Kondisi anak jalanan di Kota Semarang

5 Binaan RPSA Pelangi dilarang membawa, memakai, dan mengkonsumsi obat-obatan terlarang, minum-minuman keras dan membawa senjata tajam. 6 Binaan RPSA Pelangi dilarang mengambil dan membawa barang milik orang lain tanpa izin. 7 Peraturan ini berlaku bagi semua anak binaan RPSA Pelangi.

2. Kondisi anak jalanan di Kota Semarang

Anak jalanan berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Mereka menghadapi berbagai masalah yaitu, pertama keterbatasan dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar. Anak jalanan tidak mampu memenuhi kebutuhan makan, pakaian, dan tempat tinggal yang manusiawi. Umumnya mereka makan dua kali sehari, dan jarang ada makanan tambahan. Selanjutnya, dilihat dari pemenuhan kebutuhan pakaian, umumnya mereka memiliki pakaian dua stel. Kemudian dilihat dari kebutuhan tempat tinggal, sebagian mereka menempati “rumah” dengan kondisi semi permanen dan tidak permanen. Bahkan, sebagian menempati lorong- lorong pasar sebagai “rumah” mereka. Orang tua anak jalanan bekerja sebagai buruh, kuli bangunan, tukang becak, pedagang atau sektor informal dan buruh serabutan. Di salah satu lokasi, ditemukan orang tua anak jalanan sebagian besar pengamen. Kondisi tersebut mengakibatkan tumbuh kembang anak jalanan terutama mental dan sosial tidak optimal. Hal ini akan berdampak pada kapasitas kecerdasan mereka yang rendah, sikap dan perilaku implusif, agresif serta mental mereka rapuh ketika mereka memasuki dunia dewasa. Kedua kesehatan yang buruk. Anak jalanan rentan terhadap penyakit kulit, ISPA, dan diare. Kehidupan yang tidak teratur dan akrab dengan sumber-sumber polusi, merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status kesehatan mereka. Selain itu, mereka rentan mengidap penyakit menular seksual, akibat dari pergaulan bebas dengan lawan jenis dan kelompok risiko tinggi menularkan penyakit menular seksual. Ketiga partisipasi pendidikan rendah. Anak jalanan tidak mampu berpartisipasi dan mengakses sistem pendidikan. Karena itu, sebagian besar mereka berpendidikan rendah. DO pada jenjang SD dan tidak pernah sekolah. Sebenarnya mereka ingin sekali bersekolah, tapi kondisi ekonomi dan sosial keluarga tidak lagi memungkinkan mereka bersekolah. Keempat kondisi sosial, mental dan spiritual tidak kuatrapuh. Anak jalanan hidup di dalam komunitasnya sendiri. Mereka tinggal di wilayah yang kurang menyatu dengan wilayah lain. Jadi wilayah tinggal mereka relatif tertutup dari komunitas luar. Di dalam komunitas itu, anak jalanan bersosialisasi dan mengembangkan pola relasi sosial berdasarkan nilai dan norma sosial yang berlaku dalam komunitas mereka. Proses sosialisasi tersebut berlangsung bertahun-tahun dan bahkan sebagian anak jalanan “mewarisi” orang tuanya. Pada beberapa kasus, orang tua anak jalanan pernah menjadi anak jalanan juga ketika seusia anaknya, yaitu melakukan kegiatan mengamen dan mengemis. Proses sosialisasi tersebut membentuk sikap mental dan spiritual mereka yang seringkali tidak sesuai dan bahkan bertentanganmelanggar aturan dan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, berkata kasar, jorok, tidak santun yang menurut masyarakat umumnya tidak baik bagi mereka merupakan sesuatu yang baik. Jadi, disini ada perbedaan pemahaman baik dan buruk antara masyarakat umum dan anak jalanan. Hubungan anak dengan orang tua umumnya baik. mereka sebagian besar kembali ke orang tua setelah melakukan aktivitas di jalanan. Sebagian besar anak merasa bangga dengan orang tuanya sebagai pekerja keras dan sayang kepada mereka. Orang tua anak mengetahui kegiatan anaknya dan memberikan dukungan dengan menyiapkan keperluan anak untuk melakukan aktivitas di jalanan. Sebagian anak jalanan mengalami tekanan psikis akibat perlakuan dari orang tuanya dan orang dewasa lain. Mereka mendapatkan perlakuan salah, tindakan kekerasan, penelantaran dan eksploitasi secara ekonomi. Ditemukan kasus dimana anak jalanan ditargetkan setiap hari membawa uang jumlah tertentu ketika kembali kerumah. Bila uang yang dibawa pulang kurang dari target, anak mendapatkan hukuman, seperti dimarahi, dipukul, tidak boleh tidur di rumah dan tidak diberi makan. Tekanan psikis dari orang tua tersebut makin bertambah, ketika mereka mendapatkan perlakuan dari orang-orang dewasa di jalanan dan oknum petugas. Sebagian anak jalanan mendapatkan perlakuan kurang bersahabat oleh oknum petugas trantibSatpol PP. Sebagian anak sudah menyalahgunakan NAPZA dan pergaulan bebas dengan lawan jenisnya. Kondisi ini juga menggambarkan rapuhnya mental dan spritual anak jalanan, baik karena tekanan ekonomi maupun hubungan sosial yang buruk di lingkungan keluarga maupun di dalam komunitas mereka Dinamika Sosial 2012: 68. Hal ini sejalan dengan kondisi nyata anak jalanan di kota semarang saat peneliti melakukan penelitian. Semakin tahun jumlah anak jalanan di kota semarang semakin bertambah. Kebiasaan mereka yang buruk juga mempengaruhi kualitas hidup mereka. Kebanyakan dari mereka turun ke jalan karena tiga faktor yang paling dominan. Pertama adalah tingkat kesejahteraan hidup yang berkaitan dengan ekonomi, penghasilan orang tua setiap bulannya. Kedua adalah faktor lingkungan yang dalam hal ini berkaitan dengan pergaulan anak. Umumnya yang peneliti temui pada saat penelitian. Usia anak jalanan yang paling banyak mendominasi faktor ini adalah pada saat usia remaja, dimana saat sang anak mengalami yang namanya masa puber. Anak sangat rentan sekali turun ke jalan, karena pada usia remaja ini rasa keingin tahuan mereka sangat besar. Dari mulai mencoba kebiasaan merokok sampai dengan seks bebas. Rata-rata anak jalanan yang peneliti temui di kota semarang sudah tidak asing lagi dengan rokok, ngelem, mengkonsumsi alkohol, maupun obat-obatan yang dapat memberikan efek halusinasi. Pada saat mereka terkena efek dari napza itu sendiri mereka ngomong mulai ngelantur, mengalami kesulitan dalam berfikir. Dan pada saat kondisi itu tindakan mereka menjadi sangat brutal. Mulai dari perkelahian, tindak pencurian, sampai seks bebas sering kali terjadi. Seperti yang peneliti ketahui saat pengamatan di lapangan. Sebagian dari anak jalanan itu sering masuk keluar bui penjara karena kasus yang sama perkelahian dan pencurian. Sebagai contoh Aji Pamungkas salah satu anak jalanan responden yang penelitian pernah masuk penjara pada tahun 2012 lalu, akibat pencurian yang dilakukan di sebuah minimarket. Contoh lain perkelahian yang dilakukan anak jalanan pernah menimbu lkan korban jiwa. Panggil saja “Robot”, julukan dari salah satu anak jalanan yang biasa ngamen di wilayah lampu merah Kabluk Kota Semarang. Dia meninggal akibat pengeroyokan yang terjadi di gayamsari beberapa waktu kemarin oleh rekan-rekannya karena permasalahan cewek. Saat ini rekannya masih menjalani hukuman penjara. Selain itu seks bebas bagi anak jalanan sudah tidak asing lagi. Bahkan beberapa diantara mereka sudah banyak yang menikah siri karena hamil di luar pernikahan. Usia yang terlalu dini untuk melangsungkan sebuah pernikahan membuat mereka kebingungan mengatasi permasalahan mereka. Sehingga sebagian dari mereka menikah siri dan status perkawinan mereka juga tidak jelas. Untuk menafkahi keluarganya mereka masih mengais rejeki di jalanan dengan cara mengamen. Ini juga merupakan salah satu faktor semakin bertambahnya jumlah populasi anak jalanan yang semakin meningkat di Kota Semarang.

3. Profil dan Gambaran Umum Responden