sebagai berikut. Susunan Kabinet Ampera
1. 2.
3. 4.
5. 6.
Presiden Perdana Menteri merangkap
Menteri Utama Bidang Pertahanan dan Keamanan
Menteri Utama Bidang Politik Menteri Utama Ekonomi dan
Keuangan Menteri Utama Ekonomi dan
Keuangan Menteri Utama Perindustrian
dan Pembangunan Anggota Kabinet
Ir. Soekarno Soeharto
Adam Malik K.H. Idham Chalid
Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Sanusi Haryadinata Selain 6 menteri Utama seperti
yang telah disebutkan di atas, kabinet Ampera didukung oleh
24 menteri lainnya
Pada sidang umum MPRS 1966, Presiden Soekarno selaku mandataris MPRS diminta untuk memberi pertanggungjawaban atas
peristiwa-peristiwa nasional selama Demokrasi Terpimpin, khususnya masalah peristiwa G 30 SPKI dan kebangkrutan ekonomi. Pada tanggal
22 Juni 1966, presiden menyampaikan pidato pertanggungjawaban di hadapan sidang MPRS yang diberi judul Nawaksara. Sidang MPRS
tidak puas dengan pidato presiden karena pidato yang panjang lebar itu sama sekali tidak menyebut-nyebut masalah G 30 SPKI. Oleh
sebab itu MPRS meminta kepada presiden untuk melengkapi pidato tersebut.
Pada tanggal 10 Januari 1967, presiden melengkapi pidato Nawaksara pertanggungjawabannya. Namun, isinya tidak memuaskan
berbagai kalangan. Kemudian pada tanggal 9 Februari 1967 DPR-GR
mengajukan resolusi dan memorandum kepada MPRS agar menggelar Sidang Istimewa. Melihat situasi yang sudah tak terkendali, akhirnya
pada tanggal 20 Februari 1967 Presiden Soekarno melimpahkan kekuasaan pemerintahan negara kepada Jenderal Soeharto sebagai
pemegang Supersemar.
Meskipun Presiden Soekarno sudah menyerahkan kekuasaan, namun MPRS tetap menggelar Sidang Istimewa pada tanggal 22
Februari 1967. Dalam sidang tersebut, MPRS mengeluarkan Ketetapan, yakni Tap. MPR No. XXXIIIMPRS1967 yang isinya sebagai berikut.
a. Mencabut kekuasaan
pemerintahan dari
Presiden Soekarno.
b. Presiden Soekarno tidak diperbolehkan melakukan kegiatan politik sampai diselenggarakannya Pemilu.
c. Mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden.
B. Situasi Politik dan Ekonomi Masa Orde Baru
Perubahan sistem politik dari Demokrasi Terpimpin menjadi Orde Baru, berdampak pula pada perubahan arah dan kebijakan
pembangunan ekonomi Indonesia. Segera setelah presiden dilantik membentuk kabinet yang diberi nama Kabinet Pembangunan.
Kabinet Presidensial ini mempunyai tugas pokok untuk melaksanakan program yang dikenal dengan Pancakrida. Program tersebut adalah
sebagai berikut.
Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi 1.
Menyusun dan merencanakan Repelita 2.
Menyelenggarakan Pemilu 3.
Memulihkan keamanan dan ketertiban masyarakat dan 4.
menumpas PKI hingga ke akar-akarnya. Menjalankan pembersihan dan penyempurnaan aparatur
5. negara secara menyeluruh.
Memasuki tahun kedua Pelita I, pemerintah bersama DPR-GR telah rampung dalam menata perundang-undangan yang berkaitan
dengan pemerintahan. Misalnya Undang-Undang yang mengatur hubungan pusat dan daerah telah diselesaikan. Pemerintah berhasil
pula merintis hubungan tata kerja yang rasional antara lembaga- lembaga tinggi. Dengan demikian, pemerintah tidak kesulitan
dalam melakukan koordinasi dalam penataan kepemerintahan. Dewan Pertimbangan Agung, misalnya, berhasil mengajukan usul-
usul terhadap pemerintah. Badan Pemeriksa Keuangan juga telah memberikan koreksi terhadap masalah penggunaan keuangan negara.
Begitu juga di bidang hukum, pemerintah maupun masyarakat mulai sadar terhadap ketentuan hukum.
Pemilihan Umum 1.
Salah satu program kerja Kabinet Pembangunan I sesuai dengan amanat MPRS adalah menyelenggarakan Pemilu. Partai politik yang
dapat mengikuti pemilu adalah partai politik yang pada saat Pemilu sudah dan masih diakui, serta mempunyai wakil, baik di DPR maupun
DPRD. Pemilihan Umum dilaksanakan pada tanggal 3 Juli 1971 dan diikuti oleh 10 peserta. Adapun 10 peserta berikut perolehan kursinya
adalah sebagai berikut.
Peserta Pemilu 1971 dan Perolehan kursi di DPR
1. 2.
3. 4.
5. 6.
7. 8.
9. 10.
Sekber Golkar NU
Parmusi PNI
DSII Parkindo
PKRI Perti
IPKI Murba
236 kursi 58 kursi
24 kursi 20 kursi
10 kursi 7 kursi
3 kursi 2 kursi
0 kursi 0 kursi
360 kursi
Jumlah anggota DPR kesuluruhan adalah 460 orang di mana 25 anggota melalui pengangkatan non ABRI, dan 75 anggota yang
disediakan untuk ABRI. Jumlah keanggotaan MPR sebanyak 920 anggota yang terdiri
dari anggota DPR ditambah utusan daerah dan golongan-golongan. Meskipun tedapat petikan berita bahwa pada pemilu 1971 kebebasan
dalam memberikan suara tidak terjamin, namun yang patut menjadi perhatian adalah bahwa pemilu 1971 itu tidak menampakkan adanya
kerusuhan-kerusuhan yang mewarnai pemilu tersebut.
Berdasarkan ketetapan MPR No. VIIMPR1973, maka diselenggarakanlah pemilu kedua dalam masa Orde Baru pada
tahun 1977. Berbeda dengan pemilu sebelumnya yang diikuti oleh 10 peserta partai politik, maka pada pemilu 1977 diikuti oleh 3
peserta partai politik saja. Hal ini terjadi karena pemerintah Orde Baru melakukan penyederhanaan partai politik dengan melakukan
penggabungan partai politik. Penggabungan partai politik ini didasarkan pada kesamaan visi dan misi atau kesamaan tujuan dan
program-programnya. Penggabungan ini memunculkan 3 kekuatan partai politik sebagai berikut.
Partai Politik Peserta Pemilu 1977 1
PPP Partai Persatuan Pembangunan
Gabungan dari : PSII, PERTI, NU, dan Permusi
2 PDI Partai Demokrasi
Indonesia Gabungan dari : PNI, IPKI,
Parkindo, Partai Murba, dan Partai Katolik.
3 Golongan Karya
Sebelumnya Sekber Golkar, tidak mengalami penggabungan.
Dalam pemilu 1977, Golkar tetap unggul dengan memperoleh suara mayoritas di DPR. Adapun perolehan suara ketiga peserta
pemilu ini adalah sebagai berikut.