Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Motivasi Berprestasi dengan Self Regulated Learning Pada Siswa Kelas VIII SMP N 03 Suruh T1 132008013 BAB II

(1)

14

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Self-Regulated Learning

Zimmerman dalam Ahmadi mendefinisikan self-regulated learning sebagai suatu proses dimana seorang siswa mengaktifkan dan mendorong kognisi (cognition), perilaku (behaviours) dan perasaannya (affect) secara sistematis dan berorientasi pada pencapaian tujuan belajar. Berdasarkan perspektif sosial kognitif, siswa yang dapat dikatakan sebagai selfregulated learner adalah siswa yang secara metakognitif, motivasional, dan behavioral aktif dan turut serta dalam proses belajar mereka. Siswa tersebut dengan sendirinya memulai usaha belajar secara langsung untuk memperoleh pengetahuan dan keahlian yang diinginkan, tanpa bergantung pada guru, orang tua atau orang lain. Self-regulated learning dapat berlangsung apabila peserta didik secara sistematis mengarahkan perilakunya dan kognisinya dengan cara memberi perhatian pada instruksi-instruksi, tugas-tugas, melakukan proses dan menginterpretasikan pengetahuan, mengulang-mengulang informasi untuk mengingatnya serta mengembangkan dan memelihara keyakinan positifnya tentang kemampuan belajar dan mampu mengantisipasi hasil belajarnya Schunk, dalam Schunk & Zimmerman (1998).

Susanto (2006) Setiap orang memiliki usaha untuk meregulasi dirinya sendiri dengan berbagai cara yang berbeda dalam mencapai tujuannya yang membedakan adalah efektivitas dari regulasi diri tersebut. Regulasi diri dalam pembelajaran / self-regulated learning sangat diperlukan, karena dengan adanya self-regulated learning ini peserta didik akan mengetahui dan memahami


(2)

15 perilaku seperti apa yang dapat diterima oleh orangtua dan lingkungannya, sehingga peserta didik bisa menetapkan target pencapaian prestasi yang harus diraihnya. Self-regulated learning yang baik juga membantu dalam mengatur, merencanakan dan mengarahkan dirinya, untuk mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini pencapaian mendorong peserta didik untuk mempunyai motivasi untuk berprestasi di sekolah. Tentunya didalam mendapatkan prestasi belajar yang diinginkan peserta didik perlu terlebih dahulu menumbuhkan motivasi di dalam dirinya agar dapat berprestasi, dengan adanya motivasi ini peserta didik akan terdorong untuk mencapai prestasi yang diinginkan. Dengan didukung pengaturan diri ini, peserta didik akan mampu menunjukkan atau menahan perilaku tertentu secara tepat sesuai dengan kondisi yang dihadapi dalam usaha mencapai prestasinya.

Menurut Piaget unsur yang paling penting dalam perkembangan pemikiran seseorang adalah mekanisme internal yang disebut dengan ekuilibrium. Hal ini merupakan regulasi-diri, yaitu unsur pengaturan dalam diri seseorang berhadapan dengan rangsangan atau rangsangan dari luar. Berhadapan dengan lingkungan luar, seseorang mengalami ketidakseimbangan (Disekuilibrium) dalam dirinya. Sehingga individu akan berusaha membuat keseimbangan (Ekuilibrasi) dengan lingkungannya. Ekuilibrasi ini sering juga disebut motivasi dasar seseorang yang memungkinkannya selalu berusaha memperkembangkan pemikiran dan pengetahuannya. Untuk mengembangkan pengetahuan individu maka ia harus mengembangkan regulasi-diri untuk mencapai ekuilibrasi dalam proses pemikirannya.


(3)

16 2.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-Regulated Learning.

Sel-regulated learning dipengaruhi beberapa factor, diantaranya adalah self efficacy, motivasi dan tujuan.

a. Self efficacy.

Merupakan penilaian individu terhadap kemampuan nya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, atau mengatasi hambatan dalam belajar (Bandura, 2003). Self efficacy dapat mempengaruhi siswa dalam memilih suatu tugas, usaha, ketekunan, dan prestasi. Siswa yang memiliki self efficacy yang tinggi akan meningkatkan penggunaan kognitif dan strategi self-regulated learning.

b. Motivasi .

Menurut Cobb (2003), motivasi yang dimiliki siswa secara positif berhubungan dengan self-regulated learning. Motivasi dibutuhkan siswa untuk melaksanakan strategi yang akan mempengaruhi proses belajar. Siswa cenderung akan lebih efisien mengatur waktunya dan efektif dalam belajar apabila memiliki motivasi belajar. Motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang (intrinsic)cenderung akan lebih memberikan hasil positif dalam proses belajar dan meraih prestasi yang baik. Motivasi ini akan lebih kuat dan le bih stabil / menetap bila

dibandingkan dengan motivasi yang berasal dari luar diri (extrinsic). c. Tujuan (goals).

Menurut Cobb (2003) goal merupakan penetapan tujuan apa yang hendak dicapai seseorang. Goal merupakan kriteria yang digunakan siswa untuk


(4)

17 memonitor kemajuan mereka dalam belajar. Goal memiliki dua fungsi dalam self-regulated learning yaitu menuntun siswa untuk memonitor dan mengatur usahanya dalam arah yang spesifik. Selain itu goal juga merupakan kriteria bagi siswa untuk mengevaluasi performansi mereka.

Dalam perspektif sosial kognitif keberadaan strategi self-regulated learning ditentukan oleh tiga faktor yakni faktor pribadi, perilaku dan lingkungan (Bandura dalam Pintrich & Schunk,2002).

1. Faktor pribadi

Self-regulated learning terjadi pada derajat dimana peserta didik dapat menggunakan proses personal untuk secara strategis mengatur perilaku dan lingkungan belajar disekitarnya. Faktor ini meliputi penggunaan strategi mengatur materi pelajaran (organizing & transforming), membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting & planning), mencatat hal penting (keeping record & monitoring), serta mengulang dan mengingat (rehearsing & memorizing).

2. Faktor perilaku

Menunjuk pada kemampuan peserta didik dalam menggunakan self-evaluation strategy sehingga mendapatkan informasi tentang keakuratan dan mengecek kelanjutan dari hasil umpan balik. Faktor ini melibatkan strategi konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self consequences) dan evaluasi terhadapkemajuan tugas (self-evaluating).

3. Faktor lingkungan

Menunjuk pada sikap proaktif peserta didik untuk menggunakan strategi pengubahan lingkungan belajar seperti penataan lingkungan belajar, mengurangi


(5)

18 kebisingan, penataan cahaya yang tepat, dan pencarian sumber belajar yang relevan. Faktor ini meliputi strategi mencari informasi (seeking information), mengatur lingkungan belajar (environmental structuring), mencari bantuan sosial (seek social assistance), serta meninjau kembali catatan, tugas atau tes sebelumnya dan buku pelajaran (review record).

2.1.2 Komponen Self-Regulated Learning

Menurut Kermarrec dkk (2004) ada tiga komponen teoritis yang menggambarkan proses self-regulated learning dalam pendidikan, yaitu strategi belajar (learning strategi), strategi pengelolaan (management strategi),dan pengetahuan tentang belajar atau knowledge of learning.

a. Strategi belajar merupakan strategi utama yang mengindikasikan tentang cara peserta didik memilih dan memproses informasi yang disajikan dalam pelajaran.

b. Strategi pengelolaan adalah strategi pendukung yang merepresentasikan tentang bagaimana peserta didik secara mental mengorganisasi lingkungan belajar dan memfasilitasi pemrosesan informasi.

c. Adapun pengetahuan tentang belajar berkenaan dengan informasi umum yang digunakan oleh peserta didik untuk menjelaskan cara-cara strategi dalam belajar.

Berdasarkan hasil penelitian Kermarrec, dkk. (2004) menyebutkan ada 17 kategori empiris dalam proses regulasi diri. Ke-17 kategori tersebut dipilah menjadi 6 kategori strategi belajar, 7 strategi pengelolaan, dan 4 pengetahuan tentang belajar. 6 kategori strategi belajar yang terbukti secara


(6)

19 efektif digunakan dalam pendidikan adalah : (a) mendengarkan instruksi (b) berfikirdan menemukan pemahaman; (c) melihat dan meniru; (d) memvisualisasikan dan membayangkan; (e) memfokuskan perhatian; (f) mengulang dan melatih. Selanjutnya, 7 kategori empiris dalam strategi pengelolaan terdiri dari (a)mengelola perhatian; (b) mencari bantuan; (c) mengelola tugas dan menyesuaikan tingkat kesulitan; (d) mengelola waktu; (e) mengurangi interaksi teman sebaya; (f) mengelola motivasi; (g) melakukan evaluasi diri. Adapun ke- 4 kategori yang termasuk dalam pengetahuan tentang belajar adalah :(a)pengetahuan tentang diri; (b) pengetahuan tentang strategi (c) pengetahuan tentang situasi; (d) pengetahuan tentang orang lain.

2.1.3 Karakteristik Individu Yang Memiliki Self Regulated Learning

Menurut Zimmermen, dkk dalam Haryu (2004) karakteristik individu yang memiliki self-regulated learning adalah memiliki kemampuan untuk mempersiapkan aktifitas dan langkah-langkah dalam belajar supaya individu tersebut dapat secara aktif mengatur aktifitasnya di dalam belajar dapat mempertimbangkan segala tindakanya, dapat menerima masukan serta mempunyai motivasi tetap tinggi di dalam belajarnya.

Sedangkan menurut Rochester Institute Of Technology mengemukakan ciri-ciri individu yang memiliki self-regulated learning memiliki kemandirian dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya serta dapat membuat perencanaan untuk mengatur penggunaan waktu serta sumber-sumber yang dimiliki baik yang besumber dari dalam individu tersebut maupun rangsangan dari luar atau dari lingkungan sekitar pada saat melaksanakan tugas. selain itu


(7)

20 individu juga harus memiliki need for challenge yang berarti pelajar memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap kesulitan yang dihadapinya di dalam mengerjakan tugas dan mengubahnya menjadi sebuah tantangan yang lebih menarik untuk dipelajari sehingga mereka dapat menggunakan sumber-sumber yang berasal dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya didalam proses belajar.

Zimmerman dan Martinez-Pons dalam Purdie, dkk, (1996) melakukan sebuah penelitian dengan metode wawancara yang telah menghasilkan 10 kategori perilaku belajar sebagai strategi self regulated learning sebagai berikut : a. Evaluasi terhadap kemajuan tugas (self evaluating)

Merupakan inisiatif siswa dalam melakukan evaluasi terhadap kualitas tugas dan kemajuan pekerjaannya. Peserta didik memutuskan apakah hal-hal yang telah dipelajari mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya. Dalam hal ini peserta didik membandingkan informasi yang didapat melalui selfmonitoring dengan beberapa standar atau tujuan yang dimiliki.

b. Mengatur materi pelajaran (organizing & transforming)

Strategi organizing menandakan perilaku overt dan covert dari peserta didik untuk mengatur materi yang dipelajari dengan tujuan meningkatkan efektivitas proses belajar. Strategi transforming dilakukan dengan mengubah materi pelajaran menjadi lebih sederhana dan mudah dipelajari.

c. Membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting & planning)

Strategi ini merupakan pengaturan peserta didik terhadap tujuan umum dan tujuan khusus dari belajar dan perencanaan untuk urutan pengerjaan tugas,


(8)

21 bagaimana memanfaatkan waktu dan menyelesaikan kegiatan yang berhubungan dengan tujuan tersebut. Perencanaan akan membantu peserta didik untuk menemu-kenali konflik dan krisis yang potensial serta meminimalisir tugas-tugas yang mendesak. Perencanaan juga memungkinkan peserta didik untuk fokus pada hal-hal yang penting bagi perolehan kesuksesan jangka panjang. Untuk mendapatkan manfaat sebesar mungkin dari perencanaan, maka perencanaan perlu ditinjau kembali secara rutin.

d. Mencari informasi (seeking information)

Peserta didik memiliki inisiatif untuk berusaha mencari informasi di luar sumber-sumber sosial ketika mengerjakan tugas ataupun ketika mempelajari suatu materi pelajaran. Strategi ini dilakukan dengan menetapkan informasi apa yang penting dan bagaimana cara mendapatkan informasi tersebut.

e. Mencatat hal penting (keeping record & monitoring)

Strategi ini dilakukan dengan mencatat hal-hal penting yang berhubungan dengan topik yang dipelajari, kemudian menyimpan hasil tes, tugas maupun catatan yang telah dikerjakan.

f. Mengatur lingkungan belajar (environmental structuring)

Peserta didik berusaha memilih atau mengatur aspek lingkungan fisik dengan cara tertentu sehingga membantu mereka untuk belajar dengan lebih baik.

g. Konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self consequences)

Strategi ini dilakukan dengan mengatur atau membayangkan reward atau punishment yang didapatkan bila berhasil atau gagal dalam mengerjakan tugas.


(9)

22 h. Mengulang dan mengingat (rehearsing & memorizing)

Peserta didik berusaha mempelajari ulang materi pelajaran dan mengingat bahan bacaan dengan perilaku yang overt dan covert.

i. Mencari bantuan sosial (seek social assistance)

Bila menghadapi masalah dengan tugas yang sedang dikerjakan, peserta didik dapat meminta bantuan teman sebaya (seek peer asistance), meminta bantuan guru (seek teacher assistance) dengan bertanya kepada guru didalam maupun luar jam belajar untuk dapat membantu menyelesaikan tugas dengan baik. Peserta didik juga meminta bantuan orang dewasa (seek adult assistance) yang berada di dalam dan di luar lingkungan belajar bila ada topik yang tak dimengerti. Orang dewasa yang dimaksud dalam hal ini adalah orang yang lebih berpengalaman.

j. Meninjau kembali catatan, tugas atau tes sebelumnya dan buku pelajaran (review record)

Dalam strategi ini peserta didik meninjau kembali catatan pelajaran sehingga tahu topik apa saja yang akan diuji. Selanjutnya peserta didik meninjau kembali tugas atau tes sebelumnya (review test/work) yang meliputi soal-soal ujian terdahulu tentang topik-topik tertentu, juga tugas tugas yang telah dikerjakan sebagai sumber informasi untuk belajar.


(10)

23 2.2 Pengertian Motivasi Berprestasi

Mc Clelland dalam Wardi (2010) bahwa motivasi berprestasi merupakan kecenderungan seseorang dalam mengarahkan dan mempertahankan tingkah laku untuk mencapai suatu standar prestasi. Pencapaian standar prestasi digunakan oleh siswa untuk menilai kegiatan yang pernah dilakukan. Siswa yang menginginkan prestasi yang baik akan menilai apakah kegiatan yang dilakukannya telah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Motivasi berprestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat seseorang, yang mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan menggerakkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal (Mc Clelland, 1987). Motivasi berprestasi merupakan suatu kebutuhan untuk memberikan prestasi yang mengungguli standar. Menurut McClelland dan Atkinson bahwa motivasi berprestasi merupakan ciri seorang yang mempunyai harapan tinggi untuk mencapai keberhasilan dari pada ketakutan kegagalan. Selanjutnya dinyatakan McClelland bahwa motivasi berprestasi merupakan kecenderungan seseorang dalam mengarahkan dan mempertahankan tingkah laku untuk mencapai suatu standar prestasi. Pencapaian standar prestasi digunakan oleh siswa untuk menilai kegiatan yang pernah dilakukan. Siswa yang menginginkan prestasi yang baik akan menilai apakah kegiatan yang dilakukannya telah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Motivasi berprestasi adalah orientasi seseorang dalam berusaha sedemikian rupa untuk mencapai keberhasilan tugas, kegigihan dalam menghadapi


(11)

24 kegagalan, dan perasaan bangga ketika mencapai keberhasilan (Gill dalam Weinberg dan Gould, 1995). Motivasi berprestsi sering disebut juga dengan isitilah daya saing (competitiveness). Daya saing adalah disposisi berusaha sedemikian rupa untuk memperoleh kepuasan ketika dibandingkan dengan standar kesempurnaan atau ukuran keunggulan orang lain (Cox, 2002). Berkaitan dengan penelitian ini, motivasi berprestasi memiliki 9 indikkator, yaitu:1) memiliki semangat yang tinggi untuk mencapai kesuksesan; 2) memiliki tanggung jawab; 3) memiliki rasa percaya diri; 4) memilih untuk melakukan tugas yang menantang; 5) menunjukkan usaha keras dan tekun dalam mencapai tujuan yang bersifat lebih baik; 6) memupuk keberanian untuk mengambil resiko; 7) adanya keinginan untuk selalu unggul dari orang lain; 8) kreatif; 9) selalu menen-tukan tujuan yang realistik (Mc Clelland, dkk. (1976) dan Abdullah (Azwar, 1999).

Mc Clelland dalam Sukadji dkk (2001) mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai motivasi yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan (standard of excellence). Sedangkan menurut Murray dalam Beck (1998), motivasi berprestasi adalah suatu keinginan atau kecenderungan untuk mengatasi hambatan, melatih kekuatan, dan untuk berusaha melakukan sesuatu yang sulit dengan baik dan secepat mungkin. Sementara itu Atkinson dalam Petri (2001) menyatakan bahwa motivasi berprestasi individu didasarkan atas dua hal, yaitu tendensi untuk meraih sukses dan tendensi untuk menghindari kegagalan. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi berarti ia memiliki motivasi


(12)

25 untuk meraih sukses yang lebih kuat daripada motivasi untuk menghindari kegagalan, begitu pula sebaliknya.

Motivasi yang muncul dari dalam diri individu tidak terlepas dari adanya kebutuhan. Faktor utama yang menyebabkan timbulnya suatu kebutuhan dalam kehidupan individu adalah untuk mempertahankan hidup dan memelihara keseimbangan psikis (homeostatis). Adanya kebutuhan tersebut yang akan menimbulkan dorongan atau motif dalam diri individu untuk melakukan tindakan.

Mc Clelland dalam Sukadji dkk (2001) mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai motivasi yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan (standard of excellence). Sedangkan menurut Irwanto dalam Khairi Wardi (2010) motivasi adalah penggerak perilaku (the energizer of behavior), dan penentu perilaku, dengan kata lain motivasi adalah suatu konstruk teoritis mengenai terjadinya perilaku.

Sudarsono dalam Khairi Wardi (2010) motivasi adalah tenaga yang mendorong seseorang berbuat sesuatu keinginan, kecenderungan organisme untuk melakukan sesuatu sikap atau perilaku yang dipengaruhi oleh kebutuhan dan diarahkan kepada tujuan tertentu yang telah direncanakan sebelumnya,sifatnya sebagai alat pengontrol terhadap dirinya sendiri.

Komarudin (1994) menyebutkan bahwa motivasi berprestasi meliputi: pertama kecenderungan atau upaya untuk berhasil atau mencapai tujuan yang dikehendaki, kedua keterlibatan ego individu dalam suatu tugas, ketiga harapan


(13)

26 suatu tugas yang terlihat oleh tanggapnya subyek, keempat motif untuk mengatasi rintangan atau berupaya berbuat sesuatu dengan cepat dan baik.

Edwards dalam putu (2008) mengartikan motivasi berprestasi sebagai suatu kebutuhan untuk berbuat lebih baik dari orang lain, yang mendorong individu untuk menyelesaikan tugas lebih sukses untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi.

Heckhausen dalam Martaniah (1987) menyatakan bahwa seseorang yang motivasi berprestasinya tinggi mempunyai disposisi penilaian antara lain:

a. Jika motivasi berprestasi lebih kuat, perbedaan antara bayangan diri yang nyata dan yang ideal akan lebih besar.

b. Orang yang berorientasi sukses akan lebih mengharapkan kemungkinan sukses, dan yang berorientasi gagal akan lebih mengharapkan kemungkinan kegagalan dalam mencapai kegagalan.

c. Tingkat aspirasi yang berorientasi sukses biasanya hanya sedang, dan yang berorientasi gagal biasanya terlalu tinggi atau terlalu rendah.

d. Subjek yang dimotivasi sukses menganggap sukses sebagai akibat faktor yang mantap seperti kemampuan dan menganggap kegagalan bukan karena faktor tersebut, tetapi sebagai akibat kurangnya usaha yang momental.

Pengertian kebutuhan untuk berprestasi menurut Mc Clelland dalam Sobur (2003) adalah suatu daya dalam mental manusia untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih baik, lebih cepat, lebih efektif, dan lebih efisien daripada kegiatan yang dilaksanakan sebelumnya. Ini disebabkan oleh virus mental. Dari pendapat tersebut Alex Sobur mengartikan bahwa dalam psikis manusia, ada daya yang


(14)

27 mampu mendorongnya ke arah suatu kegiatan yang hebat sehingga dengan daya tersebut, ia dapat mencapai kemajuan yang teramat cepat.

Menurut perspektif kognitif mengenai motivasi, pemikiran siswa mengarahkan motivasi mereka. Perspektif kognitif juga menekankan pentingnya penetapan tujuan, perencanaan, dan pemantauan menuju suatu sasaran. Perspektif kognitif berargumen bahwa tekanan eksternal seharusnya kurang ditekankan. Perspektif kognitif merekomendasikan bahwa siswa harus diberi lebih banyak kesempatan dan tanggung jawab untuk mengendalikan hasil prestasi mereka sendiri.

Motivasi Berprestasi merupakan bekal untuk meraih sukses. Sukses berkaitan dengan perilaku 'produktif dan selalu memperhatikan / menjaga 'kualitas' produknya. Motivasi berprestasi merupakan konsep personal yang merupakan faktor pendorong untuk meraih atau mencapai sesuatu yang diinginkannya agar meraih kesuksesan. Untuk mencapai kesuksesan tersebut setiap orang mempunyai hambatan-hambatan yang berbeda, dan dengan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, diharapkan hambatan-hambatan tersebut akan dapat diatasi dan kesuksesan yang dinginkan dapat diraih.

Dengan memiliki motivasi berprestasi maka akan muncul kesadaran bahwa dorongan untuk selalu mencapai kesuksesan (perilaku produktif dan selalu memperhatikan kualitas) dapat menjadi sikap dan perilaku permanen pada diri individu. Motivasi berprestasi akan dapat mendobrak ketahanan individu dalam menghadapi tantangan hidup sehingga mencapai kesuksesan.


(15)

28 Motivasi berprestasi adalah daya dorong yang terdapat dalam diri seseorang sehingga orang tersebut berusaha untuk melakukan sesuatu tindakan / kegiatan dengan baik dan berhasil dengan predikat unggul (excellent) dorongan tersebut dapat berasal dari dalam dirinya atau berasal dari luar dirinya.

2.2.1 Ciri-Ciri Orang Yang Mempunyai Motivasi Berprestasi

Ada beberapa karakteristik dari individu yang memiliki motivasi berprestasi yang dijabarkan oleh McClelland (1987), yakni sebagai berikut:

a. Menyukai tugas yang memiliki taraf kesulitan.

Rohwer (dalam Robbins, 2001) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan berusaha mencoba setiap tugas yang menantang tetapi mampu untuk diselesaikan, sedangkan orang yang tidak memiliki motivasi berprestasi tinggi akan enggan melakukannya. Robbins (2001) menambahkan bahwa orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi menyukai tugas-tugas yang menantang serta berani mengambil resiko yang diperhitungkan untuk mencapai suatu sasaran yang telah ditentukan. Oleh karena itu, mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menyukai tugas-tugas dengan taraf kesulitan sedang yang dianggap realistis sesuai dengan kemampuannya untuk melakukan tuntutan pekerjaan (McCelland, 1987).

b. Bertanggung jawab secara personal atas performa kerja.

Individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi memilih untuk bertanggung jawab secara personal terhadap performanya. Mereka akan memperoleh kepuasan setelah melakukan sesuatu yang lebih baik dengan tanggung jawab personal terhadap tugas yang dilakukan. Mereka juga mempunyai


(16)

29 kecenderungan untuk menyelesaikan pekerjaan sampai tuntas, dan selalu ingat akan tugas-tugasnya yang belum terselesaikan.

c. Menyukai umpan balik

Umpan balik merupakan aspek penting dalam proses motivasi karena dapat memberikan informasi kepada karyawan apakah hasil kerjanya telah berhasil mencapai hasil seperti yang diharapkan. Mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menganggap umpan balik sebagai hadiah karena mereka ingin mengetahui seberapa baik mereka mengerjakan tugas tersebut. Individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi mengharapkan umpan balik dan membandingkan hasil kerjanya dengan hasil kerja orang lain dengan suatu ukuran keunggulan yaitu perbandingan dengan prestasi orang lain atau standard tertentu. Individu tersebut senang mendapatkan umpan balik yang tepat, cepat dan jelas dari apa yang telah mereka kerjakan. Umpan balik menunjukkan seberapa baik mereka telah bekerja. Mereka selalu mengontrol hasil kerja mereka karena tidak suka mengambil risiko untuk gagal.

d. Inovatif

Mereka yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi juga selalu berupaya untuk lebih inovatif, menemukan cara baru yang lebih baik dan efisien untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Mereka didorong oleh motif efisiensi, dimana mereka memperhitungkan keefisienan ketika melakukan sesuatu dengan lebih baik. Mereka senang mencari informasi untuk menemukan cara menyelesaikan tugas dengan lebih baik dan menghindari cara kerja yang monoton dan rutin. Mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan mencari kesempatan yang


(17)

30 menantang mulai dari yang mampu mereka lakukan sampai pada sesuatu kesempatan yang sedikit lebih menantang. Ketika orang yang memiliki kebutuhan berprestasi meraih kesuksesan pada tugas dengan taraf kesulitan sedang, maka mereka akan terus meningkatkan level aspirasi mereka dengan cara yang realistis, sehingga dapat bergerak menuju tugas yang lebih sulit dan lebih menantang. e. Ketahanan

Mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki ketahanan kerja yang lebih tinggi dalam mengerjakan tugas dibanding dengan orang dengan motivasi berprestasi rendah. Individu tersebut umumnya mampu bertahan terhadap tekanan sosial yang ada. Orang dengan motivasi berprestasi tinggi percaya bahwa mereka dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan tepat dan baik serta mampu mengerjakan pekerjaan yang serupa dengan hasil yang lebih baik di masa yang akan datang.

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi

Menurut Mc Clelland (1953) mengungkapkan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi, meliputi:

a. Faktor Individual

Dalam hal ini, faktor individual yang dimaksud terutama adalah factor intelegensi dan faktor penilaian individu tentang dirinya. Intelegens merupakan kecakapan yang bersifat potensial yang dimiliki seseorang dan merupakan salah satu unsur penting dalam proses pemecahan masalah yang dilakukan individu. Apabila individu mempunyai taraf intelegensi diatas rata-rata maka kemungkinan motivasi berprestasinya tinggi dan apabila individu mempunyai taraf intelegensi


(18)

31 di bawah rata-rata maka kemungkinan taraf motivasi berprestasinya rendah. Taraf kecerdasan (intelegensi) yang dimiliki indviidu juga akan turut menentukan atau mempengaruhi prestasi yang dicapainya. Faktor lainnya adalah penilaian individu mengenai dirinya sendiri.

b. Faktor Lingkungan

Maksud dari faktor lingkungan disini adalah segala sesuatu yang berada diluar diri individu, yang turut mempengaruhi motivasi berprestasinya.

Faktor lingkungan ini dibagi menjadi 3, yaitu : 1) Lingkungan Keluarga

Relasi yang kurang harmonis dalam keluarga dapat menimbulkan gangguan-gangguan emosional pada anggota keluarga, termasuk anak sebagai anggota sebuah keluarga. Gangguan emosional seringkali berupa bentuk-bentuk ketegangan atau konflik yang dirasakan dalam diri individu. Keadaan seperti ini akan menyebabkan berkurangnya fungsi perhatian individu sehingga daya konsentrasi dalam menghadapi tugas-tugas yang menuntut kemampuannya menurun. Akibatnya, sekalipun peserta didik mempunyai tingkat intelegensi tinggi namun bila ia mengalami gangguan emosional maka motivasi berprestasinya akan cenderung rendah. Sebaliknya, bila relasi dalam keluarga berlangsung harmonis dan dapat memberikan rasa aman, maka individu akan merasa bebas untuk bereksplorasi dan mengekspresikan diri. Individu yang diberi kesempatan untuk mengekpresikan diri dan ternyata berhasil, maka ia akan merasa tertantang untuk meraih prestasi yang lebih baik lagi. Bila mengalami kegagalan, ia tidak akan menyalahkan lingkungan karena ia menyadari bahwa


(19)

32 kegagalan tersebut disebabkan oleh kurangnya usaha dalam mencapai prestasi yang diinginkan.

2) Lingkungan Sosial

Merupakan lingkungan sekitar tempat individu hidup dan bergaul sehari-hari. Lingkungan sekitar yang banyak memberikan rangsangan akan membantu meningkatkan rasa ingin tahu individu sehingga akan mengembangkan dan meningkatkan motivasi berprestasinya. Disamping itu, lingkungan sekitar yang memberikan kesempatan pada individu untuk dapat lebih mengekspresikan kemampuannya, akan membuat individu lebih percaya diri, sehingga meskipun mengalami kegagalan, ia akan terdorong untuk mengatasinya dan berusaha lebih baik lagi.

3) Lingkungan Akademik

Lingkungan akademik menyangkut sejauh mana sebuah institusi pendidikan dapat memenuhi kebutuhan individu sebagai siswa berprestasi di sekolahnya, meliputi fasilitas yang disediakan, hubungan antara siswa dan guru, dan hubungan antar siswa sendiri.

2.3 Kajian Penelitian Yang Berhubungan

Hasil penelitian Nehwan (1994) menunjukkan bahwa siswa dikalangan Menengah Pertama seringkali menunjukkan kekurangmampuan dalam bentuk self-regulated learning seperti siswa tidak bisa mengatur waktu belajar dengan baik, banyak pekerjaan rumah yang tidak terselesaikan, hasil ulangan yang jelek karena malas belajar yang berakibat pada hasil belajarnya menurun.


(20)

33 Ketidakmampuan peserta didik dalam SRL perlu menjadi perhatian khususnya sekolah agar siswa dapat berkembang belajarnya secara optimal.

Lebih lanjut Khul (1992) mengemukakan bahwa SRL sangat berkaitan dengan motivasi yang ada di dalam diri seseorang. Motivasi yang tinggi dalam diri seseorang akan mempengaruhi pencapaian tujuan yang diharapkan. Dalam proses belajar, tingkat ketekunan siswa sangat ditentukan oleh motivasi di dalam dirinya. Motivasi yang dimaksud dalam konteks self-regulated learning adalah self motivation (Smith,2001)

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman dan Martinez-Pons pada tahun (1988 , 1990) dalam Afianti, dkk, yang menunjukkan bahwa SRL membantu siswa berbakat mencapai tujuan belajarnya. Menurut Santrock (2007) dalam Ryza Afianti, dkk, siswa yang memiliki SRL menunjukkan karakteristik mengatur tujuan belajar, mempunyai strategi untuk mengatur emosi, memantau kemajuan yang mendekati tujuan secara periodik, memeriksa strategi belajar yang didasarkan pada kemajuan yang mereka buat, dan mengevaluasi rintangan yang mungkin timbul dan membuat adaptasi yang diperlukan.

Schunk (2005) mengemukakan bahwa Self-regulated learning dan motivasi merupakan hubungan yang penting dalam belajar siswa. Siswa yang memiliki self-regulated learning yang baik cenderung memiliki motivasi yang tinggi dibanding dengan mereka yang tidak memiliki self-regulated learning


(21)

34 Penelitian yang dilakukan oleh Prasaja (2011) mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan self-regulated learning pada student athlete DBL.

Hasil penelitian Schunck & Zimmerman dalam Kermarrec, dkk. (2004) membuktikan bahwa salah satu faktor dari aktivitas peserta didik yang mempengaruhi performa akademik dan motorik adalah regulasi diri. Zimmerman (1989) juga mengatakan bahwa siswa yang memiliki regulasi diri dalam belajar merupakan siswa yang aktif secara metakognitif, motivasi dan perilakunya dalam proses belajar. Regulasi diri dalam belajar juga merupakan kemampuan individu yang aktif secara metakognitif yang mempunyai dorongan atau motivasi untuk belajar dan berpartisipasi aktif dalam proses belajar.

Pintrich & Schunk (1996) mengatakan self-regulation / regulasi diri sangat erat hubunganya dengan motivasi agar siswa dapat berprestasi, yaitu termotivasi untuk meraih tujuan dengan melibatkan kegiatan self-regulated learning yang mereka percaya dapat membantu mereka (misalnya menghafal materi yang dipelajari, memperjelas informasi yang tidak jelas). Sebagai gantinya self-regulation meningkatkan belajar dan persepsi kompetensi yang lebih besar untuk melanjutkan motivasi dan self-regulation untuk meraih tujuan baru .

Hasil penelitian penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman dan Martinez-Pons pada tahun (1988 , 1990) dalam Afianti, dkk, yang menunjukkan bahwa SRL membantu siswa berbakat mencapai tujuan belajarnya. Menurut Santrock (2007) dalam Ryza Afianti, Sri Hartati, Dian Ratna Sawitri siswa yang memiliki SRL menunjukkan karakteristik mengatur tujuan belajar, mempunyai strategi untuk


(22)

35 mengatur emosi, memantau kemajuan yang mendekati tujuan secara periodik, memeriksa strategi belajar yang didasarkan pada kemajuan yang mereka buat, dan mengevaluasi rintangan yang mungkin timbul dan membuat adaptasi yang diperlukan.

Haryu (2004) mendapatkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara Self regulation learning dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar pada siswa MTs Negeri I Jember.

Hasil penelitian dari Mousoulides dan Philipou (2005) di University of Cyprus Melbourne pada calon guru yang mendapatkan hasil bahwa self-regulation mempunyai hubungan yang tidak signifikan terhadap prestasi belajar matematika, karena calon guru mempunyai keyakinan yang tinggi pada dirinya telah menggunakan self-regulation dengan baik namun mempertimbangkan kemampuan serta motivasi yang ada pada pada diri mereka.


(1)

30 menantang mulai dari yang mampu mereka lakukan sampai pada sesuatu kesempatan yang sedikit lebih menantang. Ketika orang yang memiliki kebutuhan berprestasi meraih kesuksesan pada tugas dengan taraf kesulitan sedang, maka mereka akan terus meningkatkan level aspirasi mereka dengan cara yang realistis, sehingga dapat bergerak menuju tugas yang lebih sulit dan lebih menantang. e. Ketahanan

Mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki ketahanan kerja yang lebih tinggi dalam mengerjakan tugas dibanding dengan orang dengan motivasi berprestasi rendah. Individu tersebut umumnya mampu bertahan terhadap tekanan sosial yang ada. Orang dengan motivasi berprestasi tinggi percaya bahwa mereka dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan tepat dan baik serta mampu mengerjakan pekerjaan yang serupa dengan hasil yang lebih baik di masa yang akan datang.

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi

Menurut Mc Clelland (1953) mengungkapkan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi, meliputi:

a. Faktor Individual

Dalam hal ini, faktor individual yang dimaksud terutama adalah factor intelegensi dan faktor penilaian individu tentang dirinya. Intelegens merupakan kecakapan yang bersifat potensial yang dimiliki seseorang dan merupakan salah satu unsur penting dalam proses pemecahan masalah yang dilakukan individu. Apabila individu mempunyai taraf intelegensi diatas rata-rata maka kemungkinan motivasi berprestasinya tinggi dan apabila individu mempunyai taraf intelegensi


(2)

31 di bawah rata-rata maka kemungkinan taraf motivasi berprestasinya rendah. Taraf kecerdasan (intelegensi) yang dimiliki indviidu juga akan turut menentukan atau mempengaruhi prestasi yang dicapainya. Faktor lainnya adalah penilaian individu mengenai dirinya sendiri.

b. Faktor Lingkungan

Maksud dari faktor lingkungan disini adalah segala sesuatu yang berada diluar diri individu, yang turut mempengaruhi motivasi berprestasinya.

Faktor lingkungan ini dibagi menjadi 3, yaitu : 1) Lingkungan Keluarga

Relasi yang kurang harmonis dalam keluarga dapat menimbulkan gangguan-gangguan emosional pada anggota keluarga, termasuk anak sebagai anggota sebuah keluarga. Gangguan emosional seringkali berupa bentuk-bentuk ketegangan atau konflik yang dirasakan dalam diri individu. Keadaan seperti ini akan menyebabkan berkurangnya fungsi perhatian individu sehingga daya konsentrasi dalam menghadapi tugas-tugas yang menuntut kemampuannya menurun. Akibatnya, sekalipun peserta didik mempunyai tingkat intelegensi tinggi namun bila ia mengalami gangguan emosional maka motivasi berprestasinya akan cenderung rendah. Sebaliknya, bila relasi dalam keluarga berlangsung harmonis dan dapat memberikan rasa aman, maka individu akan merasa bebas untuk bereksplorasi dan mengekspresikan diri. Individu yang diberi kesempatan untuk mengekpresikan diri dan ternyata berhasil, maka ia akan merasa tertantang untuk meraih prestasi yang lebih baik lagi. Bila mengalami kegagalan, ia tidak akan menyalahkan lingkungan karena ia menyadari bahwa


(3)

32 kegagalan tersebut disebabkan oleh kurangnya usaha dalam mencapai prestasi yang diinginkan.

2) Lingkungan Sosial

Merupakan lingkungan sekitar tempat individu hidup dan bergaul sehari-hari. Lingkungan sekitar yang banyak memberikan rangsangan akan membantu meningkatkan rasa ingin tahu individu sehingga akan mengembangkan dan meningkatkan motivasi berprestasinya. Disamping itu, lingkungan sekitar yang memberikan kesempatan pada individu untuk dapat lebih mengekspresikan kemampuannya, akan membuat individu lebih percaya diri, sehingga meskipun mengalami kegagalan, ia akan terdorong untuk mengatasinya dan berusaha lebih baik lagi.

3) Lingkungan Akademik

Lingkungan akademik menyangkut sejauh mana sebuah institusi pendidikan dapat memenuhi kebutuhan individu sebagai siswa berprestasi di sekolahnya, meliputi fasilitas yang disediakan, hubungan antara siswa dan guru, dan hubungan antar siswa sendiri.

2.3 Kajian Penelitian Yang Berhubungan

Hasil penelitian Nehwan (1994) menunjukkan bahwa siswa dikalangan Menengah Pertama seringkali menunjukkan kekurangmampuan dalam bentuk self-regulated learning seperti siswa tidak bisa mengatur waktu belajar dengan baik, banyak pekerjaan rumah yang tidak terselesaikan, hasil ulangan yang jelek karena malas belajar yang berakibat pada hasil belajarnya menurun.


(4)

33 Ketidakmampuan peserta didik dalam SRL perlu menjadi perhatian khususnya sekolah agar siswa dapat berkembang belajarnya secara optimal.

Lebih lanjut Khul (1992) mengemukakan bahwa SRL sangat berkaitan dengan motivasi yang ada di dalam diri seseorang. Motivasi yang tinggi dalam diri seseorang akan mempengaruhi pencapaian tujuan yang diharapkan. Dalam proses belajar, tingkat ketekunan siswa sangat ditentukan oleh motivasi di dalam dirinya. Motivasi yang dimaksud dalam konteks self-regulated learning adalah self motivation (Smith,2001)

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman dan Martinez-Pons pada tahun (1988 , 1990) dalam Afianti, dkk, yang menunjukkan bahwa SRL membantu siswa berbakat mencapai tujuan belajarnya. Menurut Santrock (2007) dalam Ryza Afianti, dkk, siswa yang memiliki SRL menunjukkan karakteristik mengatur tujuan belajar, mempunyai strategi untuk mengatur emosi, memantau kemajuan yang mendekati tujuan secara periodik, memeriksa strategi belajar yang didasarkan pada kemajuan yang mereka buat, dan mengevaluasi rintangan yang mungkin timbul dan membuat adaptasi yang diperlukan.

Schunk (2005) mengemukakan bahwa Self-regulated learning dan motivasi merupakan hubungan yang penting dalam belajar siswa. Siswa yang memiliki self-regulated learning yang baik cenderung memiliki motivasi yang tinggi dibanding dengan mereka yang tidak memiliki self-regulated learning


(5)

34 Penelitian yang dilakukan oleh Prasaja (2011) mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan self-regulated learning pada student athlete DBL.

Hasil penelitian Schunck & Zimmerman dalam Kermarrec, dkk. (2004) membuktikan bahwa salah satu faktor dari aktivitas peserta didik yang mempengaruhi performa akademik dan motorik adalah regulasi diri. Zimmerman (1989) juga mengatakan bahwa siswa yang memiliki regulasi diri dalam belajar merupakan siswa yang aktif secara metakognitif, motivasi dan perilakunya dalam proses belajar. Regulasi diri dalam belajar juga merupakan kemampuan individu yang aktif secara metakognitif yang mempunyai dorongan atau motivasi untuk belajar dan berpartisipasi aktif dalam proses belajar.

Pintrich & Schunk (1996) mengatakan self-regulation / regulasi diri sangat erat hubunganya dengan motivasi agar siswa dapat berprestasi, yaitu termotivasi untuk meraih tujuan dengan melibatkan kegiatan self-regulated learning yang mereka percaya dapat membantu mereka (misalnya menghafal materi yang dipelajari, memperjelas informasi yang tidak jelas). Sebagai gantinya self-regulation meningkatkan belajar dan persepsi kompetensi yang lebih besar untuk melanjutkan motivasi dan self-regulation untuk meraih tujuan baru .

Hasil penelitian penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman dan Martinez-Pons pada tahun (1988 , 1990) dalam Afianti, dkk, yang menunjukkan bahwa SRL membantu siswa berbakat mencapai tujuan belajarnya. Menurut Santrock (2007) dalam Ryza Afianti, Sri Hartati, Dian Ratna Sawitri siswa yang memiliki SRL menunjukkan karakteristik mengatur tujuan belajar, mempunyai strategi untuk


(6)

35 mengatur emosi, memantau kemajuan yang mendekati tujuan secara periodik, memeriksa strategi belajar yang didasarkan pada kemajuan yang mereka buat, dan mengevaluasi rintangan yang mungkin timbul dan membuat adaptasi yang diperlukan.

Haryu (2004) mendapatkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara Self regulation learning dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar pada siswa MTs Negeri I Jember.

Hasil penelitian dari Mousoulides dan Philipou (2005) di University of Cyprus Melbourne pada calon guru yang mendapatkan hasil bahwa self-regulation mempunyai hubungan yang tidak signifikan terhadap prestasi belajar matematika, karena calon guru mempunyai keyakinan yang tinggi pada dirinya telah menggunakan self-regulation dengan baik namun mempertimbangkan kemampuan serta motivasi yang ada pada pada diri mereka.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Motivasi Berprestasi dengan Self Regulated Learning Pada Siswa Kelas VIII SMP N 03 Suruh T1 132008013 BAB I

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Motivasi Berprestasi dengan Self Regulated Learning Pada Siswa Kelas VIII SMP N 03 Suruh T1 132008013 BAB IV

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Motivasi Berprestasi dengan Self Regulated Learning Pada Siswa Kelas VIII SMP N 03 Suruh T1 132008013 BAB V

0 1 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Motivasi Berprestasi dengan Self Regulated Learning Pada Siswa Kelas VIII SMP N 03 Suruh

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Motivasi Berprestasi dengan Self Regulated Learning Pada Siswa Kelas VIII SMP N 03 Suruh

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Motivasi Berprestasi dengan Kemandirian Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan T1 132008019 BAB I

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Motivasi Berprestasi dengan Kemandirian Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan T1 132008019 BAB II

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Motivasi Berprestasi dengan Kemandirian Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan T1 132008019 BAB IV

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Motivasi Berprestasi dengan Kemandirian Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan T1 132008019 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Pola Asuh Demokratis (Authoritative Parenting) dengan Self-Regulated Learning pada Siswa SMP Negeri 3 Suruh

0 0 2