Analisis Pengaruh Jumlah Panggilan Terhadap Kegagalan Paging Pada Bts Area Medan Kota Tahun 2011 ( di PT. Mobile 8 Tbk, Medan )
TUGAS AKHIR
ANALISIS PENGARUH JUMLAH PANGGILAN TERHADAP KEGAGALAN PAGING PADA BTS AREA MEDAN KOTATAHUN 2011
( di PT. MOBILE 8 Tbk, MEDAN )
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada
Departemen Teknik Elektro
O l e h
060402024
JHON HENRI ZALUKHU
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
ii
ANALISIS PENGARUH JUMLAH PANGGILAN TERHADAP KEGAGALAN PAGING PADA BTS AREA MEDAN KOTA
(
diPT. MOBILE 8, Tbk Regional Medan)
Oleh:
NIM : 060402024 JHON HENRI ZALUKHU
Disetujui oleh: Pembimbing
NIP :196401251991031001
Ir. M ZULFIN, MT
Diketahui oleh:
Ketua Departemen Teknik Elektro FT-USU
NIP : 195405311986011002 Ir. SURYA TARMIZI KASIM, M.Si
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
ABSTRAK
Pada sistem komunikasi bergerak, para pelanggan bisa berada di berbagai tempat. Untuk mengetahui lokasi dari para pelanggan diperlukan fasilitas paging.
Paging digunakan untuk mengetahui keberadaan mobile system (MS) di suatu
location area (LA), paging biasanya di-trigger ketika ada panggilan atau sms yang akan masuk ke sisi penerima. Agar network dapat memanggil atau mengirim pesan ke sisi penerima, maka network akan melakukan paging terlebih dahulu untuk mengetahui keberadaan MS yang akan dituju.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menganalisa hal tersebut dengan judul Analisis Pengaruh Jumlah Panggilan Terhadap Kegagalan Paging pada BTS Area Medan Kota tahun 2011. Adapun permasalahannnya yaitu untuk mengetahui berapa besar pengaruh antara call_attempt dengan tingkat kegagalan paging itu sendiri.
Untuk mencari hal itu, penulis akan menggunakan sistem hipotesis regresi dan korelasi linier sederhana. Kesimpulan yang didapat dari hasil tersebut bahwa tingkat hubungan antara call_attempt dan kegagalan paging juga berpengaruh sangat besar yaitu 79,7 % dari total paging yang tidak berhasil dan 20.3% merupakan kegagalan-kegagalan oleh faktor lain.
(4)
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini, yang berjudul
ANALISIS PENGARUH JUMLAH PANGGILAN TERHADAP KEGAGALAN PAGING PADA BTS AREA MEDAN KOTA TAHUN 2011
Adapun Tugas Akhir ini dibuat untuk memenuhi syarat untuk menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara.
Selama menjalani proses pendididkan dan menyelesaikan Tugas Akhir ini, penulis menerima bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terimakasih yang tulus kepada:
1. Kedua Orang tua saya yang tercinta E. Zalukhu dan N. Simanjuntak, dan kepada abang, kakak dan adik saya yang selalu memberi dukungan, doa, dan kasih sayang kepada saya.
2. Bapak Ir. M Zulfin MT, sebagai Dosen Pembimbing saya yang atas bantuan, dukungan dan arahan beliau saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir saya.
3. Bapak Ir. Bonggas L Tobing selaku dosen wali penulis, atas bimbingan dan arahannya dalam menyelesaikan perkuliahan.
(5)
4. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si dan Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT selaku Ketua dan Sekretaris Teknik Elektro Fakultas Teknik, Universitas Sumatra Utara.
5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Teknik Elektro FT- USU 6. Teman-teman Stambuk 2006, terutama teman-teman seperlesan dan
seperjuangan.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih memiliki banyak kekurangan. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan Tugas Akhir ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Desember 2012
(6)
vi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR SINGKATAN ... ix
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penulisan ... 2
1.4. Batasan Masalah ... 3
1.5. Metode Penulisan ... 3
1.6 Sistematika Penulisan ... 4
BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS 2.1. Pendahuluan ... 5
2.2. Konsep Selular ... 6
2.2.1 Perkembangan Komunikasi Bergerak ... 8
2.2.2 Perkembangan Multiple Akses ... 12
2.3 Karakteristik CDMA ... 18
(7)
2.5 Sifat-Sifat Code Division Multiple Access ... 24
2.4. Mekanisme Kerja CDMA ... 26
BAB III PAGING CDMA 3.1. Umum ... 27
3.2. Paging Success Ratio ... 28
3.3. Faktor yang Mempengaruhi Paging Success Ratio (PSR) . 29 3.4. Parameter Paging Success Ratio (PSR) ... 30
3.5. Perbaikan Persentase Paging Success Ratio (PSR) ... 31
3.6. Hipotesis Distribusi F dan t………. 32
3.6.1. Hipotesis Distribusi F ……….. 33
3.6.2. Hipotesis Distribusi t………... 35
3.7. Analisis Regresi dan Korelasi Linier Sederhana pada Softhandover………... 37
3.7.1. Analisis Regresi Linier Sederhana………….. 39
3.7.2. Analisis Korelasi Linier Sederhana………… 40
BAB IV ANALISIS PENGARUH JUMLAH PANGGILAN TERHADAP KEGAGALAN PAGING 4.1. Umum ... 42
4.2. Paging pada Code Division Multiple Access (CDMA) ... 42
4.3. Analisis Regresi Linier Sederhana pada Paging ... 45
4.4. Analisis Korelasi Linier Sederhana pada Paging ………… 47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 49
(8)
viii 5.2. Saran ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
(9)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Prinsip dasar FDMA ... 13
Gambar 2.2. Prinsip Dasar TDMA ... 14
Gambar 2.3. Jalur Evolusi CDMA 2000………... 16
Gambar 2.4. Sistem Direct Sequence Spread Spectrum ... 19
Gambar 2.5. Kanal Forward CDMA2000 1x ... 21
Gambar 3.1. Proses terjadinya paging... 27
Gambar 3.2. Diagram Alir Penelitian ... 38
Gambar 4.1. Grafik Success Paging ... 43
Gambar 4.2. Grafik Hubungan Antara Jumlah Panggilan (call_attempt) Terhadap Tingkat Kegagalan Paging ... 45
(10)
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Rentang Frekuensi ... 9 Tabel 4.1. Data Paging PT. MOBILE 8 Tbk, Medan ... 43
(11)
DAFTAR SINGKATAN
AAA = Authentication, Authorization and Accounting AMPS = Advanced Mobile Phone System
BPSK = Binary Phase Shift Keying BS = Base Station
BSC = Base Station Centre BTS = Base Tranceiver System CDMA = Code Division Multiple Access DSSS = Direct Sequence Spread Spectrum EV-DO = Evolution Data Only
EV-DV = Evolution Data Voice
FDMA = Frequency Division Multiple Access FHSS = Frequency Hopping Spread Spectrum GPS = Global Positioning System
KPI = Key Performance Indicator
LA = Location Area
LUSR = Location Update Success Ratio
MSC = Mobile Station Centre/ Mobile Switching Centre
PA = Paging Area
PSTN = Public Switch Telephone Network TACS = Total Access Communication System TDMA = Time Division Multiple Access
(12)
iii
ABSTRAK
Pada sistem komunikasi bergerak, para pelanggan bisa berada di berbagai tempat. Untuk mengetahui lokasi dari para pelanggan diperlukan fasilitas paging.
Paging digunakan untuk mengetahui keberadaan mobile system (MS) di suatu
location area (LA), paging biasanya di-trigger ketika ada panggilan atau sms yang akan masuk ke sisi penerima. Agar network dapat memanggil atau mengirim pesan ke sisi penerima, maka network akan melakukan paging terlebih dahulu untuk mengetahui keberadaan MS yang akan dituju.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menganalisa hal tersebut dengan judul Analisis Pengaruh Jumlah Panggilan Terhadap Kegagalan Paging pada BTS Area Medan Kota tahun 2011. Adapun permasalahannnya yaitu untuk mengetahui berapa besar pengaruh antara call_attempt dengan tingkat kegagalan paging itu sendiri.
Untuk mencari hal itu, penulis akan menggunakan sistem hipotesis regresi dan korelasi linier sederhana. Kesimpulan yang didapat dari hasil tersebut bahwa tingkat hubungan antara call_attempt dan kegagalan paging juga berpengaruh sangat besar yaitu 79,7 % dari total paging yang tidak berhasil dan 20.3% merupakan kegagalan-kegagalan oleh faktor lain.
(13)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, penggunaan sistem komunikasi radio berkembang dengan pesat, seiring dengan peningkatan kebutuhan jasa telekomunikasi bagi masyarakat modern. Hal ini mengakibatkan alokasi frekuensi radio yang tersedia semakin lama akan semakin padat. Kondisi demikian ini akan dapat menyebabkan permintaan hubungan komunikasi yang sangat besar tidak bisa dilayani melalui jaringan yang berbasis lintas radio.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk memecahkan permasalahan diatas, seperti dengan sistem komunikasi akses jamak Frequency Division Multiple Access (FDMA) dan Time Division Multiple Access (TDMA). Tetapi, kapasitas pemakai yang dimiliki oleh kedua sistem tersebut relatif terbatas. Dengan adanya kecenderungan umum yang dapat diamati, maka timbul rencana multiple-access. Dari Frequency Division Multiple Access
(FDMA) menjadi Time Division Multiple Access (TDMA) dan Code Division Multiple Access (CDMA).
Pengembangan TDMA dan CDMA sebagai jawaban terhadap tantangan dalam dunia telekomunikasi, terutama dalam pemanfaatan frekuensi secara efisien dan layanan fleksibilitas. Disamping itu juga mampu untuk mengakomodasi jasa, salah satu yang utama adalah masa depan komunikasi multimedia.
(14)
2 Pada sistem komunikasi bergerak, para pelanggan memiliki tingkat mobilitas yang tinggi. Maka untuk itu, sangat penting dilakukan proses penemuan lokasi. Proses penemuan lokasi ini dikenal dengan paging. Pada saat pelanggan melakukan panggilan atau pengiriman informasi, maka akan dilakukan paging
terlebih dahulu. Paging digunakan untuk mengetahui keberadaan mobile system
(MS) di suatu location area (LA), paging biasanya di-trigger ketika ada panggilan yang akan masuk ke sisi penerima. Karena setiap memulai panggilan dilakukan
paging, maka kepadatan panggilan dapat mengakibatkan kegagalan paging itu sendiri. Hal ini menjadikan analisis pengaruh jumlah panggilan terhadap kegagalan paging perlu dilakukan.
1.2 Perumusan masalah
Yang menjadi rumusan masalah pada Tugas Akhir ini adalah: 1) Apa yang dimaksud dengan kegagalan paging.
2) Apa penyebab kegagalan paging serta cara-cara mengatasi kegagalan paging tersebut.
3) Berapa tinggi pengaruh jumlah panggilan (call_attempt) terhadap tingkat kegagalan paging pada sistem Code Division Multiple Access (CDMA) .
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk menganalisa kegagalan paging yang dipengaruhi oleh jumlah panggilan (call attempt) pada BTS area Medan Kota tahun 2011.
(15)
1.4 Batasan Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang meluas maka penulis akan membatasi pembahasan Tugas Akhir ini dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Permasalahan akan dibatasi pada pengaruh jumlah panggilan (call_attempt) terhadap kegagalan paging pada BTS area Medan Kota tahun 2011.
2. Analisa dilakukan berdasarkan data-data yang diperoleh dari PT. MOBILE 8, Tbk. Medan.
1.5 Metode Penulisan
Metode Penulisan yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah:
1. Studi Literatur
Berupa tinjauan pustaka dari buku-buku, jurnal ilmiah yang berkaitan dengan sistem transmisi komunikasi.
2. Studi lapangan
Yaitu dengan melakukan penelitian pada perusahaan PT. MOBILE 8, Tbk. Medan.
3. Studi Analisis
Yaitu menganalisa tingkat kegagalan paging pada BTS area Medan Kota.
(16)
4
1.6 Sistematika Penulisan
Tugas akhir ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut
BAB I. PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi penulisan, serta sistematika penulisan.
BAB II. CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS
Bab ini berisi tentang gambaran umum / dasar teori dari CDMA, konsep selular CDMA, perbandingan dengan TDMA dan FDMA, serta keuntungan dan kerugian memakai CDMA.
BAB III. PAGING SUCCESS RATE
Bab ini berisi penjelasan tentang gambaran umum paging dan
paging success rate.
BAB IV. ANALISA KEGAGALAN PAGING PADA CDMA
Pada bab ini menjelaskan tentang analisa kegagalan paging
pada area Medan Kota serta penanganan masalah tentang kegagalan paging yang terjadi pada BTS daerah Medan Kota.
BAB V. PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran dari hasil pembahasan-pembahasa sebelumnya.
(17)
BAB II
CDMA (CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS)
2.1 Pendahuluan
Konsep selular mulai muncul di akhir tahun 1940-an yang digagas oleh perusahaan Bell Telephone di Amerika, yang sebelumnya menggunakan pemancar berdaya pancar besar dan ditempatkan di daerah yang tinggi dengan antenna yang menjulang. Diubah menjadi pemancar berdaya kecil. Setiap pemancar ini dirancang untuk melayani daerah (disebut wilayah cakupan) yang kecil saja, sehingga disebut sel. Dari sini, sistem komunikasinya lalu disebut dengan sistem komunikasi selular. Dalam sistem seluler prinsipnya, kanal-kanal yang berupa frekuensi yang sama dapat digunakan secara berulang-ulang di sel-sel tertentu pada jarak antar sel-sel tertentu pula, melalui pertimbangan yang matang sehingga pengaruh interferensinya (saling ganggu bertumpang tindih) dapat diabaikan. Penggunaan frekuensi yang sifatnya berulang ini dalam sistem seluler dinyatakan dengan sel berbentuk heksagonal yang mempunyai tanda huruf atau dapat juga berupa tanda angka yang sama.
Code division multiple access (CDMA) adalah sebuah bentuk
pemultipleksan (bukan sebuah skema pemodulasian) dan sebuah metode data dengan sebuah kode khusus yang diasosiasikan dengan tiap kanal yang ada
dan menggunakan sifat-sifat
(18)
6 CDMA juga mengacu pada sistem telepon selular digital yang menggunakan skema akses secara bersama ini,seperti yang diprakarsai oleh pada Perang Dunia II oleh sekutu Inggris untuk menggagalkan usaha Jerman mengganggu transmisi mereka. Sekutu memutuskan untuk mentransmisikan tidak hanya pada satu frekuensi, namun pada beberapa frekuensi, menyulitkan Jerman untuk menangkap sinyal yang lengkap. Sejak itu CDMA digunakan dalam banyak
sistem komunikasi, termasuk pada
terakhir didesain dan dibangun oleh Qualcomm, dan menjadi cikal bakal yang membantu insinyur-insinyur Qualcomm untuk menemuka kendali tenaga cepat, teknologi yang diperlukan untuk menjadikan CDMA praktis dan efisien untuk komunikasi seluler terrestrial [1].
2.2 Konsep Selular
Ditinjau dari segi daerah jangkauan (coverage),maka sistem komunikasi bergerak dapat dibedakan menjadi dua macam :
1. Sistem Konvensional (Large Zone)
Pada sistem Base Station (BS) melayani wilayah yang sangat luasa dengan radius 40 km. Keuntungan dari sistem ini adalah relatif mudah dalam hal
switching, charging, dan transmisi. Sedangkan kekurangannya: a. Kesanggupan pelayanan terbatas
Daya yang dipancarkan harus besar dan antena harus tinggi. Selain itu area pelayanan dibatasi oleh kelengkungan bumi. Ketika pelanggan sedang melakukan pembicaraan dan keluar
(19)
dari suatu wilayah pelayanan, maka pembicaraan terputus karena tidak memiliki fasilitas Handover dan harus dilakukan inisialisasi ulang.
b. Unjuk kerja pelayanan yang kurang baik
Sistem konvensional ini hanya memiliki jumlah kanal yang sedikit, sehingga blocking menjadi besar.
c. Tidak efisien dalam penggunaan bandwidth
Tidak menggunakan pengulangan frekuensi sehingga jumlah kanal yang dialokasikan pada setiap sel akan sangat kecil.
2. Selular (Multi Zone)
Dalam sistem ini pelayanan dibagi menjadi daerah-daerah yang lebih kecil disebut sebagai sel dan setiap sel dilayani oleh sebuah Radio Base Station (RBS). Antara Radio Base Station (RBS) masing-masing sel saling terintegrasi dan dikendalikan oleh suatu Mobile Switching Centre
(MSC). Prinsip dasar dari arsitektur sistem selular adalah :
• Pemancar mempunyai daya pancar yang rendah dan cakupan yang kecil.
• Menggunakan prinsip penggunaan kembali frekuensi (frequency reuse).
• Pemecah sel (cell splitting) pada sel yang telah jenuh dengan pelanggan.
Sistem ini memiliki banyak keuntungan dibandingkan sistem konvensional, yaitu:
(20)
8
• Efisien dalam penggunaan pita frekuensi karena memakai prinsip pengulangan frekuensi.
• Kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap kepadatan lalu lintas atau traffic karena sel dapat dipecah.
• Kualitas pembicaraan baik karena tidak sering terputus.
• Kemudahan bagi pemakai.
Konsep sistem selular adalah suatu sistem tanpa kawat (wireless) yang dirancang dengan pembagian suatu area besar ke dalam beberapa sel kecil dengan pemancar yang tinggi, pemancar yang rendah pada setiap sel, dan pengulangan frekuensi dari satu sel ke sel lain setelah melewati beberapa sel. Desain utama yang digunakan untuk menggunakan kembali frekuensi yang tersedia adalah pengulangan frekuensi (frequency reuse), interferensi co-channel, perbandingan carrier to interference, mekanisme Handover, dan cell splitting.
2.2.1 Perkembangan Komunikasi Bergerak
Gelombang radio adalah gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh antena. Gelombang radio mempunyai frekuensi yang berbeda. Tabel 2.1 memperlihatkan spektrum radio frekuensi.
(21)
Tabel 2.1 Rentang frekuensi
Rentang Frekuensi Band
10 KHz s.d 30 KHZ Very Low Frequency(VLF) 30 KHz s.d 300 KHz Low Frequency(LF)
300 KHz s.d 3 MHz Medium Frequency(MF) 3 MHz s.d 30 MHz High Frequency(HF) 30 MHz s.d 144 MHz
144 MHz s.d 174 MHz 174 MHz s.d 328,6 MHz
Very High Frequency(VHF)
328,6 MHz s.d 450 MHz 450 MHz s.d 470 MHz 470 MHz s.d 806 MHz 806 MHz s.d 960 MHz 960 MHz s.d 2,3 GHz 2,3 GHz s.d 2,9 GHz
Ultra High Frequency(UHF)
2,9 GHz s.d 30 GHz Super High Frequency(SHF) Lebih dari 30 Ghz Extremely High Frequency(EHF)
Pada sistem selular generasi pertama, masih memakai teknologi analog. Sistem ini dikembangkan di Eropa dan Jepang juga di kembangkan di Amerika, yakni Advance Mobile Phone System (AMPS). Di Inggris dengan istilah Total
Access Communication System (TACS),sedangkan di Skandinavia
mengembangkan Nordic Mobile Telephone System, (NMT). Serta di Jepang dikembangkan Nippon Advanced Mobile Telephone Service (NAMTS). Sedangkan di Jerman Barat (Negara Jerman waktu itu masih terbagi menjadi dua; Jerman Barat dan Jerman Timur) mengembangkan NETZ-C (C-450).
(22)
10 Kemampuan standar masing-masing sistem tersebut di atas relatif sama tetapi spesifikasi operasionalnya secara teknik tidak mendunia, karena sistem dipilih dan dikembangkan di masing-masing negara untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri, termasuk pilihan frekuensinya yang ditentukan oleh pita frekuensi radio yang tersedia di setiap negara secara sendiri sendiri. Walaupun konsep penggunaan sel dalam komunikasi seluler secara teori memberikan kapasitas layanan komunikasi yang tidak terbatas melalui pemecahan sel jika komunikasi di suatu wilayah sudah padat, di dalam prakteknya, para operator tetap menghadapi kesulitan sejak dimulainya penggunaan radio seluler tahun 1990-an. Logikanya jika komunikasi semakin padat maka harus dibuat sel-sel baru yang ukurannya semakin lama menjadi makin kecil. Akan terjadi ganguan interferensi biayanya mahal untuk mendirikan BTS di lokasi padat dengan posisi fisik yang terbaik. Selain alasan ini, di Eropa misalnya, dengan banyak negara dan penduduknya sering bepergian melintas antar negara, tidak akan memungkinkan bagi mereka menggunakan telepon seluler yang sama di negara tetangga yang dilintasi atau dikunjunginya. Dari keterbatasan inilah yang memunculkan komunikasi seluler generasi kedua, dengan kapasitas layanan yang lebih besar serta tingkat kesesuaian (kompatibiltas ) antar beberapa negara.
Perkembangan teknologi elektronika dalam perangkat keras yang semakin lama menjadi semakin kecil bentuknya dan semakin canggih bekerjanya mendorong perkembangan yang pesat pula dalam sistem komunikasi bergerak. Dorongan perkembangan komunikasi bergerak juga terkait dengan faktor-faktor seperti : adanya tuntutan dari segi kemudahan berkomunikasi dan kapasitas sistem, teknologi yang lebih murah, ukuran fisik sistem dan piranti yang lebih
(23)
kemampuan komunikasi yang sedapat mungkin mendekati kemampuan komunikasi yang menggunakan transmisi kabel, yang berdimensi multimedia (suara, data, grafik dan gambar). Evolusi komunikasi nirkabel bergerak tampaknya sudah akan mulai masuk ke generasi keempat. Pada sistem seluler generasi pertama, transmisi data percakapan analog antara BTS atau stasiun induk di setiap sel dengan pengguna ponselnya memiliki laju rendah, dan tidak efisien. Tetapi penyalurannya dari BTS ke MSC, (mobile switching center) atau Sentral Telepon. Sinyal-sinyal percakapan biasanya didigitalkan menggunakan format pemultiplekan divisi waktu (TDM) yang sudah distandarkan, dan selalu berbentuk digital dalam penyaluran selanjutnya dari MSC ke PSTN.
Sistem nirkabel pada tahap generasi kedua sudah menerapkan modulasi digital dengan kemampuan pemrosesan panggilan yang telah dikembangkan lagi. Contohnya adalah sistem GSM, sistem standar digital TDMA dan CDMA Amerika Serikat, atau sesuai dengan nama yang diberikan oleh Asosiasi Industri Telekomunikasi Amerika, yakni IS-54, dan IS-95, system CT2 untuk Inggris,
Personal Access Communication System (PACS) dan DECT yang merupakan
standar Eropa untuk telepon nirkabel maupun perkantoran. Sistem arsitektur pada generasi kedua ini kecil kemungkinan peningkatan antar data antara BTS dengan MSC yang distandarisasikan. Sehingga, para operator dapat menggunakan peralatan MSC maupun BSC yang berasal dari pabrik pembuat yang berbeda-beda, sehingga ada pasar bebas akan bersaing bagi industri pembuat perangkat telekomunikasi bergerak.
Generasi ketiga mulai dipersiapkan sejak tahun 1992 ketika ITU menetapkannya dengan nama ‘IMT-2000’. Angka 2000 memiliki tiga arti, yakni
(24)
12 menyatakan tahun ketika layanannya mulai tersedia di lapangan, rentang frekuensi dalam MHz yang akan digunakan, dan laju data dalam satuan kbps. Dalam perkembanganya, menginjak tahun 2002, Amerika di bagian utara telah menggunakan frekuensi yang direkomendasikan bagi IMT 2000 untuk layanan lain, dan kecepatan tinggi hanya dapat disediakan melalui sel-sel yang sangat kecil yang disebut dengan sel piko yang berada di dalam ruangan maupun di dalam bangunan. Dengan begitu walaupun ITU telah mendeskripsikan IMT 2000 sebagai sebuah standar tunggal yang bersifat mendunia, tetapi penentu kebijakan bidang telekomunikasi di beberapa negara, pabrik-pabrik pembuat peralatan dan para operator tidak dapat mencapai kesepakatan.
Akibatnya IMT-2000 memiliki tiga mode operasi,yakni “code division multiple accesss” atau CDMA , “wide code division multiple accesss“ atau disingkat WCDMA dan “time division multiple access atau TDMA, yang tidak menjamin telepon dari satu mode akan dapat dioperasikan pada modemode lainnya. Di Eropa generasi ketiga diberi nama UMTS (Universal Mobile Telecommunication Sistem) [2].
2.2.2 Perkembangan Multiple Akses
Menurut Gatot Santoso pada bukunya yang berjudul Sistem Selular CDMA, akses jamak (multiple access) merupakan sekumpulan pengguna yang mampu melakukan akses dengan pengguna lainnya melalui lebar bidang spektrum frekuensi yang dialokasikan. Sistem komunikasi bergerak yang berbeda mungkin akan menerapkan teknik akses jamak yang berbeda pula [3].
(25)
Pada dasarnya ada 3 sistem yaitu FDMA ( Frequency Division Multiple Access), TDMA (Time Division Multiple Access), dan CDMA (Code Division Multiple Access). Teknologi FDMA bekerja dengan membagi alokasi lebar bidang spektrum frekuensi yang tersedia menjadi bagian-bagian kecil spektrum frekuensi yang dialokasikan pada setiap penggunanya sebagai suatu kanal komunikasi, , seperti terlihat pada Gambar 2.1 [3]. Dalam FDMA setiap pengguna diberikan alokasi bidang frekuensi tertentu selama melakukan proses percakapan, sehingga dalam waktu yang sama hanya satu pengguna yang dapat memanfaatkan kanal frekuensi tersebut, contohnya AMPS.
Gambar 2.1 Prinsip dasar FDMA
Dalam TDMA setiap pengguna diberikan alokasi celah waktu (time slot) tertentu sebagai kanal komunikasi pada potongan spektrum frekuensi yang telah dialokasikan sehingga aliran informasi tidak terpotong-potong pada setiap slot waktu, seperti terlihat pada Gambar 2.2. Karena selang antara celah waktu sangat pendek maka yang terdengar oleh pengguna seperti aliran informasi kontinyu biasa. Jadi beberapa panggilan menggunakan satu frekuensi yang sama dengan waktu yang berbeda, contohnya GSM.
(26)
14
Gambar 2.2 Prinsip dasar TDMA
Teknik CDMA adalah temuan yang lebih baru dibandingkan dengan FDMA dan TDMA. Teknik CDMA berawal pada tahun 1949 ketika Claude Shannon dan Robert Pierce (yang banyak jasanya untuk kemajuan teknologi telekomunikasi saat ini) menyampaikan ide dasar CDMA. Teknik ini merupakan temuan yang brilian karena kanal yang satu dengan lainnya tidak dibedakan dari frekuensi/FDMA atau waktu/TDMA yang secara awam lebih mudah dipahami, melainkan dengan perbedaan kode. Kode ini dikenal dengan pseudorandom code sequence. Cara kerja dari CDMA ini adalah dengan menebar/menggunakan kode-kode pada satu frekuensi yang lebih besar dari FDMA dan TDMA dan penggunaan waktu yang bersamaan. Jadi tiap panggilan diwakili satu kode pada frekuensi dan waktu yang sama. Jika ada beberapa frekuensi yang digunakan maka merupakan kombinasi FDMA-CDMA. Sistem yang memakai akses jamak ini adalah CDMA2000 1x. Jadi pada CDMA, seluruh pelanggan menggunakan frekuensi yang sama pada waktu yang sama.
Pada CDM data input (informasi masukan) dari satu pelanggan dikalikan dengan salah satu dari banyak kode PN (Pseudo Noise). Jumlah
(27)
kemungkinan kode yang dihasilkan oleh generator kode PN identik dengan jumlah kanal yang disediakan. Jika generator kode PN mampu menghasilkan 100 kode, maka sebanyak itu pula kanal yang diperoleh. Oleh modulator hasil perkalian antara input data dengan kode PN ditumpangkan pada sinyal RF (Radio Frequency) agar dapat dikirim lewat udara.
Di penerima, demodulator memisahkan sinyal pesan dari sinyal RF yang ditumpanginya. Sinyal pesan yang mengandung kode ini dicocokkan dengan kode PN di penerima. Sinyal pesan akan dipisahkan dari kode dan diteruskan jika kode PN pada sinyal masuk sama dengan kode PN pada penerima.
CDMA juga disebut DSSS (Direct Sequence Spread Spectrum) yang merupakan salah satu dari dua jenis teknik murni SSMA (Spread Spectrum
Multiple Access). Jenis lainnya dikenal sebagai FHSS (Frequency Hopping
Spread Spectrum). Kedua jenis ini tergolong SSMA karena sinyalnya tersebar
(spread) pada spektrum pita frekuensi yang lebar. Pada CDMA, penyebaran
sinyal diperoleh akibat proses perkalian data input (yang mempunyai waktu perubahan lambat) dengan kode PN (yang mempunyai waktu perubahan cepat).
Walaupun pita frekuensinya lebar, tegangan sinyal yang dihasilkan sangat kecil, menyerupai noise (derau) yang selalu menyertai gelombang radio. Sehingga apabila dimonitor oleh penerima lain, sinyal yang dipancarkan oleh pengirim berbasis CDMA hanya berupa noise (seolah-olah menunjukkan ketiadaan sinyal pancar) yang tidak mengganggu sinyal lain. Sifat CDMA yang lain adalah kemampuannya untuk tahan terhadap jamming (penutupan oleh sinyal yang lebih kuat) pada pita frekuensi sempit. Hal ini terjadi karena jamming pada
(28)
16 pita frekuensi sempit itu tidak akan mengganggu sinyal-sinyal CDMA yang tersebar di pita frekuensi lain.
CDMA sebagai generasi terakhir pada sistem akses jamak terus berkembang sehingga sampai saat ini telah ada beberapa generasi CDMA, yaitu :
1. IS-95 A 2. IS-95 B
3. CDMA2000 1x
4. CDMA2000 1X EVDO REV-0, REV-A, REV-B 5. CDMA 2000 EVDV
Perkembangan generasi CDMA ini diperlihatkan seperti pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Jalur Evolusi CDMA 2000
CDMA2000 merupakan salah satu teknologi sistem selular generasi ketiga yang kini sedang berkembang. Nilai 1x pada CDMA2000 1x menunjukkan bahwa bandwidth yang dipakai adalah 1x1.25 Mhz. Sehingga 1x menunjukkan 1.25 Mhz [4].
CDMA2000 1x selanjutnya dikembangkan menjadi CDMA2000 EV-DO (Evolution Data Only) dan CDMA2000 EV-DV (Evolution Data and Voice). Hal
(29)
ini bertujuan agar dapat melayani komunikasi data yang jauh lebih cepat dari CDMA2000 1x biasa.
CDMA2000 EV-DO didesain agar dapat berinteroperasi dengan sistem-sistem CDMA sebelumnya, yaitu CDMA2000 1x. Hal ini dilakukan diantaranya dengan menggunakan karakteristik frekuensi pembawa radio yang sama. CDMA2000 EV-DO sama-sama menggunakan bandwidth selebar 1.25 Mhz seperti sistem CDMA2000 1x, hanya saja terletak pada frekuensi yang berbeda.
Teknologi CDMA mendesak agar sistem pada 3G seperti CDMA2000 1x dan CDMA2000 EV-DO segera diimplementasikan. Perkembangan sistem komunikasi jaringan CDMA2000 melalui 1x dikenal dengan nama CDMA2000 EV. Sistem EV akan dibagi dalam dua step yakni : Sistem EV-DO adalah singkatan dari Evolution Data Only sedangkan EV-DV adalah singkatan dari
Evolution Data and Voice. Hal ini bertujuan agar dapat melayani komunikasi data yang jauh lebih cepat dari CDMA2000 1x biasa.
Untuk sistem CDMA2000 1x, kecepatan transfer data maksimum sebesar 153 Kbps sedangkan pada sistem CDMA2000 EV-DO sebesar 2,4 Mbps. Untuk EVDO Rev-A kecepatan transfer datanya bisa mencapai 3,1 Mbps untuk downlinknya sedangkan untuk uplinknya kecepatannya dapat mencapai 1,8 Mbps. Pada EVDO REV-B kecepatan transfer data maksimumnya dapat mencapai 9,3 Mbps untuk downlinknya dan untuk kecepatan pada uplinknya dapat mencapai 5,4 Mbps.
Inti dari jaringan CDMA atau sentral untuk pelanggan ponsel adalah MSC (Mobile Switching Center) yang berfungsi menghubungkan pelanggan
(30)
18 ponsel ke ponsel lainnya atau ke pelanggan PSTN (Public Switch Telephone Network).
BTS (Base Transceiver Station) adalah penghubung pengguna kepada jaringan melalui udara. Fungsi dasar dari BTS (Base Transceiver Station) adalah menangani radio interface ke terminal pelanggan dan melakukan routing voice
atau data traffic dari dan ke switching. BTS berfungsi juga untuk menciptakan
network interface ke BSC untuk pengiriman dan penerimaan voice atau data, serta menginformasikan alarms dan self-diagnostic routines untuk fault management.
BSC (Base Station Controller) diatur oleh BSM (Base Station Manager) dan mengontrol beberapa BTS yang terdiri dari beberapa radio (transceiver) dan mencakup satu, dua, atau tiga sel.
HLR (Home Location Register) menyimpan database data masing-masing pelanggan. Jika ingin berhubungan dengan data kecepatan tinggi atau internet, maka hubungan akan berlangsung dari BSC ke PDSN (Packet Data Serving Node).
Arsitektur jaringan pada CDMA2000 1x yaitu, komunikasi suara dilakukan dengan hubungan yang dilakukan dari BTS ke BSC kemudian langsung ke MSC dan kembali lagi.
2.3 Karakteristik CDMA
CDMA adalah teknik multiple access yang berdasar pada sistem komunikasi spread spectrum. Spread spectrum adalah teknik modulasi dengan menebarkan energi sinyal bandwidth yang jauh lebih besar untuk menyalurkan informasi dengan bandwidth sempit.
(31)
Teknik spread spectrum yang umum dipakai adalah : 1. Direct Sequence Spread Spectrum (DS-SS)
2. Frequency Hopping Spread Spectrum (FH-SS)
Pada CDMA2000 1x teknik spread spectrum yang dipakai adalah
Direct Sequence Spread Spectrum, dimana pada saat spreading informasi digital, data binary di scrambling dengan PN sequence untuk menghasilkan sinyal yang akan dipancarkan. Pada sisi penerima, sinyal yang diterima akan di de-scrambling
dengan PN sequence dimana syarat pada proses despreading ini adalah PN
sequence transmitter = PN sequence receiver (terjadi sinkronisasi). Kemudian proses recovery informasi akan dihasilkan. Proses Direct Spread Spectrum
diperlihatkan pada Gambar 2.4 [5].
Gambar 2.4 Sistem Direct Sequence Spread Spectrum (DSSS)
Sistem komunikasi spread spectrum sebagai salah satu sistem komunikasi digital, memiliki beberapa kelebihan dibandingkan sistem komunikasi analog, yaitu :
(32)
20 b. Mampu menekan interferensi.
c. Dapat dioperasikan pada level daya yang rendah. d. Kemampuan multiple access secara CDMA. e. Kerahasiaan lebih terjamin.
2.4 Struktur Kanal CDMA
Struktur kanal pada CDMA 2000 1x terbagi menjadi dua arah dari BS ke MS. Kanal fisiknya dibedakan menjadi kanal dedicated dan common. Dedicated
Physical Channel (DPHCH) merupakan kumpulan semua kanal fisik yang
membawa informasi yang sifatnya point to point antara BS dan MS. Sedangkan
Common Physical Channel (CPHCH) merupakan kumpulan semua kanal fisik
yang membawa informasi akses, sifatnya point to point, multi point antara BS dan MS.
Kanal CDMA terdiri dari ”Logical Channel” sebagai berikut: 1. Kanal Trafik Forward
Kanal trafik ini membawa (carry) phone call yang sesungguhnya dan membawa voice dan power control informasi MS dari BS ke pesawat pelanggan. Kanal forward CDMA2000 1x ini ditunjukkan seperti pada Gambar 2.5 [5].
(33)
Gambar 2.5 Kanal forward CDMA2000 1x
Forward channel meliputi power control dan power bit control yang berfungsi untuk meminta MS untuk menaikkan atau menurunkan daya yang dipancarkan. Panjang frame forward channel sebesar 20 ms yang dibagi menjadi 16 channel, besar tiap channelnya 1.25 ms. Tiap power control channel
mempunyai bit control power, dimana kecepatan dari reverse fast power-nya adalah 800 bps.
Fungsi dari forward channel antara lain: 1. F-PICH (Forward Pilot Channel)
a. Mengirimkan sinyal yang diterima oleh MS ke pilot channel
b. Menyediakan channel gain dan phase estimation
c. Mendeteksi multi-path signals
d. Menerima cell forward channel dan handoff
2. F-TDPICH (Forward Transmit Diversity Pilot Channel) a. Bekerja bersama-sama dengan F-PICH
3. F-ATDPICH (Forward Auxiliary Transmit Diversity Pilot Channel ) a. Beam shaping
(34)
22 b. Supporting the application of a smart antenna
4. F-BCCH (Forward Broadcast Control Channel)
Berfungsi untuk meneruskan dan menyebarkan informasi yang ditransmisikan oleh F-PCH pada sistem IS-95 oleh Base Station. F-BCCH dapat bekerja secara discontinues. Dapat ditransmisikan secara berulang-ulang saat transfer data F-BCCH lambat. Untuk mengurangi daya pancarnya, bersama-sama dengan F-CCH mentransmisikan sinyal secara berulang-ulang, sehingga MS menerima time diversity gain dengan cara mengkombinasikan kedua kanal tersebut dengan sinyal informasi. Base
Station dapat menyesuaikan kapasitas yang berlebih dengan cara
mengurangi kekuatan daya pancarnya. 5. Q-PCH (Forward Quick Paging Channel)
Quick Paging Channel adalah sinyal modulasi-OOK yang dapat
dimodulasikan oleh MS secara cepat dan mudah. Tiap channel mengambil 80 ms sebagai QPCH time slot-nya. Tiap-tiap time slot-nya dibagi lagi menjadi paging indicator, configuration change indicator dan broadcast
indicator, ketiganya digunakan untuk menginformasikan MS untuk
menerima paging message, broadcast message atau sistem parameter F-CCCH atau F-PCH.
2. Kanal Trafik Reverse
Kanal ini membawa setengah phone call lainnya yang aktif, membawa
voice dan power control informasi dari MS ke BS. Fungsi R-ACH,R-FCH,R-SCCH sama seperti pada IS-95. Fungsi dari Reverse Pilot Channel(R-PICH)
(35)
untuk menginisialisasi sinyal, tracing, reverse coherent demodulation, power control measurement.
3. Kanal Pilot
Kanal Pilot sering disebut dengan Up dan Down link. Digunakan oleh pesawat pelanggan untuk mendapatkan inisial sistem sinkronisasi dan membedakan cell site yaitu mengenal dan mensinkronkan kode generator yang dikirim dari BTS. Setiap sektor dari masing-masing cell site memiliki kanal pilot yang unik. Kanal pilot pada MS juga menyediakan time, frekuensi dan phase tracking signal dari cell site.
4. Kanal Sync
Menyediakan MS dengan network information yang berhubungan dengan identifikasi cell site, pilot transmit power dan cell set PN offset dengan informasi tersebut, MS dapat menetapkan sistem time sesuai dengan level transmit power
yang digunakan untuk memulai suatu call. 5. Kanal Paging
Menyediakan komunikasi BS ke MS. Dari kanal ini BS, dapat
mem-paging MS dan dapat mengirim call set-up dan penempatan kanal trafik
informasi.
6. Kanal Access
Menyediakan komunikasi dari MS ke BS ketika MS tidak menggunakan areal trafik. Kanal access hanya terdapat direverse link. Areal access digunakan pada permukaan call dan juga untuk merespon paging, order dan permintaan registrasi.
(36)
24
2.5 Sifat-Sifat Code Division Multiple Access (CDMA)
Pada dasarnya sistem selular Code Division Multiple Access (CDMA) memiliki berbagai sifat antara lain :
1. Multi Diversitas
Diversitas adalah usaha untuk mengurangi fading. Ada tiga tipe diversitas yang sering digunakan yaitu diversitas waktu, frekuensi, dan ruang. 2. Daya pancar yang rendah
Disamping peningkatan kapsitas secara langsung, hal lain adalah menurunnya Eb/E0 yang dibutuhkan untuk mengatasi noise dan interferensi. Ini berarti penurunan level daya pancar yang dibutuhkan. 3. Keamanan (privacy)
Bentuk pengacakan sinyal pada sistem Code Division Multiple Access (CDMA) memungkinkan tingkat privacy yang tinggi. Meskipun sistem
Code Division Multiple Access (CDMA) sudah memiliki tingkat
privacy yang tinggi, sistem isi masih tetap mungkin untuk dikembangkan dengan menggunakan teknik pengacakan (encryption) yang ada.
4. Soft Handover
Soft Handover memungkinkan kedua sel melayani Mobile Station (MS) secara bersama-sama.
5. Kapasitas
Pada sistem CDMA kapasitas yang besar diperoleh terutama karena frekuensi yang sama dapat dipakai oleh semua sel.
6. Deteksi Aktivitas Suara
(37)
biasanya hanya sekitar 40 %, sisa waktu lainnya dipakai untuk mendengar. Karena pada system Code Division Multiple Access (CDMA) semua pengguna memakai kanal yang sama, maka bila ada pengguna yang tidak sedang berbicara, akan menyebabkan berkurangnya interferensi sekitar 60 %. Hal ini berakibat berkurangnya daya rata-rata yang dipancarkan oleh Mobile Station (MS).
7. Peningkatan Kapasitas dengan Sektorisasi
Pada sistem Code Division Multiple Access (CDMA) sektorisasi digunakan untuk meningkatkan kapasitas. Dengan membagi sel menjadi tiga sektor maka diperoleh kapasitas hampir tiga kalinya.
8. Soft Capacity
Pada sistem Code Division Multiple Access (CDMA),hubungan antara jumlah pengguna dengan tingkat pelayanan (grade of service) tidak begitu tajam. Sebagai contoh operator dari sistem dapat mengijinkan meningkatnya bit error rate sampai batas toleransi tertentu, dengan demikian terjadi peningkatan jumlah pelanggan yang dapat dilayani selama jam tersibuk. Kemampuan ini sangat berguna khususnya untuk mencegah terjadinya pemutusan pembicaran pada proses Handover karena kekurangan kanal. Pada sistem Code Division Multiple Access (CDMA), panggilan tetap dapat dilayani dengan peningkatan bit error rate yang masih dapat diterima sampai panggilan lain berakhir.
(38)
26
2.6 Mekanisme Kerja CDMA
Cara kerja dari CDMA ini adalah dengan menebar/menggunakan kode-kode Pseurandom Code Sequence satu frekuensi yang lebih besar dari FDMA dan TDMA dan penggunaan waktu yang bersamaan. Jadi tiap panggilan diwakili satu kode pada frekuensi dan waktu yang sama. Jika ada beberapa frekuensi yang digunakan maka merupakan kombinasi FDMA-CDMA. Sistem yang memakai akses jamak ini adalah CDMA2000 1x. Jadi pada CDMA, seluruh pelanggan menggunakan frekuensi yang sama pada waktu yang sama [3].
Dalam diagram blok CDMA tampak bahwa data input dari satu pelanggan dikalikan dengan salah satu dari banyak kode PN (Pseudo Noise). Jumlah kemungkinan kode yang dihasilkan oleh generator kode PN identik dengan jumlah kanal yang disediakan. Jika generator kode PN mampu menghasilkan 100 kode, maka sebanyak itu pula kanal yang diperoleh. Oleh
modulator hasil perkalian antara input data dengan kode PN ditumpangkan pada sinyal RF (Radio Frequency) agar dapat dikirim lewat udara.
Di penerima, demodulator memisahkan sinyal pesan dari sinyal RF yang ditumpanginya. Sinyal pesan yang mengandung kode ini dicocokkan dengan kode PN di penerima. Sinyal pesan akan dipisahkan dari kode dan diteruskan jika kode PN pada sinyal masuk sama dengan kode PN pada penerima.
(39)
BAB III
PAGING CDMA
3.1 Umum
Paging digunakan untuk mengetahui keberadaan mobile system (MS) di suatu location area (LA), paging biasanya di-trigger ketika ada panggilan atau sms yang akan masuk ke sisi penerima. Agar network dapat memanggil atau mengirim pesan ke sisi penerima, maka network akan melakukan paging terlebih dahulu untuk mengetahui keberadaan MS. Sehingga, pada saat melakukan panggilan jaringan dapat mengetahui lokasi ataupun perubahan tempat pelanggan.
Paging dapat diklasifikasikan sebagai salah satu PCS pertama (sistem komunikasi pribadi). Penerima paging adalah sebuah kotak kecil, biasanya terdapat pada paket pengiriman.
Gambar 3.1 Proses terjadinya paging
Jika subscriber yang melakukan panggilan semakin banyak, maka pada frekwensi CDMA yaitu 1,25 MHz akan menambah jumlah kanal sesuai banyaknya pelanggan. Hal ini dapat mengakibatkan kualitas dari paging itu
(40)
28 sendiri akan semakin menurun. Sehingga, dapat mengakibatkan kegagalan paging
yang semakin besar.
3.2 Paging Success Ratio
Paging Success Rate adalah persentase dari keberhasilan jaringan dalam mencari keberadaan subscriber. Disebabkan oleh peningkatan mendadak permintaan pengguna dan sumber daya radio terbatas, teknik manajemen lokasi yang efisien diperlukan dalam masa depan sistem komunikasi pribadi (personal
communication sistem). Elemen-elemen kunci dari manajemen lokasi adalah
paging dan pendaftaran lokasi ter-update.
Dalam sistem komunikasi generasi kedua ponsel, menemukan lokasi adalah masalah penting. Sebuah wilayah geografis akan dibagi menjadi beberapa daerah lokasi (Location Area) atau LA untuk melacak pergerakan pengguna ketika koneksi diperlukan. Ketika pengguna memasukkan daerah lokasi baru, transaksi update lokasi dilakukan untuk menginformasikan jaringan lokasi yang baru. Beberapa lokasi memperbarui metode dapat diimplementasikan berdasarkan struktur LA lokasi seperti memperbarui lokasi periodik, dan memperbarui lokasi pada persimpangan LA. Informasi lokasi pengguna disimpan dalam database
jaringan. Ketika MS melintasi batas LA, informasi lokasi akan diperbarui.
Ketika panggilan datang, lokasi transaksi database dipicu sehingga untuk mengetahui lokasi pengguna "informasi lokasi" dan update transaksi dipicu. Kemudian, LA bersamaan di-paging untuk menemukan target MS. Di sini, LA sama dengan paging area (PA). Dalam sistem telekomunikasi generasi ketiga
(41)
ponsel, LA didefinisikan sebagai suatu data untuk menemukan daerah pengguna serta daerah tujuan pengguna [7].
3.3 Faktor yang Mempengaruhi Paging Succes Ratio (PSR)
Jika pada paging pertama gagal maka akan dilakukan proses paging retry, jumlah banyaknya retry dapat diset. Jika sampai pada last paging retry tidak ada respons (paging response dari MS), maka dapat diasumsikan bahwa paging
tersebut tidak berhasil. Nilai keberhasilan paging diperoleh dari jumlah paging response. Jadi nilai paging success diperoleh dari jumlah paging response. Berikut ini beberapa hal yang mempengaruhi nilai keberhasilan paging:
1. Coverage footprint
Makin banyak daerah yang tidak tercakup sinyal (blank spot), maka PSR makin buruk. Karena MS yang dituju tidak dapat memberikan respons diakibatkan MS tersebut tidak menerima paging dari network.
2. LAI (Location Area Identity)/ LAC (Location Area Code) 3. Timer setting for paging timer
Timer setting for paging timer untuk paging yang terlalu pendek bisa menyebabkan paging gagal, karena sebelum paging respons diterima, paging sudah dianggap timeout. Oleh karena itu perlu dicari nilai optimum untuk paging timer.
4. Rendahnya nilai LUSR juga dapat mempengaruhi rendahnya nilai PSR. Hal ini disebabkan gagalnya location update menyebabkan tidak ada perubahan database HLR dari location area MS , padahal MS telah
(42)
30 berubah location area, sehingga BSC salah melakukan paging pada
location area MS B# yang lama. 5. Pengaruh Frame Error Rate (FER)
FER merupakan perbandingan antara frame error terhadap total frame
keseluruhan, biasanya digunakan untuk mengukur permasalah kualitas suara dan cakupan layanan. Biasanya dipresentasikan dalam persentase, misalnya 2 % artinya dari 100 frame yang dikirimkan, maksimum toleransi frame yang mengalami kesalahan hanya 2 frame saja.
6. Pengaruh Handoff
HandOff merupakan proses perpindahan sel yang meng-cover panggilan ketika MS bergerak dari satu sel ke sel lainnya. Pada jaringan CDMA2000 1x hanya diperbolehkan maksimal 3 sektor yang
meng-cover suatu panggilan, jika kelebihan disebut polusi.
3.4 Parameter Paging Succes Ratio (PSR)
Dalam menentukan hasil persentase Paging Success Rate (PSR), diperlukan beberapa parameter untuk menganalisanya.nilai standar untuk menentukan PSR dapat menggunakan persamaan Erlang yaitu [8]:
(3.1) Dimana :
PAGING RSP TOTAL = Total semua respon panggilan ATTEMP TOTAL = Total percobaan panggilan ORG. REL TOTAL = Total panggilan yang berhasil SYS. FAULT TOTAL = Total kegagalan sistem
(43)
Standar yang dikeluarkan oleh Key Performance Indicator (KPI) untuk PSR yaitu diatas 91 %.
3.5 Perbaikan Persentase Paging Succes Ratio (PSR)
Nilai persentase Paging Succes Ratio (PSR) harus sesuai dengan standard yang dikeluakan oleh KPI yaitu 91 %. Jika persentase Paging Succes Ratio (PSR) menurun, maka perlu dilakukan perbaikan [8].
Ada beberapa cara untuk memperbaiki nilai persentase Paging Succes Ratio
(PSR) agar mencapai nilai standarnya adalah :
1. Memperpanjang timer paging agar tidak terjadi nya time out respon jika dalam waktu menuggu paging
2. Perluasan coverage agar pada saat paging tidak terjadi kegagalan. 3. Memaksimalkan LUSR dengan demikian PSR juga meningkat 4. Meminimalisasi terjadinya handover failure dan blankspot
5. Alokasi PN offset yang tepat agar tidak terjadi yang mengakibatkan ambiguitas identifikasi sel yang melayani suatu terminal MS. PN offset
harus dibuat sedemikian rupa sehingga sel – sel yang berdekatan tidak saling mengganggu
6. Mengusulkan skema paging baru untuk memberikan lebih efisien dalam pertimbangan jenis layanan.
7. Menggunakan karakteristik waktu layanan non real dan layanan real time, pola informasi dari pengguna ponsel, dan data tingkat keberhasilan
(44)
32 data pengguna ponsel di daerah kota, jumlah sambungan panggilan delay
suara dan data bisa berkurang.
8. Mempelajari kinerja skema yang diusulkan ketika jumlah PA bervariasi dan jumlah data yang digunakan meningkat.
9. Melakukan pengecekan pada tiap-tiap BTS,MSC,dan BSC agar tidak terjadinya interferensi yang dapat mengakibatkan gagal paging.
3.6 Hipotesis Distribusi F dan t
Ketika kita menggunakan statistika untuk menguji hipotesis maka munculah dua macam hipotesis berupa hipotesis penelitian dan hipotesis statistika. Tepatnya hipotesis penelitian kita rumuskan kembali menjadi hipotesis statistika yang sepadan. Hipotesis statistika harus mencerminkan dengan baik maksud dari hipotesis penelitian yang akan diuji.
Arti dari Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang kan diteliti. Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut.
Pada hakikatnya ada dua jenis hipotesis statistika. Jenis pertama adalah apabila data kita berupa kegagalan paging. Dengan data populasi, hipotesis statistika cukup berbentuk H. Tidak diperlukan hipotesis H0. Misalnya dalam hal
rerata, hipotesis statistika itu berbentuk H: µX > 6. Jika data populasi memiliki
rerata di atas 6 maka hipotesis diterima dan jika tidak maka hipotesis ditolak. Karena seluruh populasi sudah dilihat maka keputusan ini menjadi kepastian.
(45)
Jenis kedua adalah apabila data kita berupa sampel yang kita peroleh melalui penarikan sampel. Biasanya sampel itu berupa sampel acak, baik dengan cara pengembalian maupun dengan cara tanpa pengembalian. Dengan data sampel, hipotesis statistika menjadi H0 dan H1. Misalnya dalam rerata, hipotesis
statistika itu berbentuk H0: µX = 6 dan H1: µX > 6. Syaratnya adalah tiadanya
pilihan ketiga.
Dalam hal data sampel, sering terjadi bahwa hipotesis penelitian dirumuskan kembali menjadi H1. Pengujian hipotesis dilakukan melalui
penolakan H0. Selanjutnya dengan syarat tidak ada pilihan ketiga pada hipotesis,
maka penolakan H0 dapat diartikan sebagai penerimaan H1. Jadi pengujian
hipotesis penelitian dilakukan melalui cara tak langsung yakni melalui penolakan H0 dan melalui tiadanya pilihan ketiga pada hipotesis.
3.6.1 Hipotesis Distribusi F
Distribusi frekuensi merupakan pegelompokan data kedalam interval (saling asing) kemudian disajikan dalam tabel dan dapat digunakan untuk menghitung ukuran pemusatan dan penyebaran serta representasi berupa gambar atau grafik. Banyaknya data dalam setiap interval disebut frekuensi (fi). Tujuan pembuatan tabel distribusi frekuensi adalah untuk mengatur data mentah (belum dikelompokkan) ke dalam bentuk yang rapi dan mudah dibaca tanpa mengurangi informasi yang ada meskipun himpunan data asli sudah tidak terlihat lagi.
Di dalam hipotesis uji F, diperlukan langkah langkah untuk menentukan hipotesis distribusi F. adapun langkah-langkah yang dipakai adalah sebagai berikut :
(46)
34 1. Merumuskan hipotesa
Ho : β1= β2= β3= β4 = 0, berarti secara bersama-sama tidak ada pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat.
Ha : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ 0, berarti secara bersama-sama ada pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat.
2. Menentukan taraf nyata/ level of significance= α
Taraf nyata / derajad keyakinan yang digunakan sebesar α = 1%, 5%, 10%. Derajat bebas (df) dalam distribusi F ada dua, yaitu :
df numerator = dfn = df1 = k – 1
df denumerator = dfd = df2 = n – k
Dimana:
df = degree of freedom/ derajad kebebasan n = Jumlah sampel
k = banyaknya koefisien regresi
3. Menentukan daerah keputusan, yaitu daerah dimana hipotesa nol diterima atau tidak
Ho diterima apabila F hitung ≤ F tabel, artinya semua variabel bebas secara bersama-sama bukan merupakan variabel penjelas yang signifikan terhadap variabel terikat.
Ho ditolak apabila F hitung > F tabel, artinya semua variabel bebas secara bersama-sama merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel terikat.
4. Menentukan uji statistik nilai F
(47)
5. Mengambil keputusan
Keputusan bisa menolak Ho atau menolak Ho menerima Ha.Nilai F tabel yang diperoleh dibanding dengan nilai F hitung apabila F hitung lebih besar dari F tabel, maka ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen.
3.6.2 Hipotesis Distribusi t
Distribusi t selain digunakan untuk menguji suatu hipotesis juga untuk membuat pendugaan interval. Biasanya, distribusi t digunakan untuk menguji hipotesis mengenai nilai parameter, paling banyak dari 2 populasi (lebih dari 2, harus digunakan F), dan dari sampel yang kecil, misalnya n<100.
Variabel t dapat mengambil nilai negative maupun positif, oleh karena pada dasarnya variabel t ini berasal dari variabel normal, padahal kita ketahui variabel normal selain mengambil nilai positif juga negative. Variabel t ini juga mempunyai kurva yang simetris terhadap t = 0. Di dalam buku statistika matematik, dapat ditunjukkan bahwa:
E(t) = µ = 0 (rata-rata t=0)
Varians (t) = σ2 = =
− v
v v
,
2 derajat kebebasan Apabila v ∞, Var(t) = σ2 = 1 (secara limit)
Di dalam hipotesis uji t, diperlukan langkah langkah untuk menentukan hipotesis distribusi F. adapun langkah-langkah yang dipakai adalah sebagai berikut :
(48)
36 1. Merumuskan hipotesa
Ho : βi = 0, artinya variabel bebas bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel terikat.
Ha : βi ≠ 0, artinya variabel bebas merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel terikat.
2. Menentukan taraf nyata/ level of significance= α
Taraf nyata / derajad keyakinan yang digunakan sebesar α = 1%, 5%, 10%, dengan:
df = n – k
Dimana:
df = degree of freedom/ derajad kebebasan n = Jumlah sampel
k = banyaknya koefisien regresi + konstanta
3. Menentukan daerah keputusan, yaitu daerah dimana hipotesa nol diterima atau tidak.
Untuk mengetahui kebenaran hipotesis digunakan kriteria sebagai berikut. Ho diterima apabila –t (α / 2; n – k) ≤ t hitung ≤ t (α / 2; n – k), artinya tidak ada pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat.
Ho ditolak apabila t hitung > t (α / 2; n– k) atau –t hitung < -t (α / 2; n – k), artinya ada pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat. 4. Menentukan uji statistik (Rule of the test)
5. Mengambil keputusan
(49)
Nilai t tabel yang diperoleh dibandingkan nilai t hitung, bila t hitung lebih besar dari t tabel, maka Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independent berpengaruh pada variabel dependent. t hitung lebih kecil dari t tabel, maka Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
3.7 Analisis Regresi dan Korelasi Linier Sederhana pada Paging
Proses analisis merupakan usaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaaan, perihal dan rumusan-rumusan yang diperoleh dalam penelitian. Proses analisa data dalam penelitian ini terdapat beberapa tahap, yang pertama dilakukan dengan membaca data-data, tabel-tabel atau angka-angka yang diperoleh. Kedua, menganalisis seberapa besar pengaruh antara jumlah panggilan (call_attempt) terhadap tingkat kegagalan paging. Untuk mengetahui lebih jelas tentang diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.
(50)
38
Mulai
Data Paging • BTS yang mengalami
paging
• Data success dan fail
Penelitian • Pengumpulan data • Interview/wawancara
Tabelkan Data
Analisis Data
Pengaruh Jumlah Panggilan
Selesai Kesimpulan
(51)
3.7.1 Analisis Regresi Linier Sederhana
Regresi merupakan suatu alat ukur yang juga dapat digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya korelasi antarvariabel. Jika kita memiliki dua buah variabel atau lebih maka sudah selayaknya apabila kita ingin mempelajari bagaimana variabel-variabel itu berhubungan atau dapat diramalkan. Analisis regresi mempelajari hubungan yang diperoleh dinyatakan dalam persamaan matematika yang menyatakan hubungan fungsional antara variabel-variabel. Hubungan fungsional antara satu variabel prediktor dengan satu variabel kriterium disebut analisis regresi sederhana (tunggal).
Analisis regresi lebih akurat dalam melakukan analisis korelasi, karena pada analisis itu kesulitan dalam menunjukkan slop (tingkat perubahan suatu variabel terhadap variabel lainnya dapat ditentukan). Dengan demikian maka melalui analisis regresi, peramalan nilai variabel terikat pada nilai variabel bebas lebih akurat pula. Persamaan Regresi Linier dari Y terhadap X dirumuskan sebagai berikut [9]:
Y = a + b X (3.2)
Keterangan:
Y = variabel terikat X = variabel bebas a = intersep
b = koefisien regresi/slop Pengujian kelinieran regresi
Hipótesis yang diuji:
(52)
40 Ha : Y ≠ a + bX (model regresi tidak linier )
Untuk pengujian hipotesis ini menggunakan uji F Terima H0 jika Fhitung < Ftabel dan
Ditolak H0 jika Fhitung > Ftabel.
Keselarasan model regresi dapat diterangkan dengan menggunakan nilai r2, semakin besar nilai tersebut maka model semakin baik. Jika nilai r2 mendekati 1 maka model regresi semakin baik. Sebaliknya, jika r2 sama dengan 0, maka tidak ada hubungan linier antara X dan Y.
3.7.2 Analisis Korelasi Linier Sederhana
Analisis korelasi (correlation analysis) merupakan salah satu teknik statistika yang digunakan untuk mengestimasi apakah terdapat hubungan linier antarvariabel (bisa dua atau lebih variabel). Variabel tersebut digolongkan menjadi variabel dependen/respon dan variabel independen/prediktor (variabel dependen dipengaruhi variabel independen).
Untuk mengestimasi hubungan tersebut, digunakan suatu bilangan yang disebut dengan koefisien korelasi (ρ). Nilai ρ berkisar antara -1 sampai 1 (harga negatif dan positif tergantung arah korelasinya, apakah positif atau negatif). Apabila nilai ρ = 0, maka tidak ada hubungan yang linier antarvariabel tersebut. Apabila nilai ρ = 1, maka terdapat hubungan linier sempurna dengan arah yang positif, sedang bila nilai nilai ρ = -1, maka terdapat hubungan linier sempurna dengan arah yang negatif. Semakin nilai ρ dekat dengan 1 atau -1, maka terdapat korelasi yang baik antarvariabel tersebut. Dan bila nilai ρ dekat dengan 0, maka korelasinya bisa dikatakan lemah.
(53)
Ada beberapa koefisien korelasi, bergantung pada jumlah variabel dan jenis datanya.Untuk hubungan (korelasi) antara dua buah variabel, dikenal dengan istilah koefisien korelasi sederhana, sedang untuk hubungan antara satu variabel dependen dengan beberapa variabel independen dikenal istilah koefisien korelasi berganda (majemuk). Untuk jenis hubungannya, terdapat hubungan yang linier (disebut koefisien korelasi linier) dan tidak linier, semisal kuadratis, kubik, dan polinom (disebut koefisien korelasi taklinier). [10]
Prosedur Uji Hipotesis
Untuk menguji apakah terdapat hubungan linier antara dua buah variabel, dapat digunakan uji hipotesis sebagai berikut:
H0: ρ = 0 (tidak ada hubungan linier)
H1: ρ tidak sama dengan 0 (ada hubungan linier) Taraf keberartian (α) : 0,05
Daerah kritis: t hitung > t tabel dan t hitung < -t table Perhitungan [11]:
) 1 (
2 2 0
xy xy
r n r t
− −
= t tabel = t(α/2,v=n-2) (3.3)
Sedangkan untuk menguji koefisien korelasi dengan koefisien korelasi taksiran (ρ0) dapat digunakan uji hipotesis sebagai berikut:
H0: ρ = 0,9 (hubungan linier sangat erat) H1: ρ < 0,9 (hubungan linier tidak sangat erat)
(54)
42
BAB IV
ANALISIS PENGARUH JUMLAH PANGGILAN TERHADAP KEGAGALAN PAGING
4.1 Umum
Pada bab ini ditampilkan data dari PT. MOBILE 8, Tbk Medan berdasarkan tanggal 10 Januari 2011 hingga 16 Januari 2011. Dimana setelah diamati cluster medan kota dan diamati tingkat kegagalan paging-nya.
Dalam standarisasi oleh Key Performance Indicator (KPI) Internasional, tingkat kesuksesan paging adalah > 91%. Jika tingkat kesuksesan paging berada di bawahnya maka, perlu dilakukan perbaikan. Sehingga perlu dilakukan pemeriksaan berdasarkan data yang diperoleh dari PT. MOBILE 8, Tbk Medan.
4.2 Paging pada Code Division Multiple Access (CDMA)
Dari pengamatan yang telah dilakukan di PT. MOBILE 8, Tbk Medan, diperoleh data mengenai jumlah panggilan (call_attempt) dan tingkat kesuksesan
paging-nya. Berikut ini adalah data diperoleh dari BTS Medan Kota. Data yang ditampilkan merupakan data paging berdasarkan panggilan saja.
(55)
Data yang diperoleh dari PT MOBILE 8 Tbk, Medan diperlihatkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data paging PT. MOBILE 8 Tbk, Medan
No.
Start Time
Call Attempt
Paging Response
No Response
ORG REL
FAULT SYS
PSR (%)
1 10/01/11 42966 35603 5970 1393 0 85,63
2 11/01/11 41219 33982 5916 1321 0 85,17
3 12/01/11 40760 33610 5872 1278 0 85,12
4 13/01/11 41048 33865 5926 1293 0 85,10
5 14/01/11 40392 33424 5623 1345 0 85,59
6 15/01/11 40734 33982 5366 1386 0 86,36
7 16/01/11 37349 31362 4702 1285 0 86,96
Dari data kegagalan paging diatas dapat dibuat grafik success paging yang terjadi pada hari pengamatan ke-1 sampai hari ke-7 yang ditunjukkan oleh Gambar 4. 1.
(56)
44 Dari Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 dapat dihitung besarnya nilai rata-rata success &
fail yang terjadi setiap harinya. Besarnya nilai rata-rata success & fail setiap harinya adalah sebagai berikut :
7 96 , 86 36 , 86 59 , 85 10 , 85 12 , 85 17 , 85 63 ,
85 + + + + + +
= Success 7042 , 85 7 93 , 599 = = % 7 04 , 13 64 , 13 41 , 14 90 , 14 88 , 14 83 , 14 37 ,
14 + + + + + +
= Fail 2957 , 14 7 07 , 100 = = %.
Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh bahwa nilai rata-rata success
yang dialami setiap harinya sebesar 85,7042%. Sedangkan nilai rata-rata kegagalan yang dialami setiap harinya sebesar 14,2975%. Sesuai dengan standard
yang ditentukan oleh Key Performance Indicator (KPI) maka, untuk kesuksesan
paging dikatakan memenuhi standard apabila Paging Success Ratio > 91%. Dan apabila tingkat kesuksesan paging < 91% perlu dilakukan pengamatan dan pengkajian terhadap kegagalan paging yang terjadi. Setelah melakukan pengamatan dan pengkajian dilakukan, diperoleh hasil apakah kegagalan paging
yang terjadi hanya sesaat atau berkelanjutan. Jika terjadi secara berkelanjutan perlu dilakukan pemeriksaan terhadap peralatan dan sistem yang ada agar diperoleh hasil yang optimal.
Sedangkan grafik hubungan antara jumlah panggilan (call_attempt) terhadap tingkat kegagalan paging dapat dilihat pada Gambar 4.2. Dalam hal ini nilai JGK (Jumlah Gala Kuadrat) yang memiliki tingkat kesalahan yang kecil adalah grafik linier. Sehingga persamaan yang digunakan adalah persamaan linier
(57)
yang terdapat pada grafik linier, yaitu Y = 0.246x - 4366. Dalam hal akan dihubungkan dengan proses analisis regresi dan korelasi linier dengan menguji kesamaan dua varians yaitu hubungan antara jumlah panggilan (call_attempt) dan kegagalan paging. Analisis regresi dan korelasi ini akan mengasilkan data persentase penyebab kegagalan paging tersebut. Dengan pengujian hipotesis f dan t, analisis akan dilakukan dengan menggunakan software SPSS.
Gambar 4.2 Grafik hubungan antara jumlah panggilan (call_attempt) terhadap tingkat kegagalan Paging
4.3 Analisis Regresi Linier Sederhana pada Paging
Untuk mencari pengaruh antara jumlah panggilan (call_attempt) terhadap tingkat kegagalan paging menggunakan analisis statistik yaitu model analisis regresi linier sederhana dengan perhitungan menggunakan komputer program SPSS 17.
Berdasarkan perhitungan maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji hipotesis nyata tidaknya model regresi linier dengan mengambil Hipotesis :
(58)
46 H0 : β = 0
H1 : β ≠ 0
Atau dengan kata lain
H0 : Ada hubungan yang tidak linier antara jumlah panggilan (call_attempt)
terhadap tingkat kegagalan paging.
H1 : Ada hubungan yang linier antara jumlah panggilan (call_attempt) terhadap
tingkat kegagalan paging.
Sehingga diperoleh nilai F0 berdasarkan hasil perhitungan SPSS sebesar 19,775
Kriteria penolakan : Tolak H0, jika :
F0 > Fα1, n-2
Dengan mengambil taraf signifikansi (α) sebesar 5 %, maka dari tabel distribusi F didapat nilai F tabel untuk F0,05, 1, 5 = 6,61 . Dikarenakan 19,775 >
6,61, maka H0 ditolak. Artinya dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
secara linier antara jumlah panggilan (call_attempt) terhadap tingkat kegagalan
paging sehingga diperoleh persamaan regresi linier sederhana : y = 0.246x – 4366.
Sedangkan untuk pengujian keberartian koefisien regresi dapat dilakukan sebagai berikut :
1) Koefisien pertama (konstanta), diperoleh nilai t hitung dari hasil perhitungan SPSS17 sebesar -1,942, dengan mengambil hipotesis :
H0 : koefisien regresi tidak signifikan.
(59)
Dan mengambil taraf signifikansi sebesar 5 %, maka nilai t tabel atau t0, 0,025, 5 =2,571, sehingga :
Dikarenakan -1,942 < 2,571, maka menolak H0 atau dengan kata lain
konstanta berpengaruh.
2) Koefisien kedua, diperoleh nilai t hitung dari hasil perhitungan SPSS17 sebesar 4,447, dengan mengambil hipotesis :
H0 : koefisien regresi tidak signifikan.
H1 : koefisien regresi signifikan.
Dan mengambil taraf signifikansi sebesar 5 %, maka nilai t tabel atau t0, 0,025, 5 = 2,571, sehingga :
Dikarenakan 4,447 > 2,571, maka tidak menolak H0 atau dengan kata lain
banyaknya jumlah panggilan (call_attempt) mempunyai pengaruh yang dominan terhadap tingkat kegagalan paging.
4.4 Analisis Korelasi Linier Sederhana pada Paging
Untuk mengetahui adanya hubungan antara jumlah panggilan (call_attempt) dengan tingkat kegagalan paging dilakukan perhitungan menggunakan komputer program SPSS 17. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai r = 0,893, maka dengan mengambil hipotesis :
H0 : rxy = 0
H1 : rxy ≠ 0
Atau dengan kata lain :
H0 : Korelasi antara dua variabel adalah nol.
(60)
48 Sehingga diperoleh nilai t0 berdasarkan rumus :
) 1 ( 2 2 0 xy xy r n r t − − = 84 , 9 ) 797 , 0 1 ( 5 893 , 0 0 = − = t
Kriteria penolakan : Tolak H0jika :
t0 > tα/2, v atau t0 < -tα/2,v
Dengan mengambil taraf signifikansi (α) sebesar 5 %, maka dari tabel distribusi t didapat nilai t tabel untuk t 0,025, 5 = 2,571.
Dikarenakan 9.84 > 2,571, maka H0 ditolak. Artinya dapat disimpulkan
bahwa terdapat korelasi yang nyata dan bersifat positif antara jumlah panggilan (call_attempt) dengan tingkat kegagalan paging. Koefisien determinasinya t2 = (0,893)2= 0,797. Hal ini berarti nilai rata-rata kegagalan paging sebesar 79,7 % dari total paging yang gagal ditentukan oleh banyaknya jumlah panggilan (call_attempt) yang terjadi, melalui persamaan regresi y = 0.246x – 4366. Sisanya 20,3 % ditentukan oleh faktor lain.
(61)
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil perhitungan dalam penelitian menunjukkan nilai rata-rata kegagalan
paging setiap harinya adalah 14,2957%.
2. Terdapat pengaruh positif dan nyata antara jumlah panggilan (call_attempt) dengan tingkat kegagalan (fail) pada paging sistem Code Division Multiple Access (CDMA), hal ini dibuktikan dari perhitungan hasil penelitian yaitu t hitung (4,447) > t tabel (2,571), dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima, artinya jika jumlah panggilan (call_attempt) semakin besar maka tingkat kegagalan paging juga akan semakin besar. 3. Hasil perhitungan dalam penelitian menunjukkan nilai koefisien
determinasinya sebesar 0,797, yang berarti pengaruh jumlah panggilan (call_attempt) terhadap kegagalan paging sebesar 79,7 % dari total paging
(62)
50
5.2 Saran
Setelah melihat hasil dari penelitian maka, saran yang dapat diberikan adalah:
1. Demi meningkatkan layanan kepada para pengguna telekomunikasi, pihak PT Mobile 8 Tbk Medan sebaiknya mengurangi tingkat kegagalan sekecil mungkin.
2. PT Mobile 8 Tbk Medan sebaiknya juga memperhatikan faktor-faktor pendukung yang lain seperti perluasan jangkauan, memperpanjang timer paging, dan memperkecil kegagalan handover agar mekanisme paging
(63)
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Mulyanta Edi S, 2003, Kupas Tuntas Seluler, PENERBIT ANDI, Jogyakarta.
[2].
“Sistem Selular CDMA 2000 1X EV-DO”.Download Tanggal 12 Agustus 2012.
[3]. Santoso, Gatot. 2004. Sistem Selular CDMA. Yogyakarta: Graha Ilmu [4]. Alfisyahrin. 2011. Analisis Kegagalan Handover Pada Sistem Code
Division Multiple Access (CDMA) Area Medan Kota. Skripsi. Universitas
Sumatera Utara.
[5]. Wijaya, Bambang Andika Putra. 2011. Analisis Trafik Pada Sistem Telekomunikasi Seluler Berbasis CDMA 2000 1X Di Wilayah Medan Kota. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
[6]. Yang, Samuel C. 1998. CDMA RF System Engineering, Boston : Artech House.
[7]. Lee, Juming.2000. A New Paging Method Based On Service Characteritic of Data and Voice in PCS, Korea Advanced Institute of Science and Technology (KAIST).
[8]. Alfisyahrin. 2010. Laporan PT. Mobile-8 Telecom Medan, Medan : PT. Mobile 8 Tbk.
[9]. Walpole, Ronald E. 1992. Pengantar Statistika edisi ke-3, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
[10]. Sarwono, Jonathan. 2012. Metode Riset Skripsi Pendekatan Kuantitatif Menggunakan Prosedur SPSS, Jakarta: PT Elex Media Komputindo. [11]. Puwo, Supri Putro. 2006. Analisis Kegagalan Handover (Saat Peralihan
Frekuensi) Pada Siatem CDMA Area Semarang Kota, Skripsi.
(64)
Lampiran
Data Paging PT. MOBILE 8 Tbk, Medan.
MEASUREMENT OF CALL PAGING (CALLP)
PERIOD : JANUARI 10, 2011
AREA ATTEMPT PAG_RSP NO_RSP ORG_REL SYS_FLT
PAI0 42,966 35,603 5,970 1,393 0
MEASUREMENT OF CALL PAGING (CALLP)
PERIOD :JANUARI 11, 2011
AREA ATTEMPT PAG_RSP NO_RSP ORG_REL SYS_FLT
PAI0 41,219 33,982 5,916 1,321 0
MEASUREMENT OF CALL PAGING (CALLP)
PERIOD : JANUARI 12, 2011
AREA ATTEMPT PAG_RSP NO_RSP ORG_REL SYS_FLT
PAI0 40,760 33,610 5,872 1,278 0
MEASUREMENT OF CALL PAGING (CALLP)
PERIOD : JANUARI 13, 2011
AREA ATTEMPT PAG_RSP NO_RSP ORG_REL SYS_FLT
PAI0 41,084 33,865 5,926 1,293 0
MEASUREMENT OF CALL PAGING (CALLP)
PERIOD : JANUARI 14, 2011
AREA ATTEMPT PAG_RSP NO_RSP ORG_REL SYS_FLT
PAI0 40,392 33,424 5,623 1,345 0
MEASUREMENT OF CALL PAGING (CALLP)
PERIOD : JANUARI 15, 2011
AREA ATTEMPT PAG_RSP NO_RSP ORG_REL SYS_FLT
PAI0 40,734 33,982 5,366 1,386 0
0 0 0 0 0
MEASUREMENT OF CALL PAGING (CALLP)
PERIOD : JANUARI 16, 2011
AREA ATTEMPT PAG_RSP NO_RSP ORG_REL SYS_FLT
PAI0 37,349 31,362 4,702 1,285 0
0 0 0 0 0
(65)
T OTAL
28
4,504 235,828
3 9,375
9,30 1
0
Percentage Value ==>
83%
3%
AREA ATTEMPT PAG_RSP NO_RSP ORG_REL SYS_FLT
PAI 284,504 235,828 39375 9301 0
TOTAL 284504 235828 39375 9301 0
(66)
3 Tampilan SPSS 17 pada analisa regresi
REGRESSION /MISSING LISTWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN /DEPENDENT No_Response /METHOD=ENTER Call_Attempt /SCATTERPLOT=(*SDRESID ,*ZPRED) (*ZPRED ,No_Response) /RESIDUALS NORM(ZRESID).
(67)
Regression
[DataSet0]
Notes
Output Created 02-Aug-2012 14:52:13
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File
7 Missing Value
Handling
Definition of Missing User-defined missing values
are treated as missing.
Cases Used Statistics are based on cases
with no missing values for any variable used.
Syntax REGRESSION
/MISSING LISTWISE
/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN /DEPENDENT No_Response /METHOD=ENTER Call_Attempt /SCATTERPLOT=(*SDRESID ,*ZPRED) (*ZPRED ,No_Response)
/RESIDUALS NORM(ZRESID).
Resources Processor Time 0:00:03.093
Elapsed Time 0:00:09.016
Memory Required 1356 bytes
Additional Memory Required for Residual Plots
824 bytes
Variables Entered/Removedb
odel Variable s Entered Variable s Removed M ethod Call_Att empta
. En
ter a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: No_Response
(68)
5
Model Summaryb
odel R
R Square
Adjuste d R Square
Std. Error of the
Estimate .8
93a
.79 8
.758 226.794
a. Predictors: (Constant), Call_Attempt b. Dependent Variable: No_Response
ANOVAb
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F
Si g. Regre ssion 101715 2.324
1 101715
2.324 19 .775 .0 07a Resid ual 257177. 676
5 51435.
535
Total 127433
0.000
6
a. Predictors: (Constant), Call_Attempt b. Dependent Variable: No_Response
Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standar dized Coefficients B Std.
Error Beta t
Si g. (Const ant) -4366.256 2248.4 05 -1.942 .1 10 Call_At tempt
.246 .055 .893 4.
447
.0 07
(69)
Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standar dized Coefficients B Std.
Error Beta t
Si g. (Const ant) -4366.256 2248.4 05 -1.942 .1 10 Call_At tempt
.246 .055 .893 4.
447
.0 07 a. Dependent Variable: No_Response
Residuals Statisticsa
Min imum Ma ximum M ean Std.
Deviation N
Predicted Value 48
16.30
619 7.29
56 25.00
411.735 7
Std. Predicted Value
-1.964
1.3 90
.0 00
1.000 7
Standard Error of Predicted Value 85. 883 201 .045 11 3.505
45.985 7
Adjusted Predicted Value 52 35.68 639 4.72 57 03.95
348.234 7
Residual
-282.532
217 .076
.0 00
207.034 7
Std. Residual
-1.246
.95 7
.0 00
.913 7
Stud. Residual
-1.370
1.0 34
-.117
1.107 7
Deleted Residual
-533.676
253 .515
-78.948
338.271 7
Stud. Deleted Residual -1.550 1.0 44 -.179
1.169 7
Mahal. Distance .00
3
3.8 58
.8 57
1.499 7
Cook's Distance .00
7
2.1 76
.4 82
.797 7
Centered Leverage Value .00 1 .64 3 .1 43
.250 7
(70)
7
(71)
F distribution critical value landmarks
Degrees of freedom in
1 2 3 4 5 6 7 8 12 24 1 0.100 .050 .025 .010 .001 2 0.100 .050 .025 .010 .001 3 0.100 .050 .025 .010
39.86 49.50 53.59 55.83 57.24 58.20 58.91 59.44 60.71 62.00
63.30
161.4 199.5 215.7 224.6 230.2 234.0 236.8 238.9 243.9 249.1
254.2
647.8 799.5 864.2 899.6 921.8 937.1 948.2 956.6 976.7 997.3
1017.8
4052 4999 5404 5624 5764 5859 5928 5981 6107 6234
6363
405312 499725 540257 562668 576496 586033 593185 597954 610352 623703
636101
8.53 9.00 9.16 9.24 9.29 9.33 9.35 9.37 9.41 9.45
9.49
18.51 19.00 19.16 19.25 19.30 19.33 19.35 19.37 19.41 19.45
19.49
38.51 39.00 39.17 39.25 39.30 39.33 39.36 39.37 39.41 39.46
39.50
98.50 99.00 99.16 99.25 99.30 99.33 99.36 99.38 99.42 99.46
99.50
998.38 998.84 999.31 999.31 999.31 999.31 999.31 999.31 999.31 999.31
999.31
5.54 5.46 5.39 5.34 5.31 5.28 5.27 5.25 5.22 5.18
5.13
10.13 9.55 9.28 9.12 9.01 8.94 8.89 8.85 8.74 8.64
8.53
17.44 16.04 15.44 15.10 14.88 14.73 14.62 14.54 14.34 14.12
13.91
34.12 30.82 29.46 28.71 28.24 27.91 27.67 27.49 27.05 26.60
26.14
(1)
5
Model Summaryb
odel R
R Square
Adjuste d R Square
Std. Error of the
Estimate .8
93a
.79 8
.758 226.794
a. Predictors: (Constant), Call_Attempt b. Dependent Variable: No_Response
ANOVAb
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F
Si g. Regre ssion 101715 2.324
1 101715
2.324 19 .775 .0 07a Resid ual 257177. 676
5 51435.
535 Total 127433
0.000
6
a. Predictors: (Constant), Call_Attempt b. Dependent Variable: No_Response
Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standar dized Coefficients B Std.
Error Beta t
Si g. (Const ant) -4366.256 2248.4 05 -1.942 .1 10 Call_At tempt
.246 .055 .893 4.
447
.0 07
(2)
Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standar dized Coefficients B Std.
Error Beta t
Si g. (Const ant) -4366.256 2248.4 05 -1.942 .1 10 Call_At tempt
.246 .055 .893 4.
447
.0 07 a. Dependent Variable: No_Response
Residuals Statisticsa
Min imum Ma ximum M ean Std.
Deviation N Predicted Value 48
16.30
619 7.29
56 25.00
411.735 7
Std. Predicted Value -1.964
1.3 90
.0 00
1.000 7
Standard Error of Predicted Value 85. 883 201 .045 11 3.505
45.985 7
Adjusted Predicted Value 52 35.68 639 4.72 57 03.95
348.234 7
Residual
-282.532
217 .076
.0 00
207.034 7
Std. Residual
-1.246
.95 7
.0 00
.913 7
Stud. Residual
-1.370
1.0 34
-.117
1.107 7
Deleted Residual -533.676
253 .515
-78.948
338.271 7
Stud. Deleted Residual -1.550 1.0 44 -.179
1.169 7
Mahal. Distance .00 3
3.8 58
.8 57
1.499 7
Cook's Distance .00 7
2.1 76
.4 82
.797 7
(3)
7
Charts
(4)
F
distribution critical value landmarks
Degrees of freedom in
1 2 3 4 5 6 7 8 12 24 1
0.100 .050 .025 .010 .001
2
0.100 .050 .025 .010 .001
3
0.100 .050 .025 .010
39.86 49.50 53.59 55.83 57.24 58.20 58.91 59.44 60.71 62.00 63.30
161.4 199.5 215.7 224.6 230.2 234.0 236.8 238.9 243.9 249.1 254.2
647.8 799.5 864.2 899.6 921.8 937.1 948.2 956.6 976.7 997.3 1017.8
4052 4999 5404 5624 5764 5859 5928 5981 6107 6234 6363
405312 499725 540257 562668 576496 586033 593185 597954 610352 623703 636101
8.53 9.00 9.16 9.24 9.29 9.33 9.35 9.37 9.41 9.45 9.49
18.51 19.00 19.16 19.25 19.30 19.33 19.35 19.37 19.41 19.45 19.49
38.51 39.00 39.17 39.25 39.30 39.33 39.36 39.37 39.41 39.46 39.50
98.50 99.00 99.16 99.25 99.30 99.33 99.36 99.38 99.42 99.46 99.50
998.38 998.84 999.31 999.31 999.31 999.31 999.31 999.31 999.31 999.31 999.31
5.54 5.46 5.39 5.34 5.31 5.28 5.27 5.25 5.22 5.18 5.13
10.13 9.55 9.28 9.12 9.01 8.94 8.89 8.85 8.74 8.64 8.53
17.44 16.04 15.44 15.10 14.88 14.73 14.62 14.54 14.34 14.12 13.91
34.12 30.82 29.46 28.71 28.24 27.91 27.67 27.49 27.05 26.60 26.14
(5)
9
t
Table
c um. prob
t .50 t .75 t .80 t .85 t .90 t .95 t .975 t .99 t .995 t .
t .9995
f
0.000 1.000 1.376 1.963 3.078 6.314 12.71 31.82 63.66 318.31
636.62
0.000 0.816 1.061 1.386 1.886 2.920 4.303 6.965 9.925 22.327
0.000 0.718 0.906 1.134 1.440 1.943 2.447 3.143 3.707 5.208
5.959
0.000 0.711 0.896 1.119 1.415 1.895 2.365 2.998 3.499 4.785
1
0.000 0.697 0.876 1.088 1.363 1.796 2.201 2.718 3.106 4.025
4.437
0.000 0.695 0.873 1.083 1.356 1.782 2.179 2.681 3.055 3.930
6
0.000 0.690 0.865 1.071 1.337 1.746 2.120 2.583 2.921 3.686
4.015
0.000 0.689 0.863 1.069 1.333 1.740 2.110 2.567 2.898 3.646
1
0.000 0.686 0.859 1.063 1.323 1.721 2.080 2.518 2.831 3.527
3.819
0.000 0.686 0.858 1.061 1.321 1.717 2.074 2.508 2.819 3.505
6
0.000 0.684 0.856 1.058 1.315 1.706 2.056 2.479 2.779 3.435
3.707
0.000 0.684 0.855 1.057 1.314 1.703 2.052 2.473 2.771 3.421
0
0.000 0.681 0.851 1.050 1.303 1.684 2.021 2.423 2.704 3.307
3.551
0.000 0.679 0.848 1.045 1.296 1.671 2.000 2.390 2.660 3.232
0.000 0.674 0.842 1.036 1.282 1.645 1.960 2.326 2.576 3.090
0%
50%
60%
70%
80%
90%
95%
98%
99%
99.8%
(6)