Penggunaan Infus Metronidazol 0,5% Sebagai Kompres Untuk Menangani Eksudat Dan Nyeri Pada Pasien Infeksi Luka Operasi Di Rsup H. Adam Malik Medan

(1)

PENGGUNAAN INFUS METRONIDAZOL 0,5%

SEBAGAI KOMPRES UNTUK MENANGANI EKSUDAT

DAN NYERI PADA PASIEN INFEKSI LUKA OPERASI

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

OLEH:

BAYU OKTA WINDRA NIM 091524038

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGGUNAAN INFUS METRONIDAZOL 0,5%

SEBAGAI KOMPRES UNTUK MENANGANI EKSUDAT

DAN NYERI PADA PASIEN INFEKSI LUKA OPERASI

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

BAYU OKTA WINDRA NIM 091524038

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENGGUNAAN INFUS METRONIDAZOL 0,5%

SEBAGAI KOMPRES UNTUK MENANGANI EKSUDAT

DAN NYERI PADA PASIEN INFEKSI LUKA OPERASI

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

OLEH:

BAYU OKTA WINDRA NIM 091524038

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 11 Februari 2015 Disetujui oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Suryanto, M.Si., Apt. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 196106191991031001 NIP 195111021977102001

Drs. Suryanto, M.Si., Apt.

Pembimbing II, NIP 196106191991031001

Dra. Nurminda Silalahi, M.Si., Apt. Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. NIP 196206101992032001 NIP 195107031977102001

Marianne, S.Si, M.Si., Apt. NIP 198005202005012006

Medan, April 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Wakil Dekan I

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang atas segala limpahan karunia yang tidak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penggunaan Infus Metronidazol 0,5% Sebagai Kompres untuk Menangani Eksudat dan Nyeri pada Pasien Infeksi Luka Operasi di RSUP H. Adam Malik Medan”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Suryanto, M.Si, Apt., dan Ibu Dra. Nurminda Silalahi, M.Si, Apt., yang telah membimbing dengan penuh kesabaran selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., Ibu Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt., dan Ibu Marianne, S.Si, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritikan kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini. Bapak Dr. Wiryanto, M.Si., Apt., sebagai penasehat akademik yang telah membimbing penulis selama masa pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik dan memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan.


(5)

Pimpinan dan semua staf tata usaha Fakultas Farmasi USU yang telah membantu penulis dalam semua proses administrasi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Syahruddin, S.Pd., dan Ibunda Mas Neneng, S.Pd., serta kepada adik-adikku tersayang Rikha Vebrianti, Muhammad Septrian Rezeki, Ary Syahputra. Kepada H. Pidi Baiq dan para kisanak Padepokan Bulu Ayam terima kasih selama ini sudah sangat baik, dan teman-teman serta semua orang yang tidak dapat dituliskan satu persatu untuk semua doa, dorongan dan semangat baik moril maupun materil kepada penulis selama masa perkuliahan hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Semoga Allah Subhana Wata’ala memberikan balasan yang setimpal kepada semuanya, serta mendapatkan kebahagiaan dan keridhoan-Nya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu sangat diharapkan kritikan dan saran yang dapat menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2015

Penulis,

Bayu Okta Windra


(6)

PENGGUNAAN INFUS METRONIDAZOL 0,5%

SEBAGAI KOMPRES UNTUK MENANGANI EKSUDAT DAN NYERI PADA PASIEN INFEKSI LUKA OPERASI

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

ABSTRAK

Metronidazol topikal telah digunakan secara luas untuk mengatasi gejala infeksi luka operasi yaitu eksudat dan nyeri. Penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres untuk menangani gejala eksudat dan nyeri pada pasien infeksi luka operasi merupakan drug related problem pada kategori ineffective drug, tetapi penggunaan sediaan ini memberikan hasil yang positif terhadap peningkatan kualitas hidup pasien infeksi luka operasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres efektif digunakan dalam menangani eksudat dan nyeri pada pasien infeksi luka operasi di RSUP H. Adam Malik Medan.

Pada penelitian ini dilakukan pemantauan terhadap penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres pada pasien infeksi luka operasi di Ruang Rawat Inap Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan periode Maret 2011-Mei 2011. Jumlah sampel yang dipantau sebanyak 9 pasien. Infus metronidazol 0,5% sebagai kompres digunakan satu kali sehari pada pagi hari setiap penggantian perban. Pemantauan meliputi efektivitas infus metronidazol 0,5% sebagai kompres dalam menangani gejala eksudat dan nyeri pada pasien infeksi luka operasi. Pengamatan dilakukan selama 14 hari untuk masing-masing pasien. Setiap eksudat dan nyeri pada masing-masing pasien diberi skor berdasarkan

Bates-Jensen wound assessment tool.

Berdasarkan hasil pemantauan, infus metronidazol 0,5% sebagai kompres pada pasien infeksi luka operasi memberikan hasil positif terhadap perbaikan gejala infeksi luka operasi. Hal ini terlihat dari penurunan jumlah paparan eksudat pada balutan dan berkurangnya sensasi nyeri dari semua pasien yang diamati. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres efektif untuk menangani eksudat dan nyeri pada pasien infeksi luka operasi di RSUP H. Adam Malik Medan.


(7)

USED OF 0.5% METRONIDAZOLE INFUSION FOR COMPRESS TO HANDLE PAIN IN PATIENTS

EXUDATE AND WOUND INFECTION SURGERY AT RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

ABSTRACT

Topical metronidazole has been used extensively to treat symptoms of surgical wound infection like exudate and pain. The used of metronidazole 0.5% infusion as a compress to handle exudate and pain symptoms in patients with surgical wound infection is drug related problems in the category of ineffective drug, but the use of these preparations gave positive results on quality of life of patients surgical wound infections. The purpose of this study is to determine that the use of metronidazole 0.5% infusion as a compress effectively used in dealing with exudate and pain in patients with surgical wound infections at RSUP H. Adam Malik Medan.

In this research, the monitoring of the use metronidazole 0.5% infusion as a compress on the wound infections in patients Inpatient Orthopaedic Room at RSUP H. Adam Malik Medan period March-May 2011. Total samples which are monitored by 9 patients. Metronidazole 0.5% infusion as a compress is used once daily in the morning every replacement bandages. Includes monitoring the effectiveness of intravenous metronidazole 0.5% as a compress to treat the symptoms of exudate and pain in patients with surgical wound infections. Observations made during the 14 days for each patient. Each exudate and pain on each patient is given a score based on the Bates-Jensen wound assessment tool.

Based on the results of monitoring, intravenous metronidazole 0.5% as a pack of surgical wound infections in patients positive contribution to improvement of the symptoms of surgical wound infection. It is evident from the decrease in the amount of exudate exposure on a bandage and reduced sensation of pain from all the patients were observed. It can be concluded that the use of intravenous metronidazole 0.5% as effective compress to handle exudate and pain in patients in the department of surgical wound infection at RSUP H. Adam Malik Medan.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir ... 3

1.3 Perumusan Masalah ... 4

1.4 Hipotesis... 4

1.5 Tujuan Penelitian ... 4

1.6 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Infeksi Luka Operasi ... 5

2.1.1 Definisi Infeksi Luka Operasi ... 5


(9)

2.1.3 Gejala Infeksi Luka Operasi ... 8

a. Nyeri ... 8

b. Eksudat ... 10

2.2 Perawatan Paliatif ... 11

2.3 Antibiotik ... 13

2.4 Metronidazol ... 13

2.4.1 Pengertian ... 13

2.4.2 Mekanisme Kerja Metronidazol ... 14

2.4.3 Manfaat Metronidazol ... 14

2.5 Larutan ... 15

2.5.1 Infus Intravenus ... 16

2.5.2 Irigasi ... 16

2.5.3 Larutan Topikal ... 17

2.6 Bakteri Anaerob ... 17

2.6.1 Infeksi Bakteri Anaerob ... 17

2.7 Drug Related Problem (Masalah Terkait Obat) ... 18

2.7.1 Definisi ... 18

2.7.2 Katagori Drug Related Problem ... 19

2.8 Rumah Sakit ... 22

2.8.1 Definisi Rumah Sakit ... 22

2.8.2 Fungsi Rumah Sakit ... 22

BAB III. METODE PENELITIAN ………... 24


(10)

3.1.1 Waktu …………... 24

3.1.2 Lokasi ... 24

3.2 Populasi dan Sampel ... 24

3.2.1 Populasi ... 24

3.2.2 Sampel ... 25

3.3 Rancangan Penelitian ... 26

3.3.1 Sumber Data ... 26

3.3.2 Pengumpulan Data... 26

3.3.3 Pengolahan Data ... 27

3.4 Langkah Penelitian ... 28

3.5 Definisi Operasional ... 28

3.6 Bagan Alur Penelitian ... 30

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 31

4.1 Hasil Pengamatan Eksudat ... 31

4.2 Hasil Pengamatan Nyeri ... 34

4.3 Drug Related Problem ... 36

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

4.1 Kesimpulan ... 39

4.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA... 40


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Katagori drug related problem ... 19 Tabel 4.1 Pengamatan penurunan eksudat pada 9 pasien infeksi luka

operasi ... 32 Tabel 4.2 Pengamatan penurunan nyeri pada 9 pasien infeksi luka


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Skema hubungan variabel bebas dan variabel terikat ... 3

Gambar 2.2 Mekanisme metronidazol dalam memecah DNA ... 15

Gambar 4.1 Kondisi akhir eksudat pada 9 pasien infeksi luka operasi ... 33


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Formulir data perawatan pasien infeksi luka operasi ... 41 Lampiran 2 Pengamatan eksudat dan nyeri pada 9 pasien infeksi luka

operasi ... 50 Lampiran 3 Perhitungan persentase efektivitas metronidazol 0,5 %

mengontrol eksudat dan nyeri ... 51 Lampiran 4 Surat keterangan dari RSUP H. Adam Malik Medan ... 52


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit berupa kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain. Luka yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, kerusakan pembuluh darah, dan kanker dapat diklasifikasikan dari ketebalan lukanya. Luka dengan ketebalan penuh mengenai lapisan epidermis, dermis, dan jaringan subkutan. Penyembuhan luka dengan ketebalan seperti ini berlangsung lambat diakibatkan kehilangan jaringan yang luas (Ismail, 2007).

Luka operasi adalah infeksi dari luka yang didapat setelah operasi. Dapat terjadi diantara 30 hari setelah operasi, biasanya terjadi antara 5 sampai 10 hari setelah operasi. Infeksi luka operasi ini dapat terjadi pada luka yang tertutup ataupun pada luka yang terbuka, dikarenakan untuk proses penyembuhannya. Dapat juga terjadi pada jaringan maupun pada bagian dari organ tubuh dan juga dapat terjadi pada jaringan superfisial (yang dekat dengan kulit) ataupun pada jaringan yang lebih dalam (Suparyanto, 2011).

Penyembuhan luka didefinisikan oleh Wond Healing Society (WHS) sebagai suatu proses yang kompleks dan dinamis sebagai akibat dari pengembalian kontinuitas dan fungsi anatomi. Penatalaksanaan luka yang tepat merupakan salah satu faktor yang mendukung penyembuhan luka (Effendi, 1999).


(15)

Banyak cara yang telah dikembangkan untuk membantu penyembuhan luka, seperti dengan menjahit luka, mengunakan antiseptik dosis tinggi, dan juga pembalut dengan menggunakan bahan yang menyerap. Profesional perawat percaya bahwa penyembuhan luka yang terbaik adalah dengan membuat lingkungan luka tetap kering (Effendi, 1999).

Beberapa larutan sangat sesuai untuk proses penyembuhan luka. Agency for Health Care Policy and Research (AHCPR) merekomendasikan penggunaan normal saline untuk membersihkan dan mengirigasi luka, normal saline merupakan larutan fisiologis dan tidak berbahaya bagi sel, tetapi saat ini banyak larutan yang digunakan untuk penyembuhan luka hanya berdasarkan data empiris.

Berdasarkan studi orientasi di Ruang Bedah Orthopedi Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan terdapat lebih kurang 15 orang pasien dalam satu bulan dengan kasus infeksi luka operasi. Penanganan infeksi luka operasi pada pasien yang dirawat berdasarkan data empirik menggunakan infus metronidazol 0,5% secara topikal sebagai kompres. Penggunaan ini merupakan salah satu drug related problem pada kategori ineffective drug. Belum pernah dilakukan penelitian yang membuktikan secara ilmiah bahwa penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres ini secara signifikan dapat mengurangi eksudat dan nyeri pada pasien infeksi luka operasi, tetapi terapi ini tetap dijalankan.


(16)

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan pemantauan penggunaan sediaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres dalam menangani eksudat dan nyeri pada pasien infeksi luka operasi di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini memantau tentang penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres dalam menangani gejala yang timbul pada infeksi luka operasi di Ruang Bedah Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan. Dimana penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres merupakan drug related problem pada kategori ineffective drug. Hal yang dipantau adalah perbaikan infeksi luka operasi pasien yang ditandai dengan berkurangnya gejala yang timbul yaitu nyeri dan eksudat. Dalam hal ini infus metronidazol 0,5% sebagai kompres adalah variabel bebas (independent variable) dan gejala luka operasi pada pasien sebagai variabel terikat (dependent variable). Adapun selengkapnya mengenai gambaran kerangka pikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1

Variabel bebas Variabel terikat

Infus metronidazol 0,5% sebagai kompres Gejala luka infeksi operasi pasien Nyeri Eksudat Drug related problem Ineffective drug Gejala berkurang, perbaikan luka infeksi operasi


(17)

1.3Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah penelitian ini yaitu, apakah penggunaan kompres metronidazol efektif digunakan dalam menangani eksudat dan nyeri pada pasien infeksi luka operasi di Ruang Bedah Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan.

1.4Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka dibuat hipotesis, kompres metronidazol efektif digunakan dalam menangani eksudat dan nyeri pada pasien infeksi luka operasi di Ruang Bedah Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan.

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa penggunaan kompres metronidazol efektif digunakan dalam menangani eksudat dan nyeri pada pasien infeksi luka operasi di Ruang Bedah Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah membuktikan secara ilmiah bahwa pemakaian metronidazol sebagai kompres luka secara empiris efektif digunakan dalam menangani eksudat dan nyeri pada pasien infeksi luka operasi, sehingga kompres metronidazol dapat dimasukkan sebagai paket penggantian perban pada perawatan pasien infeksi luka operasi di Ruang Bedah Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Luka Operasi

2.1.1 Definisi Infeksi Luka Operasi

Infeksi luka operasi adalah infeksi dari luka yang didapat setelah operasi. Dapat terjadi diantara 30 hari setelah operasi, biasanya terjadi antara 5 sampai 10 hari setelah operasi. Infeksi luka operasi ini dapat terjadi pada luka yang tertutup ataupun pada luka yang terbuka, dikarenakan untuk proses penyembuhannya. Dapat juga terjadi pada jaringan dari organ tubuh dan juga dapat terjadi pada jaringan superfisial (yang dekat dengan kulit) ataupun pada jaringan yang lebih dalam. Pada kasus yang serius dapat mengenai organ tubuh (Anonim, 2008).

Kriteria untuk mendefinisikan infeksi luka operasi, yaitu:

a. Infeksi Superfisial, yaitu infeksi yang terjasi diantara 30 hari setelah operasi dan infeksi hanya mengenai pada kulit atau jaringan subkutan pada daerah bekas insisi.

b. Infeksi Dalam, yaitu infeksi yang terjadi diantara 30 hari setelah operasi dimana tidak menggunakan alat-alat yang ditanam pada daerah dalam dan jika menggunakan alat-alat yang ditanam maka infeksi terjadi diantara 1 tahun dan infeksi yang terjadi berhubungan dengan luka operasi dan infeksi mengenai jaringan lunak yang dalam dari bekas insisi.


(19)

c. Organ atau ruang, yaitu infeksi yang terjadi diantara 30 hari setelah operasi dimana tidak menggunakan alat yang ditanam pada daerah dalam dan jika menggunakan alat yang ditanam maka infeksi terjadi diantara 1 tahun dan infeksi mengenai salah satu dari bagian organ tubuh, selain pada daerah insisi tetapi juga selama operasi berlangsung karena manipulasi yang terjadi.

Infeksi yang terjadi pada luka operasi disebabkan oleh bakteri, yaitu bakteri gram negatif (E.coli), gram positif (Enterococcus) dan terkadang bakteri anaerob yang dapat berasal dari kulit, lingkungan, dari alat-alat untuk menutup luka dan operasi. Bakteri yang paling banyak adalah Staphylococcus (Raymond, 2009).

2.1.2 Patogenesis

Pada akhir operasi, bakteri dan mikroorganisme lain mengkontaminasi seluruh luka operasi, tetapi hanya sedikit pasien yang secara klinis menimbulkan infeksi. Infeksi tidak berkembang pada kebanyakan pasien karena pertahanan tubuhnya yang efektif untuk menghilangkan organisme yang mengkontaminasi luka operasi. Infeksi potensial terjadi tergantung pada beberapa faktor, diantaranya yang terpenting adalah:

a. Jumlah bakteri yang memasuki luka b. Tipe dan virulensi bakteri

c. Pertahanan tubuh host

d. Faktor eksternal, seperti: berada di rumah sakit beberapa hari sebelum pembedahan dan operasi yang berlangsung lebih dari 4 jam.


(20)

Selain itu juga dipengaruhi faktor lain yaitu:

a. Operating suite, yaitu tidak adanya batas yang jelas antara ruang untuk operasi dan ruang untuk mempersiapkan pasien atau untuk pemulihan dan juga pakaian yang digunakan hampir tidak ada bedanya.

b. Operating room, ruangan yang digunakan untuk operasi harus dijaga sterilitasnya.

c. Tim operasi, yaitu harus ada orang yang merawat pasien dari sebelum, saat dan setelah operasi. Operator, asisten dan instrumen harus menjaga sterilitas karena berhubungan langsung dengan daerah lapangan operasi. Orang-orang yang tidak ikut sebagai tim operasi harus menjauhi daerah lapangan operasi dan menjauhi daerah alat karena mereka tidak steril dan pasien bisa terinfeksi nantinya.

(Raymond, 2009). Faktor pasien:

a. Umur

Menurut Purwandari 2008, bayi mempunyai pertahanan yang lemah terhadap infeksi, lahir mempunyai antibody dari ibu, sedangkan sistem imunnya masih imatur. Dewasa awal sistem imun telah memberikan pertahanan pada bakteri yang menginvasi. Pada usia lanjut, karena fungsi dan organ tubuh mengalami penurunan, sistem imun juga mengalami perubahan. Peningkatan infeksi juga sesuai dengan umur dimana pada usia 65 tahun kejadian infeksi tiga kali dari pada usia muda.


(21)

b. Status nutrisi yang buruk

Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi, demam dan penyembuhan luka yang lama.

c. Merokok

d. Obat-obat yang digunakan

Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus menggunakan antibiotika.

(Suparyanto, 2011) 2.1.3 Gejala Infeksi Luka Operasi

Gejala yang sering ditemukan pada pasien infeksi luka operasi diantaranya adalah:

a. Nyeri

hanya dapat dirasakan oleh individu tersebut tanpa dapat dirasakan oleh orang lain, serta mencakup pola fikir, aktivitas seseorang secara


(22)

langsung, dan juga perubahan hidup seseorang. Nyeri merupakan tanda dan gejala penting yang dapat menunjukkan telah terjadinya gangguan secara fisiologikal (Potter dan Ferry, 2005).

Penyebab nyeri diantaranya yaitu :

i. Trauma. Trauma ini juga terbagi menjadi beberapa macam. Penyebab trauma ini terbagi menjadi:

a) Mekanik. Rasa nyeri yang diakibatkan oleh mekanik ini timbul akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan. Contoh dari nyeri akibat trauma mekanik ini adalah akibat adanya benturan, gesekan, luka dan lain-lain.

b) Thermis. Nyeri karena hal ini timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas, dingin, misal karena api dan air.

c) Khemis. Nyeri yang ditimbulkan karena adanya kontak dengan zat kimia yang bersifat asam atau pun basa kuat.

d) Elektrik. Nyeri yang ditimbulkan karena adanya pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.

ii. Neoplasma. Neoplasma ini juga terbagi menjadi dua yaitu:

a) Neoplasma Jinak. b) Neoplasma Ganas.


(23)

iii. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah. Hal ini dapat dicontohkan pada pasien denga yang dirasakan adalah adanya nyeri dada yang khas.

iv. Peradangan. Nyeri yang diakibatkan karena adanya kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Contohnya adalah nyeri karena abses.

Pengkajian nyeri masih tergolong subyektif karena tergantung dari penilaian seseorang untuk merasakan nyeri. Pengukuran nyeri dapat digunakan dengan metode Verbal Rating Scale (VRS).Verbal Rating Scale merupakan jenis pengukuran nyeri yang telah lama dipergunakan dan merupakan pengukuran nyeri dalam bentuk sederhana. Dapat berupa pertanyaan sederhana 'apakah anda merasa nyeri?', yang dapat dijawab pasien dengan 'iya' atau 'tidak'. Namun, biasanya dalam pengukuran ini mempergunakan 4 sampai dengan 5 titik intensitas skala dengan deskripsi seperti; tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri sedang, sangat nyeri.

b. Eksudat

Infeksi luka operasi juga mengeluarkan eksudat yang berlebihan dan tidak terkontrol. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan sekresi faktor permeabilitas vaskular oleh sel tumor merupakan penyebab pengeluaran eksudat yang berlebihan. Produksi eksudat juga akan meningkat ketika terjadi infeksi dan rusaknya jaringan karena protease bakteri (Naylor, 2002).

Eksudat adalah setiap cairan yang merupakan filter dari sistem peredaran darah pada daerah peradangan. Komposisinya bervariasi, tetapi umumnya terdiri dari air dan zat-zat yang terlarut pada cairan sirkulasi utama seperti darah. Dalam


(24)

hal ini, darah akan berisi beberapa protein plasma, sel darah putih, trombosit dan sel darah merah (apabila terjadi kasus kerusakan vascular lokal) (Crisp & Taylor, 2001).

Jumlah eksudat juga dapat diukur dengan menggunakan alat ukur yang diambil dari Bates-Jensen wound assessment tool (Bates-Jensen & Sussman, 1998). Hasil pengukuran dikategorikan berdasarkan proporsi balutan yang terpapar eksudat.Jumlah eksudat diukur dengan membagi area menjadi 4 bagian. Kategori pengukuran digambarkan sebagai berikut:

Tidak ada = jaringan luka tampak kering

Kurang = jaringan luka tampak lembab, tidak terdapat eksudat yang diukur pada balutan

Kecil = jaringan luka tampak basah, kelembaban terdistribusi pada luka, drainase pada balutan ≤ 25%

Sedang = jaringan luka tampak jenuh, drainase dapat terdistribusi pada luka, drainase pada balutan > 25% s.d. ≤ 75%.

Besar = jaringan luka basah, drainase bebas, dapat terdistribusi pada luka, drainase pada balutan ≥ 75%.

2.2 Perawatan Paliatif

Perawatan paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan menyeluruh, dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya


(25)

untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan dukungan kepada keluarganya. Mesti pada akhirnya pasien meninggal, yang terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya. Jadi, tujuan utama perawatan paliatif bukan untuk menyembuhkan, dan yang ditangani bukan hanya penderita tetapi juga keluarganya (Diananda, 2009).

Menurut dr. Maris A Witjaksono, dokter palliative Care Rumah Sakit Dharmais, (Diananda, 2009), prinsip-prinsip perawatan paliatif sebagai berikut:

a. Menghargai setiap kehidupan.

b. Menganggap kematian sebagai proses normal. c. Tidak mempercepat atau menunda kematian.

d. Menghargai keinginan pasien dalam setiap pengambilan keputusan. e. Menghilangkan nyeri dan gejala lain yang mengganggu.

f. Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial, dan spiritual. g. Menghidari tindakan medis yang sia-sia.

h. Memberikan dukungan yang diperlukan agar pasien tetap aktif sesuai dengan kondisinya sampai akhir hayat.


(26)

2.3 Antibiotik

Antibiotik ialah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri (Hauser, 2007).

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi dalam lima kelompok (Ganiswara, 1995):

a. Mengganggu metabolisme sel mikroba b. Menghambat sintesis dinding sel mikroba c. Mengganggu permeabilitas dinding sel mikroba d. Menghambat sintesis protein sel mikroba

e. Menghambat sintesis atau merusak asam nukleat mikroba.

Setelah dokter menetapkan perlu diberikan antimikroba pada pasien, langkah berikutnya ialah memilih jenis antimikroba yang tepat, serta menentukan dosis dan cara pemberiannya. Dalam memilih jenis antimikroba yang tepat harus dipertimbangkan faktor sensitivitas mikrobanya terhadap antimikroba, keadaan tubuh hospes dan faktor biaya pengobatan (Ganiswara, 1995).

2.4 Metronidazol

2.4.1 Pengertian

Metronidazol (1b-hidroksi-etil)2-metil-5-nitroimidazol, ditemukan pada tahun 1950. Dikembangkan menjadi antibiotik yang sering dan sangat penting dalam menangani infeksi yang disebabkan oleh bakteri anaerob (Hauser, 2007).


(27)

Injeksi metronidazol adalah larutan steril, isotonis, dalam air untuk injeksi yang didapar, mengandung metronidazol tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (Ditjen POM, 1995).

2.4.2 Mekanisme kerja metronidazol

Metronidazol merupakan molekul kecil yang dapat melakukan difusi pasif ke dalam bakteri. Komponen yang sangat penting dari struktur metronidazol adalah nitro group yang tersambung pada ring siklik. Nitro group ini harus mengalami reduksi untuk mengaktifkan metronidazol. Nitro group dari metronidazol diperkirakan membentuk radikal bebas yang berefek pada kerusakan molekul DNA bakteri sehingga bakteri mati (Hauser, 2007).

Metronidazol topikal bekerja dengan cara berikatan pada DNA bakteri dan mengganggu replikasi bakteri (Bale, dkk., 2004).

Dalam sel atau mikroorganisme metronidazol mengalami reduksi menjadi produk polar. Hasil reduksi ini mempunyai aksi antibakteri dengan jalan menghambat sintesa asam nukleat sehingga menghambat replikasi bakteri (Hauser, 2007). Kelompok nitroimidazol seperti metronidazol mampu memecah pita ganda DNA menjadi fragmen-fragmen DNA. Metronidazol mampu menghambat pertumbuhan bakteri anaerob dan protozoa (Gambar 2.2).


(28)

Gambar 2.2 Mekanisme metronidazol dalam memecah DNA

2.4.3 Manfaat metronidazol

Metronidazol bekerja efektif baik lokal maupun sistemik. Metronidazol telah digunakan secara luas sebagai agen topikal untuk mengatasi gejala luka kanker (Bale, dkk., 2004). Metronidazol topikal efektif mengatasi luka dengan eksudat dan tidak menimbulkan rasa nyeri ataupun tidak enak (Kalinski, dkk., 2005).

2.5 Larutan

Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut, misal: terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Karena molekul-molekul dalam larutan terdispersi secara merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan


(29)

umumnya memberikan jaminan keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau dicampur (Ditjen POM, 1995).

2.5.1 Infus intravenus

Infus intravenus adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung ke dalam vena dalam volume relatif banyak. Infus intravenus tidak diperbolehkan mengandung bakterisida dan zat dapar. Larutan infus intravenus harus jermih dan bebas partikel (Ditjen POM, 1979).

2.5.2 Irigasi

Irigasi adalah larutan steril yang digunakan untuk mencuci atau membersihkan luka terbuka atau rongga-rongga tubuh. Pemakaiannya secara topikal, tidak boleh digunakan secara parenteral (Ditjen POM, 1995).

Larutan irigasi adalah larutan steril, bebas pirogen yang digunakan untuk tujuan pencucian dan perendaman. Larutan irigasi adalah sediaan larutan steril dalam jumlah besar. Larutan tidak disuntikkan ke dalam vena, tapi digunakan di luar sistem peredaran darah dan umumnya menggunakan jenis tutup yang diputar atau plastik yang dipatahkan, sehingga memungkinkan pengisian larutan dengan cepat (Ansel, 2005).


(30)

2.5.3 Larutan topikal

Larutan topikal adalah larutan yang biasanya mengandung air tetapi seringkali mengandung pelarut lain, seperti etanol dan poliol, untuk penggunaan topikal pada kulit (Ditjen POM, 1995).

2.6 Bakteri Anaerob

Bakteri anaerob adalah bakteri yang tidak dapat tumbuh pada lingkungan yang kaya akan oksigen. Sebagian besar organisme ini tumbuh normal pada rongga mulut manusia, saluran gastrointestinal dan saluran genital wanita. Infeksi dari bakteri ini sering diikuti dengan kerusakan permukaan mukosa dimana bakteri ini tumbuh (Hauser, 2007).

Bakteri anaerob menyerang tubuh manusia dengan cara mengeluarkan racun yang berbahaya. Beberapa racun yang dihasilkan dari species clostridial diketahui luas merupakan salah satu racun berbahaya (Hauser, 2007).

2.6.1 Infeksi bakteri anaerob

Infeksi anaerob adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang di dalam pertumbuhan dan perkembangannya tidak membutuhkan oksigen. Bakteri anaerob dapat menginfeksi luka dalam, jaringan yang terletak lebih dalam dan organ-organ internal yang sangat sedikit membutuhkan oksigen. Diagnosis infeksi kuman anaerob ditegakkan berdasarkan gejala-gejala utama, riwayat medis penderita dan lokasi infeksi. Infeksi yang menghasilkan nanah berbau busuk dari suatu abses merupakan tanda pasti adanya infeksi anaerob (Anonim, 2008).


(31)

2.7 Drug Related Problem (Masalah Terkait Obat)

2.7.1 Definisi

Drug related problem adalah suatu kejadiaan yang tidak diinginkan yang dialami oleh pasien yang mana melibatkan atau diduga melibatkan terapi obat dan itu sebenarnya atau berpotensi berpengaruh terhadap hasil yang diinginkan pasien (Cipolle, dkk., 1998).

Drug related problem terdiri dari Actual Drug related problem dan

Potential Drug related problem. Actual Drug related problem adalah masalah yang sedang terjadi berkaitan dengan terapi obat yang sedang diberikan pada penderita. Sedangkan Potential Drug related problem adalah masalah yang diperkirakan akan terjadi yang berkaitan dengan terapi obat yang sedang digunakan oleh penderita. Ketika sebuah Drug related problem terdeteksi, maka sangat penting untuk merencanakan bagaimana cara mengatasinya. Kita harus memberikan skala prioritas untuk Drug related problem tersebut, yang manakah yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Prioritas masalah tersebut didasarkan padarisiko yang mungkin timbul pada penderita. Hal-hal yang harusdiperhatikan dalam menentukan skala prioritas Drug related problem adalah:

a. Masalah yang manakah yang dapat diselesaikan atau dihindari segera, dan yang manakah yang dapat diselesaikan kemudian.

b. Masalah yang merupakan bagian dari tugas atau tanggung jawab seorang farmasis.


(32)

c. Masalah yang dapat diselesaikan dengan cepat oleh seorang farmasis dan penderitanya.

d. Masalah yang dalam penyelesaiannya, memerlukan bantuan dari tenaga kesehatan lainnya (dokter, perawat, keluarga penderita, dan lain- lain) (Seto, 2001).

2.7.2 Kategori Drug Related Problem

Drug related problem dapat dikatagorikan berdasarkan macam-macam dan kemungkinan penyebab terjadinya drug related problem (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Katagori drug related problem.

Macam- macam Drug Related Problem

Kemungkinan penyebab Drug Related Problem

Membutuhan terapi tambahan obat

Terapi obat yang tidak perlu

a. Pasien mempunyai kondisi medis baru yang membutuhkan terapi awal obat. b. Pasien mempunyai penyakit kronik yang

membutuhkan terapi obat berkesinambungan.

c. Pasien mempunyai kondisi kesehatan yang membutuhkan parmakoterapi kombinasi untuk mencapai efek sinergis atau potensiasi.

d. Pasien dalam keadaan resiko

pengembangan kondisi kesehatan baru yang dapat dicegah dengan penggunaan alat pencegahan penyakit pada terapi obat dan/atau tindakan pra medis.

a. Pasien yang sedang mendapatkan pengobatan yang tidak tepat indikasi pada waktu itu.

b. Pasien yang tidak sengaja maupun sengaja kemasukan sejumlah racun dari obat atau bahan kimia, sehingga menyebabkan rasa sakit pada waktu itu.


(33)

Terapi salah obat

Dosis terlalu rendah

c. Pengobatan pada pasien pengkonsumsi obat, alkohol dan rokok.

d. Kondisi kesehatan pasien lebih baik diobati dengan terapi tanpa obat.

e. Pasien yang mendapatkan beberapa obat untuk kondisi yang mana hanya satu terapi obat yang terindikasi.

f. Pasien yang mendapatkan terapi obat untuk pengobatan yang tidak dapat dihindarkan dari reaksi efek samping yang disebabkan dengan pengobatan lainnya.

a. Pasien dimana obat tidak efektif. b. Pasien yang mempunyai riwayat alergi. c. Pasien penerima obat yang paling tidak

efektif untuk indikasi pengobatan.

d. Pasien dengan faktor resiko pada kontraindikasi penggunaan obat.

e. Pasien menerima obat efektif tetapi least coastly.

f. Pasien menerima obat efektif tetapi tidak aman.

g. Pasien yang terkena infeksi resisten terhadap obat yang digunakan.

h. Pasien menerima kombinasi produk yang tidak perlu dimana single drug dapat memberikan pengobatan yang tepat.

a. Pasien menjadi sulit disembuhkan dengan terapi obat yang digunakan.

b. Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk menimbulkan respon.

c. Konsentrasi obat dalam serum di bawah range terapeutik yang diharapkan.

d. Waktu prophylaxis (presugikal) antibiotik diberikan terlalu cepat.

e. Dosis dan fleksibilitas tidak cukup untuk pasien.

f. Terapi obat berubah sebelum terapeutik percobaan cukup untuk pasien.


(34)

Reaksi obat yang merugikan

Dosis terlalu tinggi.

Kepatuhan

a. Pasien yang faktor resiko yang terbahaya bila obat yang digunakan.

b. Ketersediaan dari obat dapat

menyebabkan interaksi dengan obat lain/makanan pasien.

c. Efek dari obat dapat diubah oleh substansi makanan pasien.

d. Efek dari obat dapat diubah penghambat enzim/pemacu obat lain.

e. Efek dari obat dapat diubah dengan pemindahan obat dari binding site oleh obat lain.

f. Hasil laboratorium dapat berubah karena gangguan obat lain.

a. Pasien dengan dosis tinggi.

b. Konsentrasi obat dalam serum pasien diatas range terapeutil obat yang diharapkan.

c. Dosis obat meningkat terlalu cepat. d. Obat, dosis, rute, perubahan formulasi

yang tidak tepat.

e. Dosis dan interval flexibility tidak tepat.

a. Pasien tidak menerima aturan pakai obat yang tepat (penulisan, obat, pemberian, pemakaian).

b. Pasien tidak menuruti rekomendasi yang diberikan untuk pengobatan.

c. Pasien tidak mengambil obat yang diresepkan karena mahal.

d. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan karena tidak mengerti. e. Pasien tidak mengambil bebrapa obat

yang diresepkan secara konsisten karena merasa sudah sehat.


(35)

2.8 Rumah Sakit

2.8.1 Definisi rumah sakit

Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagimasyarakat dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakannya disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi melakukan upaya kesehatan dasar, kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Siregar, 2004).

2.8.2 Fungsi rumah sakit

Rumah sakit mempunyai beberapa fungsi, yaitu menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik dan non medik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, pelayanan rujukan upaya kesehatan, administrasi umum dan keuangan. Maksud dasar keberadaan rumah sakit adalah mengobati dan perawatan penderita sakit dan terluka. Sehubungan dengan fungsi dasar ini, rumah sakit memberikan pendidikan bagi mahasiswa dan penelitian yang juga merupakan fungsi yang penting. Fungsi


(36)

lain yaitu pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan juga telah menjadi fungsi rumah sakit. Jadi empat fungsi dasar rumah sakit adalah pelayanan penderita, pendidikan, penelitian dan kesehatan masyarakat (Siregar, 2004).


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode survei deskriptif, yaitu jenis survei yang menggambarkan situasi atau keadaan tertentu. Penelitian yang dilakukan bersifat prospektif yaitu penelitian yang diawali dengan penyebab tertentu dan berjalan ke depan menuju pengaruh terhadap individu-individu yang terpapar (Abramson, 1991).

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3.1.1 Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2011 – Mei 2011.

3.1.2 Lokasi

Penelitian dilaksanakan di Ruang Rawat Inap Orthopedi Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah seluruh pasien rawat inap di Ruang Rawat Inap Orthopedi Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan selama periode Maret – Mei 2011.


(38)

3.2.2 Sampel

Sampel yang diambil harus memenuhi kriteria sebagai berikut: Kriteria Inklusi:

Kriteria inklusi merupakan persyaratan umum yang dapat diikutsertakan ke dalam penelitian. Adapun yang menjadi kriteria inklusi adalah:

a. Pasien infeksi luka operasi yang dirawat di Ruang Rawat Inap Orthopedi Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan selama Periode Maret -Mei 2011.

b. Kategori semua usia (anak-anak, dewasa, lansia), laki – laki dan perempuan. c. Kategori semua jenis infeksi luka operasi di Ruang Bedah Orthopedi.

Kriteria ekslusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan. Adapun yang menjadi kriteria ekslusi adalah:

a. Pasien tidak menggunakan kompres metronidazole sebagai terapi.

b. Pasien mendapatkan status PBJ (Pulang Berobat Jalan) sebelum masa pemantauan selesai.

c. Pasien yang menggunakan tambahan terapi antibiotik lain disamping kompres metronidazole

d. Pasien meninggal sebelum masa pemantauan selesai.

3.3 Rancangan Penelitian 3.3.1 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini yaitu data primer berupa pemantauan langsung perkembangan harian eksudat dan nyeri pada pasien infeksi luka operasi di RSUP H. Adam Malik Medan, dalam periode Maret-Mei 2011.


(39)

3.3.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dengan menggunakan formulir penelitian yang berisi pengamatan eksudat dan nyeri pada pasien infeksi luka operasi saat proses penggantian perban. Dalam melaksanakan penelitian, peneliti mengadakan pendekatan kepada pasien, menjelaskan maksud dan tujuan. Pasien memiliki hak untuk menolak. Kepada pasien yang bersedia, peneliti memberikan lembar hasil dari pengamatan infeksi luka operasi pada pasien yang bersangkutan untuk ditanda tangani. Setelah mendapat persetujuan, peneliti bisa melakukan pemantauan penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres dalam terapi perawatan infeksi luka operasi dengan memantau dua kriteria yaitu eksudat dan nyeri. Pengamatan dilakukan selama 14 hari untuk masing – masing pasien. Dalam pengumpulan data peneliti dibantu oleh dua orang penyidik yang ikut mengamati perkembangan eksudat dan nyeri pada pasien dengan infeksi luka operasi. Setiap eksudat pada masing – masing pasien diberi skor sebagai berikut berdasarkan Bates-Jensen wound assessment tool (Bates-Jensen & Sussman, 1998).

Eksudat

0 = Tidak ada = jaringan luka tampak kering

I = Kurang = jaringan luka tampak lembab, tidak terdapat eksudat yang diukur pada balutan

II = Kecil = jaringan luka tampak basah, kelembaban terdistribusi pada luka, drainase pada balutan ≤ 25%


(40)

III = Sedang = jaringan luka tampak jenuh, drainase dapat terdistribusi pada luka, drainase pada balutan > 25% dan ≤ 75%.

IV = Besar = jaringan luka basah, drainase bebas, dapat terdistribusi pada luka, drainase pada balutan ≥ 75%.

Pengukuran nyeri dapat digunakan dengan metode Verbal Rating Scale (VRS).

Nyeri

0 = tidak ada nyeri 1 = kurang nyeri 2 = nyeri sedang 3 = nyeri keras 4 = nyeri sangat keras

3.3.3 Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif. Bentuk dan kuantitas akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik sedangkan data kualitatif akan disajikan dalam bentuk uraian.

3.4 Langkah Penelitian

a. Meminta izin kepada Dekan Fakultas Farmasi USU agar disetujui dalam melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.


(41)

b. Menghubungi Badan Litbang RSUP H. Adam Malik Medan untuk mendapat izin melakukan penelitian dengan membawa surat rekomendasi dari Fakultas Farmasi USU.

c. Melaksanakan penelitian di Ruang Bedah Orthopedi Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan, dengan mengambil data Periode Maret - Mei 2011. d. Data yang diambil adalah pemantauan infeksi luka operasi saat

penggantian balutan pada masing – masing pasien selama 14 hari.

e. Analisis data dan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram sehingga didapatkan kesimpulan terhadap permasalahan.

3.5 Definisi Operasional

a. Infeksi luka operasi: infeksi dari luka yang didapat setelah operasi.

b. Eksudat: Salah satu gejala yang timbul dari infeksi luka operasi, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan sekresi faktor permeabilitas vaskular yang disebabkan oleh radang.

c. Nyeri: Suata rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. d. SOP (Standart Operasional Prosedur) penggantian perban:

- Penggantian perban menggunakan alat-alat yang sudah disterilkan

- Balutan dibuka

- Dibersihkan dengan kasa steril yang telah direndam larutan irigasi NaCl 0,9%


(42)

- Dikompres dengan kasa steril yang telah direndam infus metronidazol 0,5%

- Luka dibalut dengan kasa steril kering.

e. Drug Related Problem (Masalah Terkait Obat): suatu kejadian yang tidak diinginkan yang menimpa pasien yang berhubungan dengan terapi obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh terhadap perkembangan pasien yang diinginkan.


(43)

3.6 Bagan Alur Penelitian

Adapun gambaran dari pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1 Bagan alur penelitian

Pasien Rawat Inap di Ruang Bedah Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan

Pengelompokan berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi

Melakukan pendekatan kepada pasien, meminta persetujuan pasien

Pemantauan infeksi luka operasi dengan dua kriteria

Analisis data dengan metode deskriptif

Penarikan Kesimpulan

Eksudat Nyeri


(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan Ruang Rawat Inap Orthopedi Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan periode Maret – Mei 2011 diperoleh data seluruh pasien rawat inap sebanyak 15 pasien. Kriteria eksklusi diperoleh sebanyak 6 orang pasien, sehingga didapatkan total subjek yang bisa diamati sebanyak 9 orang pasien. Seluruh pasien yang menjadi subjek pengamatan mengalami perbaikan kondisi infeksi luka operasi dimana jumlah eksudat dan nyeri menurun secara signifikan setelah 14 hari penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres pada infeksi luka operasi.

4.1 Hasil Pengamatan Eksudat

Efektivitas penggunaan kompres metronidazol terhadap penurunan jumlah eksudat tampak pada seluruh pasien yang diamati. Sebanyak satu orang pasien mulai menunjukkan penurunan jumlah eksudat setelah empat hari penggunaan diawali dengan kondisi eksudat grade IV, sebanyak tiga orang pasien mulai menunjukkan penurunan jumlah eksudat setelah enam hari penggunaan diawali dengan kondisi eksudat grade IV, sebanyak dua orang pasien mulai menunjukkan penurunan jumlah eksudat setelah empat hari pemberian diawali dengan kondisi eksudat grade III dan sebanyak tiga orang pasien mulai menunjukkan penurunan jumlah eksudat setelah lima hari pemberian diawali dengan kondisi eksudat grade


(45)

Tabel 4.1 Pengamatan penurunan jumlah eksudat pada 9 pasien infeksi luka operasi.

N o

No Rekam

Medik Pasien

Kondisi Jumlah Eksudat

Minggu I Minggu II

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 46.86.42 III III III III III II II II II I I I 0 0 2 46.94.81 IV IV IV IV IV IV III III III II I I I I 3 46.78.84 IV IV IV IV IV IV III III III III III III II II 4 46.68.22 IV IV IV IV III III III III III II II II II II 5 46.96.95 III III III III III II II II II II II I I I 6 47.23.31 III III III III II II II II II II II I I I 7 97.15.64 IV IV IV IV IV IV III III III III III II II II 8 38.62.51 III III III III III II II II II II I I I I 9 43.42.96 III III III III II II II II II I I I 0 0 Keterangan:

0 = Tidak ada = jaringan luka tampak kering

I = Kurang = jaringan luka tampak lembab, tidak terdapat eksudat yang diukur pada balutan

II = Kecil = jaringan luka tampak basah, kelembaban terdistribusi pada luka, drainase pada balutan ≤ 25%

III = Sedang = jaringan luka tampak jenuh, drainase dapat terdistribusi pada luka, drainase pada balutan > 25% dan ≤ 75%. IV = Besar = jaringan luka basah, drainase bebas, dapat terdistribusi


(46)

Setelah 14 hari penggunaan kompres metronidazol didapat tiga orang pasien (33%) mengalami penurunan jumlah eksudat hingga grade II, sebanyak empat orang pasien (44%) mengalami penurunan jumlah eksudat hingga grade I, dan sebanyak dua orang pasien (22%) bahkan mengalami penurunan jumlah eksudat hingga grade 0 dimana berarti setelah 14 hari penggunaan kompres metronidazol tidak ditemukan lagi eksudat pada infeksi luka operasi pasien (Gambar 4.1).

Gambar 4.1 Kondisi akhir eksudat pada 9 pasien infeksi luka operasi

Produksi eksudat akan meningkat ketika terjadi infeksi dan rusaknya jaringan karena protease bakteri, karena itu dibutuhkan terapi antibiotik topikal dalam memanajemen jumlah eksudat pada infeksi luka operasi. Metronidazol merupakan agen topikal yang dapat mengatasi infeksi pada luka operasi sehingga dapat menurunkan produksi eksudat (Naylor, 2002). Respon metronidazol

22%

45% 33%

Grade 0 = 2 pasien

Grade I = 4 Pasien


(47)

sebagai agen topikal dapat dilihat setelah lima hari penggunaan dan terus meningkat hingga 14 hari penggunaan, penurunan drainase pada luka operasi terbukti efektif setelah penggunaan metronidazol topikal selama 14 hari (Kalinski, dkk., 2005).

Perbedaan inisiasi penurunan jumlah eksudat dan kondisi akhir jumlah eksudat dikarenakan adanya perbedaan kondisi luka operasi pada setiap pasien meliputi luas luka operasi dan warna dasar luka operasi yang dianalogikan kepada banyak atau tidaknya kolonisasi bakteri pada luka operasi (Kalinski, dkk., 2005).

4.2 Hasil Pengamatan Nyeri

Efektivitas penggunaan kompres metronidazol terhadap penurunan nyeri tampak pada seluruh pasien yang diamati. Sebanyak satu orang pasien mulai menunjukkan penurunan nyeri setelah empat hari penggunaan diawali dengan kondisi nyeri grade IV, sebanyak dua oarang pasien mulai menunjukan penurunan nyeri setelah tiga hari penggunaan diawali dengan kondisi nyeri grade III, sebanyak satu orang pasien mulai menunjukkan penurunan nyeri setelah sepuluh hari pengunaan diawali dengan kondisi nyeri grade III, sebanyak dua orang pasien mulai menunjukkan penurunan nyeri setelah tujuh hari penggunaan diawali dengan kondisi nyeri grade III, sebanyak dua orang pasien mulai menunjukkan penurunan nyeri setelah enam hari pengunaan diawali dengan kondisi nyeri grade III, dan sebanyak satu orang pasien mulai menunjukkan penurunan nyeri setelah tujuh hari pengunaan diawali dengan kondisi nyeri grade II (Tabel 4.2).


(48)

N o

No Rekam Medik Pasien

Kondisi Nyeri

Minggu I Minggu II

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 46.86.42 II II II II II II II I I I I I I I 2 46.94.81 III III III III III III III III III III II II II II 3 46.78.84 III III III II II II II II II II II II II II 4 46.68.22 IV IV IV IV III III III II II II II II II II 5 46.96.95 III III III III III III III II II II I I I I 6 47.23.31 III III III III III III III II II II I I I I 7 97.15.64 III III III III III III II II II II II I I I 8 38.62.51 III III III III III III II II II II II II II II 9 43.42.96 III III III II II II II II II I I I I I

Keterangan:

5 = tidak ada nyeri 6 = kurang nyeri 7 = nyeri sedang 8 = nyeri keras 9 = nyeri sangat keras

Setelah 14 hari penggunaan kompres metronidazol didapat empat orang pasien (44%) mengalami penurunan nyeri hingga grade II dan sebanyak lima orang pasien (56%) mengalami penurunan nyeri hingga grade I dimana berarti nyeri yang dirasakan oleh pasien adalah kurang nyeri setelah 14 hari penggunaan kompres metronidazol (Gambar 4.2).


(49)

Gambar 4.2 Kondisi akhir nyeri pada 9 pasien infeksi luka operasi

4.3 Drug Related Problem (Masalah Terkait Obat)

Metronidazol dapat diberikan secara sistemik dengan dosis 200 mg, 3 kali sehari dalam menangani infeksi bakteri anaerob, akan tetapi pemberian melalui cara ini dapat menimbulkan efek samping mual. Pemberian antibiotik secara sistemik tidak efektif pada jaringan nekrotik dengan sirkulasi darah yang buruk. Metronidazol secara topikal 1 kali sehari mudah digunakan dan merupakan tindakan yang efektif untuk perawatan luka operasi (Naylor, 2002).

Penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres merupakan salah satu pemberian secara topikal, tetapi merupakan Drug Related Problem pada kategori Ineffective Drug. Infus Metronidazol 0,5% seharusnya diberikan melalui jalur intravena, bukan melalui jalur topikal sebagai kompres. Berdasarkan data yang diperoleh, penggunaan obat ini sebagai kompres justru memberikan hasil

Grade I = 5 pasien

Grade II = 4 pasien

56 %

44 %


(50)

yang positif dalam menangani eksudat dan nyeri pada pasien luka operasi sehingga kualitas hidup pasien meningkat, hal ini berarti bahwa tujuan pengobatan pada pasien luka operasi telah tercapai.

Sediaan metronidazol gel telah beredar di pasaran dan seharusnya sediaan ini yang digunakan dalam perawatan pasien dengan infeksi luka operasi seperti yang dinyatakan oleh Kalinski (2005), bahwa formulasi sediaan topikal metronidazol gel telah dikembangkan, dimana sediaan ini dapat langsung menjadi

first line dalam perawatan pasien dengan infeksi luka operasi.

Hingga saat ini diketahui bahwa harga sediaan metronidazol gel relatif mahal, hal ini dapat berpengaruh terhadap biaya pengobatan pasien dan kesiapsiagaan tim medis dalam menangani pasien dengan infeksi luka operasi. Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres masih bisa dipertahankan dalam menangani eksudat dan nyeri pada pasien dengan infeksi luka operasi karena terbukti memberikan hasil yang positif terhadap kualitas hidup pasien.

Praktisi Farmasi memiliki tanggung jawab dalam mengidentifikasi terapi obat, mengembangkan rencana perawatan, mengambil keputusan yang rasional dan melakukan evaluasi untuk memastikan semua terapi obat yang diterima pasien relatif aman sehingga dapat mengoptimalkan semua terapi obat pada pasien untuk mencapai hasil pengobatan yang maksimal dan meningkatkan kualitas hidup setiap pasien (Cipolle, dkk., 1998).


(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Jumlah pasien yang diteliti sebanyak 9 orang pasien, merupakan keseluruhan pasien yang memenuhi kriteria dari bulan Maret hingga Mei 2011 di Ruang Bedah Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan. Berdasarkan hasil yang diamati dapat disimpulkan bahwa sediaan infus metronidazol 0,5% yang digunakan sebagai kompres efektif dalam mengontrol eksudat dan nyeri pada pasien infeksi luka operasi.

5.2 Saran

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lanjutan dalam menemukan formula terbaik dan konsentrasi efektif untuk membuat kompres metronidazol, serta kepada instalasi farmasi dapat memproduksi kompres metronidazol berdasarkan formula yang telah diteliti untuk digunakan sebagai terapi dalam menangani eksudat dan nyeri pada pasien infeksi luka operasi di RSUP H. Adam Malik Medan.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Abramson. J.H (1991), Metode Survei Dalam Kedokteran Komunitas, Pengantar Studi Epidemiologi dan Evaluatif. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Halaman 5-28.

Anonim. (2008). Infeksi Bakteri Anaerob. diakses 18 Juni 2011.

Ansel, H.C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta: UI Press. Halaman 462.

Bale, S., Tebble, N., & Price, P., (2004). A Topical Metronidazole Gel Used to Treat Malodorous Wounds. British Journal of Nursing. 10(2):153

Bates-Jensen, B.M., & Sussman, C. (1998). Wound Care; A Collaborative Practice Manual for Physical Therapists and Nurses. Maryland: Apen Publisher, Inc. Halaman 149.

Cipolle, R., Strand, L.M., Morley, P.C. (1998). Pharmaceutical Care Practice. New York: McGraw Hill; Chapter 1. Halaman 158.

Crisp, J., and Taylor, C. (2001). Potter and Perry’s Fundamental of Nursing. Australia: Mosby A HartcourtHealth Science company.

Diananda, R. (2009). Mengenal Seluk Beluk Kanker. Edisi Pertama. Yogyakarta: Kata Hati Press. Halaman 166 – 167, 173 – 175.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Depertemen Kesehatan RI. Halaman 12.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Depertemen Kesehatan RI. Halaman 12 – 13.

Effendi, C. (1999). Perawatan Pasien Luka Bakar. Jakarta: EGC. Halaman 25-26.

Ganiswara, S.G. (1995). Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi FK UI. Halaman 571, 578.


(53)

Hauser, A.G. (2007). Choosing the Right Antibacterial Agent. Chicago: Department of Microbiology Northwestern University. Halaman 13, 91, 145.

Ismail (2007). Luka dan Perawatannya. URL: http:rpromise.com/woundcare. Diaskes 25 Februari 2011.

Kalinski, C., Schenepf, M., Laboy, D., Hernandez, L., Nusbaum, J., Mc Grinder, B. et al (2005). Effectiveness of Topical Formulation Containing Metronidazole for Wound Odor and Exudate Control. 2010.

Naylor, W. (2002). Malignant Wound: Aetiology and Principles of Management.

British Journal of Nursing. 55 (2):50-51

Potter, P.A., Ferry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi IV volume 2. Jakarta: EGC. Halaman 31-33. Purwandari, Atik. (2008). Konsep Kebidanan Sejarah dan Profesionalisme.

Jakarta: Penerbit Buku EGC. Halaman 20

Raymond Adiwicaksana. (2009). Referat Infeksi Luka Operasi. http: //referensikedokteran . blogspot.com/ 2010/ 08/ referat – infeksi

-anaerob.html. Diakses 18 juni 2011.

Seto, S. (2001). Manajemen Apoteker. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 31 – 42.

Siregar, ch. J.P., dan Amalia, L. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku EGC. Halaman 25 – 49.

Suparyanto (2011). Konsep Infeksi Luka Operasi.


(54)

Lampiran 1. Pengamatan eksudat dan nyeri pada 9 pasien infeksi luka operasi

Jum

lah

eks

ud

at

hari

Gambar 2.1 Pengamatan eksudat pada 9 pasien infeksi luka operasi

K

ondi

si

nye

ri

hari


(55)

Lampiran 2. Perhitungan persentase efektvitas kompres metronidazol 0,5% mengontrol eksudat dan nyeri.

Eksudat

- Penurunan jumlah eksudat hingga grade II = 3 orang pasien

3

9 x 100% = 33,33%

- Penurunan jumlah eksudat hingga grade I = 4 orang pasien

4

9 x 100% = 44,44%

- Penurunan jumlah eksudat hingga grade 0 = 2 orang pasien

2

9 x 100% = 22,22%

Nyeri

- Penurunan nyeri hingga grade II = 4 orang pasien

4

9 x 100% = 44,44%

- Penurunan nyeri hingga grade I = 5 orang pasien

5


(56)

(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Jumlah pasien yang diteliti sebanyak 9 orang pasien, merupakan keseluruhan pasien yang memenuhi kriteria dari bulan Maret hingga Mei 2011 di Ruang Bedah Orthopedi RSUP H. Adam Malik Medan. Berdasarkan hasil yang diamati dapat disimpulkan bahwa sediaan infus metronidazol 0,5% yang digunakan sebagai kompres efektif dalam mengontrol eksudat dan nyeri pada pasien infeksi luka operasi.

5.2 Saran

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lanjutan dalam menemukan formula terbaik dan konsentrasi efektif untuk membuat kompres metronidazol, serta kepada instalasi farmasi dapat memproduksi kompres metronidazol berdasarkan formula yang telah diteliti untuk digunakan sebagai terapi dalam menangani eksudat dan nyeri pada pasien infeksi luka operasi di RSUP H. Adam Malik Medan.


(2)

39

DAFTAR PUSTAKA

Abramson. J.H (1991), Metode Survei Dalam Kedokteran Komunitas, Pengantar Studi Epidemiologi dan Evaluatif. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Halaman 5-28.

Anonim. (2008). Infeksi Bakteri Anaerob. diakses 18 Juni 2011.

Ansel, H.C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta: UI Press. Halaman 462.

Bale, S., Tebble, N., & Price, P., (2004). A Topical Metronidazole Gel Used to Treat Malodorous Wounds. British Journal of Nursing. 10(2):153

Bates-Jensen, B.M., & Sussman, C. (1998). Wound Care; A Collaborative Practice Manual for Physical Therapists and Nurses. Maryland: Apen Publisher, Inc. Halaman 149.

Cipolle, R., Strand, L.M., Morley, P.C. (1998). Pharmaceutical Care Practice. New York: McGraw Hill; Chapter 1. Halaman 158.

Crisp, J., and Taylor, C. (2001). Potter and Perry’s Fundamental of Nursing. Australia: Mosby A Hartcourt Health Science company.

Diananda, R. (2009). Mengenal Seluk Beluk Kanker. Edisi Pertama. Yogyakarta: Kata Hati Press. Halaman 166 – 167, 173 – 175.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Depertemen Kesehatan RI. Halaman 12.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Depertemen Kesehatan RI. Halaman 12 – 13.

Effendi, C. (1999). Perawatan Pasien Luka Bakar. Jakarta: EGC. Halaman 25-26.

Ganiswara, S.G. (1995). Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi FK UI. Halaman 571, 578.


(3)

Hauser, A.G. (2007). Choosing the Right Antibacterial Agent. Chicago: Department of Microbiology Northwestern University. Halaman 13, 91, 145.

Ismail (2007). Luka dan Perawatannya. URL: http:rpromise.com/woundcare. Diaskes 25 Februari 2011.

Kalinski, C., Schenepf, M., Laboy, D., Hernandez, L., Nusbaum, J., Mc Grinder, B. et al (2005). Effectiveness of Topical Formulation Containing Metronidazole for Wound Odor and Exudate Control. 2010.

Naylor, W. (2002). Malignant Wound: Aetiology and Principles of Management. British Journal of Nursing. 55 (2):50-51

Potter, P.A., Ferry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi IV volume 2. Jakarta: EGC. Halaman 31-33. Purwandari, Atik. (2008). Konsep Kebidanan Sejarah dan Profesionalisme.

Jakarta: Penerbit Buku EGC. Halaman 20

Raymond Adiwicaksana. (2009). Referat Infeksi Luka Operasi. http: //referensikedokteran . blogspot.com/ 2010/ 08/ referat – infeksi

-anaerob.html. Diakses 18 juni 2011.

Seto, S. (2001). Manajemen Apoteker. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 31 – 42.

Siregar, ch. J.P., dan Amalia, L. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku EGC. Halaman 25 – 49.

Suparyanto (2011). Konsep Infeksi Luka Operasi.


(4)

41

Lampiran 1. Pengamatan eksudat dan nyeri pada 9 pasien infeksi luka operasi

Jum

lah

eks

ud

at

hari

Gambar 2.1 Pengamatan eksudat pada 9 pasien infeksi luka operasi

K

ondi

si

nye

ri

hari

Gambar 2.2 Pengamatan nyeri pada 9 pasien infeksi luka


(5)

Lampiran 2. Perhitungan persentase efektvitas kompres metronidazol 0,5% mengontrol eksudat dan nyeri.

Eksudat

- Penurunan jumlah eksudat hingga grade II = 3 orang pasien 3

9 x 100% = 33,33%

- Penurunan jumlah eksudat hingga grade I = 4 orang pasien 4

9 x 100% = 44,44%

- Penurunan jumlah eksudat hingga grade 0 = 2 orang pasien 2

9 x 100% = 22,22% Nyeri

- Penurunan nyeri hingga grade II = 4 orang pasien 4

9 x 100% = 44,44%

- Penurunan nyeri hingga grade I = 5 orang pasien 5


(6)

43

Lampiran 3. Surat keterangan dari RSUP H. Adam Malik Medan