100 bahwa jentik vektor DBD dapat ditemukan pada tempat di area sekitar rumah
yang berpotensi untuk perkembangbiakan nyamuk Aedes sp yaitu genangan air disekitar pekarangan rumah dan tempat penampungan air, kaleng bekas, tatakan
pot dan lain sebagainya.
5.1.3 Container Index CI dengan Kejadian DBD
Hasil observasi peneliti pada saat penelitian menemukan bahwa daerah yang mempunyai kasus DBD di Kelurahan Sendangmulyo terdiri dari daerah
perkampungan seperti RW 1, RW 2, RW 3, RW 8, RW 18 dan RW 25 dan RW 7,RW 9, RW 13, RW 16, RW 21, RW 23, RW 24 dan RW 28 dengan
karekteristik berada di daerah perumahan. Pada RW yang terletak di daerah perkampungan, kontainer terbanyak yang ditemukan adalah ember yang tidak
tertutup. Dari 285 bak mandi yang ditemukan di Kelurahan Sendangmulyo, 156 bak mandi termasuk dalam kategori besar dengan ukuran 1,5m
2
, 50 bak mandi termasuk kedalam kategori sedang dengan ukuran 1-1,4 m
2
dan 79 bak mandi termasuk kedalam kategori kecil dengan ukuran 1m
2
. Pada wilayah RW 8, dari 28 bak mandi yang ditemukan 20 bak mandi
termasuk dalam ketegori besar dengan ukuran 1,5 m
2
, 4 bak mandi berukuran sedang dengan ukuran 1,2 m
2
dan 4 bak mandi berukuran kecil yaitu 1 m
2
. Bak mandi tersebut terbuat dari semen sehingga ditumbuhi oleh lumut.Di RW 16 yang
merupakan daerah perumahan, tempat penampungan air yang banyak ditemukan adalah ember berisi 50 liter, namun jentik banyak ditemukan di botol aqua gelas
bekas dan ember bekas yang menjadi tempat penampungan air pada saat hujan
101 sehingga menjadi tempat perkembangbiakan jentik. Hal ini sejalan dengan artikel
WHO 2009 menyebutkan bahwa di Asia dan Amerika Aedes aegypti berkembang biak dalam wadah buatan manusia seperti: kendi, besi beton, drum,
sampah plastik bekas makanan, ban mobil bekas dan barang lainnya yang mengumpulkan air hujan.
RW 25 merupakan salah satu RW yang mempunyai Container Index CI tertinggi, dan pada umumnya jentik ditemukan di bak mandi. Walaupun 8 bak
mandi yang terdapat di RW 25 berukuran 1m
2
dan termasuk kedalam golongan kecil namun bahan dasarnya terbuat dari semen. Hal ini diperkuat oleh sebuah
penelitian dari Hasyim 2007 yang mengemukakan bahwa jenis TPA sehari-hari yang paling banyak ditemukan larva adalah bak mandi yang berbahan semen
karena bahan dari semen mudah berlumut, permukaannya kasar dan berpori-pori pada dindingnya. Permukaan kasar memiliki kesan sulit dibersihkan mudah
ditumbuhi lumut, dan mempunyai refleksi cahaya yang rendah. Refleksi cahaya yang rendah dan permukaan dinding yang berpori mengakibatkan suhu dalam air
menjadi rendah, sehingga jenis bahan TPA yang demikian akan disukai oleh nyamuk Aedes aegypti sebagai tempat perkembangbiakannya.
Menurut Puspita 2012 di Kota Semarang, menemukan bahwa TPA yang paling banyak terdapat larva yaitu bak mandi dengan bahan dasar semen 36.6.
Selain ditemukan di bak mandi, ember dan botol bekas yang biasanya menampung air hujan, jentik nyamuk juga ditemukan pada kontainer yang
mempunyai penutup seperti gentong air minum. Hal tersebut terjadi karena tempat air yang tertutup longgar lebih disukai nyamuk betina sebagai tempat bertelur
102 dibandingkan dengan wadah terbuka. Hal ini dikarenakan tutup wadah yang tidak
terpasang dengan baik mengakibatkan ruang didalamnya relatif lebih gelap
dibandingkan dengan yang terbuka.
Pada RW 13 jentik nyamuk Aedes aegypti juga banyak ditemukan pada responden memiliki dispenser dan talangan kulkas dengan talangan yang selalu
menampung air selama berminggu-minggu, sehingga sangat disenangi dan berpotensi baik sebagai tempat bertelur dan perkembangbiakan nyamuk.
Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Hastono 2007 bahwa dispenser dan talangan kulkas memiliki potensi besar menjadi tempat perkembangbiakan
nyamuk. Banyaknya jentik pada penampungan air sisa dispenser dan kulkas karena responden hanya membersihkan tempat penampungan air yang dapat
dijangkau seperti bak mandi, padahal pembersihan tempat penampungan air seperti dispenser dan talangan kulkas merupakan cara yang efektif dalam
menekan perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dan menekan penularan DBD.
Partisipasi masyarakat yang kurang terhadap pemeriksaan jentik dengan adanya penolakan seperti yang terjadi di RW 13 dan RW 8 menyebabkan petugas
kesulitan untuk memeriksa semua tempat disekitar rumah yang potensial untuk perkembangbiakan jentik. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Gita 2009
karena petugas hanya melakukan pemeriksaan pada penampungan air yang berada didalam rumah sehingga tempat pemantauan air alamiah tidak dilakukan
pemantauan.
103
5.1.4 Breteau index BI dengan Kejadian DBD