29
Kotamadya Salatiga dibatasi oleh desa-desa di wilayah kecamatan yang
termasuk Kabupaten Dati II Semarang sebagai berikut : 1.
Sebelah Utara : Berbatasan dengan wilayah Kecamatan Pabelan dan Kecamatan Tuntang, Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang;
2. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan wilayah Kecamatan Getasan dan
Kecamatan Tengaran, Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang; 3.
Sebelah Timur : Berbatasan dengan wilayah Kecamatan Pabelan dan Kecamatan Tengaran Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang;
4. Sebelah Barat : Berbatasan dengan wilayah Kecamatan Getasan dan
Kecamatan tuntang, Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang Pemerintah
Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga,1995 :13-15. B.
Salatiga Pada Masa Kolonial
Salatiga memang hanya sebuah kota kecil, bahkan pernah menjadi kota terkecil di Indonesia. Kendati demikian Salatiga mempunyai peran
penting dalam bidang politik dan ekonomi sejak jaman kerajaan Hindu, perkembangan Islam masa demak, kerajaan Mataram Yogyakarta dan
Surakarta, jaman Jepang dan setelah Indonesia merdeka.
Kondisi alamnya yang sejuk, indah dan bersahabat membuat salatiga menjadi kota pilihan bagi orang kulit putih pada jaman Hindia Belanda
untuk beristirahat dan tempat tinggalnya. Karena banyak orang kulit putih yang tinggal di sana, maka Salatiga mendapat perhatian banyak dari
pemerintah Hindia Belanda.
30
Perkembangan sistem pemerintahan di Salatiga ini tidak lepas dari tuntutan orang-orang Eropa yang tinggal di Salatiga untuk dapat
memperoleh fasilitas yang lebih baik dan mendapat kewenangan lebih luas
dalam mengelola Salatiga Eddy Supangkat, 2012 : 11.
Pada tanggal 25 Juni 1917 Gubernur Jendral Hindia Belanda mengeluarkan Staatblad No. 266 tahun 1917 yang menjadikan Salatiga
sebagai sebuah Gemeente Kota Praja dan dipimpin oleh seorang Burgemeester Walikota. Status Gemeente ini menjadikan Salatiga cepat
berkembang sampai akhirnya mendapat predikat sebagai de Schoonste Stad van Midden Java yang berarti kota terindah di Jawa Tengah.
Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda menjadikan Salatiga menjadi
Gemeente didasarkan oleh 3 faktor yaitu : 1.
Faktor Penduduk
Pemerintah Hindia Belanda selalu menjadikan faktor penduduk sebagai pertimbangan utama. Persyaratannya, minimal terdapat 10 orang
kulit putih yang bertempat tinggal di daerah tersebut. Kulit putih dalam kriteria ini bukan semata-mata orang Belanda, melainkan juga orang-orang
Eropa non-Belanda dan bangsa lain yang disejajarkan dengan orang
Belanda. 2.
Faktor Keadaan Setempat
Faktor keadaan setempat adalah ada tidaknya hal-hal yang diharapkan bisa menunjang kelestarian Gemeente itu nantinya. Banyaknya
perkebunan di Salatiga dan sekitarnya jelas bisa dipandang sebagai faktor
31
pendorong kelestarian Gemeente,karena biasanya di lokasi perkebunan-
perkebunan tersebut memang banyak orang-orang Belanda. 3.
Faktor keuangan
Melihat banyaknya jumlah orang kulit putih yang ada di Salatiga waktu itu, tentu faktor keuangan ini tidak menjadi masalah yang berarti.
Berbagai sumber keuangan bisa diperoleh dari: pendapatan pajak, penggunaan fasilitas pemerintah dan permohonan berbagai perijinan
Eddy Supangkat, 2012 : 13-17. Selain menetapkan Salatiga sebagai sebuah Gemeente Staatsblad
tersebut juga mencantumkan tugas-tugas pemerintah Gemeente, yang
antara lain :
- Mengatur, memeperbaharui dan membuka jalan-jalan dalam kota
mencakup pembuatan taman kota, selokan, jembatan, pembuatan
papan nama jalan, dan sebagainya.
- Membersihkan dan memperindah jalan-jalan, taman-taman dan
lapangan.
-
Menyelenggarakan penerangan untuk jalan umum.
-
Mengatur pemakaman Eddy Supangkat, 2012 : 18.
Agar Pemerintahan di Salatiga dapat berjalan dengan baik maka Burgemeester Walikota dibantu oleh Gemeenteraad Dewan Kota
bekerja keras untuk melakukan berbagai pembangunan di Salatiga. Meskipun harus diakui bahwa pembangunan kota Saltiga pada waktu itu
lebih dimaksudkan untuk meningkatkan kenyamanan orang-orang kulit
32
putih, namun tidak bisa diingkari bahwa orang-orang pribumi juga
merasakan manfaatnya secara langsung maupun tidak.
Beberapa sarana, prasarana dan fasilitas yang di perbaiki dan di bangun antara lain:
1. Jalan-jalan dalam kota.
2. Hotel untuk persinggahan orang-orang kulit putih.
3. Gedung Perkantoran.
4. Pemakaman.
5. Pasar.
6. Rumah sakit pemerintah dan swasta.
7. Lembaga pendidikan sekolah.
8. Tempat hiburan dan rekreasi.
9. Instansi militer.
10. Kantor pos dan telegraf.
11. Sarana transportasi.
12. Sarana air bersih dan penerangan jalan.
Mulai abad XIX Salatiga muncul sebagai salah satu tempat basis militer tentara Hindia Belanda untuk keamanan jalur utama Semarang-Surakarta dan
salah satu pusat Zending di Pulau Jawa. Keberadaan tentara Hindia Belanda dengan tangsi-tangsinya ini membawa citra dan identitas Salatiga sebagai
basis militer yang cukup melekat sampai periode pertengahan abad XX. Pada awal abad XX Salatiga tidak hanya sebagai pusat militer dan agama saja tetapi
bertambah menjadi tempat peristirahatan, tempat rekreaksi, dan pusat
33
pendidikan. Banyaknya orang Eropa dan Cina yang berada di Salatiga mendorong munculnya sekolah-sekolah. Sekolah-sekolah yang dibangun
sebagai berikut 1.
Sekolah Eropa 1.1
HIS Hollands-Indlands School, sekolah ini dapat dimasuki anak-anak Indonesia dari anak-anak pegawai pemerintah
Hindia-Belanda. 1.2
ELS Europe Lagere School, lamanya 7 tahun. Sekolah ini diperuntukan bagi anak-anak Belanda sesuai dengan
tingkatan-tingkatan orang Belanda. 1.3
HCS Holland Chinese School, sekolah ini diperuntukan untuk anak-anak Cina.
1.4 MULO Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, sekolah ini
merupakan sekolah lanjutan dari sekolah dasar. 2.
Sekolah Pribumi : De Scholen Der Tweede Klasse sekolah Kelas Dua
Sekolah Kelas Dua merupakan sekolah bagi anak-anak bumiputera pada umumnya. Sekolah ini mempunyai kurikulum
yang sederhana yakni meliputi pelajaran membaca, menulis, dan berhitung Nasution, 2008 : 61. Sekolah Kelas Dua ini didirikan
di daerah kota kecamatan atau di daerah desa yang maju. Lama belajarnya 5 tahun. Bahasa pengantarnya bahasa daerah atau
bahasa melayu Muhammad Rifa’i, 2011 : 60
34
3. Sekolah Desa
Sekolah Desa didirikan tanpa biaya pendidikan dari pemerintah dan menjadi bagian integral dari masyarakat desa
sehingga selain diberikan pelajaran membaca, menulis dan berhitung dalam bahasa Jawa, juga diajarkan pekerjaan tangan
membuat keranjang, pot, genteng dan sebagainya. Lama pendidikan Sekolah Desa adalah 3 tahun Nasution, 2008:77-81.
4. Sekolah Kejuruan
4.1 Sekolah Pertukangan ambachts Leergang, lama belajar 2
tahun. Sekolah ini di jadikan sekolah kerajinan SK. 4.2
Sekolah Teknik Technisch Onderwijs, lama belajar 3 tahun. Sekolah ini mendidik calon pengawas.
4.3 Sekolah Dagang Handels Onderwijs, lama belajar 3 tahun.
4.4 Sekolah Pertanian Landbouw Onderwijs, mendidik tenaga
yang akan bekerja di bidang agraris, pertanian dan kehutanan. 4.5
Sekolah Kewanitaan Maisjes Vakonderwijs. Sekolah ini berdiri atas jasa R. A Kartini Soemanto dan Soeyarno, 1983 :
44-45. 5.
Sekolah Guru Desa. Cursus Volks-Onderwijzer CVO merupakan kursus untuk memehuni kebutuhan guru diSekolah Desa. Lama
pendidikannya selama 2 tahun dan menerima murid dari lulusan
35
sekolah Vervolg atau Sekolah Kelas DuaI.Djumhur dan H.Danasuparta, 1976:139.
Selain itu masih ada sekolah-sekolah yang dibangun oleh para Zending atau Missi berupa Inlandsche school, dan Sekolah Guru Pribumi, HCS, HIS
Katolik dan 1 sekolah Cina yang diusahakan oleh Tiong Hoa Hwee Kwan. Penduduk pribumi hanya diijinkan masuk sekolah yang dikhususkan untuk
pribumi dan melanjutkan di HIS, Sekolah Guru maupun sekolah-sekolah yang didirikan oleh para Zending atau Missi. Kesempatan mengenyam pendidikan ini
dimanfaatkan penduduk pribumi untuk menyekolahkan anak-anaknya Emy Wuryani, 2006:91-92.
36
C. Sejarah Sekolah Menengah Pertama Pangudi Luhur Salatiga