Perbandingan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematik Antara Siswa yang Mendapat Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Siswa yang Mendapat Pembelajaran Penemuan Terbimbing.

(1)

PERBANDINGAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK ANTARA SISWA

YANG MENDAPAT PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN SISWA YANG MENDAPAT PEMBELAJARAN

PENEMUAN TERBIMBING

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Lembar Judul

Oleh

RIWA GIYANTRA 1302466

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

PERBANDINGAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK ANTARA SISWA

YANG MENDAPAT PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN SISWA YANG MENDAPAT PEMBELAJARAN

PENEMUAN TERBIMBING

Oleh: Riwa Giyantra S.Pd Universitas Riau, 2012

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd) pada Program Studi Pendidikan Matematika

© Riwa Giyantra 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian


(3)

(4)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Defenisi Operasional ... 10

BAB II LANDASAN TEORETIS A. Kemampuan Representasi Matematik... 13

B. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 17

C. Pembelajaran Berbasis Masalah ... 20

D. Pembelajaran Penemuan Terbimbing ... 23

E. Penelitian yang Berkaitan ... 25


(5)

ix BAB III METODE PENELITIAN

A. Disain Penelitian ... 29

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 29

C. Variabel Penelitian ... 31

D. Instrumen Penelitian ... 32

E. Teknik Pengumpulan Data ... 52

F. Teknik Analisis Data ... 53

G. Prosedur Penelitian ... 56

H. Waktu Penelitian ... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 58

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 112

B. Saran ... 113


(6)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Bentuk-Bentuk Operasional Representasi Matematik ... 16 Tabel 2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah ... 22 Tabel 3.1 Hasil Pengelompokan KAM Siswa ... 30 Tabel 3.2 Keterkaitan antara Variabel Bebas, Variabel Terikat,

dan Variabel Kontrol ... 31 Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Representasi

Matematik ... 33 Tabel 3.4 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematik ... 42 Tabel 3.5 Kriteria Koefisien Korelasi Validitas ... 50 Tabel 3.6 Data Hasil Uji Validitas Tes Kemampuan Representasi

Matematik ... 50 Tabel 3.7 Data Hasil Uji Validitas Tes Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematik ... 51 Tabel 3.8 Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas ... 51 Tabel 3.9 Hasil Uji Reliabilitas Tes Kemampuan Representasi

dan Pemecahan Masalah Matematik ... 52 Tabel 3.10 Kriteria Skor Gain Ternormalisasi ... 54 Tabel 3.11 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 57 Tabel 4.1 Data Statistik Deskriptif Pretes, Postes dan N-gain

Kemampuan Representasi Matematik ... 59 Tabel 4.2 Uji Normalitas Data Pretes dan Postes Kemampuan

Representasi Matematik ... 62 Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Variansi Data Skor Pretes dan Postes

Kemampuan Representasi Matematik ... 63 Tabel 4.4 Hasil Uji Kesamaan Rataan Pretes Kemampuan

Representasi Matematik ... 64 Tabel 4.5 Hasil Uji Kesamaan Rataan Pretes Kemampuan

Representasi Matematik Siswa KAM Tinggi ... 65 Tabel 4.6 Hasil Uji Kesamaan Rataan Pretes Kemampuan


(7)

xi

Tabel 4.7 Hasil Uji Kesamaan Rataan Pretes Kemampuan

Representasi Matematik Siswa KAM Rendah ... 66 Tabel 4.8 Hasil Uji Perbedaan Rataan Postes Kemampuan

Representasi Matematik ... 67 Tabel 4.9 Hasil Uji Perbedaan Rataan Postes Kemampuan

Representasi Matematik Siswa KAM Tinggi ... 68 Tabel 4.10 Hasil Uji Perbedaan Rataan Postes Kemampuan

Representasi Matematik Siswa KAM Sedang ... 69 Tabel 4.11 Hasil Uji Perbedaan Rataan Postes Kemampuan

Representasi Matematik Siswa KAM Rendah ... 69 Tabel 4.12 Uji Normalitas Data N-gain Kemampuan

Representasi Matematik ... 71 Tabel 4.13 Hasil Uji Homogenitas Variansi Data Skor N-gain

Kemampuan Representasi Matematik ... 71 Tabel 4.14 Hasil Uji Perbedaan Rataan N-gain Kemampuan

Representasi Matematik ... 73 Tabel 4.15 Hasil Uji Perbedaan Rataan N-gain Kemampuan

Representasi Matematik Siswa KAM Tinggi ... 74 Tabel 4.16 Hasil Uji Perbedaan Rataan N-gain Kemampuan

Representasi Matematik Siswa KAM Sedang ... 75 Tabel 4.17 Hasil Uji Perbedaan Rataan N-gain Kemampuan

Representasi Matematik Siswa KAM Rendah ... 76 Tabel 4.18 Hasil Uji Normalitas Data N-Gain Gabungan

Kemampuan Representasi Matematik berdasarkan KAM ... 77 Tabel 4.19 Hasil Uji Homogenitas Data N-Gain Gabungan

Kemampuan Representasi Matematik Antar KAM ... 78 Tabel 4.20 Hasil Uji Anova Satu Jalur Data Peningkatan

Kemampuan Representasi Matematik ... 79 Tabel 4.21 Data Statistik Deskriptif Postes Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik ... 79 Tabel 4.22 Uji Normalitas Data Postes Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik ... 81 Tabel 4.23 Hasil Uji Homogenitas Variansi Data Skor Postes

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 82 Tabel 4.24 Hasil Uji Perbedaan Rataan Postes Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik ... 83 Tabel 4.25 Hasil Uji Perbedaan Rataan Postes Kemampuan


(8)

xii

Tabel 4.26 Hasil Uji Perbedaan Rataan Postes Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik Siswa KAM Sedang ... 85 Tabel 4.27 Hasil Uji Perbedaan Rataan Postes Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik Siswa KAM Rendah ... 87 Tabel 4.28 Hasil Uji Normalitas Data Postes

Pemecahan Masalah Matematik Gabungan KAM ... 88 Tabel 4.29 Hasil Uji Homogenitas Data Postes

Pemecahan Masalah Matematik Gabungan antar KAM ... 88 Tabel 4.30 Hasil Uji Anova Satu Jalur Data

Pencapaian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 89 Tabel 4.31 Hasil Uji Scheffe Pencapaian Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik antar KAM ... 90 Tabel 4.32 Rangkuman Hasil Uji Hipotesis Penelitian ... 90 Tabel 4.33 Data Hasil Pengamatan Aktivitas Guru Pada

Pembelajaran Berbasis Masalah ... 93 Tabel 4.34 Data Hasil Pengamatan Aktivitas Guru Pada

Pembelajaran Penemuan Terbimbing ... 94 Tabel 4.35 Data Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Pada

Pembelajaran Berbasis Masalah ... 95 Tabel 4.36 Data Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Pada

Pembelajaran Penemuan Terbimbing ... 97 Tabel 4.37 Hasil Persentase Pencapain Siswa Per-Indikator

Kemampuan Representasi Matematik ... 105 Tabel 4.38 Hasil Persentase Pencapain Siswa Per-Indikator


(9)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Contoh Jawaban Skor 1 untuk Soal 1a ... 34 Gambar 3.2 Contoh Jawaban Skor 2 untuk Soal 1a ... 35 Gambar 3.3 Diagram Alur Prosedur Penelitian ... 57 Gambar 4.1 Contoh Jawaban Postes Kemampuan Representasi Matematik

Kelas PBM... 106 Gambar 4.2 Contoh Jawaban Postes Kemampuan Representasi Matematik

Kelas PPT ... 106 Gambar 4.3 Contoh Jawaban Siswa Kelas PBM untuk Soal Indikator ke-4

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 110 Gambar 4.4 Contoh Jawaban Siswa Kelas PPT untuk Soal Indikator ke-2


(10)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A.1 Silabus ... 121

Lampiran A.2 RPP Kelas Eksperimen 1 ... 125

Lampiran A.3 RPP Kelas Eksperimen 2 ... 155

Lampiran A.4 Lembar Permasalahan Kelas Eksperimen 1 ... 185

Lampiran A.5 Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen 2 ... 200

Lampiran B.1 Kisi-Kisi Soal dan Alternatif Jawaban Tes Kemampuan Representasi Matematik ... 231

Lampiran B.2 Kisi-Kisi Soal dan Alternatif Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 237

Lampiran B.3 Soal Tes Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematik ... 241

Lampiran B.4 Lembar Observasi Kelas Eksperimen 1 ... 243

Lampiran B.5 Lembar Observasi Kelas Eksperimen 2 ... 245

Lampiran C.1 Data Uji Coba Soal Tes Kemampuan Representasi Matematik ... 247

Lampiran C.2 Analisis Data Uji Coba Soal Tes Kemampuan Representasi Matematik ... 248

Lampiran C.3 Data Uji Coba Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 250

Lampiran C.4 Analisis Data Uji Coba Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 251

Lampiran D.1 Daftar Pengelompokan Siswa Berdasarkan KAM Kelas Eksperimen 1 ... 253

Lampiran D.2 Daftar Pengelompokan Siswa Berdasarkan KAM Kelas Eksperimen 2 ... 254

Lampiran D.3 Hasil Pretes Kemampuan Representasi Matematik Kelas Eksperimen 1 ... 255


(11)

xv

Lampiran D.4 Hasil Pretes Kemampuan Representasi Matematik Kelas

Eksperimen 2 ... 256

Lampiran D.5 Hasil Postes Kemampuan Representasi Matematik Kelas Eksperimen 1 ... 257

Lampiran D.6 Hasil Postes Kemampuan Representasi Matematik Kelas Eksperimen 2 ... 258

Lampiran D.7 Hasil N-Gain Kemampuan Representasi Matematik Kelas Eksperimen 1 ... 259

Lampiran D.8 Hasil N-Gain Kemampuan Representasi Matematik Kelas Eksperimen 2 ... 260

Lampiran D.9 Hasil Postes, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelas Eksperimen 1 ... 261

Lampiran D.10 Hasil Postes, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelas Eksperimen 2 ... 262

Lampiran D.11 Data Aktivitas Guru selama Pembelajaran Kelas Eksperimen 1 ... 263

Lampiran D.12 Data Aktivitas Siswa selama Pembelajaran Kelas Eksperimen 1 ... 264

Lampiran D.13 Data Aktivitas Guru selama Pembelajaran Kelas Eksperimen 2 ... 265

Lampiran D.14 Data Aktivitas Siswa selama Pembelajaran Kelas Eksperimen 2 ... 266

Lampiran D.15 Uji Statistik Data Kemampuan Representasi Matematik ... 267

Lampiran D.16 Uji Statistik Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 280

Lampiran E.1 Surat Izin Penelitian ... 286

Lampiran E.2 Foto-foto Penelitian ... 287


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Oleh karena itu, mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi itu diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, dan kompetitif (BSNP, 2006).

BSNP (2006) menjelaskan tujuan dari pembelajaran matematika adalah agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. NCTM (2000) juga menjelaskan tentang tujuan pembelajaran matematika, diantaranya adalah mengembangkan kemampuan: (1) komunikasi matematis, (2) penalaran matematis, (3) pemecahan masalah matematis, (4) koneksi matematis, dan (5) representasi matematis.

Sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika tersebut, tidak bisa dipungkiri bahwa untuk memahami suatu konsep matematika dan menyelesaikan


(13)

masalah matematika dibutuhkan suatu kemampuan yang dapat mengungkapkan gagasan-gagasan atau ide-ide matematika dalam mencari solusi yang berkaitan dengan masalah matematika yang dihadapi. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan representasi matematik.

Pentingnya kemampuan representasi matematik tercermin dalam NCTM. NCTM (2000) menjelaskan bahwa representasi diperlukan untuk pemahaman siswa tentang konsep-konsep matematika dan hubungan antar konsep matematika. Representasi memungkinkan siswa untuk mengkomunikasikan pendekatan matematika, argumen, dan pemahaman kepada dirinya sendiri dan kepada orang lain. Representasi juga memungkinkan siswa untuk mengenali koneksi antara konsep-konsep terkait dan menerapkan matematika untuk masalah realistis melalui permodelan.

NCTM juga menjelaskan tentang standar kemampuan representasi untuk program pembelajaran siswa pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12. Standar kemampuan representasi matematik tersebut yaitu memungkinkan siswa untuk: (1) menciptakan dan menggunakan representasi untuk mengorganisasikan, mencatat dan mengkomunikasikan ide-ide matematik; (2) memilih, mengaplikasikan dan menterjemahkan representasi matematik untuk memecahkan masalah, dan (3) menggunakan representasi untuk memodelkan dan menginterpretasikan fenomena fisik, sosial dan matematik.

Selain kemampuan representasi matematik, kemampuan siswa dalam pemecahan masalah juga memberikan andil besar terhadap tercapainya tujuan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Delvin (dalam Supriatna, 2011) yang menyatakan bahwa pemecahan masalah matematik merupakan unsur yang penting dalam setiap jenjang pendidikan, baik jenjang persekolahan maupun perguruan tinggi. Wahyudin (2008) mengatakan bahwa pemecahan masalah bukan sekedar suatu sasaran belajar matematika tetapi sekaligus alat utama dalam belajar itu. Dengan mempelajari pemecahan masalah didalam matematika, para siswa harus mendapatkan cara-cara berpikir, kebiasaan tekun dan rasa ingin tahu, serta kepercayaan diri didalam situasi-situasi tidak akrab yang akan mereka hadapi diluar kelas. Dikehidupan sehari-hari dan dunia kerja, menjadi seorang pemecah masalah yang baik bisa membawa manfaat-manfaat yang besar. Pemecahan


(14)

masalah juga fokus utama dari matematika sekolah dan bertujuan untuk membantu mengembangkan kemampuan berpikir matematik siswa (NCTM, 2000).

Standar pemecahan masalah yang ditetapkan oleh NCTM adalah untuk program pembelajaran siswa pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12. Standar pemecahan masalah tersebut yaitu harus memungkinkan siswa untuk: (1) membangun pengetahuan matematika baru melalui pemecahan masalah; (2) memecahkan masalah yang muncul didalam konteks matematika dan konteks lainnya; (3) menerapkan dan menyesuaikan bermacam-macam strategi yang tepat untuk memecahkan masalah, dan (4) memonitor dan merefleksikan proses dari pemecahan masalah matematik.

Kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematik merupakan hal yang sangat penting bagi siswa untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Namun, dari hasil uji coba soal kemampuan representasi matematik yang peneliti lakukan pada salah satu SMA negeri di Provinsi Riau menunjukkan hanya 12,75% siswa yang bisa menjawab, selebihnya tidak bisa menyelesaikan soal tersebut. Dalam studi pendahuluan Hanifah (2015) yang melibatkan 36 siswa kelas VII pada salah satu SMP Negeri di Kabupaten Karawang melaporkan bahwa pada aspek representasi verbal secara umum siswa mampu mengerjakan soal-soal representasi matematis, akan tetapi dalam hal menuliskan interpretasi dari suatu representasi dengan kata-kata atau teks tertulis siswa mengalami kesulitan. Pada aspek representasi simbolik secara umum siswa mampu mengerjakan soal-soal representasi matematis, akan tetapi dalam membuat persamaan atau model matematik siswa mengalami kesuitan.

Hasil uji coba soal kemampuan pemecahan masalah matematik yang peneliti lakukan pada salah satu SMA negeri diprovinsi Riau menunjukkan hanya 11,76% siswa yang bisa menjawab dan selebihnya tidak mampu menyelesaikan soal tersebut. Hasil studi pendahuluan Hanifah (2015) juga mengungkapkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih belum maksimal dan siswa masih kesulitan dalam membuat model matematika dan menerapkan strategi yang tepat dalam menyelesaikan masalah. Hasil penelitian Yuliawaty (dalam Fonna, 2011) menunjukkan bahwa belum optimalnya kemampuan


(15)

pemecahan masalah matematik beberapa siswa karena ketidakmampuan memahami konsep yang telah diajarkan, sehingga terakumulasi menjadi ketidakmampuan dalam mengerjakan soal-soal matematika, khususnya soal pemecahan masalah matematik. Selanjutnya, penelitian Yonandi (2011) juga mengungkapkan kemampuan pemecahan masalah matematik beberapa siswa masih kurang. Kelemahan kemampuan pemecahan masalah matematik tersebut adalah pada aspek merencanakan penyelesaian dan memeriksa kembali.

Setiap siswa mempunyai cara yang berbeda untuk mengkonstruksi pengetahuannya. Dalam hal ini, sangat memungkinkan bagi siswa untuk mencoba berbagai macam representasi dalam memahami suatu konsep. Selain itu representasi juga berperan dalam proses penyelesaian masalah matematis. Sebagaimana dinyatakan Brenner bahwa proses pemecahan masalah yang sukses bergantung kepada keterampilan merepresentasi masalah seperti mengkonstruksi dan menggunakan representasi matematik di dalam kata-kata, grafik, tabel, persamaan-persamaan, penyelesaian dan manipulasi simbol (Neria & Amit, 2004). Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan representasi matematik sangat berhubungan erat dengan pemecahan masalah matematik. Peran serta siswa dan guru sangat diperlukan dalam mengembangkan kemampuan tersebut.

Pembelajaran matematika sangat berhubungan erat dengan siswa dan guru. Pada Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013, siswa dituntut untuk aktif mengolah, mengkonstruksi dan menggunakan pengetahuan. Untuk itu pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. Agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu didorong untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berupaya keras mewujudkan ide-idenya. Peran guru sangat penting untuk mencapai itu semua. Guru sebagai fasilitator dan kunci berjalannya pembelajaran dikelas. Peran guru sangat dibutuhkan untuk menjamin proses pembelajaran yang mendorong siswa aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.

Pada saat ini, kurikulum 2013 digunakan pada sekolah-sekolah yang sudah menerapkan kurikulum ini selama 3 semester. Dalam implementasinya, kurikulum


(16)

2013 menggunakan pendekatan saintifik (Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013). Pendekatan ini berpusat kepada siswa (student centered approach). Didalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik, peserta didik mengkonstruksi pengetahuan bagi dirinya. Bagi peserta didik, pengetahuan yang dimilikinya bersifat dinamis, berkembang dari sederhana menjadi kompleks, dari ruang lingkup dirinya dan disekitarnya menuju ruang lingkup yang lebih luas.

Pola pembelajaran pada kurikulum 2013 berpusat pada peserta didik, aktif, interaktif dan berkelompok (Permendikbud Nomor 69 Tahun 2013). Peserta didik aktif mencari dan menemukan solusi dari suatu masalah dalam kelompok mereka masing-masing dengan saling berkomunikasi satu sama lain. Peserta didik diberikan kebebasan mencari informasi dari berbagai sumber dan merepresentasikan apa yang mereka temukan serta saling bertukar pikiran dalam kelompok mereka masing-masing.

Untuk mengembangkan kemampuan matematik siswa, lingkungan belajar harus diatur sedemikian rupa sehingga siswa dapat terlibat secara aktif dalam banyak kegiatan matematika yang bermanfaat (Henningsen & Stein, 1997). Peran guru sangat berharga dalam merancang sebuah proses pembelajaran yang bisa membimbing siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya agar representasi yang dihasilkan sejalan dengan apa yang diharapkan oleh guru dan mampu memecahkan masalah yang diberikan dengan baik serta mampu mengkondisikan siswa agar aktif dalam belajar matematika.

Salah satu upaya untuk mengembangkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematik siswa adalah dengan memperbaiki proses pembelajaran. Proses pembelajaran dapat diperbaiki dengan menggunakan model-model pembelajaran yang direkomendasikan para ahli dan peneliti. Model pembelajaran yang dapat digunakan adalah pembelajaran berbasis masalah dan penemuan terbimbing. Kedua model pembelajaran ini juga menunjang kurikulum 2013 dengan pendekatan saintifik.

Pembelajaran berbasis masalah membantu siswa untuk menerapkan pemahaman suatu konsep, dengan terlebih dahulu diberikan masalah di awal pembelajaran untuk didiskusikan dan diselesaikan secara bersama-sama. Adapun masalah yang diberikan disesuaikan dengan jangkauan pemikiran dan kebutuhan


(17)

belajar siswa. Duch (dalam Widjajanti, 2011) menyatakan bahwa dalam Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM), masalah yang nyata dan kompleks diharapkan dapat memotivasi siswa untuk mengidentifikasi dan meneliti konsep dan prinsip yang mereka perlu ketahui untuk berkembang melalui masalah tersebut.

Yazdani (dalam Nur, 2011) mengungkapkan keuntungan dan kelemahan pembelajaran berbasis masalah. Keuntungan pembelajaran berbasis masalah adalah: (1) siswa terlibat dalam pembelajaran bermakna; (2) meningkatkan pengarahan diri; (3) pemahaman lebih tinggi dan keterampilan yang lebih baik; (4) meningkatkan keterampilan interpersonal dan kerjasama kelompok, serta (5) merangsang dan memotivasi siswa untuk belajar. Sementara, kelemahan dari pembelajaran berbasis masalah adalah pada jumlah waktu yang dibutuhkan untuk implementasi dan perumusan masalah-masalah yang sesuai.

Pembelajaran penemuan terbimbing juga memberikan kesempatan yang besar pada diri siswa untuk membangun pengetahuannya dalam menemukan solusi dari suatu masalah. Siswa menyusun konjektur sendiri atas apa yang ia temukan. Proses pembelajaran memungkinkan siswa menemukan untuk dirinya melalui suatu rangkaian pengalaman-pengalaman yang konkret. Bahkan yang dipelajari tidak disajikan dalam bentuk final, siswa diwajibkan melaksanakan beberapa aktivitas mental sebelum itu diterima kedalam struktur kognitifnya.

Markaban (2008) menjelaskan kelebihan dan kekurangan dari pembelajaran penemuan terbimbing. Kelebihan dari pembelajaran penemuan terbimbing adalah: (1) siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan; (2) menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry; (3) mendukung kemampuan problem solving siswa; (4) memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru; serta (5) materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukanya.

Kekurangan dari pembelajaran penemuan terbimbing adalah: (1) untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama; (2) tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Di lapangan, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah; serta (3) tidak semua topik cocok


(18)

disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan pembelajaran penemuan terbimbing.

Kedua pembelajaran ini secara prinsipnya sama, hanya sedikit berbeda dalam pelaksanaan atau langkah-langkah pembelajarannya. Karena kesamaan prinsip dan sedikit perbedaan tersebut, peneliti tertarik untuk melihat apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik dan pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.

Selain model pembelajaran, hal lain yang juga berkontribusi terhadap kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematik adalah Kemampuan Awal Matematik (KAM). KAM siswa akan berpengaruh terhadap ketercapaian tujuan pembelajaran dan keberhasilan siswa menguasai materi atau konsep-konsep matematika. Hal ini dikarenakan matematika adalah ilmu yang terstruktur dan sistematis dalam arti bagian-bagian matematika tersusun secara hirarkis dan terjalin dalam hubungan fungsional yang erat (Sumarmo, 2013). KAM siswa dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Pengkategorian ini digunakan untuk melihat pengaruh model pembelajaran yang diterapkan secara lebih terperinci untuk setiap kategori KAM.

Berdasarkan uraian tentang pentingnya kemampuan representasi dan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika, rendahnya kemampuan tersebut, perlunya pembelajaran agar siswa terlibat aktif dalam kurikulum 2013, kesamaan prinsip dan sedikit perbedaan langkah-langkah PBM dan penemuan terbimbing membuat penulis termotivasi untuk meneliti pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran penemuan terbimbing. Oleh karena itu, judul penelitian ini adalah “Perbandingan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematik Antara Siswa yang Mendapat Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Siswa yang Mendapat Pembelajaran Penemuan Terbimbing.”


(19)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik antara siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing ditinjau secara keseluruhan siswa?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik antara siswa KAM tinggi yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan siswa KAM tinggi yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing?

3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik antara siswa KAM sedang yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan siswa KAM sedang yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing?

4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik antara siswa KAM rendah yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan siswa KAM rendah yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing?

5. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik antar kategori KAM (tinggi, sedang dan rendah)?

6. Apakah terdapat perbedaan pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematik antara siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing ditinjau secara keseluruhan siswa?

7. Apakah terdapat perbedaan pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematik antara siswa KAM tinggi yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan siswa KAM tinggi yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing?

8. Apakah terdapat perbedaan pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematik antara siswa KAM sedang yang memperoleh pembelajaran


(20)

berbasis masalah dengan siswa KAM sedang yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing?

9. Apakah terdapat perbedaan pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematik antara siswa KAM rendah yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan siswa KAM rendah yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing?

10. Apakah terdapat perbedaan pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematik antar kategori KAM (tinggi, sedang dan rendah)?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menelaah:

1. Perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik antara siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing ditinjau secara keseluruhan siswa.

2. Perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik antara siswa KAM tinggi yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan siswa KAM tinggi yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing.

3. Perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik antara siswa KAM sedang yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan siswa KAM sedang yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing.

4. Perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik antara siswa KAM rendah yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan siswa KAM rendah yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing.

5. Perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik antar kategori KAM (tinggi, sedang dan rendah).

6. Perbedaan pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematik antara siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing ditinjau secara keseluruhan siswa.

7. Perbedaan pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematik antara siswa KAM tinggi yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan siswa KAM tinggi yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing.


(21)

8. Perbedaan pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematik antara siswa KAM sedang yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan siswa KAM sedang yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing. 9. Perbedaan pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematik antara

siswa KAM rendah yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan siswa KAM rendah yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing. 10. Perbedaan pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematik antar

kategori KAM (tinggi, sedang dan rendah).

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritik maupun praktik.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk mengembangkatan teori pembelajaran yang berkaitan dengan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematik dalam pembelajaran matematika melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dan penemuan terbimbing. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh peneliti selanjutnya sebagai bahan rujukan dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematik.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan bagi guru untuk meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematik siswa melalui pembelajaran berbasis masalah dan penemuan terbimbing. Selain itu, melalui penelitian ini diharapkan siswa tertarik dalam belajar matematika dan bisa mengembangkan kemampuan berfikir mereka.

E. Definisi Operasional

1. Kemampuan Representasi Matematik adalah ungkapan-ungkapan dari ide matematika yang ditampilkan siswa sebagai bentuk pengganti dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi dari masalah yang


(22)

sedang dihadapi sebagai hasil dari intrepetasi pikirannya. Suatu masalah dapat direpresentasikan melalui gambar, kata-kata (verbal) dan model/persamaan matematik. Indikator yang diukur: (1) menyajikan kembali data atau informasi dari suatu representasi ke representasi gambar; (2) menggunakan representasi gambar untuk menyelesaikan masalah; (3) membuat ekspresi/model matematika dari representasi lain yang diberikan; (4) menyelesaikan masalah dengan melibatkan ekspresi/model matematika tersebut; (5) menyusun cerita atau situasi masalah sesuai dengan representasi yang disajikan dan (6) menuliskan langkah-langkah penyelesaian masalah matematika dengan kata-kata.

2. Kemampuan pemecahan masalah matematik adalah kemampuan siswa untuk: (1) mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah; (2) membuat model matematika dari situasi atau masalah sehari-hari dan menyelesaikannya; (3) memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan suatu masalah; dan (4) menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban. 3. Pembelajaran Berbasis Masalah adalah pembelajaran yang berpusat pada

siswa dan memberdayakan siswa untuk melakukan penyelidikan, mengitegrasikan teori dan praktek, menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan suatu solusi yang tepat bagi masalah. Langkah-langkah/fase pembelajarannya yaitu: (1) Orientasikan siswa pada masalah; (2) Mengorganisasikan siswa untuk belajar; (3) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok; (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya; dan (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

4. Pembelajaran Penemuan Terbimbing adalah metode yang melibatkan suatu dialog/interaksi antara siswa dan guru di mana siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan atau langkah pengerjaan yang diatur oleh guru. Guru hanya memberi arahan sekedarnya saja seperti petunjuk pengisian LKS atau arahan untuk saling berdiskusi.

5. Kemampuan Awal Matematik (KAM) siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengkategorian kemampuan siswa ke dalam tiga kelompok yaitu


(23)

kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokan KAM siswa berdasarkan nilai ulangan siswa sebelumnya dan nilai UTS. Kriteria pengelompokan:

KAM tinggi : nilai �̅ + �

KAM sedang : �̅ − � < ����� < �̅ + � KAM rendah : nilai �̅ − �


(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Disain Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen. Disain penelitian ini menggunakan subjek penelitian yang dibagi dalam dua kelompok kelas eksperimen. Kelas eksperimen 1 (X1) diberikan pembelajaran berbasis masalah sedangkan kelas

eksperimen 2 (X2) diberikan pembelajaran penemuan terbimbing. Adapun disain

penelitian ini terdiri dari dua disain. Untuk melihat peningkatan kemampuan representasi matematik menggunakan pretest postest two treatment design (Cohen et al., 2007). Bentuk disainnya sebagai berikut:

O X1 O

O X2 O

Keterangan:

O = pretes/ postes kemampuan representasi matematik X1 = perlakuan dengan pembelajaran berbasis masalah

X2 = perlakuan dengan pembelajaran penemuan terbimbing

= pengelompokkan dilakukan secara acak kelas.

Pada disain ini, setiap kelompok masing-masing diberi tes awal/pretes dan setelah diberi perlakuan diukur dengan tes akhir/postes. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kemampuan representasi matematik siswa sebelum dan sesudah pembelajaran. Sementara itu, untuk melihat pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematik siswa, disain yang digunakan tanpa menggunakan tes awal/pretes dan hanya menggunakan tes akhir/postes.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI di SMA Negeri 1 Taluk Kuantan. Sampel penelitian dipilih secara purposive sampling, yaitu teknik


(25)

penentuan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2014). Kelas eksperimen 1 (X1) dan kelas eksperimen 2 (X2) dipilih dari kelas yang telah ada.

Penentuan kelas eksperimen 1 dan 2 didasarkan pada kesesuaian topik matematika yang akan diteliti dalam pelaksanaan penelitian. Kelas eksperimen 1 mendapat

treatment pembelajaran berbasis masalah dan kelas eksperimen 2 mendapat treatment

pembelajaran penemuan terbimbing. Kelas XI MIPA 1 terpilih sebagai kelas eksperimen 1 dan kelas XI MIPA 2 terpilih sebagai kelas eksperimen 2.

Masing-masing sampel dibagi berdasarkan kategori Kemampuan Awal Matematik (KAM) yaitu tinggi, sedang dan rendah. Data yang digunakan untuk mengkategorikan siswa adalah nilai ulangan harian dan UTS siswa sebelum mendapat treatment. Penentuan KAM didasarkan pada nilai rataan (̅) dan simpangan baku (s). Adapun kriteria penentuannya adalah sebagai berikut:

KAM tinggi : nilai ≥ ̅ + �

KAM sedang : ̅ − � < ����� < ̅ + � KAM rendah : nilai ̅ − �

Berdasarkan kriteria tersebut, dari 50 orang siswa kelas ekperimen diperoleh nilai rataan (̅) nya sebesar 81,07 dan simpangan baku (s) nya sebesar 5,86. Dengan demikian pengelompokan kategori KAM sebagai berikut:

KAM tinggi : nilai ≥ ,

KAM sedang : , < ����� < , KAM rendah : nilai ,

Hasil pengelompokan kategori KAM siswa tersaji pada Tabel 3.2 sebagai berikut: Tabel 3.1

Hasil Pengelompokan KAM Siswa

KAM Kelas Total

Eksperimen 1 (PBM) Eksperimen 2 (PPT)

Tinggi 5 6 11

Sedang 11 12 23

Rendah 9 7 16


(26)

C. Variabel Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik dan pencapaian pemecahan masalah matematik antara siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang mendapat pembelajaran penemuan terbimbing. Variabel lain yang juga diperhatikan adalah Kemampuan Awal Matematik (KAM) siswa.

Berdasarkah hal tersebut, penelitian ini terdiri dari variabel bebas, terikat, dan kontrol. Varibel bebasnya adalah model pembelajaran yang digunakan, terdiri dari pembelajaran berbasis masalah dan penemuan terbimbing. Variabel terikatnya adalah kemampuan yang diukur, terdiri dari kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematik. Variabel kontrolnya adalah kategori kemampuan awal matematik siswa. Kategori kemampuan awal diperoleh dari data hasil ulangan harian dan UTS siswa sebelum diadakan penelitian.

Keterkaitan antara variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol disajikan pada tabel Weiner berikut.

Tabel 3.2

Keterkaitan antara Variabel Bebas, Variabel Terikat, dan Variabel Kontrol

Kemampuan yang diukur Representasi Matematik

(RM)

Pemecahan Masalah Matematik (PM)

Pembelajaran PBM(A) PPT(B) PBM(A) PPT(B)

Kemampuan Awal Matematik

Rendah (R) RMAR RMBR PMAR PMBR

Sedang (S) RMAS RMBS PMAS PMBS

Tinggi (T) RMAT RMBT PMAT PMBT

Keseluruhan RM(A) RM(B) PM(A) PM(B)

Keterangan:

PBM(A) : Pembelajaran Berbasis Masalah pada kelas eksperimen 1. PPT(B) : Pembelajaran Penemuan Terbimbing pada kelas eksperimen 2.

RMAR : Kemampuan representasi matematik siswa yang mempunyai KAM rendah pada kelas yang memperoleh PBM.

RMAS : Kemampuan representasi matematik siswa yang mempunyai KAM sedang pada kelas yang memperoleh PBM.


(27)

RMAT : Kemampuan representasi matematik siswa yang mempunyai KAM tinggi pada kelas yang memperoleh PBM.

RMBR : Kemampuan representasi matematik siswa yang mempunyai KAM rendah pada kelas yang memperoleh PPT.

RMBS : Kemampuan representasi matematik siswa yang mempunyai KAM sedang pada kelas yang memperoleh PPT.

RMBT : Kemampuan representasi matematik siswa yang mempunyai KAM tinggi pada kelas yang memperoleh PPT.

PMAR :Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mempunyai KAM rendah pada kelas yang memperoleh PBM.

PMAS : Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mempunyai KAM sedang pada kelas yang memperoleh PBM.

PMAT : Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mempunyai KAM tinggi pada kelas yang memperoleh PBM.

PMBR : Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mempunyai KAM rendah pada kelas yang memperoleh PPT.

PMBS : Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mempunyai KAM sedang pada kelas yang memperoleh PPT.

PMBT : Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mempunyai KAM tinggi pada kelas yang memperoleh PPT.

RM(A) : Kemampuan representasi matematik siswa yang memperoleh PBM. RM(B) : Kemampuan representasi matematik siswa yang memperoleh PPT. PM(A) : Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh

PBM.

PM(B) : Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh PPT.


(28)

Instrumen-instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes dan non tes. Instrumen tes berupa soal-soal kemampuan reperesentasi matematik dan kemampuan pemecahan masalah matematik. Instrumen non tes berupa lembar observasi.

1. Tes Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematik

Tes kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematik siswa yang digunakan berbentuk uraian. Maksud dan tujuan penggunaan soal uraian adalah untuk melihat proses pengerjaan yang dilakukan siswa agar dapat diketahui sejauh mana siswa mampu melakukan representasi dan pemecahan masalah matematik.

Dalam penyusunan tes, diawali dengan penyusunan kisi-kisi yang mencakup kompetensi dasar, indikator, aspek yang diukur beserta skor penilaiannya dan nomor butir soal. Setelah membuat kisi-kisi soal, dilanjutkan dengan menyusun soal beserta kunci jawabannya dan aturan pemberian skor untuk masing-masing butir soal.

Adapun pemberian skor untuk soal-soal representasi matematik diadaptasi dari Cai, Lane, dan Jakabcsin (Hutagaol, 2007) dan Generic Mathematics Scoring Rubric (Librera, 2004). Pedoman penskoran dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3

Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Representasi Matematik

Indikator Skor Interpretasi

Menyajikan kembali data atau informasi dari suatu

representasi ke representasi gambar

0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya

memperlihatkan ketidakpahaman tentang konsep 1 Hanya sedikit dari gambar, yang benar

2 Melukiskan gambar namun kurang lengkap dan benar 3 Melukiskan, diagram secara lengkap dan benar Menggunakan representasi

visual untuk menyelesaikan masalah

0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya

memperlihatkan ketidakpahaman tentang konsep 1 Hanya sedikit jawaban yang benar

2 Jawaban kurang lengkap

3 Jawaban lengkap dan benar

Membuat persamaan atau model matematika dari

representasi lain yang diberikan

0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya

memperlihatkan ketidakpahaman tentang konsep 1 Model matematika tidak lengkap

2 Model matematika lengkap dan benar Penyelesaian masalah dengan

melibatkan ekspresi matematis

0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya

memperlihatkan ketidakpahaman tentang konsep 1 Jawaban tidak lengkap

2 Jawaban lengkap dan benar

Menyusun cerita atau situasi masalah sesuai dengan

0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya


(29)

representasi yang disajikan 1 Cerita tidak lengkap 2 Cerita lengkap dan benar Menuliskan langkah-langkah

penyelesaian masalah matematika dengan kata-kata

0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya

memperlihatkan ketidakpahaman tentang konsep 1 Langkah-langkah penyelesaian sedikit sekali 2 Langkah-langkah penyelesaian kurang lengkap 3 Langkah-langkah penyelesaian lengkap dan benar

Berdasarkan pedoman penskoran pada Tabel 3.3, disusunlah pedoman penskoran untuk setiap indikator soal kemampuan representais matematik. Adapun pedoman penskorannya sebagai berikut:

a. Indikator menyajikan kembali data atau informasi dari suatu representasi ke representasi gambar.

Soal 1a:

Pak Andi adalah seorang pedagang yang selalu bepergian jauh. Beliau tinggal dikota A. Suatu hari beliau ingin pergi berjualan ke kota B. Dari kota A ke kota B harus melalui kota C atau kota D. Ada 2 jalan yang bisa ditempuh dari kota A ke kota C dan ada 3 jalan dari kota C ke kota B. Sementara itu, ada 4 jalan dari kota A ke kota D dan ada 2 jalan dari kota D ke kota B. Dari kota C ke kota D tidak ada jalan begitu pula sebaliknya. Gambarlah situasi jalan yang menunjukkan hubungan antara kota A, B, C dan D.

Penskoran untuk soal tersebut adalah sebagai berikut: Skor 0 : Tidak ada gambar situasi jalan yang dibuat.

Skor 1 : Situasi jalan namun yang digambarkan hanya sedikit atau situasi jalan yang digambarkan salah.

Skor 2 : Melukiskan situasi jalan namun kurang lengkap dan benar atau terjadi sedikit kesalahan pada gambar.

Skor 3 : Situasi jalan yang digambar sudah benar dan lengkap.

Untuk skor 0 dan 3 sudah jelas. Sementara untuk skor 1 dan 2 akan diberikan permisalan jawaban yang mendapat skor tersebut. Permisalan jawaban yang mendapatkan skor 1 dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut:


(30)

A B C D

Gambar 3.1 Contoh Jawaban untuk Skor 1 Soal 1a

Pada gambar situasi jalan tersebut, terjadi perpotongan jalan antara kota A, B, C dan D. Padahal seharusnya tidak ada jalan dari kota C ke kota D. Jalan dari kota A menuju kota B yang seharusnya melalui C ataupun D tidak lagi diperlukan karena Pak Andi bisa langsung jalan dari kota A ke kota B. Sehingga situasi jalan yang dimaksud di soal tidak benar dan hanya sedikit yang benar yaitu jalan dari kota A ke D.

Permisalan jawaban yang mendapatkan skor 2 dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut:

A

C

D

B

Gambar 3.2 Contoh Jawaban Skor 2 untuk Soal 1a

Pada Gambar 3.2, situasi jalan yang digambarkan hampir benar, hanya saja sedikit terjadi kekurangan yaitu pada jalan dari kota A ke kota D yang seharusnya 4 jalan hanya digambar 3 jalan. Sehingga situasi jalan yang digambar kurang lengkap. b. Indikator menggunakan representasi gambar untuk menyelesaikan masalah. Soal 1b:


(31)

Berapa banyak cara yang bisa ditempuh pak Andi untuk berjualan dari kota A ke kota B melalui C ataupun D?

Penskoran untuk soal tersebut adalah sebagai berikut: Skor 0 : Tidak ada jawaban.

Skor 1 : Jawaban yang ditulis hanya sedikit sekali namun cara yang digunakan untuk menyelesaikan masalah mengarah pada jawaban yang benar atau hanya menuliskan hasil yang benar tanpa memberikan proses untuk mendapatkan hasil .

Skor 2 : Jawaban yang ditulis hampir benar namun terdapat sedikit kesalahan. Skor 3 : Jawaban yang ditulis lengkap dan benar.

Untuk skor 0 dan 3 sudah jelas. Sementara untuk skor 1 dan 2 akan diberikan permisalan jawaban yang mendapat skor tersebut. Permisalan jawaban yang mendapatkan skor 1 sebagai berikut:

Pada jawaban tersebut, hanya hasil dari gambar yang ditulis tanpa ada proses atau alasan yang menguatkan hasil tersebut. Sehingga tidak bisa dipastikan hasil tersebut apakah murni dari kemampuan siswa atau hanya sekedar tebakan.

Permisalan jawaban yang mendapatkan skor 2 sebagai berikut:

.

Pada jawaban tersebut, jalan yang menghubungkan kota A ke kota B melalui C dihitung hanya berdasarkan jumlah jalannya. Begitu juga dengan jalan dari kota A

Berdasarkan gambar, maka banyaknya cara yang bisa ditempuh Pak Andi ada 14 cara

Kota A ke kota C ada 2 jalan Kota C ke kota B ada 3 jalan Kota A ke kota D ada 4 jalan Kota D ke kota B ada 2 jalan

Sehingga banyak cara ditempuh Pak Andi untuk berjualan dari kota A ke kota B ada 6 + 5 = 11 cara

5


(32)

ke kota B yang melalui kota D. Padahal banyaknya cara yang bisa ditempuh pak Andi harusnya dihitung menggunakan aturan perkalian atau dengan cara mendaftar dari gambar jalan yang ada.

c. Indikator membuat persamaan atau model matematika dari representasi lain yang diberikan.

Soal 2a:

Pada suatu sekolah akan dipilih 5 orang delegasi untuk mengikuti olimpiade matematika tingkat nasional. 5 orang delegasi tersebut dipilih dari 6 pria dan 4 wanita. Dari 5 delegasi tersebut harus ada minimal 2 orang wanita. Buatlah model matematika yang tepat untuk setiap kemungkinan delegasi yang akan ikut serta dalam olimpiade tersebut!

Penskoran untuk soal tersebut adalah sebagai berikut:

Skor 0 : Tidak ada model matematika yang dibuat atau model matematika yang dibuat salah semua.

Skor 1 : Model matematika yang ditulis tidak seluruhnya benar Skor 2 : Model matematika yang ditulis lengkap dan benar.

Untuk skor 0 dan 2 sudah jelas. Sementara untuk skor 1 akan diberikan permisalan jawaban yang mendapat skor tersebut. Permisalan jawaban yang mendapatkan skor 1 sebagai berikut:

.

Pada jawaban tersebut, tidak semua kemungkinan dan model matematika yang ditulis. Ada kemungkinan lain yang belum ditulis yaitu 4 wanita dan 1 pria dengan model matematikanya .

Kemungkinan delegasi yang akan ikut serta adalah: 1) 2 wanita dan 3 Pria

2) 3 wanita dan 2 Pria Model matematikanya:

1)


(33)

d. Indikator menyelesaikan masalah dengan melibatkan persamaan atau model matematika.

Soal 2a:

Hitunglah berapa banyaknya cara memilih delegasi yang akan ikut serta dalam olimpiade tersebut?

Penskoran untuk soal tersebut adalah sebagai berikut:

Skor 0 : Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan ketidakpahaman tentang konsep.

Skor 1 : Jawaban yang ditulis tidak seluruhnya benar atau tidak lengkap Skor 2 : Jawaban yang ditulis lengkap dan benar.

Untuk skor 0 dan 2 sudah jelas. Sementara untuk skor 1 akan diberikan permisalan jawaban yang mendapat skor tersebut. Permisalan jawaban yang mendapatkan skor 1 sebagai berikut:

Pada jawaban tersebut tidak lengkap karena masih kurang kemungkinan yang akan ikut serta. Seharusnya ditambah lagi kombinasi dari kemungkinan 4 wanita dan 1 pria.

Soal 2c:

Jika 2 orang wanita sakit dan tidak ikut berpartisipasi dalam pemilihan delegasi yang akan ikut serta dalam olimpiade maka berapakah banyaknya cara memilih delegasi yang akan ikut serta dalam olimpiade tersebut?

Penskoran untuk soal tersebut adalah sebagai berikut:

Skor 0 : Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan ketidakpahaman tentang konsep.

Skor 1 : Jawaban yang ditulis tidak seluruhnya benar atau tidak lengkap Skor 2 : Jawaban yang ditulis lengkap dan benar.

Banyak cara memilih delegasi yang akan ikut serta dalam olimpiade tersebut adalah:


(34)

Untuk skor 0 dan 2 sudah jelas. Sementara untuk skor 1 akan diberikan permisalan jawaban yang mendapat skor tersebut. Permisalan jawaban yang mendapatkan skor 1 sebagai berikut:

Pada jawaban tersebut tidak benar untuk kombinasi pemilihan wanita yang ikut serta. Seharusnya kombinasinya 2 wanita dari 2 yang ada karena 2 orang wanita lagi sakit dan tidak ikut dalam pemilihan sehingga kombinasinya .

e. Indikator menyusun cerita atau situasi masalah sesuai dengan representasi yang disajikan.

Soal 3:

Diberikan sebuah rumusan aturan perkalian berikut ini:

1 4 3 2 1

Susunlah sebuah cerita yang sesuai dengan rumusan aturan perkalian yang diberikan! Penskoran untuk soal tersebut adalah sebagai berikut:

Skor 0 : Tidak ada cerita yang ditulis, kalaupun ada sama sekali tidak berhubungan dengan rumusan aturan perkalian yang diberikan.

Skor 1 : Cerita yang ditulis tidak lengkap atau ada sedikit kesalahan Skor 2 : Ceritayang ditulis lengkap dan benar

Untuk skor 0 dan 2 sudah jelas. Sementara untuk skor 1 akan diberikan permisalan jawaban yang mendapat skor tersebut. Permisalan jawaban yang mendapatkan skor 1 sebagai berikut:

Banyak cara memilih delegasi yang akan ikut serta dalam olimpiade tersebut adalah:

= 20 6 = 120

Dedi ingin pergi dari kota A ke kota B dan harus melewati kota C dan D secara berturut turut. Dari kota A ke C ada 4


(35)

Pada cerita tersebut ada kekurangan dan belum lengkap. Kota yang harusnyanya dilewati ada 4 kota agar semua kemungkinan jalannya terpenuhi yaitu, 1, 4, 3, 2 dan 1.

f. Indikator menuliskan langkah-langkah penyelesaian masalah matematika dengan kata-kata.

Soal 1b:

Dalam menyambut hari pendidikan nasional, akan diadakan lomba Cerdas Cermat matematika di sekolah. Panitia penyelenggara dipilih dari siswa di sekolah tersebut. Panitia yang dipilih terdiri dari Ketua, wakil ketua dan sekretaris. Posisi tersebut dipilih dari 3 orang siswa kelas X, 5 siswa kelas XI dan 4 siswa kelas XII. Posisi Ketua hanya bisa ditempati oleh siswa yang asal kelasnya lebih tinggi dari kelas asal siswa yang berada pada posisi wakil ketua dan sekretaris. Jelaskan langkah-langkah untuk menentukan berapa banyak susunan kepanitiaan yang dapat dibentuk!

Penskoran untuk soal tersebut adalah sebagai berikut:

Skor 0 : Tidak ada langkah-langkah penyelesaian yang ditulis atau Langkah-langkah penyelesaian yang ditulis untuk menentukan berapa banyak susunan kepanitiaan yang dapat dibentuk sama sekali tidak benar

Skor 1 : Langkah-langkah penyelesaian yang diulis untuk menentukan berapa banyak susunan kepanitiaan yang dapat dibentuk sedikit sekali namun berhubungan dengan yang dimaksudkan dalam soal.

Skor 2 : Langkah-langkah penyelesaian yang ditulis untuk menentukan berapa banyak susunan kepanitiaan yang dapat dibentuk kurang lengkap atau terjadi sedikit kesalahan..

Skor 3 : Langkah-langkah penyelesaian yang ditulis untuk menentukan berapa banyak susunan kepanitiaan yang dapat dibentuk lengkap dan benar.


(36)

Untuk skor 0 dan 3 sudah jelas. Sementara untuk skor 1 dan 2 akan diberikan permisalan jawaban yang mendapat skor tersebut. Permisalan jawaban yang mendapatkan skor 1 sebagai berikut:

Pada jawaban tersebut, langkah-langkah yang ditulis sedikit sekali. Kemungkinannya pun tidak sepenuhnya benar. Seharusnya ada kemungkinan lain yaitu kelas XI bisa menjadi ketua dengan syarat wakil dan sekretaris harus dari kelas X.

Permisalan jawaban yang mendapatkan skor 2 sebagai berikut: Yang akan dipilih yaitu Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris. Kemungkinan ketua ada 4.

Kemungkinan Sekretaris dan wakil ada 8.

Sehingga banyak susunan kepanitiaan yang dapat dibentuk 4 8 24

Langkah-langkah menentukan banyaknya susunan kepanitiaan yang dapat dibentuk yaitu:

1) Buat terlebih dahulu kemungkinan kepanitian yang dapat dibentuk. Kemungkinan susunan kepanitiaan yang dapat dibentuk adalah:

a. Ketua dipilih dari Siswa kelas XII

Maka Wakil Ketua dan Sekretaris harus dipilih dari Siswa kelas XI atau X.

b. Ketua dipilih dari siswa kelas XI maka Wakil Ketua dan Sekretaris harus dipilih dari siswa kelas X.

2) Setelah itu, gunakan aturan perkalian ataupun permutasi untuk menentukan banyaknya susunan kepanitiaan yang dapat dibentuk untuk masing-masing kemungkinan.

Kemungkinan a :

4 8 7 = 224 susunan

Kemungkinan b:

5 3 2 = 30 susunan


(37)

Pada langkah-langkah tersebut, hanya terjadi sedikit kesalahan pada proses akhirnya. Seharusnya banyak susunan untuk kemungkinan a dan b dijumlahkan bukan dikalikan.

Adapun pemberian skor untuk soal-soal pemecahan masalah matematik diadaptasi dari Generic Mathematics Scoring Rubric (Librera, 2004) dan Sulastri (2012). Pedoman penskoran dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut ini:

Tabel 3.4

Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

Indikator

Kemampuan Skor Interpretasi

Mengidentifikasi kecukupan

data untuk pemecahan masalah 0

Tidak ada jawaban atau ada jawaban tetapi sama sekali tidak menunjukkan kepahaman

1 Hanya Mengetahui adanya/tidak adanya

kecukupan data

2 Mengetahui kecukupan data tapi salah

memahami data.

3 Mengetahui dan memahami data

Membuat model matematika dari situasi atau masalah sehari-hari dan menyelesaikannya

0

Tidak ada jawaban atau ada jawaban tetapi sama sekali tidak menunjukkan kepahaman

1

Model matematika yang dibuat ada namun tidak benar dan jawaban tidak ada/sedikit sekali

2 Model matematika yang dibuat sudah

benar namun jawaban sedikit sekali

3 Model matematika yang dibuat sudah

benar namun jawaban kurang lengkap

4 Model matematika dan jawaban sudah

benar dan lengkap Memilih dan menerapkan

strategi untuk menyelesaikan

0 Tidak ada jawaban atau ada jawaban


(38)

suatu masalah kepahaman

1 Strategi mengarah pada jawaban yang

benar namun hanya sedikit yang ditulis

2 strategi yang ditulis mengarah pada

jawaban yang benar tetapi belum lengkap

3 Jawaban sudah benar dan lengkap

Menjelaskan atau

menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal serta

memeriksa kebenaran hasil atau jawaban

0

Tidak ada jawaban atau ada jawaban tetapi sama sekali tidak menunjukkan kepahaman

1 Penjelasan salah tapi maksudnya

mengarah pada strategi yang benar

2 Penjelasan kurang lengkap

3 Penjelasan lengkap dan benar

Berdasarkan pedoman penskoran pada Tabel 3.4, disusunlah pedoman penskoran untuk setiap indikator soal kemampuan pemecahan masalah matematik. Adapun pedoman penskorannya sebagai berikut:

a. Indikator mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah. Soal 5a:

Hady melakukan percobaan mengambil 4 permen sekaligus secara acak dari dalam sebuah kantong. Permen yang ada didalam kantong ada dua jenis yaitu permen A dan B. Percobaan dilakukan sebanyak 100 kali. Permen yang sudah diambil dikembalikan lagi kedalam kantong. Apakah data yang diberikan sudah cukup untuk menentukan frekuensi harapan terambil sekurang-kurangnya 2 permen A? Berikan alasanmu! Penskoran untuk soal tersebut adalah sebagai berikut:

Skor 0 : Tidak ada jawaban atau ada jawaban tetapi sama sekali tidak menunjukkan kepahaman.

Skor 1 : Hanya Mengetahui adanya/tidak adanya kecukupan data.

Skor 2 : Mengetahui kecukupan data tapi salah memahami data yang dimaksudkan.

Skor 3 : Mengetahui dan memahami data yang dimaksudkan.

Untuk skor 0 dan 3 sudah jelas. Sementara untuk skor 1 dan 2 akan diberikan permisalan jawaban yang mendapat skor tersebut. Permisalan jawaban yang mendapatkan skor 1 sebagai berikut :


(39)

Riwa Giyantra, 2015

Perbandingan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematik Antara Siswa yang Pada jawaban tersebut hanya mengetahui tidak cukupnya data. Tidak dijelaskan alasan kenapa data yang diberikan belum cukup. Untuk jawaban yang seperti ini diberikan skor 1.

Permisalan jawaban yang mendapatkan skor 2 sebagai berikut:

Pada jawaban tersebut, mengetahui tidak cukupnya data namun alasan yang diberikan salah. Untuk jawaban seperti ini diberi skor 2.

b. Indikator membuat model matematika dari situasi atau masalah sehari-hari dan menyelesaikannya.

Soal 5b:

Buatlah model matematika dari kemungkinan yang terambil dan tentukan frekuensi harapan terambil sekurang-kurangnya 2 permen A!

Penskoran untuk soal tersebut adalah sebagai berikut:

Skor 0 : Tidak ada jawaban atau ada jawaban tetapi sama sekali tidak menunjukkan kepahaman.

Skor 1 : Model matematika yang dibuat ada namun tidak benar dan jawaban tidak ada/sedikit sekali.

Skor 2 : Model matematika yang dibuat sudah benar namun jawaban tidak ada/sedikit sekali.

Skor 3 : Model matematika yang dibuat sudah benar namun jawaban kurang lengkap.

Skor 4 : Model matematika dan jawaban sudah benar dan lengkap

Untuk skor 0 dan 4 sudah jelas. Sementara untuk skor 1, 2 dan 3 akan diberikan permisalan jawaban yang mendapat skor tersebut. Permisalan jawaban yang mendapatkan skor 1 sebagai berikut :

Data yang diberikan belum cukup karena harus ada banyaknya permen A dan B yang diambil.

Kemungkinan dan model matematikanya yaitu: 2 permen A dan 2 permen B =


(40)

Pada jawaban tersebut, kemungkinan nya benar namun model matematikanya salah dan jawaban untuk menentukan frekuensi harapan tidak ada. Seharusnya ditentukan dulu jumlah permen A dan B didalam kantong. Setelah diketahui jumlah permen nya, model matematika bisa dibuat dan frekuensi harapan bisa dicari. Untuk jawaban seperti ini diberi skor 1.

Permisalan jawaban yang mendapatkan skor 2 sebagai berikut:

Misalkan jumlah permen A = 5 dan permen B = 4. Kemungkinan dan model matematikanya yaitu: 2 permen A dan 2 permen B =

3 permen A dan 1 permen B = 4 permen A=


(41)

Pada jawaban tersebut, kemungkinan dan model matematikanya sudah benar namun untuk penyelesaian jawaban nya sangat sedikit. Ruang sampel yang ditulis juga salah. Untuk jawaban seperti ini diberi skor 2.

Permisalan jawaban yang mendapatkan skor 3 sebagai berikut:

Pada jawaban tersebut, kemungkinan dan model matematikanya sudah benar. Ruang sampel dan langkah-langkah nya juga sudah benar. Namun, tidak sampai pada jawaban akhir yang diminta. Untuk jawaban seperti ini diberi skor 3.

c. Indikator memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah. Soal 6:

Dari dua buah kantong yang berisi nomor undian akan diambil masing-masing 1 nomor undian sekaligus. Kantong I dan II masing-masing berisi nomor undian dari nomor 0-9. Tentukan peluang terambilnya jumlah kedua nomor adalah 17!

Penskoran untuk soal tersebut adalah sebagai berikut:

Skor 0 : Tidak ada jawaban atau ada jawaban tetapi sama sekali tidak menunjukkan kepahaman.

Skor 1 : Strategi mengarah pada jawaban yang benar namun hanya sedikit yang ditulis atau strategi yang ditulis hanya sedikit yang benar.

Misalkan jumlah permen A = 5 dan permen B = 4. Kemungkinan dan model matematikanya yaitu: 2 permen A dan 2 permen B =

3 permen A dan 1 permen B = 4 permen A=

Ruang sampelnya yaitu:


(42)

Skor 2 : Strategi yang ditulis mengarah pada jawaban yang benar tetapi belum lengkap.

Skor 3 : Jawaban sudah benar dan lengkap.

Untuk skor 0 dan 3 sudah jelas. Sementara untuk skor 1 dan 2 akan diberikan permisalan jawaban yang mendapat skor tersebut. Permisalan jawaban yang mendapatkan skor 1 sebagai berikut :

Pada jawaban tersebut, strategi nya hanya sedikit yang benar yaitu dalam menentukan kemungkinan nomor yang terambil. Sementara strategi dalam mencari peluang terambilnya jumlah kedua nomor adalah 17 salah. Untuk jawaban seperti ini diberikan skor 1.

Permisalan jawaban yang mendapatkan skor 2 sebagai berikut: � + +

Kemungkinan yang terambil: (8,9) dan (9,8)

Peluangnya adalah:

P(A) =

Kemungkinan yang terambil: (8,9) dan (9,8)

1) Nomor 9 kantong I dan 8 kantong II 2) Nomor 8 kantong I dan 9 kantong II

Peluang terambilnya nomor 9 di kantong I dan 8 dikantong II adalah:

P (9 dan 8) =

Peluang terambilnya nomor 8 dikantong I dan 9 dikantong II adalah:

P (8 dan 9) =


(43)

Pada jawaban tersebut, strategi yang digunakan sudah benar namun terjadi sedikit kesalahan pada jawaban akhirnya. Peluang untuk kemungkinan 1 dan 2 seharusnya dijumlahkan bukan dikalikan. Untuk jawaban seperti ini mendapatkan skor 2.

d. Indikator menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban.

Soal 7:

Pak Ilham adalah seorang penjaga sekolah. Ia memegang 15 kunci ruangan. Suatu hari pak Ilham sakit dan digantikan oleh putranya Fery. Fery disuruh Kepala Sekolah untuk membuka sebuah pintu. Dari 15 kunci yang ada, hanya ada 1 kunci yang bisa membuka pintu tersebut. Kunci dicoba satu persatu untuk membuka pintu. Kunci yang sudah dicoba dipisahkan dari kunci yang ada. Diharapkan pintu itu terbuka pada percobaan ke-6. Peluang pintu tersebut terbuka pada percobaan ke-6 adalah

. Selidiki dan jelaskan kebenaran peluang tersebut!

Penskoran untuk soal tersebut adalah sebagai berikut:

Skor 0 : Tidak ada jawaban atau ada jawaban tetapi sama sekali tidak menunjukkan kepahaman.

Skor 1 : Penjelasan salah tapi maksudnya mengarah pada strategi yang benar. Skor 2 : Penjelasan kurang lengkap dan ada sedikit kekeliruan.

Skor 3 : Penjelasan lengkap dan benar.

Untuk skor 0 dan 3 sudah jelas. Sementara untuk skor 1 dan 2 akan diberikan permisalan jawaban yang mendapat skor tersebut. Permisalan jawaban yang mendapatkan skor 1 sebagai berikut :

Peluang percobaan ke-1 sampai ke-6 berturut-turut adalah , , , , ,


(44)

Pada jawaban tersebut, percobaan ke-1 sampai ke-5 benar, hanya saja pada percobaan ke-6 terjadi kesalahan. Percobaan ke-6 seharusnya yang ditulis peluang sukses bukan peluang gagal. Meskipun begitu, strategi yang digunakan mengarah pada jawaban yang benar meskipun sedikit. Untuk jawaban seperti ini mendapatkan skor 1.

Permisalan jawaban yang mendapatkan skor 2 sebagai berikut:

Pada jawaban tersebut, penjelasannya lengkap namun terjadi sedikit kekliruan yaitu pada Peluang (Gagal dan Sukses). Seharusnya P (Gagal) X P (Sukses | Gagal) bukan ditambahkan. Untuk jawaban seperti ini mendapatkan skor 2.

Untuk mengetahui kelayakan sebuah intrumen, maka perlu dilakukan beberapa langkah pengujian agar diperoleh instrumen tes yang bisa mewakili tujuan dari penelitian. Instrumen harus memenuhi syarat validitas dan reliabilitas (Creswell, 2010; Ary, dkk., 2011; Sugiyono, 2014). Adapun pengujian yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

Peluang gagal pada percobaan ke-1 sampai ke-5 berturut-turut adalah , , , ,

Jadi, P (gagal) adalah

Peluang sukses terpilihnya kunci yang benar pada percobaan ke-6 adalah

P (Sukses | Gagal) = Jadi:

Peluangnya adalah +

Dari hasil pencarian, ternyata peluang pintu itu terbuka pada percobaan ke-6 adalah bukan .


(45)

a. Uji Validitas Tes

Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut secara tepat dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Arikunto, 2012). Dalam penelitian ini digunakan dua uji validitas yaitu validitas logis (logical validity) atau sering juga disebut validitas teoritis dan validitas empiris (empirical validity) dengan penjelasan sebagai berikut: 1) Validitas logis (logical validity) atau validitas teoritis

Validitas dapat diketahui dari hasil pemikiran dan hasil pengamatan. Pada instrumen tes kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematik dilakukan pengujian validitas logis (logical validity) untuk melihat kesesuaian antara soal tes dengan materi dan kesesuaian antara soal tes dengan indikator kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematik. Pengujian validitas logis menggunakan pendapat para ahli yakni dosen dan rekan mahasiswa pasca sarjana.

Pertimbangan terhadap soal tes kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematik berkenaan dengan validitas isi (content validity) dan validitas muka (face validity). Validitas isi dapat diuji dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang diajarkan, indikator pencapaian hasil belajar, aspek kemampuan serta tingkat kesukaran item tes. Sedangkan validitas muka yang disebut juga validitas tampilan adalah keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya dan tidak menimbulkan tafsiran lain (Suherman, 2003).

2) Validitas empiris (empirical validity)

Validitas empiris adalah validitas yang ditinjau dari kriteria tertentu.Kriteria ini digunakan untuk menentukan tinggi rendahnya koefisien validitas instrumen. Perhitungan validitas empiris ini menggunakan korelasi product-moment. Kriterianya dapat dilihat pada Tabel 3.5 berikut ini:

Tabel 3.5

Kriteria Koefisien Korelasi Validitas


(46)

0,80 rxy 1.00 derajat validitasnya sangat tinggi 0,60 rxy < 0.80 derajat validitasnya tinggi 0,40 rxy < 0.60 derajat validitasnya cukup 0,20 rxy < 0.40 derajat validitasnya rendah

rxy< 0.20 derajat validitasnya sangat rendah Sumber: Suherman, 2003.

Pengujian validitas tes dalam penelitian ini menggunakan software SPSS 16.

Soal dikatakan valid apabila nilai r hitung ≥ r tabel. Untuk jumlah siswa (N) = 34, r tabel yang digunakan pada taraf signifikansi 0,05 adalah 0,339.

Kriteria pengujian:

Jika Pearson correlation r tabel (0,339) maka butir soal valid. Jika Pearson correlation < r tabel (0,339) maka butir soal tidak valid.

Berdasarkan hasil perhitungan yang tercantum pada lampiran C, nilai rxy

semua soal ≥ r tabel (0,339). Adapaun hasil uji validitas instrumen kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematik disajikan pada Tabel 3.6 dan Tabel 3.7 sebagai berikut:

Tabel 3.6

Data Hasil Uji Validitas Tes Kemampuan Representasi Matematik

Nomor Soal Nilai rxy Interpretasi

1a 0,407 Validitas sedang (cukup)

1b 0,416 Validitas sedang (cukup)

2a 0,716 Validitas tinggi (baik)

2b 0,831 Validitas tinggi (baik)

2c 0,702 Validitas tinggi (baik)

3 0,423 Validitas sedang (cukup)

4 0,432 Validitas sedang (cukup)

Tabel 3.7

Data Hasil Uji Validitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

Nomor Soal Nilai rxy Interpretasi

5a 0,645 Validitas sedang (cukup)

5b 0,446 Validitas sedang (cukup)

6 0,883 Validitas tinggi (baik)


(47)

Dari Tabel 3.6 dan 3.7 diatas, dapat disimpulkan bahwa hasil uji coba instrumen tes kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematik sudah memenuhi kriteria minimum kevalidan. Sehingga instrumen yang digunakan sudah valid dan bisa digunakan untuk instrumen penelitian.

b. Uji Reliabilitas Tes

Reliabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsistensi) suatu tes, yaitu sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg/konsisten (tetap sama). Untuk koefisien reliabilitas yang menyatakan derajat keterandalan instrumen dapat digunakan tolok ukur yang dibuat oleh J.P. Guilford (Suherman, 2003: 139) seperti pada Tabel 3.8 berikut:

Tabel 3.8

Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas

Koefisien Korelasi Interpretasi

0,90 r11≤ 1,00 Reliabilitas sangat tinggi 0,70 r11< 0,90 Reliabilitas tinggi 0,40 r11< 0,70 Reliabilitas sedang 0,20 r11< 0,40 Reliabilitas rendah

1 1

r < 0,20 Reliabilitas sangat rendah

Sumber: Guilford dalam Suherman, 2003

Perhitungan reliabilitas tes kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematik menggunakan software SPSS 16 for Windows dengan menggunakan rumus Cronbach-Alpha. Instrumen dikatakan reliabel apabila nilai r hitung ≥ r tabel. Untuk jumlah siswa (N) = 34, r tabel yang digunakan pada taraf signifikansi 0,05 adalah 0,339. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada lampiran C. Adapun rangkuman hasil uji reliabilitas instrumen dapat dilihat pada Tabel 3.9 berikut:

Tabel 3.9

Hasil Uji Reliabilitas Tes Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematik

Jenis Tes Koefisien

Reliabilitas Interpretasi

Kemampuan Representasi Matematik 0,588 Sedang


(48)

Berdasarkan Tabel 3.9, dapat diketahui bahwa koefisien reliabilitas tes kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematik lebih besar dari r tabel (0,339) sehingga instrumen sudah memenuhi kriteria minimun tingkat reliabilitas tes dengan tingkat reliabilitasnya berada pada kategori sedang. Dari data hasil uji coba validitas dan reliabilitas yang sudah dipaparkan pada Tabel 3.6, 3.7 dan 3.9, dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut sudah bisa dipergunakan untuk kepentingan penelitian.

2. Lembar Observasi

Lembar observasi dimaksudkan untuk melihat atau mengamati aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Guru dijadikan sebagai pengamat atau observer selama proses pembelajaran berlangsung untuk setiap kali pertemuan. Tugas observer adalah mengamati setiap aktivitas guru dan siswa yang tercantum dalam lembar observasi. Observer memberi tanda checklist ( √ ) untuk setiap keterlaksanaan aktivitas yang dilakukan guru pada lembar observasi aktivitas guru dan memberi skor dengan kriteria yang ada pada lembar observasi aktivitas siswa sesuai hasil pengamatan observer.

Tujuan utama dari lembar observasi adalah sebagai bahan refleksi bagi peneliti untuk memperbaiki proses pembelajaran untuk pertemuan berikutnya. Oleh karena itu, peneliti akan menjelaskan terlebih dahulu kepada observer tentang tugas yang harus dilakukan pada setiap pengamatan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini diperoleh atau dikumpulkan melalui data tes dan non tes. Data tes kemampuan representasi matematik dikumpulkan melalui pretes dan postes. Data tes kemampuan pemecahan masalah matematik dikumpulkan melalui postes saja tanpa pretes. Hal ini dikarenakan agar tes pemecahan masalah yang diberikan betul-betul murni soal yang baru ditemui oleh siswa. Data mengenai aktivitas siswa dan guru dikumpulkan melalui lembar observasi. Data mengenai


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Ajai, J. T., Imoko, B., & O’kwu, E.I. (2013). Comparison of the learning effectiveness of Problem-Based Learning (PBL) and conventional method of

teaching algebra. Journal of Education and Practice, 4 (1), hlm. 131-135.

Ali, Riasat.,et al. (2010). Effect of using problem solving method in teaching mathematics on the achievement of mathematics students. Jurnal in Asian Social Science, 6 (2), hlm. 67-72.

Arikunto, S. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Ary, D., Jacobs, L.C., & Razavieh, A. (2011). Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bani, A. (2011). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Penemuan Terbimbing. . (Tesis Program Magister Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Bicknell-Holmes, T., and Hoffman, P. (2000). Engage, elicit, experience, explore: applying discovery learning to library instruction. Library Conference Presentations and Speeches. Paper 29.

BSNP. (2006). Panduan Penyusunan Kurukulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas.

Cai, J., Jakabscin, M.S., & Lane, S. (1996). Assesing Students’ Mathematical Communication. School Science and Mathematics, 96 (5), hlm. 238-246. Carson, J. (2007). A Problem with Problem Solving: Teaching Thinking Without

Teaching Knowledge. The Mathematics Educator, 17 (2), hlm. 7-14.

Cohen, L., Manion, L., & Morrison, K. (2007). Research Methods in Educatin Sixth Edition. Oxon: Routledge.

Creswell, J.W. (2010). Research Design. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Effendi, L. A. (2012). Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. (Tesis Program Magister Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.


(2)

Fonna, M. (2011). Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Cooperative Integrated Reading and Composition Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa. (Tesis Program Magister Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Goldin, G. A. (2002). Representation in Mathematical Learning and Problem

Solving. In L.D English (Ed). International Research in Mathematical Education IRME, 197-218. New Jersey: Lawrence Erbaum Associates.

Hake, R. R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia di: www. physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf. Diakses: 5 Januari 2015.

Hakim, A. Y. R. (2011). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Penalaran Matematis Siswa Madrasah Tsanawiyah Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. . (Tesis Program Magister Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Hanifah. (2015). Penerapan Pembelajaran Model Eliciting Activities (MEA) dengan Pendekatan Saintifik untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa. (Tesis Program Magister Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Harries, T. & Barmby, P. (2006). Representing Multiplication. Proceeding of the British Society for Research into Learning Mathematics, 26 (3), hlm. 25 – 30. Henningsen, M & Stein, M. K. (1997). Mathematical task and student cognition:

classroom-based factors that support and inhibit high-level mathematical thinking and reasoning. Journal for Research in Mathematics Education. 28 (5), hlm. 524-549.

Hmelo, C. E & Silver. (2004). Problem-based learning: what and how do students learn?. Educational Psychologgy Review, 16 (3), hlm. 235-266.

Hutagaol, K. (2007). Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. (Tesis Program Magister Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Hulu, P. (2009). Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Sekolah

Menengah Pertama Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah. (Tesis Program Magister Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Hwang, W.-Y., Chen, N.-S., Dung, J.-J., & Yang, Y.-L. (2007). Multiple representation skills and creativity effects on mathematical problem solving


(3)

using a multimedia whiteboard system. Educational Technology & Society, 10 (2), hlm. 191-212.

Ibrahim, M. (2012). Pembelajaran Berdasarkan Masalah Edisi Kedua. Surabaya: UNESA University Press.

Kalathil, R.R., & Sherin, M.G. (2000). Role of Students' Representations in the Mathematics Classroom. In B. Fishman & S. O'Connor-Divelbiss (Eds.), Fourth International Conference of the Learning Sciences (pp. 27-28). Mahwah, NJ: Erlbaum.

Karlimah. (2010). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah serta Disposisi Matematis Mahasiswa PGSD Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. (Disertasi Program Doktor Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Kartini. (2009). Peranan Representasi Dalam Pembelajaran Matematika. Makalah pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di FMIPA UNY.

Kartini, T. (2011). Mengembangkan Kemampuan Representasi Matematis dan Self Efficacy Siswa SMP Melalui Reciprocal Teaching Model. (Tesis Program Magister Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Krulik, S., & Rudnick, J.A. (1988). Problem Solving: A Handbook for Elementary

School Teachers. Massachusetts: Allyn and Bacon.

Kurniawan, R. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual pada Siswa Sekolah Menengah Kejuruan. (Tesis Program Magister Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Librera, L. W. (2004). Mathematics: A Rubric Scoring Handbook. New Jersey: New Jersey Department of Education.

Markaban. (2008). Model Penemuan Terbimbing pada Pembelajaran Matematika SMK. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.

Matlin, M. W. (2003). Cognition. (Fifth.Ed). New York: Jhon Wiley & Son.Inc. Meltzer, D. E. (2002). The relationship between mathematics preparation and

conceptual learning gains in physics: A possible ‘‘hidden variable’’ in diagnostic pretest scores. [Online]. Tersedia di: people.physics. tamu.edu/toback/TeachingArticle/Meltzer_AJP.pdf. Diakses: 5 Januari 2015.


(4)

Mudzakir, H. S. (2006). Strategi Pembelajaran TTW Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa Sekolah Menengah Pertama. (Tesis Program Magister Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Neria, D. & Amit, M. (2004). Students Preference of Non-Algebraic Representations in Mathematical Communication. Proceedings of the 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematical Education, 2004. Vol. 3 pp 409 – 416.

NCTM. (2000). Principles & Standards for School Mathematics. Reston,VA: NCTM. Novita, R., Zulkardi., & Hartono, Y. (2012). Exploring Primary Student’s Problem

-Solving Ability by Doing Tasks Like PISA’s Question. IndoMS Journal Mathematic Education (J.M.E). 3, (2) July 2012 hlm. 133-150.

Nur, M. (2011). Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Pusat Sains dan Matematika Sekolah UNESA.

Pape, S., & Tchoshanov, M. (2001). The role of representation(s) in developing mathematical understanding. Theory into Practice, 40 (2), hlm. 118-127.

Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses.

Permendikbud Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kurikulum SMA-MA.

Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013. Pierce, J.W., & Jones, B.F. (1988). Problem based learning: Learning and teaching in

the contex problems. In ERIC Clearinghouse on Adult, Carrer, and Vocational Education. Contextual Teaching and Learning: Preparing Teachers to Enhance Student Success in and Beyond School. New York: American Association of Colleges on Teacher Education.

Polya, G. (1973). How To Solve It. New Jersey: Princeton University Press.

Reswita. (2015). Perbandingan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Antara Siswa yang Belajar Melalui Model Problem Based Learning dan Siswa yang Belajar Melalui Model Discovery Learning. (Tesis Program Magister Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

Roshendi, U. (2011). Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA Melalui Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing. (Tesis Program Magister Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.


(5)

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Savery, J.R. (2006). Overview of problem-based learning: definitions and distinctions. Interdisciplinary Journal of Problem-Based Learning, 1(1), hlm. 9-20.

Schnotz, W., & Lowe, R. (2003). External and internal representation in multimedia learning. Elsevier Science Ltd, Learning and instruction, hlm. 117-123.

Schoenfeld, A.H. (1992). Learning to think mathematically: problem solving, metacognition, and sense making in mathematics. In D.A Grouws (Eds). Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning. New York: Macmilian Library Reference.

Shadiq, F. (2004). Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PPPG Matematika.

Sthephani, A. (2015). Perbandingan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Antara Siswa yang Belajar dengan Problem Based Learning dan Discovery Learning. (Tesis Program Magister Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA.

Suherman, E., dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.

Sulastri. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. (Tesis Program Magister Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Sumarmo, U. (2013). Kumpulan Makalah Berpikir dan Disposisi Matematik Serta Pembelajarannya. Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.

Supriatna, T. (2011). Pengembangan Desain Didaktis Bahan Ajar Pemecahan Masalah Matematis pada Luas Daerah Segitiga Pada Sekolah Menengah Pertama. (Tesis Program Magister Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.


(6)

Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. (Disertasi Program Doktoral Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Szetela, W., & Nicol, S. (1992). Evaluating Problem Solving in Mathematic. Inggris: Cambridge University Press.

Tasdikin. (2012). Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. (Tesis Program Magister Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Triantafyllou, E & Timcenko, O. (2013). Applying Constructionism and Problem Based Learning for Developing Dynamic Educational Material for Mathematics At Undergraduate University Level . The 4th International Research Symposium on Problem-Based Learning (IRSPBL) 2013. Denmark: Dept. of Media Technology, Aalborg University Copenhagen, A.C. Meyers Vaenge 15, DK-2450.

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran. Bandung: UPI Press.

Widjajanti, J. B. (2011). Mengembangkan Softskill Siswa Melalui Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah. Prosiding pada Seminar Nasional Pendidikan MIPA di Universitas Lampung.

Wulandari, I. (2012). Peningkatan Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Metode Pembelajaran Penemuan Terbimbing. (Tesis Program Magister Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Yonandi. (2011). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematik Melalui Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Komputer Pada Siswa SMA. (Disertasi Program Doktoral Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Yuberta, F. (2013). Penerapan Strategi Every One is A Teacher Here dengan Pendekatan Problem Posing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Self-Concept Siswa MTsN. (Tesis Program Magister Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.


Dokumen yang terkait

PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN METAKOGNISI DAN KOMUNIKASI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPAT PEMBELAJARAN EKSPOSITORI BERBANTUAN MEDIA AUTOGRAPH DENGAN SISWA YANG MENDAPAT PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING BERBANTUAN MEDIA AUTOGRAPH.

0 5 42

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK ANTARA SISWA YANG MENDAPAT PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW.

0 3 19

PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK DAN SELF EFFICACY ANTARA SISWA YANG MENDAPAT PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING BERBANTUAN GEOGEBRA DENGAN TANPA GEOGEBRA DI SMPN 22 MEDAN.

2 6 51

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN METAKOGNISI MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PEMBELAJARAN EKSPOSITORI.

4 15 40

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KREATIVITAS MATEMATIK ANTARA SISWA YANG MENDAPAT PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING BERBASIS MASALAH OPEN-ENDED DENGAN SISWA YANG MENDAPAT PEMBELAJARAN EKSPOSITORI.

0 1 54

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PEMBELAJARAN LANGSUNG.

0 5 59

Perbandingan Kemampuan Koneksi Matematis dan Mathematics Self-Efficacy antara Siswa yang Memperoleh Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Penemuan Terbimbing.

0 3 44

MENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK SISWA MTS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING BERBASIS MASALAH KONTEKSTUAL.

0 0 61

Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Kemampuan Komunikasi Matematis Pada Siswa Yang Mendapat Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Siswa Yang Mendapat Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa SMP Negeri Se- Kot

0 0 15

Pengaruh Pembelajaran Penemuan Terbimbing Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

0 0 7