Gender dan Kajian tentang Perempuan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 41 Revolusi hijau green revolution misalnya, secara ekonomkis telah menyingkirkan kaum perempuan dari pekerjaanya dan kehilangan pekerjaan sehingga terjadilah proses pemiskinan terhadapa perempuan. Banyak kaum perempuan miskin di desa termarginalisasi, sehingga semakin miskin dan tersingkir karena tidak memperoleh pekerjaan disawah contohnya. Hal ini berarti program revolusi hijau direncanakan tanpa mempertimbangkan aspek gender. Marginalisasi kaum perempuan tidak saja terjadi ditempat kerja, akan tetapi juga terjadi disemua tingkat seperti dalam rumah tangga, masyarakat, atau kultur dan bahkan sampai pada tingkatan negara. Kedua, masalah subordinasi pandangan gender ternyata tidak saja berakibat terjadinya marginalisasi, akan tetapi juga mengakibatkan terjadinya subordinasi terhadap perempuan. Adanya anggapan dalam masyarakat bahwa perempuan itu emosional, irasional, dalam berpikir, perempuan tidak bisa tampil sebagai pemimpin sebagai pengambil keputusan maka akibatnya perempuan ditempatkan pada posisi yang tidak penting dan tidak strategis. Bentuk subordinasi akibat perbedaan gender ini bermacam-macam, berbeda menurut tempat dan waktu. Pada masyarakat jawa misalnya, dulu ada anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, akhirnya akan ke dapur. Bahkan dalam keluarga yang memiliki keuangan terbatas maka pendidikan akan diprioritaskan pada anak laki-laki. Sejalan dengan bergulirnya waktu, tampaknya kaum perempuan banyak mengalami perubahan, terlebih di negara-negara demokrasi seperti Indonesia. Dengan di bentuknya kementrian khusus perempuan dan mulai menjamurnya digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 42 Lembaga Swadaya Masyarakat LSM perempuan. Makin tampak pula gejala adanya gerakan feminisme yang bertujuan menempatkan posisi perempuan pada posisinya.

B. Paradigma Fungsionalisme dalam Feminisme

Feminisme berasal dari katan latin femina yang berarti memiliki sifat keperempuanan. Feminisme diawali oleh persepsi tentang ketimpangan posisi perempuan dibanding laki-laki di masyarakat. Akibat persepsi ini, timbul berbagai upaya untuk mengkaji penyebab ketimpangan tersebut untuk mengeliminasi dan menentukan formula penyetaraan hak perempuan dan laki- laki dalam segala bidang, sesuai dengan potensi mereka sebagai manusia. 36 Kerangka teori feminis gerakan kaum perempuan pada kenyataannya adalah gerakan transformasi dan bukan sebagai gerakan untuk membalas dendam kepada kaum laki-laki, dengan demikian dapat dikatakan gerakan transformasi perempuan adalah suatu proses gerakan untuk menciptakan hubungan antara sesama manusia laki-laki dan perempuan agar lebih baik. Feminisme tumbuh sebagai suatu gerakan sekaligus pendekatan yang berusaha merombak struktur yang ada karena dianggap telah mengakibatkan ketidak adilan terhadap kaum perempuan. Pendekatan feminisme berusaha merombak cara pandang terhadap dunia dan berbagai aspek kehidupannya. Feminisme justru menganggap bahwa pengintegrasian prespektif dan pengalaman 36 Dadand S. Anshori: Engkos Kosasih: dan Farida Sarimaya, Membicangkan Feminisme : Refleksi Muslimah Atas Peran Sosial Kaum Wanita, Bandung : Pustaka Hidayah,1997 19 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 43 perempuan sebagai salah satu pijakan untuk mengembangkan tingkat kebenaran yang lebih tinggi. Mereka juga beranggapan bahwa konsep objektivitas yang selama ini di dengung-dengungkan dan dianggap sebagai kebenaran justru amat jauh dari esensi kebenaran sesungguhnya karena konsep itu bibentuk oleh pengalaman dan perspektif kaum laki-laki, berangkat dari pemahaman keadilan gender. Feminisme tumbuh sebagai suatu gerakan sekaligus pendekatan yang berusaha merombak struktur yang ada karena dianggap telah mengakibatkan ketidakadilan terhadap kaum perempuan. Pendekatan feminisme berusaha mengubah pola pikir atau cara pandang kita terhadap dunia dan berbagai aspek kehidupan. Aliran fungsionalisme struktural atau sering disebut aliran fungsionalisme, adalah aliran arus utama mainstream dalam ilmu sosial yang dikembangkan oleh Robert Merton dan Talcott Parson. Teori ini secara tidak langsung menyinggung persoalan perempuan. Akan tetapi, penganut aliran ini berpendapat bahwa masyarakat adalah suatu sistem yang terdiri dari atas bagian yang saling berkaitan agama, pendidikan, struktur politik, sampai keluarga dan masing-masing bagian selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan equilibrium dan keharmonisan, sehingga dapat menjelaskan posisi kaum perempuan. Teori ini berkembang untuk menganalisis tentang struktur sosial masyarakat yang terdiri dari berbagai element yang saling terkait meskipun memiliki fungsi yang berbeda. Perbedaan fungsi tersebut justru diperlukan untuk saling melengkapi sehingga suatu sistem yang digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 44 seimbang dapat terwujud. Oleh karena itu, konsep gender, menurut teori struktural fungsional dibentuk menurut pembagian peran dan fungsi masing- masing laki-laki dan perempuan secara dikotomi agar tercipta keharmonisan antara laki-laki dan perempuan. Kelompok feminis memunculkan beberapa teori yang secara khusus menyoroti kedudukan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat. Feminis berupaya menggugat kemapanan patriaki dan berbagai bentuk stereotip gender lainnya yang berkembang luas di dalam masyarakat. Pengaruh fungsionalisme dapat ditemui dalam pemikiran feminisme liberal. Pada umumnya feminisme adalah gerakan pemberontakan terhadap kaum laki-laki, upaya melawan pranata sosial yang ada, seperti institusi rumah tangga, perkawinan, maupun usaha pemberontakan perempuan untuk mengingkari kodrat. Karena adanya prasangka tersebut, maka feminisme tidak mendapat tempat pada kaum perempuan, bahkan ditolak oleh masyarakat sedangkan menurut kaum feminis, feminisme, seperti halnya aliran pemikiran dan gerakan yang lain, bukan merupakan suatu pemikiran dan gerakan yang berdiri sendiri, akan tetapi meliputi berbagai ideologi,paradigma, serta teori yang dipakainya. Meskipun gerakan feminisme berasal dari analisis dan ideologi yang bebeda, tetapi mempunyai kesamaan tujuan, yaitu kepedulian memperjuangkan nasib perempuan. Sebab gerakan ini berangkat dari asumsi dan kesadaran bahwa perempuan tertindas, dieksploitasi, dan berusaha untuk menghindari penindasan dan eksploitasi. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 45 Dan salah satu pandangan feminis terhadap perbedaan peran gender laki-laki dan perempuan secara umum dapat dikategorikan dalam tiga kelompok, dan salah satunya adalah feminisme liberal. Feminisme liberal merupakan aliran pemikiran dari tokoh Margaret Fuller, Harriet Martineu, Anglina Grimke dan Susan Anthony. Dasar pemikiran kelompok ini adalah semua manusia laki-laki dan perempuan diciptakan seimbang dan serasi, semestinya tidak ada penindasan satu dengan yang lainnya. Feminisme liberal diinspirasi oleh prinsip-prinsip pencerahan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai kekhususan- kekhususan. Secara ontologis keduanya sama, hak-hak laki-laki dengan sendirinya juga menjadi hak-hak perempuan. 37 Meskipun dikatakan feminise liberal, kelompok ini tetap menolak persamaan secara menyeluruh antara laki-laki dan perempuan. Dalam beberapa hal, terutama yang berhubungan dengan fungsi reproduksi, aliran ini masih tetap memandang perlu adanya perbedaan distinction antara laki – laki dan perempuan. Bagaimana pun juga fungsi reproduksi bagi perempuan membawa konsekuensi logis di dalam kehidupan bermasyarakat. Kelompok ini termasuk paling moderat di antara kelompok feminis. Kelompok ini membenarkan perempuan bekerja bersama laki-laki. Mereka menghendaki agar perempuan diintegrasikan secara total di dalam semua peran, termasuk bekerja di luar rumah. Dengan demikian tidak ada lagi suatu kelompok jenis kelamin yang lebih dominan. Kelompok ini beranggapan 37 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender perspektif Al- Qur’an, Jakarta: Paramadina, 1999, hlm. 64