Pemantauan Penggunaan Infus Metronidazol 0,5% Sebagai Kompres Untuk Menangani Gejala Malodor Dan Eksudat Pada Pasien Luka Kanker Di RSUP H. Adam Malik Medan

(1)

PEMANTAUAN PENGGUNAAN INFUS METRONIDAZOL 0,5% SEBAGAI KOMPRES UNTUK MENANGANI GEJALA MALODOR DAN

EKSUDAT PADA PASIEN LUKA KANKER DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

OLEH: AYU PUSPITA NIM 071501002

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

PEMANTAUAN PENGGUNAAN INFUS METRONIDAZOL 0,5% SEBAGAI KOMPRES UNTUK MENANGANI GEJALA MALODOR DAN

EKSUDAT PADA PASIEN LUKA KANKER DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DIAJUKAN OLEH: AYU PUSPITA NIM 071501002

Disetujui Oleh: Pembimbing I,

Drs. Suryanto, MSi., Apt. NIP 196106191991031001

Pembimbing II

Dra. Nurminda Silalahi, M.Si., Apt. NIP 196206101992032001

BAB I

Disahkan Oleh: Panitia Penguji,

Dra. Saodah, M.Sc., Apt. NIP 195011171980022001

Drs. Suryanto, MSi., Apt. NIP 196106191991031001

Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. NIP 195107031977102001

Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt. NIP 195208241983031001

Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(3)

PEMANTAUAN PENGGUNAAN INFUS METRONIDAZOL 0,5% SEBAGAI KOMPRES UNTUK MENANGANI GEJALA MALODOR DAN

EKSUDAT PADA PASIEN LUKA KANKER DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

ABSTRAK

Metronidazol topikal telah digunakan secara luas untuk mengatasi gejala luka kanker yaitu malodor dan eksudat. Penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres untuk menangani gejala malodor dan eksudat pada pasien luka kanker merupakan drug related problem pada kategori ineffective drug, tetapi penggunaan sediaan ini memberikan hasil yang positif terhadap kualitas hidup pasien luka kanker.

Pada penelitian ini dilakukan pemantauan terhadap penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres pada pasien luka kanker di Ruang Rawat Inap Onkologi RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari – Maret 2011. Jumlah sampel yang dipantau sebanyak 16 pasien. Pemantauan meliputi efektivitas infus metronidazol 0,5% sebagai kompres dalam menangani gejala malodor dan eksudat pada pasien luka kanker. Analisis data menggunakan metode deskriptif.

Berdasarkan hasil pemantauan, infus metronidazol 0,5% sebagai kompres pada pasien luka kanker memberikan hasil positif terhadap perbaikan gejala luka kanker. Hal ini terlihat dari penurunan jumlah eksudat dan malodor dari semua pasien yang diamati. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres efektif untuk menangani malodor dan eksudat pada pasien luka kanker di RSUP H. Adam Malik Medan.


(4)

MONITORING OF METRONIDAZOLE INFUSION 0,5% AS A COMPRESS FOR TREATMENT MALODOR AND EXUDATE

IN CANCER WOUND PATIENTS

IN RSUP H. ADAM MALIK MEDAN ABSTRACT

Topical metronidazole has been used extensively to overcome the symptoms of cancer of malodor and wound exudate. The use of metronidazole infusion of 0.5% as a compress to treat symptoms of malodor and exudate in patients with cancer is a drug related problems on ineffective drug category, but the use of these preparations gave positive results on quality of life of cancer wound patients with wounds.

In this research, has been done the monitoring of the use of metronidazole infusion 0,5% as a compress on the cancer wound patients in Room Inpatient Oncology RSUP H. Adam Malik Medan period from January to March 2011. The number of samples being monitored as many as 16 patients. Monitoring included the effectiveness of metronidazole infussion 0,5% as a compress in dealing with symptoms malodor and exudate in patients with cancer wound. Analyze data using descriptive method.

Based on monitoring results, intravenous metronidazole 0.5% as a compress on the wound cancer patients gave positive results towards the improvement of cancer symptoms of cancer wound. This can be seen from the decrease in the amount of exudate and malodor of all patients were observed. It can be concluded that the use of intravenous metronidazole 0.5% effective as a compress to treat malodor and exudate in cancer wound patients on RSUP H. Adam Malik Medan.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas segala limpahan karunia yang tidak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada ayahanda Drs. Mapilindo, M.Pd dan Ibunda Dra. Lila Kesuma, M.Psi serta kepada adik-adikku yang tersayang Nanda, Lia, dan Afif atas semua doa yang tulus dan segala dukungan baik moral maupun material yang siberikan kepada penulis selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dekan dan para Pembantu Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Suryanto, M.Si, Apt. dan Ibu Dra. Nurminda Silalahi, M.Si, Apt. sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis.

3. Ibu Dra. Anayanti Arianto, M.Si, Apt. sebagai dosen wali yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.

4. Ibu Dra. Saodah, M.Sc., Apt., Ibu Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt. Selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan kepada penulis hingga selesainya skrispsi ini.


(6)

5. Seluruh staf Penelitian dan Pengembangan (LitBang) dan seluruh perawat di Ruang Bedah Onkologi Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan fasilitas dan bantuan selama melakukan penelitian ini.

6. Seluruh staf dan teman-teman asisten laboratorium Botani Farmasi, Putri, Darma, Toni dan kak Dian yang telah memberikan masukan kepada penulis selama penelitian berlangsung.

7. Seluruh staf dan teman-teman asisten laboratorium Teknologi Formulasi Steril, Kris, Dessy, kak Tika, bang Tedy, bang Gokman dan bang Ari yang telah memberikan banyak dukungan moral kepada penulis selama penelitian berlangsung.

8. Teman-teman penulis Danny, Ila, Yani, Puji, Fanny, Wahyudin, Nova, Nonie dan seluruh teman-teman stambuk 2007 lainnya yang telah memberikan dukungan moral dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.

Penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang membangun untuk skripsi ini, dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, Juni 2011

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ... ii

KATA PENGANTAR ……… iii

ABSTRAK ………... ... v

ABSTRACT ……… ... vi

DAFTAR ISI ……… ... vii

DAFTAR TABEL ………... ... x

DAFTAR GAMBAR ……… ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ……… ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ……… ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir ……… 3

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ……….... 6

2.1 Luka Kanker ……… 6

2.1.1 Definisi Luka Kanker ……… 6

2.1.2 Patofisiologi Luka Kanker ………..… 7


(8)

a. Malodor ……….. 8

b. Eksudat ……… 9

2.2 Perawatan Paliatif ………... 10

2.3 Antibiotik ………... 11

\ 2.4 Metronidazol ……….. 12

2.4.1 Pengertian ……….. 12

2.4.2 Mekanisme Kerja Metronidazol ………... 12

2.4.3 Manfaat Metronidazol ……… 13

2.5 Larutan ……… 14

2.5.1 Infus Intravenus ………. 14

2.5.2 Irigasi ……….. 14

2.5.3 Larutan Topikal ………. 14

2.6 Bakteri Anaerob ……….. 15

2.7 Drug Related Problem (Masalah Terkait Obat) ……….. 15

2.7.1 Definisi ……… 15

2.7.2 Kategori Drug Related Problem ………. 16

2.8 Rumah Sakit ……… 18

2.8.1 Definisi Rumah Sakit ……….. 18

2.8.2 Fungsi Rumah Sakit ……… 19

BAB III. METODE PENELITIAN ………... 21

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian... 20

3.1.1 Waktu …………... 20

3.1.2 Lokasi ………….………... 20


(9)

3.2.1 Populasi ………... 20

3.2.2 Sampel ………….. ……….... 20

3.3 Rancangan Penelitian …………..……… 21

3.3.1 Sumber Data ……….. 21

3.3.1 Pengumpulan Data ……….... 21

3.3.2 Pengolahan Data ………...……….. 23

3.4 Langkah Penelitian ………... 23

3.5 Definisi Operasional ………... 24

3.6 Bagan Alur Penelitian... 25

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 26

4.1 Hasil Pengamatan Eksudat... 26

4.2`Hasil Pengamatan Malodor ... 28

4.3 Drug Related Problem ………...…………... 29

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 34

5.1 Kesimpulan... 34

5.2 Saran... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 36


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Pengamatan Penurunan Eksudat pada 16 Pasien

Luka Kanker ………... 27 Tabel 2 Pengamatan Penurunan Malodor pada 16 Pasien


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Skema Hubungan Variabel Bebas dan Variabel Terikat …… 4 Gambar 2 Kondisi Akhir Eksudat pada 16 Pasien Luka Kanker ……... 31 Gambar 3 Kondisi Akhir Malodor pada 16 Pasien Luka Kanker …….. 31 Gambar 4 Pengamatan Eksudat pada 16 Pasien Luka Kanker ………... 32 Gambar 5 Pengamatan Malodor pada 16 Pasien Luka Kanker ……….. 33 Gambar 6 Luka Kanker Pasien Sebelum dan Sesudah 14 Hari

Penggunaan Infus Metronidazol 0,5% sebagai Kompres …… 39 Gambar 7 Alat-Alat Penggantian Perban ……… 41 Gambar 8 Proses Penggantian Perban ……….. 42


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Formulir Data Perawatan Pasien Luka Kanker ………. 38 Lampiran 2 Luka Kanker Pasien Sebelum dan Sesudah 14 Hari

Penggunaan Infus Metronidazol 0,5% sebagai Kompres ….. 39 Lampiran 3 Alat-Alat Penggantian Perban ………... 41 Lampiran 4 Proses Penggantian Perban ………... 42 Lampiran 5 Surat Keterangan dari RSUP H. Adam Malik Medan ……. 43


(13)

PEMANTAUAN PENGGUNAAN INFUS METRONIDAZOL 0,5% SEBAGAI KOMPRES UNTUK MENANGANI GEJALA MALODOR DAN

EKSUDAT PADA PASIEN LUKA KANKER DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

ABSTRAK

Metronidazol topikal telah digunakan secara luas untuk mengatasi gejala luka kanker yaitu malodor dan eksudat. Penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres untuk menangani gejala malodor dan eksudat pada pasien luka kanker merupakan drug related problem pada kategori ineffective drug, tetapi penggunaan sediaan ini memberikan hasil yang positif terhadap kualitas hidup pasien luka kanker.

Pada penelitian ini dilakukan pemantauan terhadap penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres pada pasien luka kanker di Ruang Rawat Inap Onkologi RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari – Maret 2011. Jumlah sampel yang dipantau sebanyak 16 pasien. Pemantauan meliputi efektivitas infus metronidazol 0,5% sebagai kompres dalam menangani gejala malodor dan eksudat pada pasien luka kanker. Analisis data menggunakan metode deskriptif.

Berdasarkan hasil pemantauan, infus metronidazol 0,5% sebagai kompres pada pasien luka kanker memberikan hasil positif terhadap perbaikan gejala luka kanker. Hal ini terlihat dari penurunan jumlah eksudat dan malodor dari semua pasien yang diamati. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres efektif untuk menangani malodor dan eksudat pada pasien luka kanker di RSUP H. Adam Malik Medan.


(14)

MONITORING OF METRONIDAZOLE INFUSION 0,5% AS A COMPRESS FOR TREATMENT MALODOR AND EXUDATE

IN CANCER WOUND PATIENTS

IN RSUP H. ADAM MALIK MEDAN ABSTRACT

Topical metronidazole has been used extensively to overcome the symptoms of cancer of malodor and wound exudate. The use of metronidazole infusion of 0.5% as a compress to treat symptoms of malodor and exudate in patients with cancer is a drug related problems on ineffective drug category, but the use of these preparations gave positive results on quality of life of cancer wound patients with wounds.

In this research, has been done the monitoring of the use of metronidazole infusion 0,5% as a compress on the cancer wound patients in Room Inpatient Oncology RSUP H. Adam Malik Medan period from January to March 2011. The number of samples being monitored as many as 16 patients. Monitoring included the effectiveness of metronidazole infussion 0,5% as a compress in dealing with symptoms malodor and exudate in patients with cancer wound. Analyze data using descriptive method.

Based on monitoring results, intravenous metronidazole 0.5% as a compress on the wound cancer patients gave positive results towards the improvement of cancer symptoms of cancer wound. This can be seen from the decrease in the amount of exudate and malodor of all patients were observed. It can be concluded that the use of intravenous metronidazole 0.5% effective as a compress to treat malodor and exudate in cancer wound patients on RSUP H. Adam Malik Medan.


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak normal yang menyerang organ dengan cepat sehingga fungsinya hancur dan menyebabkan kematian. Kanker menjadi salah satu penyakit yang paling ditakuti masyarakat, apalagi kanker yang sudah metastase dan menimbulkan luka kanker. Kanker dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti pola hidup yang tidak sehat dan juga faktor genetik dan lingkungan. Pada era globalisasi inilah kasus penyakit kanker kian meningkat akibat pola hidup dan lingkungan yang tidak sehat (Gustia, 2010)

Beberapa dekade ini penyakit kanker semakin meningkat. Kasus kanker di negara Indonesia dan beberapa negara di dunia tiap tahun terus meningkat, mulai dari yang tertinggi kanker payudara, kanker leher rahim (serviks), kanker paru, kanker usus besar (kolorektal), kanker prostat, kanker darah, kanker tulang, kanker hati, kanker kulit. Setidaknya di dunia ada lebih dari 100 jenis kanker. Menurut WHO dan Bank Dunia memperkirakan setiap tahun, 12 juta orang di seluruh dunia menderita kanker dan 7,6 juta di antaranya meninggal dunia (Indarini, 2008).

Berdasarkan data Riskesdas, 2007, di Indonesia rasio tumor atau kanker adalah 4,3 per 1000 penduduk. Kanker merupakan penyebab kematian nomor 7 (5,7%) setelah stroke, TB, hipertensi, cedera, perinatal dan diabetes mellitus. Sedangkan berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007, kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di seluruh RS di Indonesia (16,85%), disusul kanker leher rahim (11,78%)


(16)

Angka kejadian luka kanker tidak sepenuhnya diketahui namun Schiech (2002) melaporkan jumlah luka kanker 9% dari jumlah pasien kanker. Studi retrospektif yang dilakukan Thomas (Draper, 2005) pada unit radioterapi dan onkologi di United Kingdom melaporkan kejadian luka kanker dalam 4 minggu yaitu 295 dari 2417 (12,2%) responden. Luka kanker sering ditemukan di area payudara (39%) diikuti area kepala/leher sebesar 33,8 (Naylor, 2002).

Luka kanker disebabkan oleh pertumbuhan sel kanker sampai menembus lapisan dermis dan/atau epidermis kulit, sehingga menonjol ke luar atau bentuknya menjadi tidak beraturan. Sel kanker yang menonjol ke luar kulit umumnya berupa benjolan yang keras, sukar digerakkan, berbentuk seperti jamur atau bunga kol, mudah terinfeksi sehingga menyebabkan lendir, cairan dan bau yang tidak sedap (Diananda, 2009). Gejala yang sering ditemukan pada luka kanker diantaranya adalah malodor dan eksudat (Tanjung, dkk., 2007).

Naylor (2002) menyebutkan bahwa tujuan perawatan luka kanker bukan untuk menyembuhkan luka, tapi untuk mempertahankan kenyamanan, menghindari isolasi sosial, dan meningkatkan kualitas hidup. Perawatan berfokus pada mencegah dan mengatasi infeksi pada luka kanker, salah satunya malodor dan eksudat yang berperan besar menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien dan lingkungan pasien dengan luka kanker.

Metronidazol telah digunakan secara luas sebagai agen topikal untuk perawatan luka kanker. Metronidazol topikal bekerja dengan cara berikatan dengan DNA bakteri dan mengganggu replikasi bakteri yang kemudian dapat mencegah dan mengatasi gejala malodor dan eksudat pada luka kanker (Bale, dkk., 2004).


(17)

Berdasarkan studi orientasi di Ruang Bedah Onkologi Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan terdapat lebih kurang 20 orang pasien dalam satu bulan dengan kasus luka kanker. Penanganan luka kanker pada pasien yang dirawat berdasarkan data empirik menggunakan infus metronidazol 0,5% secara topikal sebagai kompres pada luka kanker. Penggunaan ini merupakan salah satu drug related problem pada kategori ineffective drug. Belum pernah dilakukan penelitian yang membuktikan secara ilmiah bahwa penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres ini secara signifikan dapat mengurangi gejala malodor dan eksudat pada pasien luka kanker, tetapi terapi ini tetap dijalankan.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan pemantauan penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres dalam menangani gejala malodor dan eksudat pada pasien luka kanker di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini memantau tentang penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres dalam menangani gejala yang timbul pada pasien dengan luka kanker di Ruang Onkologi RSUP H. Adam Malik Medan. Dimana penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres merupakan drug related problem pada kategori ineffective drug. Hal yang dipantau adalah perbaikan luka kanker pasien yang ditandai dengan berkurangnya gejala yang timbul yaitu malodor dan eksudat. Dalam hal ini infus metronidazol 0,5% sebagai kompres adalah variabel bebas (independent variable) dan gejala luka kanker pada pasien sebagai variabel terikat (dependent variable). Adapun selengkapnya mengenai gambaran kerangka pikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.


(18)

Variabel bebas Variabel terikat

1.3 Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah penelitian ini yaitu, apakah penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres efektif digunakan dalam menangani gejala malodor dan eksudat pada pasien luka kanker di RSUP H. Adam Malik Medan. 1.4 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka dibuat hipotesis, penggunaan infus metronidazol sebagai kompres efektif digunakan dalam menangani gejala malodor dan eksudat pada pasien luka kanker di RSUP H. Adam Malik Medan. 1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres efektif digunakan dalam menangani malodor dan eksudat pada pasien luka kanker di RSUP H. Adam Malik Medan.

Gambar 1. Skema Hubungan Variabel Bebas dan Variabel Terikat Infus

metronidazol 0,5% sebagai

kompres

gejala luka kanker

pasien Malodor Eksudat

Drug related problem

Ineffective drug

Gejala berkurang,

perbaikan luka kanker


(19)

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah membuktikan secara ilmiah bahwa pemakaian infus metronidazol sebagai kompres secara empiris efektif digunakan untuk menangani gejala malodor dan eksudat pada pasien luka kanker. Diharapkan dengan adanya penelitian ini instalasi farmasi dapat membuat kompres metronidazol untuk menangani gejala malodor dan eksudat pada pasien luka kanker sehingga drug related problem pada kategori ineffective drug tidak terjadi. Selain itu, dengan adanya penelitian ini diharapkan kompres metronidazol yang telah diproduksi sendiri oleh instalasi farmasi dapat dimasukkan sebagai paket penggantian perban pada perawatan pasien luka kanker di RSUP H. Adam Malik Medan.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Luka Kanker

2.1.1 Definisi Luka Kanker

Luka kanker merupakan luka kronik yang berhubungan dengan kanker stadium lanjut (Tanjung,dkk., 2007). Hoplamazin (2006) menyebutkan definisi luka kanker sebagai kerusakan integritas kulit yang disebabkan infiltrasi sel kanker. Luka kanker disebabkan oleh pertumbuhan sel kanker sampai menembus lapisan dermis dan/atau epidermis kulit, sehingga menonjol keluar atau bentuknya menjadi tidak beraturan. Sel kanker yang menonjol keluar kulit umumnya berupa benjolan yang keras, sukar digerakkan, berbentuk seperti jamur atau bunga kol, mudah terinfeksi sehingga menyebabkan lendir, cairan dan bau yang tidak sedap (Diananda, 2009) .Luka kanker terjadi ketika kanker yang tumbuh dibawah kulit merusak lapisan kulit sehingga terbentuk luka. Seperti pertumbuhan kanker, luka kanker juga akan menyebabkan penghambatan dan merusak pembuluh darah tipis, dimana daerah tersebut kekurangan oksigen. Hal ini akan menyebabkan kulit dan jaringan menjadi mati (nekrosis). Selain jaringan menjadi nekrosis, bakteri atau kuman juga akan mudah menginfeksi luka sehingga luka akan berbau (Naylor, 2002).

Luka kanker merupakan luka kronik yang sukar sembuh. Luka kronik adalah luka yang gagal mengalami perbaikan untuk mngembalikan integritas fungsi dan anatomi sesuai dengan tahap dan waktu yang normal. Seperti luka yang lainnya, luka kanker juga mengalami tahapan proses penyembuhan luka. Luka kanker ada pada tahap poliferasi yang memanjang dimana akan terjadi penurunan fibroblast,


(21)

penurunan produksi kolagen dan berkurangnya angiogenesis kapiler. Oleh karena itu luka kanker terus ada pada kondisi hipoksia panjang yang kemudian menjadi nekrotik (Pudner, 1998).

2.1.2 Patofisiologi Luka Kanker

Luka kanker berhubungan dengan infiltrasi dan poliferasi sel kanker menuju epidermis kulit. Tumor ini dapat tumbuh secara cepat lebih kurang 24 jam dengan bentuk seperti cauliflower (Naylor, 2002). Luka kanker dapat pula berkembang dari tumor local menuju epithelium (Kalinski,dkk., 2005). Selain itu, luka kanker dapat terjadi akibat metastase kanker (Sciech, 2002).

Sel kanker akan tumbuh terus menerus dan sulit untuk dikendalikan. Sel kanker dapat menyebar melalui aliran pembuluh darah dan permeabilitas kapiler akan terganggu sehingga sel kanker dapat berkembang pada jaringan kulit . Sel kanker tersebut akan terus menginfiltrasi jaringan kulit, menghambat dan merusak pembuluh darah kapiler yang mensuplai darah ke jaringan kulit. Akibatnya jaringan dan lapisan kulit akan mati (nekrosis) kemudian timbul luka kanker, infiltrasi sel kanker dapat dilihat pada gambar (Naylor, 2003).


(22)

Jaringan nekrosis merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri, baik bakteri aerob atau anaerob (Bale,dkk., 2004). Cooper dan Grey (2005) menyebutkan bahwa proporsi bakteri anaerob yang relatif tinggi pada luka kanker. Bakteri anaerob berkolonisasi pada luka kanker dan melepaskan volatile fatty acid sebagai sisa metabolik yang bertanggung jawab terhadap malodor dan pembentukan eksudat pada luka kanker (Kalinski,dkk., 2005).

2.1.3 Gejala Luka Kanker

Gejala yang sering ditemukan pada luka kanker diantaranya adalah malodor dan eksudat (Tanjung,dkk., 2007).

2.1.3.1 Malodor

Malodor merupakan sensasi yang dirasakan reseptor olfactory yang terletak dibelakang hidung. Produksi odor pada luka kanker selalu dirasakan dan dapat menstimulasi reflek gag maupun muntah. Malodor pada luka kanker merupakan sumber bau yang menyengat bagi pasien, keluarga, maupun petugas kesehatan (Kalinski,dkk., 2005).

Penyebab malodor sebenarnya belum diketahui, namun beberapa hal yang berkontribusi terhadap malodor sudah menjadi postulat yaitu terjadinya infeksi, kolonisasi bakteri anaerob, dan nekrosis pada jaringan (Bale,dkk., 2004). Bakteri anaerob yang berhubungan dengan malodor yaitu: Bacteroides spp, Prevotella spp, Fusobacterium nucleatum, Clostridium perfringens, dan Anaerobic cocci (Draper, 2005). Volatile fatty acid sebagai hasil akhir metabolisme dari kolonisasi bakteri anaerob merupakan hal yang menimbulkan malodor pada luka kanker (Kalinski,dkk., 2005)


(23)

Pengkajian malodor masih tergolong subyektif karena tergantung dari penilaian seseorang untuk mengenal bau dengan lebih baik. Menurut Bates-Jensen wound assessment tool (Bates-Jensen & Sussman, 1998) beberapa kriteria yang dapat memonitor bau dan dapat membantu dalam pengkajian dan evaluasi perawatan yaitu ; Bau kuat : bau tercium kuat dalam ruangan (6- 10 langkah dari pasien) dengan balutan tertutup.Bau sedang : bau tercium kuat dalam ruangan (6-10 langkah dari pasien) dengan balutan terbuka.Bau ringan : bau tercium bila dekat dengan penderita pada saa balutan dibuka. Bau tidak ada : bau tidak tercium saat disamping penderita.

Malodor juga dapat diukur menggunakan skor odor dari skala analog visual. Malodor dari luka kanker pasien diberi skor 0 – 10 ; 0 = tidak ada bau, 1 – 4 = bau sedikit ofensif, 5 – 8 = bau cukup ofensif , 9 – 10 = bau sangat ofensif (Kalinski,dkk., 2005)

2.1.3.2 Eksudat

Luka kanker juga mengeluarkan eksudat yang berlebihan dan tidak terkontrol. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan sekresi faktor permeabilitas vaskular oleh sel tumor merupakan penyebab pengeluaran eksudat yang berlebihan. Produksi eksudat juga akan meningkat ketika terjadi infeksi dan rusaknya jaringan karena protease bakteri (Naylor, 2002).

Eksudat adalah setiap cairan yang merupakan filter dari system peredaran darah pada daerah peradangan. Komposisinya bervariasi, tetapi umumnya terdiri dari air dan zat-zat yang terlarut pada cairan sirkulasi utama seperti darah. Dalam hal ini, darah akan berisi beberapa protein plasma, sel darah putih, trombosit dan


(24)

sel darah merah (apabila terjadi kasus kerusakan vascular lokal) (Crisp & Taylor, 2001).

Jumlah eksudat juga dapat diukur dengan menggunakan alat ukur yang diambil dari Bates-Jensen wound assessment tool (Bates-Jensen & Sussman, 1998). Hasil pengukuran dikategorikan berdasarkan proporsi balutan yang terpapar eksudat. Jumlah eksudat diukur dengan membagi area menjadi 4 bagian. Kategori pengukuran digambarkan sebagai berikut:

Tidak ada = jaringan luka tampak kering

Kurang = jaringan luka tampak lembab, tidak terdapat eksudat yang diukur pada balutan

Kecil = jaringan luka tampak basah, kelembaban terdistribusi pada luka, drainase pada balutan ≤25%

Sedang = jaringan luka tampak jenuh, drainase dapat terdistribusi pada luka, drainase pada balutan >25% s.d. ≤75%.

Besar = jaringan luka basah, drainase bebas, dapat terdistribusi pada luka, drainase pada balutan ≥ 75%.

2.2 Perawatan Paliatif

Perawatan paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan menyeluruh, dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan dukungan kepada keluarganya. Mesti pada akhirnya pasien meninggal, yang terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya. Jadi, tujuan utama perawatan paliatif bukan untuk menyembuhkan.


(25)

Dan yang ditangani bukan hanya penderita tetapi juga keluarganya (Diananda, 2009)

Menurut dr. Maris A Witjaksono, dokter palliative Care Rumah Sakit Dharmais, Jakarta, dalam buku Seluk Beluk Kanker (Diananda, 2009), prinsip-prinsip perawatan paliatif sebagai berikut:

1. Menghargai setiap kehidupan.

2. Menganggap kematian sebagai proses normal. 3. Tidak mempercepat atau menunda kematian.

4. Mengahargai keinginan pasien dalam setiap pengambilan keputusan. 5. Menghilangkan nyeri dan gejala lain yang mengganggu.

6. Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial, dan spiritual. 7. Menghidari tindakan medis yang sia-sia.

8. Memberikan dukungan yang diperlukan agar pasien tetap aktif sesuai dengan kondisinya sampai akhir hayat.

9. Memberikan dukungan kepada keluarga dalam masa duka cita 2.3 Antibiotik

Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid (Ganiswara, 1995)

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi dalam lima kelompok (Ganiswara, 1995) :


(26)

2. Menghambat sintesis dinding sel mikroba 3. Mengganggu permeabilitas dinding sel mikroba 4. Menghambat sintesis protein sel mikroba

5. Menghambat sintesis atau merusak asam nukleat mikroba.

Setelah dokter menetapkan perlu diberikan antimikroba pada pasien, langkah berikutnya ialah memilih jenis antimikroba yang tepat, serta menentukan dosis dan cara pemberiannya. Dalam memilih jenis antimikroba yang tepat harus dipertimbangkan factor sensitivitas mikrobanya terhadap antimikroba, keadaan tubuh hospes dan factor biaya pengobatan (Ganiswara, 1995)

2.4 Metronidazol 2.4.1 Pengertian

Metronidazol (1b-hidroksi-etil)2-metil-5-nitroimidazol, ditemukan pada tahun 1950. Dikembangkan menjadi antibiotik yang sering dan sangat penting dalam menangani infeksi yang disebabkan oleh bakteri anaerob (Hauser, 2007)

Injeksi metronidazol adalah larutan steril, isotonis, dalam Air untuk injeksi yang didapar , mengandung metronidazol, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (Depkes RI, 1995). 2.4.2 Mekanisme Kerja Metronidazol

Metronidazol merupakan molekul kecil yang dapat melakukan difusi pasif kedalam bakteri. Komponen yang sangat penting dari struktur metronidazol adalah nitro group yang tersambung pada ring siklik. Nitro group ini harus mengalami reduksi untuk mengaktifkan metronidazol. Nitro group dari metronidazol diperkirakan membentuk radikal bebas yang berefek pada kerusakan molekul DNA bakteri sehingga bakteri mati (Hauser,2007)


(27)

Metronidazol topikal bekerja dengan cara berikatan pada DNA bakteri dan mengganggu replikasi bakteri ( Bale,dkk., 2004 ).

Dalam sel atau mikroorganisme metronidazol mengalami reduksi menjadi produk polar. Hasil reduksi ini mempunyai aksi antibakteri dengan jalan menghambat sintesa asam nukleat sehingga mengahambat replikasi bakteri (Hauser, 2007). Kelompok nitroimidazol seperti metronidazol mampu memecah pita ganda DNA menjadi fragmen-fragmen DNA. Metronidazol mampu menghambat pertumbuhan bakteri anaerob dan protozoa.

Mekanisme metronidazol dalam memecah DNA menjadi beberapa fragmen

2.4.3 Manfaat Metronidazol

Metronidazol bekerja efektif baik lokal maupun sistemik. Metronidazol telah digunakan secara luas sebagai agen topikal untuk mengatasi gejala luka kanker (Bale,dkk., 2004). Metronidazol topikal efektif mengatasi luka dengan eksudat dan tidak menimbulkan rasa nyeri ataupun tidak enak (Kalinski, dkk., 2005).

Metronidazol bekerja efektif dalam menangani malodor pada luka kanker yang identik dengan infeksi anaerob. Formulasi metronidazol gel topikal yang


(28)

telah dikembangkan efektif dalam menagani bau dari luka kanker yang sangat ofensif (Martindale, 1988).

2.5 Larutan

Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut, misal: terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Karena molekul-molekul dalam larutan terdispersi secara merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan umumnya memberikan jaminan keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau dicampur (Depkes RI, 1995)

2.5.1 Infus Intravenus

Infus intravenus adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung kedalam vena dalam volume relatif banyak. Infus intravenus tidak diperbolehkan mengandung bakterisida dan zat dapar. Larutan infus intravenus harus jermih dan bebas partikel (Depkes RI, 1979)

2.5.2 Irigasi

Irigasi adalah larutan steril yang digunakan untuk mencuci atau membersihkan luka terbuka atau rongga-rongga tubuh. Pemakaiannya secara topikal, tidak boleh digunakan secara parenteral (Depkes RI, 1995)

2.5.3 Larutan Topikal

Larutan topikal adalah larutan yang biasanya mengandung air tetapi seringkali mengandung pelarut lain, seperti etanol dan poliol, untuk penggunaan topikal pada kulit (Depkes RI, 1995)


(29)

2.6 Bakteri Anaerob

Bakteri anaerob adalah bakteri yang tidak dapat tumbuh pada lingkungan yang kaya akan oksigen. Sebagian besar organisme ini tumbuh normal pada rongga mulut manusia, saluran gastrointestinal dan saluran genital wanita. Infeksi dari bakteri ini sering diikuti dengan kerusakan permukaan mukosa dimana bakteri ini tumbuh (Hauser, 2007).

Bakteri anaerob menyerang tubuh manusia dengan cara mengeluarkan racun yang berbahaya. Beberapa racun yang dihasilkan dari species clostridial diketahui luas merupakan salah satu racun berbahaya (Hauser, 2007).

2.7 Drug Related Problem (Masalah Terkait Obat) 2.7.1 Definisi

DRPs adalah suatu kejadiaan yang tidak diinginkan yang dialami oleh pasien yang mana melibatkan atau diduga melibatkan terapi obat dan itu sebenarnya atau berpotensi berpengaruh terhadap hasil yang diinginkan pasien (Cipolle , dkk., 1998).

DRPs terdiri dari Actual DRPs dan Potential DRPs. Actual DRPs adalah masalah yang sedang terjadi berkaitan dengan terapi obat yang sedang diberikan pada penderita. Sedangkan Potential DRPs adalah masalah yang diperkirakan akan terjadi yang berkaitan dengan terapi obat yang sedang digunakan oleh penderita. Ketika sebuah DRPs terdeteksi, maka sangat penting untuk merencanakan bagaimana cara mengatasinya. Kita harus memberikan skala prioritas untuk DRPs tersebut, yang manakah yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Prioritas masalah tersebut didasarkan pada risiko yang mungkin timbul


(30)

pada penderita. Hal- hal yang harus diperhatikan dalam menentukan skala prioritas DRPs adalah :

a. Masalah yang manakah yang dapat diselesaikan atau dihindari segera , dan yang manakah yang dapat diselesaikan kemudian.

b. Masalah yang merupakan bagian dari tugas atau tanggung jawab seorang farmasis.

c. Masalah yang dapat diselesaikan dengan cepat oleh seorang farmasis dan penderitanya.

d. Masalah yang dalam penyelesaiannya, memerlukan bantuan dari tenaga kesehatan lainnya (dokter, perawat, keluarga penderita, dan lain- lain) (Seto, 2001).

2.7.2 Kategori Drug Related Problem

Macam- macam Drug Related Problem

Kemungkinan penyebab Drug Related Problem

Mebutuhan terapi tambahan obat

Terapi obat yang tidak perlu

1. Pasien mempunyai kondisi medis baru yang

membutuhkan terapi awal pada obat. 2. Pasien mempunyai penyakit kronik yang

membutuhkan terapi obat berkisinambungan.

3. Pasien mempunyai kondisi kesehatan yang membutuhkan parmakoterapi kombinasi untuk mencapai efek sinergis atau potensiasi.

4. Pasien dalam keadaan risiko

pengembangkan kondisi kesehatan baru yang dapat dicegah dengan penggunaan alat pencegah penyakit pada terapi obat dan/atau tindakan pra medis.

1. Pasien yang sedang mendapatkan

pengobatan yang tidak tepat indikasi pada waktu itu.

2. Pasien yang tidak sengaja maupun sengaja kemasukan sejumlah racun dari obat atau


(31)

Terapi salah obat

Dosis terlalu rendah

Reaksi obat yang merugikan

kimia,sehingga menyebabkan rasa sakit pada waktu itu.

3. Pengobatan pada pasien pengkonsumsi obat, alkohol dan rokok.

4. Kondisi kesehatan pasien lebih baik diobati dengan terapi tanpa obat.

5. Pasien yang mendapatkan beberapa obat untuk kondisi yang mana hanya satu terapi obat yang terindikasi.

6. Pasien yang mendapatkan terapi obat untuk pangobatan yang tidak dapat

dihindarkan dari reaksi efek samping yang disebabkan dengan pengobatan lainnya. 1. Pasien dimana obat tidak efektif.

2. Pasien yang mempunyai riwayat alergi. 3. Pasien penerima obat yang paling tidak

efektif untuk indikasi pengobatan. 4. Pasien dengan faktor risiko pada

kontraindikasi penggunaan obat.

5. Pasien menerima obat efektif tetapi least costly.

6. Pasien menerima obat efektif tetapi tidak aman.

7. Pasien yang tekena infeksi resisten terhadap obat yang digunakan.

8. Pasien menerima kombinasi produk yang tidak perlu dimana single drug dapat memberikan pengobatan yang tepat. 1. Pasien menjadi sulit disembuhkan dengan

terapi obat yang digunakan.

2. Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk menimbulkan respon.

3. Konsentrasi obat dalam serum dibawah range teraupetik yang diharapkan.

4. Waktu prophylaxis (presugikal) antibiotik diberikan terlalu cepat.

5. Dosis dan fleksibilitas tidak cukup untuk pasien.

6. Terapi obat berubah sebelum teraupetik percobaan cukup untuk pasien.

7. Pemberian obat terlelu cepat.

1. Pasien yang faktor risiko yang berbahaya bila obat digunakan.


(32)

Dosis terlalu tinggi.

Kepatuhan

interaksi dengan obat lain/makanan pasien.

3. Efek dari obat dapat diubah oleh substansi makanan pasien.

4. Efek dari obat dapat diubah penghambat enzim/ pemacu obat lain.

5. Efek dari obat dapat diubah dengan pemindahan obat dari binding site oleh obat lain.

6. Hasil labboratorium dapat berubah karena gangguan obat lain.

1. Pasien dengan dosis tinggi

2. Konsentrasi obat dalam serum pasien diatas range terapuetik obat yang diharapkan.

3. Dosis obat meningkat terlalu cepat. 4. Obat, dosis, rute, perubahan formulasi

yang tidak tepat.

5. Dosis dan interval flexibility tidak tepat 1. Pasien tidak menerima aturan pakai obat

yang tepat (penulisan, obat, pemberian, pemakaian)

2. Pasien tidak menuruti rekomendasi yang diberikan untuk pengobatan.

3. Pasien tidak mengambil obat yang diresepkan karena mahal.

4. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan karena tidak mengerti. 5. Pasien tidak mengambil beberapa obat

yang diresepkan secara konsisten karena merasa sudah sehat.

(Cipolle, dkk., 1998)

2.8 Rumah Sakit

2.8.1 Definisi Rumah Sakit

Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk


(33)

memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakannya disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi melakukan upaya kesehatan dasar, kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Siregar, 2004).

2.8.2 Fungsi Rumah Sakit

Rumah sakit mempunyai beberapa fungsi, yaitu menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik dan non medik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, pelayanan rujukan upaya kesehatan, administrasi umum dan keuangan. Maksud dasar keberadaan rumah sakit adalah mengobati dan perawatan penderita sakit dan terluka. Sehubungan dengan fungsi dasar ini, rumah sakit memberikan pendidikan bagi mahasiswa dan penelitian yang juga merupakan fungsi yang penting. Fungsi keempat yaitu pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan juga telah menjadi fungsi rumah sakit. Jadi empat fungsi dasar rumah sakit adalah pelayanan penderita, pendidikan, penelitian dan kesehatan masyarakat (Siregar, 2004).


(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode survei deskriptif, yaitu jenis survei yang menggambarkan situasi atau keadaan tertentu. Penelitian yang dilakukan bersifat prospektif yaitu penelitian yang memulai dengan penyebab tertentu dan berjalan ke depan menuju pengaruh terhadap individu-individu yang terpapar. (Abramson, 1991).

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.1.1 Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2011 – Maret 2011 3.1.2 Lokasi

Penelitian dilaksanakan di Ruang Bedah Onkologi Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan.

3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi

Populasi adalah seluruh pasien rawat inap di Ruang Bedah Onkologi Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan selama periode Januari – Maret 2011. 3.2.2 Sampel

Sampel yang diambil harus memenuhi kriteria sebagai berikut: Kriteria Inklusi:

Kriteria inklusi merupakan persyaratan umum yang dapat diikutsertakan ke dalam penelitian. Adapun yang menjadi kriteria inklusi adalah:


(35)

a. Pasien yang dirawat di Ruang Bedah Onkologi Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan selama Periode Januari-Maret 2011.

b. Kategori semua usia (anak-anak, dewasa, lansia), laki – laki dan perempuan. c. Kategori semua jenis diagnosa kanker.

Kriteria ekslusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan. Adapun yang menjadi kriteria ekslusi adalah:

a. Pasien yang dirawat di Ruang Bedah Onkologi Rindu B di RSUP H. Adam Malik yang tidak mengalami luka kanker.

b. Pasien tidak menggunakan kompres metronidazol sebagai terapi.

c. Pasien mendapatkan status PBJ (Pulang Berobat Jalan) sebelum masa pemantauan selesai.

d. Pasien meninggal sebelum masa pemantauan selesai. 3.3 Rancangan Penelitian

3.3.1 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini yaitu data primer berupa pemantauan langsung perkembangan harian malodor dan eksudat pada pasien luka kanker di RSUP H. Adam Malik Medan, dalam periode Januari-Maret 2011.

3.3.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dengan menggunakan formulir penelitian yang berisi pengamatan malodor dan eksudat pada pasien luka kanker saat proses penggantian perban. Dalam melaksanakan penelitian, peneliti mengadakan pendekatan kepada pasien, menjelaskan maksud dan tujuan. Pasien memiliki hak untuk menolak.


(36)

Kepada pasien yang bersedia, peneliti memberikan lembar hasil dari pengamatan luka kanker pasien yang bersangkutan untuk ditanda tangani. Setelah mendapat persetujuan, peneliti bisa melakukan pemantauan penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres dalam terapi perawatan luka kanker dengan memantau dua kriteria yaitu malodor dan eksudat. Pengamatan dilakukan selama 14 hari untuk masing – masing pasien. Dalam pengumpulan data peneliti dibantu oleh dua orang penyidik yang ikut mengamati perkembangan malodor dan eksudat pada pasien luka kanker. Setiap malodor dan eksudat pada masing – masing pasien diberi skor sebagai berikut berdasarkan Bates-Jensen wound assessment tool (Bates-Jensen & Sussman, 1998).

Malodor

III = Bau kuat = bau tercium kuat dalam ruangan (6-10 langkah dari pasien) dengan balutan tertutup.

II = Bau sedang = bau tercium kuat dalam ruangan (6-10 langkah dari pasien) dengan balutan terbuka.

I = Bau ringan = bau tercium bila dekat dengan penderita pada saat balutan dibuka.

0 = Bau tidak ada = bau tidak tercium saat di samping penderita. Eksudat

0 = Tidak ada = jaringan luka tampak kering

I = Kurang = jaringan luka tampak lembab, tidak terdapat eksudat yang diukur pada balutan

II = Kecil = jaringan luka tampak basah, kelembaban terdistribusi pada luka, drainase pada balutan ≤25%


(37)

III = Sedang = jaringan luka tampak jenuh, drainase dapat terdistribusi pada luka, drainase pada balutan >25% dan ≤75%. IV = Besar = jaringan luka basah, drainase bebas, dapat terdistribusi

pada luka, drainase pada balutan ≥ 75%. 3.3.3 Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif. Bentuk dan kuantitas akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik sedangkan data kualitatif akan disajikan dalam bentuk uraian.

3.4 Langkah Penelitian

a. Meminta izin Dekan Fakultas Farmasi USU untuk mendapat izin melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

b. Menghubungi Badan Litbang RSUP H. Adam Malik Medan untuk mendapat izin melakukan penelitian dengan membawa surat rekomendasi dari Fakultas Farmasi USU.

c. Melaksanakan penelitian di Ruang Bedah Onkologi Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan, dengan mengambil data Periode Januari 2011 – Maret 2011.

d. Data yang diambil adalah pemantauan luka kanker saat penggantian balutan pada masing – masing pasien selama 14 hari

e. Analisis data dan menyajikannya dalam bentuk tabel dan diagram sehingga didapatkan kesimpulan terhadap permasalahan.


(38)

3.5 Definisi Operasional

a. Luka Kanker: Kerusakan integritas kulit yang disebabkan infiltrasi sel kanker menuju epidermis kulit.

b. Eksudat: Salah satu gejala yang timbul dari luka kanker, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan sekresi faktor permeabilitas vaskular oleh sel tumor.

c. Malodor: Salah satu gejala yang timbul dari luka kanker, merupakan sensasi bau yang dirasakan reseptor olfactory yang terletak di belakang hidung.

d. SOP (Standart Operasional Prosedur) penggantian perban:

- Penggantian perban menggunakan alat-alat yang sudah disterilkan - Balutan luka kanker dibuka

- Dibersihkan dengan kasa steril yang telah direndam larutan irigasi NaCl 0,9%

- Dikompres dengan kasa steril yang telah direndam infus metronidazol 0,5%

- Luka kanker dibalut dengan kasa steril kering

e. Drug Related Problem (Masalah Terkait Obat): suatu kejadiaan yang tidak diinginkan yang dialami oleh pasien yang mana melibatkan atau diduga melibatkan terapi obat dan itu sebenarnya atau berpotensi berpengaruh terhadap hasil yang diinginkan pasien.


(39)

3.6 Bagan Alur Penelitian

Adapun gambaran dari pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut: Pasien Rawat Inap

di Ruang Bedah Onkologi RSUP H.

Adam Malik Medan

Pengelompokan berdasarkan kriteria

inklusi dan ekslusi

Melakukan pendekatan kepada

pasien, meminta persetujuan pasien

Pemantauan luka kanker dengan dua

kriteria

Analisis data dengan metode

deskriptif

Penarikan Kesimpulan Malodor

Eksudat


(40)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Ruang Bedah Onkologi RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari – Maret 2011 diperoleh data seluruh pasien rawat inap sebanyak 36 pasien. Kriteria eksklusi diperoleh sebanyak 20 pasien, sehingga didapatkan total subjek yang bisa diamati sebanyak 16 pasien. Seluruh pasien yang menjadi subjek pengamatan mengalami perbaikan kondisi luka kanker dimana jumlah eksudat dan malodor menurun secara signifikan setelah 14 hari penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres pada luka kanker.

4.1 Hasil Pengamatan Eksudat

Efektivitas penggunaan kompres metronidazol terhadap penurunan jumlah eksudat tampak pada seluruh pasien yang diamati (Gambar 4, halaman 33). Sebanyak enam pasien mulai menunjukkan penurunan jumlah eksudat setelah lima hari penggunaan diawali dengan kondisi eksudat grade IV, sebanyak empat pasien mulai menunjukkan penurunan jumlah eksudat setelah enam hari penggunaan diawali dengan kondisi eksudat grade IV, dan sebanyak enam pasien lainnya mulai menunjukkan penurunan jumlah eksudat setelah empat hari pemberian diawali dengan kondisi eksudat grade III (Tabel 1).

Setelah 14 hari penggunaan kompres metronidazol didapat sembilan pasien (56%) mengalami penurunan jumlah eksudat hingga grade II, sebanyak lima pasien (31%) mengalami penurunan jumlah eksudat hingga grade I dan sebanyak dua pasien (12%) bahkan mengalami penurunan jumlah eksudat hingga grade 0


(41)

dimana berarti setelah 14 hari penggunaan kompres metronidazol tidak ditemukan lagi eksudat pada luka kanker pasien (Gambar 2, halaman 32).

Produksi eksudat akan meningkat ketika terjadi infeksi dan rusaknya jaringan karena protease bakteri, karena itu dibutuhkan terapi antibiotik topikal dalam memanajemen jumlah eksudat pada luka kanker. Antibiotik metronidazol merupakan agen topikal yang dapat mengatasi infeksi pada luka kanker sehingga dapat menurunkan produksi eksudat (Naylor, 2002). Respon metronidazol sebagai agen topikal dapat dilihat setelah lima hari penggunaan dan terus meningkat hingga 14 hari penggunaan, penurunan drainase pada luka kanker terbukti efektif setelah pengguaan metronidazol topikal selama 14 hari (Kalinski, dkk., 2005).

Perbedaan inisiasi penurunan jumlah eksudat dan kondisi akhir jumlah eksudat dikarenakan adanya perbedaan kondisi luka kanker pada setiap pasien meliputi luas luka kanker dan warna dasar luka kanker yang dianalogikan kepada banyak atau tidaknya kolonisasi bakteri pada luka kanker (Kalinski, dkk., 2005). Tabel 1. Pengamatan Penurunan Jumlah Eksudat pada 16 Pasien Luka

Kanker

N o

No Rekam Medik Pasien

Kondisi Jumlah Eksudat

Minggu I Minggu II

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 45.66.98 IV IV IV IV IV III III III III III II II II II

2 45.66.96 IV IV IV IV IV III III III III III II II II II

3 45.90.61 III III III III II II II II II I I I I I

4 43.42.68 IV IV IV IV IV IV III III III III III II II II

5 45.90.75 IV IV IV IV IV III III III III III II II II II

6 44.44.75 IV IV IV IV IV III III III III II II II I I

7 45.94.13 IV IV IV IV IV IV III III III III III II II II

8 44.16.58 III III III III II II II II I I I I 0 0

9 43.42.96 III III III III II II II II II I I I I I

10 46.19.75 IV IV IV IV IV IV III III III III III II II II


(42)

12 44.52.06 IV IV IV IV IV III III III III III II II II II

13 43.58.35 III III III III II II II II I I I I 0 0

14 46.42.69 III III III III II II II II II I I I I I

15 46.42.91 IV IV IV IV IV IV III III III III III II II II

16 46.42.75 III III III III II II II II II I I I I I

4.2 Hasil Pengamatan Malodor

Efektivitas penggunaan kompres metronidazol terhadap penurunan malodor tampak pada seluruh pasien yang diamati (Gambar 5, halaman 34). Sebanyak 13 pasien mulai menunjukkan penurunan sensasi malodor setelah tiga hari penggunaan diawali dengan kondisi malodor grade III dan sebanyak tiga pasien mulai menunjukkan penurunan jumlah malodor setelah empat hari penggunaan diawali dengan kondisi malodor grade III (Tabel 2).

Setelah 14 hari penggunaan kompres metronidazol didapat empat pasien (25%) mengalami penurunan malodor hingga grade I dan sebanyak 14 pasien (75%) mengalami penurunan malodor hingga grade 0 dimana berarti tidak dirasakan lagi sensasi malodor oleh pasien dan penyidik setelah 14 hari penggunaan kompres metronidazol (Gambar 3, halaman 32).

Penyebab malodor sebenarnya belum diketahui, namun beberapa hal yang berkontribusi terhadap malodor sudah menjadi postulat yaitu terjadinya infeksi, kolonisasi bakteri anaerob, degradasi atau nekrosis jaringan (Bale, dkk., 2004). Bakteri anaerob melakukan kolonisasi pada luka dan melepaskan volatille fatty acid sebagai sisa metabolik yang bertanggung jawab menghasilkan malodor pada luka (Kalinski, dkk., 2005).

Naylor (2003) mengatakan bahwa terapi antibiotik efektif digunakan untuk membunuh bakteri yang menghasilkan malodor. Metronidazol telah digunakan secara luas sebagai agen topikal untuk mengatasi malodor. Metronidazol topikal


(43)

bekerja dengan DNA bakteri dan mengganggu replikasi bakteri kemudian luka bebas dari malodor selama 7 hari (Bale, dkk., 2004). Metronidazol secara topikal mudah digunakan dan merupakan tindakan yang efektif, diberikan langsung pada dasar luka selama 5 -7 hari dan menampakkan hasil yang maksimum dengan pemberian 14 hari (Naylor, 2002).

Tabel 2. Pengamatan Malodor pada 16 Pasien Luka Kanker

No

No Rekam Medik Pasien

Sensasi Malodor

Minggu I Minggu II

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 45.66.98 III III III II II II II II I I I I 0 0

2 45.66.96 III III III II II II II II I I I I 0 0

3 45.90.61 III III III II II II II I I I I 0 0 0

4 43.42.68 III III III III II II II II II I I I I I

5 45.90.75 III III III II II II II II I I I I 0 0

6 44.44.75 III III III II II II II I I I I 0 0 0

7 45.94.13 III III III III II II II II II I I I I I

8 44.16.58 III III III II II II I I I I 0 0 0 0

9 43.42.96 III III III II II II I I I I 0 0 0 0

10 46.19.75 III III III III II II II II II I I I I I

11 46.10.77 III III III II II II II I I I I 0 0 0

12 44.52.06 III III III II II II II I I I I 0 0 0

13 43.58.35 III III III II II II I I I I 0 0 0 0

14 46.42.69 III III III II II II II I I I I 0 0 0

15 46.42.91 III III III II II II II II II I I I I I

16 46.42.75 III III III II II II II I I I I 0 0 0

4.3 Drug Related Problem ( Masalah Terkait Obat)

Metronidazol dapat diberikan secara sistemik dengan dosis 200 mg, 3 kali sehari dalam menangani infeksi bakteri anaerob, akan tetapi pemberian melalui cara ini dapat menimbulkan efek samping mual. Pemberian antibiotik secara sistemik tidak efektif pada jaringan nekrotik dengan sirkulasi darah yang buruk. Metronidazol secara topikal 1 kali sehari mudah digunakan dan merupakan tindakan yang efektif untuk perawatan luka kanker (Naylor, 2002).


(44)

Penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres merupakan salah satu pemberian secara topikal, tetapi merupakan Drug Related Problem pada kategori Ineffective Drug. Infus Metronidazol 0,5% seharusnya diberikan melalui jalur intravena, bukan melalui jalur topikal sebagai kompres. Berdasarkan data yang diperoleh, penggunaan obat ini sebagai kompres justru memberikan hasil yang positif dalam menangani malodor dan eksudat pada pasien luka kanker sehingga kualitas hidup pasien meningkat, hal ini berarti bahwa tujuan pengobatan pada pasien luka kanker telah tercapai.

Sediaan metronidazol gel telah beredar di pasaran dan seharusnya sediaan ini yang digunakan dalam perawatan pasien dengan luka kanker seperti yang dinyatakan oleh Kalinski (2005), bahwa formulasi sediaan topikal metronidazol gel telah dikembangkan, dimana sediaan ini dapat langsung menjadi first line dalam perawatan pasien dengan luka kanker.

Hingga saat ini diketahui bahwa harga sediaan metronidazol gel relatif mahal dan masih sulit untuk dicari, hal ini dapat berpengaruh terhadap biaya pengobatan pasien dan kesiapsiagaan tim medis dalam menangani pasien dengan luka kanker. Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka penggunaan infus metronidazol 0,5% sebagai kompres masih bisa dipertahankan dalam menangani malodor dan eksudat pada pasien dengan luka kanker karena terbukti memberikan hasil yang positif terhadap kualitas hidup pasien.

Praktisi Farmasi memiliki tanggung jawab dalam mengidentifikasi terapi obat, mengembangkan rencana perawatan, mengambil keputusan yang rasional dan melakukan evaluasi untuk memastikan semua terapi obat yang diterima pasien relatif aman sehingga dapat mengoptimalkan semua terapi obat pada pasien


(45)

untuk mencapai hasil pengobatan yang maksimal dan meningkatkan kualitas hidup setiap pasien (Cipolle, dkk., 1998).

Gambar 2. Kondisi Akhir Eksudat pada 16 Pasien Luka Kanker

Gambar 3. Kondisi Akhir Malodor pada 16 Pasien Luka Kanker 13%

31% 56%

Kondisi Eksudat

Grade 0 = 2 pasien

Grade I = 5 Pasien

Grade II = 9 Pasien

75% 25%

Kondisi Malodor

Grade 0 = 12 pasien


(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Jumlah pasien yang diteliti sebanyak 16 pasien, merupakan keseluruhan pasien yang memenuhi kriteria dari bulan Januari hingga Maret 2011 di Ruang Bedah Onkologi RSUP H. Adam Malik Medan. Berdasarkan hasil yang diamati dapat disimpulkan bahwa sediaan infus metronidazol 0,5% yang digunakan sebagai kompres efektif dalam mengontrol eksudat dan malodor pasien dengan luka kanker.

Efektivitas kompres metronidazol dalam mengontrol eksudat terlihat dari penurunan kondisi eksudat pada setiap pasien. Sebanyak sembilan pasien (56%) mengalami penurunan jumlah eksudat hingga grade II dari kondisi awal pada grade IV, lima pasien (31%) mengalami penurunan jumlah eksudat hingga grade I dari kondisi awal pada grade III, dan dua pasien (13%) mengalami penurunan jumlah eksudat hingga grade 0 dari kondisi awal eksudat grade III.

Efektivitas kompres metronidazol dalam mengontrol malodor terlihat dari penurunan malodor pada setiap pasien. Sebanyak empat pasien (25%) mengalami penurunan malodor hingga grade I dari kondisi awal pada grade III, dan sebanyak 12 pasien (75%) mengalami penurunan malodor hingga grade 0 dari kondisi awal grade III.

5.2 Saran

1. Dilakukan penelitian lanjutan dalam menemukan formula terbaik dan konsentrasi efektif untuk membuat kompres metronidazol.


(47)

2. Instalasi Farmasi dapat memproduksi kompres metronidazol berdasarkan formula yang telah diteliti untuk digunakan sebagai terapi dalam menangani malodor dan eksudat pada pasien luka kanker di RSUP H. Adam Malik Medan.

3. Kepada Perawat diharapkan melakukan proses penggantian perban sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur).


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Abramson. J.H (1991), Metode Survei Dalam Kedokteran Komunitas, Pengantar Studi Epidemiologi dan Evaluatif. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Halaman 5-28

Bale, S., Tebble, N., & Price, P., (2004). A Topical Metronidazole Gel Used to Treat Malodorous Wounds. British Journal of Nursing

Bates-Jensen, B.M., & Sussman, C. (1998). Wound Care; A Collaborative Practice Manual for Physical Therapists and Nurses. Maryland: Apen Publisher, Inc

Cipolle, R., Strand, L.M., Morley, P.C. (1998). Pharmaceutical Care Practice. New York: McGraw Hill; Chapter 1

Cooper, R., & Gray D. (2005). The Control of Wound Malodor with Honey-Based Wound Dressings and Ointments. Wounds-UK

Crisp, J., & Taylor, C. (2001). Potter and Perry’s Fundamental of Nursing. Australia: Mosby A Hartcourt Health Science company.

Diananda, R. (2009). Mengenal Seluk Beluk Kanker. Edisi Pertama. Yogyakarta: Kata Hati Press. Halaman 166 – 167, 173 – 175

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Halaman 12 Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Halaman 12 – 13

Draper, C. (2005). The Management of Malodour and Exudates in Fungating Wounds. British Journal of Nursing

Ganiswara, S. G. (1995). Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi FK UI. Halaman 571, 578

Gustia, I. (2010). Penyebab kanker orang Indonesia

URLhttp://www.detikhealth.com/read/2010/04/26/123804/1345485/763/p enyebab-kanker-orang-indonesia, diakses 3 Januari 2011

Hauser, A. G. (2007). Choosing the Right Antibacterial Agent. Chicago: Department of Microbiology Northwestern University. Halaman 91, 145 Indarini N. (2008). Awas! 84 Juta Orang Bisa Meninggal Akibat Kanker Pada


(49)

Kalinski, C., Schenepf, M., Laboy, D., Hernandez, L., Nusbaum, J., Mc Grinder, B. et al (2005). Effectiveness of Topical Formulation Containing Metronidazole for Wound Odor and Exudate Control. Naylor, W. (2002). Malignant Wound: Aetiology and Principles of Management.

Volume 2. British Journal of Nursing

Naylor, W. (2003). Malignant Wound dalam O’Connor, M. & Aranda, S., Palliative Care Nursing; A Guide to Practice. Melbourne; Ausumed Publications. Halaman 199-213

Pudner, R. (1998). The Management of Patient with A Fungating or Malignant Wound. Journal of community nursing

Riskesdas. (2007). Rasio Tumor dan Kanker di Indonesia. Badan Litbang Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

Januari 2011

Seto, S. (2001). Manajemen Apoteker. Airlangga University Press. Surabaya. Halaman 31 – 42

Siregar, ch. J.P., dan Amalia, L. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Penerbit Buku EGC. Jakarta. Halaman 25 – 49

Tanjung D, Nurachmah E, Handiyani H. (2007). Perbedaan Efektifitas Perawatan Luka Menggunakan Madu dengan Metronidazole terhadap Tingkat Malodor dan Jumlah Eksudat Luka Malignan di RS X. Jurnal Keperawatan Indonesia. Halaman 82-86


(50)

Lampiran 1. Formulir Data Perawatan Pasien Luka Kanker

Nama Pasien : Jenis Kelamin :

No. Rekam Medik :

Usia :

Tgl Masuk RS : Diagnosa : Keadaan Awal Luka :

Perawatan Luka Kanker dengan Penggunaan Infus Metronidazol 0,5% sebagai Kompres

Hari Ke - 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Malodor

Eksudat

Keterangan:

Deskripsi setelah 14 hari :

……… ……… ……… ………

Disetujui Oleh :

Pasien Penyidik I Penyidik II

(………..) (...………) (..………) Malodor

III = bau tercium kuat dalam ruangan (6 -10 langkah dari pasien) dengan balutan tertutup. II = bau tercium kuat dalam ruangan ( 6 – 10

langkah dari pasien) dengan balutan terbuka. I = bau tercium pada saat dengan penderita pada

saat balutan terbuka

0 = bau tidak tercium saat disampingpenderita

Eksudat

IV = drainase pada balutan ≥ 75%

III = drainase pada baluta > 25% s.d ≤ 75% II = drainase pada balutan ≤ 25%

I = jaringan luka lembab, tidak ada drainase yg diukur pada balutan 0 = jaringan luka tampak kering


(51)

Lampiran 2. Luka Kanker Pasien Sebelum dan Sesudah Penggunaan Infus Metronidazol 0,5% sebagai Kompres

NO Sebelum Sesudah

1

2

3


(52)

5

Gambar 6. Luka Kanker Pasien Sebelum dan Sesudah Penggunaan Infus Metronidazol 0,5% sebagai Kompres


(53)

Lampiran 3. Alat-Alat Penggantian Perban


(54)

Lampiran 4. Proses Pergantian Perban


(55)

(1)

Lampiran 1. Formulir Data Perawatan Pasien Luka Kanker

Nama Pasien : Jenis Kelamin :

No. Rekam Medik :

Usia :

Tgl Masuk RS :

Diagnosa :

Keadaan Awal Luka :

Perawatan Luka Kanker dengan Penggunaan Infus Metronidazol 0,5% sebagai Kompres

Hari Ke - 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Malodor

Eksudat

Keterangan:

Deskripsi setelah 14 hari :

……… ……… ……… ………

Disetujui Oleh :

Pasien Penyidik I Penyidik II

(………..) (...………) (..………) Malodor

III = bau tercium kuat dalam ruangan (6 -10 langkah dari pasien) dengan balutan tertutup. II = bau tercium kuat dalam ruangan ( 6 – 10

langkah dari pasien) dengan balutan terbuka. I = bau tercium pada saat dengan penderita pada

saat balutan terbuka

0 = bau tidak tercium saat disampingpenderita

Eksudat

IV = drainase pada balutan ≥ 75%

III = drainase pada baluta > 25% s.d ≤ 75% II = drainase pada balutan ≤ 25%

I = jaringan luka lembab, tidak ada drainase yg diukur pada balutan 0 = jaringan luka tampak kering


(2)

Lampiran 2. Luka Kanker Pasien Sebelum dan Sesudah Penggunaan Infus Metronidazol 0,5% sebagai Kompres

NO Sebelum Sesudah

1

2

3


(3)

5

Gambar 6. Luka Kanker Pasien Sebelum dan Sesudah Penggunaan Infus Metronidazol 0,5% sebagai Kompres


(4)

Lampiran 3. Alat-Alat Penggantian Perban


(5)

Lampiran 4. Proses Pergantian Perban


(6)