1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Prestasi yang didapatkan siswa di sekolah tidak semata-mata dipengaruhi oleh faktor IQ saja, melainkan dipengaruhi oleh banyak faktor yang berkaitan
dengan pencapaian tugas siswa di sekolah, salah satunya adalah tentang kemampuan bagaimana siswa dapat mengeksplorasi potensi yang dimiliki serta
dikarenakan siswa belum memiliki kemandirian dalam belajar, dan seringkali pihak sekolah lebih menekankan pada hasil belajar saja, sedangkan proses di
dalam belajar siswa kurang diperhatikan. Dampak dari permasalahan tersebut menyebabkan siswa kurang dapat berkembang sesuai dengan harapan.
Banyaknya tuntutan akademik dan besarnya keinginan untuk melakukan hobi dan bersantai menyebabkan siswa kurang bisa membagi waktu antara
belajar dengan melakukan hobi dan bersantai, peserta didik dituntut untuk belajar lebih mandiri dan tidak bergantung pada apa yang disajikan oleh pengajar saja.
Selain itu, siswa juga harus dapat mengerjakan tugas-tugas di sekolah yang tidak sedikit, yang tentunya memerlukan pengaturan diri dalam belajar
self-regulated learning
agar siswa dapat menyelesaikan tugas dengan baik.
SRL self-regulated learning
merupakan fondasi proses belajar sepanjang hayat yang membelajarkan siswa untuk mengendalikan pikiran, sikap dan tindakannya secara terencana dan
siklis untuk mencapai tujuan pembelajaran Zimmerman, 1989; Smith, 2001.
Self-regulated learning
adalah kemampuan seseorang untuk menentukan tujuan belajar yang ingin dicapai, merencanakan jadwal belajar, membagi waktu
2
antara belajar dan bermain, dan mempersiapkan diri dalam menghadapi ulangan sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan motivasi dan prestasinya di sekolah.
Dengan kemampuan ini seseorang dapat mencapai tujuan belajarnya Charney,2002.
Jika dilihat dari alokasi waktu rata-rata siswa melakukan pembelajaran di sekolah jika di dalam satu hari peserta didik belajar di sekolah selama kurang
lebih 6 enam jam dan hal ini berlangsung selama 6 enam hari dalam 1 minggu maka dapat kita bayangkan betapa padatnya intensitas waktu belajar siswa di
sekolah. Oleh karena itu siswa perlu mengembangkan kemampuan untuk mengatur diri. Fenomena-fenomena seperti itu tentulah tidak berdiri sendiri,
melainkan terkait dengan berbagai faktor penyebab, baik dari dalam maupun dari luar diri siswa. Faktor penyebab dari dalam diri diasumsikan antara lain
terkait rendahnya kemampuan
self-regulated learning
siswa. Apabila faktor tersebut tidak terentaskan secara memadai, dapat menghalangi tercapainya
tujuan hidup yang lebih besar, yakni kesuksesan dalam karir masa depan. Hasil survey tahun 2001 menunjukkan bahwa anak kurang mampu dalam
mengatur diri dalam belajar yang diakibatkan karena anak sering menonton televisi. Anak-anak yang menonton televisi menjadi meningkat sekitar 35
jamminggu atau sama dengan 5 sd 6 jam perhari. siswa menyadari bahwa mereka terlalu banyak menghabiskan waktu didepan televisi sehingga mereka
cenderung lupa untuk belajar. Hal yang senada juga diungkapkan oleh salah seorang guru yang menyatakan bahwa proses belajar seringkali terabaikan hanya
karena anak terlalu sering bermain playstation atau waktunya habis untuk
3
keluyuran. Disini terlihat jelas bahwa ketidakmampuan anak dalam mengatur jadwal belajar dengan bermain atau keluyuran merupakan salah satu kurang
mampu siswa dalam
self-regulated learning
sehingga motivasi dan hasil belajarnya menjadi menurun kompas, 24 juli 2001
Newman Blackorby, dalam Larson 2002 mengemukakan bahwa masalah mutu pendidikan siswa menjadi hal yang penting untuk diperhatikan oleh
pihak sekolah. Kebanyakan siswa mengalami masalah belajar yang berdampak pada penurunan hasil belajar. Hasil penelitianya mengungkapkan bahwa 32
siswa mengalami masalah belajar sedangkan 57 siswa mengalami masalah gangguan emosional atau psikologi. Sedangkan McGraw, 2003 mengemukakan
bahwa masalah utama belajar siswa adalah a aktivitas dan tujuan belajar, b belajar yang berkaitan dengan perkembangan belajarnya.
Masril 2011 mendiskripsikan bahwa fenomena perilaku siswa di sekolah menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut: 1 25
–40 siswa terlambat masuk belajar setiap hari; 2 sebanyak 15
– 40 siswa mengerjakan pekerjaan rumah PR di sekolah sebelum jam belajar di pagi hari saja; 3
sebanyak 50 siswa harus diberikan remedial setiap selesai ulangan bulanan; 4 sebanyak kurang lebih 20 siswa tidak menuliskan cita-cita mereka dalam
blanko isian yang diberikan Konselor; 5 masalah hubungan muda-mudi di kalangan siswa cukup memprihatinkan; dan 6 sejumlah siswa memiliki
kebiasaan bolos pada saat jam belajar, meskipun jumlahnya terbilang kecil. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya kemampuan peserta didik di dalam
self- regulated learning
.
4
Untuk membantu siswa yang mengalami masalah belajar di sekolah, sangatlah penting bagi pihak sekolah untuk menumbuhkan dan mengembangkan
potensi belajar siswa. Upaya perbaikan yang dilakukan oleh pihak sekolah dapat berupa perbaikan perubahan tingkah laku siswa dalam proses belajar. siswa perlu
mendapatkan bimbingan agar ia dapat lebih bisa memahami dirinya sendiri dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat ia berada Shetzer Stone,
1981. Oleh karena itu pihak sekolah perlu menyediakan bimbingan belajar yang secara serius mampu melatih siswa untuk mengatur dirinya sendiri di dalam
belajar. Pada kenyataanya kegiatan layanan bimbingan belajar disekolah hanya
terbatas pada pengajaran, perbaikan, kegiatan pengayaan, serta pengembangan sikap kebiasaan belajar. Materi bimbingan belajar yang berkaitan dengan
kemampuan dan keterampilan siswa di dalam mengatur diri sendiri dalam belajar
self-regulated learning
belum banyak dikembangkan. Padahal materi tersebut sangatlah diperlukan bagi siswa untuk mengatur cara belajar yang dirancangnya
sendiri sebagai upaya mempertahankan dan meningkatkan hasil belajarnya. Kemampuan
self-regulated learning
siswa SMP merupakan hal yang penting dalam memotivasi belajarnya disekolah. Dengan SRL, siswa dapat
meningkatkan hasil belajarnya. Dapat dikatakan bahwa SRL adalah prasyarat vital untuk keberhasilan dan penguasaan atau pemerolehan pengetahuan di sekolah.
Dengan SRL siswa memiliki mempunyai kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikapnya. Melalui SRL, siswa mampu
memajukan, meningkatkan, dan memfasilitasi belajarnya di masa yang akan
5
datang. Dan juga dengan SRL siswa dapat mengontrol perilaku dan sikap untuk meningkatkan pembelajaran akademik dan kinerja akademik mereka sendiri.
Self regulated learning
bagi siswa SMP merupakan bentuk sikap yang diwujudkan dalam cara mengatur belajarnya. Cara mengatur belajar yang perlu
diperhatikan siswa adalah dengan menggabungkan kemampuan intelektual pengetahuan dengan muatan yang relevan yang baik melalui ketrampilan kognitif,
strategi-strategi control, motivasi dan perilaku seseorang woltres, 1999 dalam Gainau. Dengan demikian, berhasil tidaknya SRL yang diterapkan oleh siswa
tergantung pada sejauhmana siswa meneraapkan dengan tepat SRL sesuai dengan kemampuan yang dimikinya.
Self-regulated learning
telah diyakini oleh para ahli psikologi sebagai bentuk kemampuan yang memungkinkan dan mengakomodasi pandangan tentang
individu untuk bertanggung jawab terhadap belajarnya sendiri, individu yang terlibat aktif dalam belajarnya akan meningkatkan hasil belajar Zimmerman,
1990. Ada beberapa komponen yang dikembangkan Hawk Shah, 2008 yaitu: a cognition : 1 pengertian dan pemahaman siswa tentang pelajaran yang
diberikan 2 menganalisis dan mensintesis pengetahuan yang diperoleh 3 mengaplikasikan b strategi afektif: 1 merencanakan belajar 2 mengatur waktu
belajar 3 menetapkan waktu untuk menyelesaikan tugas, 4 memantau kemajuan belajar. Salah satu kelebihan dari SRL bagi siswa adalah bahwa siswa
memiliki kemampuan untuk mengatur kegiatan belajar, mengontrol perilaku dan mengetahui tujuan, arah serta sumber-sumber yang mendukung untuk kegiatan
belajarnya.
6
Jika siswa memiliki kemampuan
self-regulated learning
secara tepat dalam hal ini hubunganya mengatur kewajibanya sebagai pelajar, maka peserta
didik tersebut akan dapat memunculkan motivasi untuk dapat berprestasi di sekolah di dalam dirinya. Keinginan atau dorongan didalam berprestasi di sekolah
ini muncul seiring dengan kemampuan
self-regulated learning
yang dimiliki oleh siswa. Strategi
self-regulated learning
SRL ini membantu siswa memperoleh kemampuan di dalam memotivasi belajarnya dalam kegiatan belajar. Penekananya
pada kemampuan dalam mengelola ide, perhatian, dan juga tindakan apa yang yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan proses belajar
yang baik. Kebiasaan mengatur diri sendiri dalam belajar
self-regulated learning
sangat bermanfaat terutama dalam perencanaan dan mengatur cara belajar yang baik karena akan menambah semangat untuk senantiasa belajar Hendrikus dalam
Gainau 2010
Self-regulated learning
merupakan suatu tindakan bagi siswa untuk menyalurkan keinginan mereka dalam memenuhi kebutuhan kompetensinya
keinginan tersebut bisa diartikan sebagai motivasi agar dapat berprestasi di sekolah.
Self-regulated learning
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam menjalani proses pendidikannya. Keberhasilan ini
biasanya dilihat dari prestasi yang dicapai di sekolahnya. Menurut McClelland dalam Sobur 2003 motivasi berprestasi adalah suatu
daya dalam mental manusia untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih baik, lebih cepat, lebih efektif, dan lebih efisien daripada kegiatan yang dilaksanakan
sebelumnya. Ini disebabkan oleh virus mental. Dari pendapat tersebut Sobur
7
mengartikan bahwa dalam psikis manusia, ada daya yang mampu mendorongnya ke arah suatu kegiatan yang hebat sehingga dengan daya tersebut, ia dapat
mencapai kemajuan yang teramat cepat. Menurut McClelland 1987 dalam motivasi berprestasi terdapat
kecenderungan untuk berprestasi dalam menyelesaikan suatu aktivitas atau pekerjaan dengan usaha yang aktif sehingga memberikan hasil yang terbaik.
Kebutuhan berprestasi tercermin dari perilaku individu yang selalu mengarah pada suatu standart keunggulan. Disini berarti seseorang yang motivasi berprestasinya
tinggi apabila memperoleh tugas atu pekerjaan maka ia akan mengerjakannya dengan bersungguh-sungguh dan berusaha memberikan hasil yang terbaik.
Sebaliknya, individu yang motivasi berprestasinya rendah akan menjalankan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan kurang bersungguh-sungguh dan
kurang terpacu untuk berusaha memberikan hasil yang maksimal. Schultz 1982 mendefinisikan kebutuhan berprestasi sebagai suatu
kebutuhan seseorang untuk melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya dan memperoleh hasil yang terbaik. Sedang Edwards dalam putu, 2008 mengartikan
sebagai suatu kebutuhan untuk berbuat lebih baik dari orang lain, yang mendorong individu untuk menyelesaikan tugas lebih sukses untuk mencapai
prestasi yang lebih tinggi. Gellermen 1963 menyatakan bahwa orang yang mempunyai motivasi
berprestasi tinggi akan sangat senang ia berhasil memenangkan suatu persaingan. Ia berani menanggung segala resiko sebagai konsekuensi dari usahanya untuk
8
mencapai tujuan. Sedangkan motivasi berprestasi menurut Tapiardi 1996 adalah sebagai suatu cara berpikir tertentu apabila terjadi pada diri seseorang cenderung
membuat orang itu bertingkah laku secara giat untuk meraih suatu hasil atau prestasi.
Mc Clelland dalam Mangkunegara 2001 mengemukakan enam karakteristik orang yang mempunyai motivasi tinggi:
1 Memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi. 2 Berani mengambil dan memikul resiko.
3 Memiliki tujuan yang realistic. 4 Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisaiskan
tujuan. 5 Memanfaatkan umpan balik yang kongkret dalam semua kegiatan yang
dilakukan. 6 Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.
Hasil penelitian Nehwan 1994 menunjukkan bahwa siswa dikalangan Menengah Pertama seringkali menunjukkan kekurang mampuan dalam bentuk
self-regulated learning
seperti siswa tidak bisa mengatur waktu belajar dengan baik, banyak pekerjaan rumah yang tidak terselesaikan, hasil ulangan yang jelek
karena malas belajar yang berakibat pada hasil belajarnya menurun. Ketidakmampuan peserta didik dalam SRL perlu menjadi perhatian khususnya
sekolah agar siswa dapat berkembang belajarnya secara optimal. Lebih lanjut Khul 1992 mengemukakan bahwa SRL sangat berkaitan
dengan motivasi yang ada di dalam diri seseorang. Motivasi yang tinggi dalam
9
diri seseorang akan mempengaruhi pencapaian tujuan yang diharapkan. Dalam proses belajar, tingkat ketekunan siswa sangat ditentukan oleh motivasi di dalam
dirinya. Motivasi yang dimaksud dalam konteks
self-regulated learning
adalah
self motivation
Smith,2001 Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Zimmerman dan Martinez-Pons 1988 , 1990 dalam Afianti, dkk yang menunjukkan bahwa SRL membantu siswa berbakat mencapai tujuan belajarnya.
Menurut Santrock 2007 dalam Afianti, dkk siswa yang memiliki SRL menunjukkan karakteristik mengatur tujuan belajar, mempunyai strategi untuk
mengatur emosi, memantau kemajuan yang mendekati tujuan secara periodik, memeriksa strategi belajar yang didasarkan pada kemajuan yang mereka buat, dan
mengevaluasi rintangan yang mungkin timbul dan membuat adaptasi yang diperlukan.
Schunk 2005 mengemukakan bahwa
self-regulated learning
dan motivasi merupakan hubungan yang penting dalam belajar siswa. Siswa yang
memiliki
self-regulated learning
yang baik cenderung memiliki motivasi yang tinggi dibanding dengan mereka yang tidak memiliki
self-regulated learning
Hasil penelitian Schunck Zimmerman,dkk dalam Kermarrec dkk 2004 membuktikan bahwa salah satu faktor dari aktivitas siswa yang
mempengaruhi performa akademik dan motorik adalah regulasi diri dalam belajar atau
self-segulated learning
.
10
Penelitian yang dilakukan oleh Prasaja 2011 mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan
self- regulated learning
pada student athlete DBL. Haryu 2004 mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan positif dan
signifikan antara
Self-regulation learning
dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar pada siswa MTs Negeri I Jember
.
Namun Mousoulides dan Philipou 2005 di University of Cyprus Melbourne pada calon guru yang mendapatkan hasil bahwa
self-regulation learning
mempunyai hubungan yang tidak signifikan terhadap prestasi belajar matematika, karena calon guru mempunyai keyakinan yang tinggi pada dirinya
telah menggunakan regulasi-diri dengan baik namun mempertimbangkan kemampuan yang ada pada pada diri mereka. Berarti di dalam penelitian ini aspek
dari motivasi dan
self regulation learning
tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar, tetapi yang paling berpengaruh adalah factor IQ.
Untuk mendapatkan informasi yang lebih lanjut pada bulan September 2012 penulis melakukan penelitian awal pada siswa kelas VIII SMP N 03 Suruh
dengan menyebarkan skala motivasi berprestasi yang diadaptasi dari teori Mc Clelland dan skala
self-regulated learning
yang diadaptasi dari teori Zimmerman. Adapun hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2.
11
Tabel 1.1. Distribusi Frekwensi Motivasi Berprestasi Siswa SMP N 03 Suruh
Kategori Range Skor
Frekuensi Prosentase
Sangat tinggi 142
— 168 3
12 Tinggi
117 — 141
12 48
Sedang 92
— 116 5
20 Rendah
67 — 91
3 12
Sangat Rendah 42
— 66 2
8 Jumlah
25 100
Tabel 1.2. Distribusi Frekwensi
Self-Regulated Learning
Siswa SMP N 03 Suruh
Kategori Range Skor
Frekuensi Prosentase
Sangat tinggi 102
— 120 2
8 Tinggi
84 — 101
5 20
Sedang 66
— 83 7
28 Rendah
48 — 65
8 32
Sangat Rendah 30
— 47 3
12 Jumlah
25 100
Dalam hasil penelitian dapat di lihat pada Tabel 1.1 mendapatkan hasil motivasi berprestasi pada kategori tinggi sebesar 48, dan pada tabel 1.2
mendapatkan hasil bahwa siswa dalam
self-regulated learning
termasuk dalam kategori rendah dengan prosentase 32 Dan setelah dilakukan analisis korelasi
mempunyai hubungan yang tidak signifikan antara motivasi berprestasi dengan
self-regulated learning
, untuk memastikan ada tidaknya hubungan yang signifikan perlu dilakukan penelitian dengan populasi yang lebih luas pada siswa kelas VIII
SMP Negeri 03 Suruh.
12
1.2 Rumusan Masalah