Pengaruh Faktor Predisposisi, Pendorong Dan Pendukung Terhadap Pencatatan Rekam Medis Sesuai Dengan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Di RSUP H. Adam Malik Tahun 2007

(1)

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PENDORONG DAN

PENDUKUNG TERHADAP PENCATATAN REKAM MEDIS

SESUAI DENGAN UNDANG - UNDANG REPUBLIK

INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG

PRAKTIK KEDOKTERAN

DI RSUP H. ADAM MALIK

TAHUN 2007

TESIS

Oleh

PURNAMAWATI 047013018/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 8


(2)

ABSTRAK

Dalam pelayanan kesehatan terutama yang dilakukan para dokter di rumah sakit peranan rekam medis sangat penting dan melekat dengan kegiatan pelayanan. Pentingnya keberadaan rekam medis didukung pula oleh terbitnya Undang-Undang RI Nomor: 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang dikeluarkan tanggal 6 Oktober 2004, yang di dalamnya menyebutkan tentang kewajiban dokter dan dokter gigi untuk membuat rekam medis serta sanksi bagi yang tidak melaksanakannya.

Pencatatan rekam medis yang lengkap merupakan syarat mutlak dalam pemanfaatan rekam medis. Namun pengisian rekam medis di RSUP H Adam Malik belum seperti yang diharapkan. Hasil evaluasi mengenai kelengkapan rekam medis, masih dijumpai berkas rekam medis yang tidak lengkap.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap), faktor pendorong (dukungan petugas lain) dan faktor pendukung (fasilitas dan sarana, peraturan-peraturan) terhadap perilaku dokter dalam pencatatan rekam medis di RSUP H Adam Malik setelah berlakunya Undang-Undang RI no: 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran.

Penelitian ini menggunakan metode survey penjelasan (explanatory research). Responden dari penelitian ini adalah sebanyak 77 orang yaitu seluruh dokter yang ada di bagian bedah RSUP H Adam Malik. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner dan check list kelengkapan pencatatan rekam medis. Untuk analisis data dilakukan uji regresi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor predisposisi berupa pengetahuan para dokter tidak berpengaruh terhadap perilakunya dalam pencatatan rekam medis, namun sikapnya berpengaruh dengan nilai p=0,001. Faktor pendorong yaitu dukungan petugas lain secara signifikan berpengaruh terhadap perilaku dokter dalam pencatatan rekam medis p=0,052; sementara faktor pendukung berupa fasilitas dan sarana serta peraturan-peraturan tidak berpengaruh terhadap perilaku dokter dalam pencatatan rekam medis.

Berdasarkan hasil penelitian, jika ingin meningkatkan kelengkapan rekam medis di RSUP H Adam Malik perlu dilakukan pemberian pemahaman pada dokter tentang pentingnya kelengkapan rekam medis sehingga terjadi perubahan sikap para dokter tentang pencatatan rekam medis. Semua tim yang berkaitan dengan pengawasan pelaksanaan rekam medis harus lebih diaktifkan. Sementara kepada para dokter spesialis sebagai kelompok referensi bagi Peserta Pendidikan Dokter Spesialis harus selalu diingatkan untuk selalu memperhatikan kelengkapan rekam medis.


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I. PENDAHULUAN... 1

...Lata r Belakang ... 1

...Per masalahan Penelitian... 5

...Tuju an Penelitian ... 6

...Hipo tesis... 6

...Man faat Penelitian ... 6

BAB II . TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1 Rekam Medis ... 8

2.2. Perilaku ... 18

2.3. Landasan Teori... 23

2.4 Kerangka Konsep ... 25

BAB III. METODE PENELITIAN... 26

3.1 Jenis Penelitian... 26

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 27

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 27


(4)

3.6. Metode Pengukuran... 31

3.7. Metode Analisis Data ... 34

BAB IV. HASIL PENELITIAN... 35

4.1 Gambaran Umum RSUP H. Adam Malik... 35

4.2 Analisis Univariat... 40

4.3 Analisis Multivariat... 47

BAB V. PEMBAHASAN... 50

5.1 Pengaruh Faktor Predisposisi (Pengetahuan dan Sikap) Terhadap Pencatatan Rekam Medis di RSUP H. Adam Malik Medan... 50

5.2 Pengaruh Faktor Pendorong Terhadap Pencatatan Rekam Medis Di RSUP H. Adam Malik Medan ... 53

5.3 Pengaruh Faktor Pendukung Terhadap Pencatatan Rekam Medis Di RSUP H. Adam Malik Medan ... 55

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 60

6.1 Kesimpulan ... 60

6.2 Saran... 62

DAFTAR PUSTAKA... 63


(5)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul

Halaman

3.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas... 33 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 33 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik

di SMF Bedah RSUP H. Adam Malik Tahun 2008 n=77... 42

4.2 Distribusi Faktor Predisposisi, Faktor Pendorong, Faktor Pendukung Dan Kelengkapan Rekam Medis

di SMF Bedah RSUP H. Adam Malik Tahun 2008 n=77... 44 4.3 Distribusi Tabulasi Silang Faktor Predisposisi, Faktor

Pendorong, Faktor Pendukung Terhadap Pencatatan Rekam Medis di SMF Bedah RSUP H. Adam Malik

Medan Tahun 2008 ... 46 4.4 Hasil Regresi Faktor Predisposisi, Faktor Pendorong

dan Faktor Pendukung Terhadap Pencatatan Rekam Medis.... 48


(6)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Diagram Teori Green ... 24 2. Kerangka Konsep ... 25


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Daftar Pertanyaan/Kuesioer ... 66

2. Daftar Check List ... 71

3. Frequency Table... 73

4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas... 83

5. Struktur Organisasi RSUP. H. Adam Malik ... 85

6. Surat Keterangan Selesai Penelitian... 86


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rekam medik lahir seiring dengan lahirnya ilmu kedokteran yang dimulai sejak zaman batu (Paleolithic) lebih kurang 25000 SM. Keberadaan rekam medik diketahui sejak ditemukannya pahatan pada dinding batu gua disebuah daerah di Spanyol. Dalam sejarah diketahui bahwa seorang dokter bernama Imhotep adalah dokter yang pertama menjalankan Rekam Medis. Ia hidup di zaman piramid 3000-2500 SM.

Imhotep membuat Papyrus (dokumen ilmu kedokteran kuno) yang berisi 43 kasus pembedahan. Langkah ini kemudian diikuti oleh Hippocrates yang dikenal sebagai bapak Ilmu Kedokteran. Pada tahun 460 SM ia telah melakukan pencatatan-pencatatan tentang hasil dari pemeriksaan pasien-pasiennya, dan hingga kini catatan itu masih dapat dibaca oleh para dokter. Kecermatan cara kerja Hippocrates dalam pengelolaan rekam medis diakui sangat menguntungkan para dokter sekarang (Depkes RI, 1997).

Di Indonesia kegiatan pencatatan-pencatatan pelayanan terhadap pasien di rumahsakit telah dimulai sejak masa pra kemerdekaan, hanya saja teknis pencatatan masih kurang dilaksanakan secara baik. Disamping itu keseragaman teknik pencatatan dan pengelolaan masih mengikuti versi dari masing-masing rumah sakit sesuai dengan kebutuhannya.


(9)

Berkas rekam medis mulai mendapat perhatian sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1960. Isi peraturan ini mewajibkan semua petugas kesehatan melakukan pendokumentasian yang sifatnya merupakan rahasia pasien dan rahasia kedokteran. Kemudian pada tahun 1972 dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 034/Birhup/1972, isi ini makin menegaskan bahwa rumah sakit berkewajiban untuk menyelenggarakan rekam medis.

Pada Bab I pasal 3 Surat Keputusan tersebut dinyatakan bahwa guna menunjang terselenggaranya rencana induk yang baik, maka setiap rumah sakit harus mempunyai dan merawat statistik yang up to date serta membuat Medical Record berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan (Soejoga, 2002).

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a tahun 1989 tentang rekam medis/ medical records merupakan landasan hukum bagi tenaga medis dan tenaga lainnya di rumah sakit yang terlibat didalam penyelenggaraan rekam medis yaitu berkaitan dengan isi rekam medis dan pengorganisasian. Sejalan dengan peraturan ini maka Direktorat Jenderal Pelayanan Medik telah mengeluarkan petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan rekam medis/medical record di Rumah Sakit dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik No. 78 tahun 1991. (Depkes, 1997).

Pentingnya keberadaan rekam medik didukung oleh terbitnya Undang-Undang RI Nomor: 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang dikeluarkan tanggal 6 Oktober 2004. Dalam Undang-Undang ini disebutkan tentang kewajiban dokter dan dokter gigi untuk membuat rekam medis serta sanksi bagi yang tidak


(10)

melaksanakannya yaitu pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) (Depkes, 2004 ).

Pelaksanaan pengelolaan berkas rekam medis dilakukan oleh dokter dan tenaga kesehatan lain yang terlibat langsung dalam pelayanan kepada pasien. Didalam lembaran berkas rekam medis terdapat beberapa format laporan yang harus ditulis dokter, perawat, administrasi tentang identitas pasien dan tindakan medik yang telah dilakukan oleh para tenaga kesehatan tersebut, (Samil, 1994).

Dalam kenyataan berkas rekam medis sering tidak terisi dengan semprna, dan kasus yang paling sering dijumpai adalah para dokter sering tidak mengisi dan melengkapi rekam medis sesuai dengan yang telah ditentukan, seperti misalnya lalai dalam menuliskan diagnosa, tanggal pemberian tindakan, tanda tangan dan nama dokter dan banyak lagi hal lainnya.

Hariyanti (2004) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kelengkapan rekam medis di Rumah Sakit Islam Aisyiyah (RSIA) Malang selama tahun 2001 2002 rata rata 51,94%. Waruna (2003) dalam penelitiannya tentang rekam medis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan menemukan bahwa kelengkapan pengisian rekam medis di rumah sakit tersebut rata-rata sebesar 78,6 %, padahal rekam medis sudah ada sejak rumah sakit ini didirikan 70 tahun yang lalu. Ternyata usia, masa kerja dan waktu yang tersedia di rumah sakit tidak mempengaruhi kualitas rekam medis yang diisi.

Hasil pengamatan rekam medis di RSU. PTPN. II.Tembakau Deli Medan oleh Kusumastuti (2006) terdapat ketidaklengkapan pada pengisian formulir


(11)

Persetujuan Tindakan Medis (PTM). Dalam kesimpulannya Kusumastuti (2006) menyatakan bahwa umur, lama kerja, beban kerja, pengetahuan dan dukungan teman kerja tidak berhubungan dengan pelaksanaan persetujuan tindakan medis.

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUPHAM) sebagai rumah sakit kelas A dan rumah sakit pendidikan, sejak berdiri tahun 1993 telah menyelenggarakan rekam medis. Namun pengisian rekam medis belum seperti yang diharapkan. Hasil evaluasi mengenai kelengkapan rekam medis, masih dijumpai berkas rekam medis yang tidak lengkap. Pada tahun 2004 sebanyak 25,99 % dari berkas rekam medis dijumpai tidak lengkap, tahun 2005 sebanyak 17,99 %, sementara tahun 2006 sebanyak 10% masih belum lengkap. Ketidaklengkapan rekam medis ini antara lain berupa ketidaksesuaian penulisan diagnosa waktu masuk dan diagnosa pada saat keluar, nama dan tanda tangan dokter tidak tercantum, tanggal pembedahan, lama pembedahan, jenis pembedahan, jenis anastesi, ketidaklengkapan isian formulir informed consent (Persetujuan Tindakan Medis) dan lain-lain, (Laporan Evaluasi Sub Bagian Rekam Medis RSHAM, 2007).

Upaya-upaya rumahsakit untuk mengurangi kesalahan dan ketidaklengkapan berkas medik telah dilakukan pembentukan panitia yang berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan rekam medis dan memberikan rekomendasi kepada direktur untuk perbaikan kwalitas rekam medis rumah sakit.

Panitia ini dibentuk sejak tahun 2006 dan kelompok ini menjadi Sub Komite Rekam Medis dibawah koordinasi Komite Medik. Pada awal pembentukannya panitia ini cukup aktif dan menghasilkan rekomendasi yang telah diwujudkan dalam Buku


(12)

Pedoman Pelaksanaan Rekam Medis RSHAM, namun beberapa tahun terakhir panitia/ Sub komite ini tidak begitu aktif.

Upaya lain yang dilakukan adalah Subbagian Rekam Medis sebagai pengelola rekam medis telah melaksanakan evaluasi secara berkala yang kegiatannya antara lain mengevaluasi ketidak lengkapan berkas rekam medis dan diberitahukan (feed back) ke unit-unit terkait setiap bulannya. Selain itu sejak pertengahan tahun 2006 Subbagian Rekam Medis ikut dalam setiap kegiatan joint conference yang diadakan Komite Medik, pada kesempatan ini sub bagian rekam medik diberi kesempatan untuk memberikan koreksi dan pendapat tentang isi dan penulisan rekam medis dari kasus yang sedang dibahas (Sumber: Ka Subbagian Rekam Medis RSUPHAM ).

Dari beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan seharusnya pengisian rekam medis di RSUPHAM sudah baik, tapi kenyataannya masih dijumpai berkas rekam medis yang tidak lengkap dan masih ditemukannya kesalahan dalam pengisian berkas rekam medik. Berdasarkan bebrapa uraian masalah di atas maka peneliti merasa perlu mengkaji permasalahan ini melalui suatu penelitian dengan mencari beberapa faktor penyebab yang dianggap menjadi penyebab masalah dalam kasus ini.

Didasari karena kasus-kasus yang banyak, permasalahan yang juga banyak serta tindakan medis yang relatif lebih banyak maka peneliti melakukan penelitian di bagian bedah RSHAM.

1.2. Permasalahan Penelitian


(13)

dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap dokter spesialis dan PPDS), faktor pendorong (dukungan petugas lain) dan faktor pendukung (fasilitas dan sarana, peraturan-peraturan) terhadap perilaku dokter dalam pencatatan rekam medis di RSUP H Adam Malik setelah berlakunya Undang-undang RI no. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran .

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap dokter spesialis dan PPDS), faktor pendorong (dukungan petugas lain) dan faktor pendukung (fasilitas dan sarana, peraturan-peraturan) terhadap perilaku dokter dalam pencatatan rekam medis di RSUP H Adam Malik setelah berlakunya Undang-undang RI no. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran .

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah: ada pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap) dokter spesialis dan PPDS, faktor pendorong (dukungan petugas lain) dan faktor pendukung (fasilitas dan sarana, peraturan-peraturan) terhadap perilaku dokter dalam pencatatan rekam medis di RSUP H Adam Malik setelah berlakunya Undang-undang RI no. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran.

1.5. Manfaat penelitian

1. Memberi masukan kepada pihak Direksi RSUP H Adam Malik untuk membuat kebijakan dalam hal mengatasi masalah ketidaklengkapan rekam medis.


(14)

2. Memberi masukan kepada profesi (Ikatan Dokter Indonesia) tentang kondisi pemahaman/ pengetahuan para dokter tentang UU RI No: 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rekam medis

2.1.1. Pengertian rekam medis

Dalam pelayanan kesehatan terutama yang dilakukan para dokter di rumah sakit peranan catatan rekam medis sangat penting dan melekat dengan kegiatan pelayanan, sehingga ada ungkapan bahwa rekam medis adalah orang ketiga pada saat dokter menerima pasien (Hanafiah dan Amir, 1997). Hal ini dapat dipahami karena catatan tersebut akan berguna untuk merekam keadaan pasien, hasil pemeriksaan serta tindakan pengobatan yang diberikan pada waktu itu. Catatan atau rekaman ini menjadi sangat berguna untuk mengingatkan kembali dokter akan keadaan hasil pemeriksaan dan pengobatan yang telah diberikan bila pasien datang kembali untuk berobat ulang setelah beberapa hari, beberapa bulan bahkan beberapa tahun kemudian. Dengan adanya rekam medis, maka dokter bisa mengingat atau mengenali keadaan pasien waktu diperiksa sehingga lebih mudah melanjutkan strategi pengobatan dan perawatannya.

Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 rekam medis diartikan sebagai berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan yang lain kepada pasien baik untuk rawat jalan maupun rawat inap. Rekam medis merupakan catatan kronologis yang tidak disangsikan kebenarannya


(16)

Pengadilan dapat diyakinkan bahwa rekam medis tidak dapat disangkal kebenarannya dan dapat dipercaya, karena keseluruhan atau sebagian informasinya dapat dijadikan sebagai permulaan dasar pembuktian jika terjadi gugatan. Rekam medis yang informatif seyogyanya memuat data yang jelas, terstruktur dan akurat dari segala yang telah diobservasi, dikaji pada penderita dan diambil tindakan pada penderita yang bersangkutan.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomor 749a/Permenkes/1989 dinyatakan bahwa rekam medis harus berisi tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan dan tindakan yang dilakukan terhadap pasien. Dokumen rekam medis harus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan komunikasi, informasi, administrasi, legal, finansial, riset, edukasi serta statistik kesehatan yang biasa disingkat dengan CI ALFREDS (comunication, information, administration, legal, financial, research, education, statistic). Kegunaan rekam medis secara umum menurut Departemen Kesehatan (1997) adalah :

a. Sebagai alat komunikasi antar dokter dengan tenaga ahli lainnya yang ikut ambil bagian di dalam memberikan pelayanan, pengobatan dan perawatan kepada pasien.

b. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/ perawatan yang harus diberikan pada seorang pasien.

c. Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan penyakit dan pengobatan selama pasien berkunjung/ dirawat di rumah sakit.


(17)

d. Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.

e. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

f. Menyediakan data-data khusus untuk keperluan penelitian dan pendidikan. g. Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medis pasien. h. Menjadi ingatan yang harus di dokumentasikan serta bahan pertanggung jawaban

dan laporan.

Undang-Undang RI Nomor: 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang dikeluarkan tanggal 6 Oktober 2004 mulai diberlakukan tanggal 6 Oktober 2005. Sosialisasi mengenai undang-undang ini telah ada kalau dilihat di media-media baik umum maupun media khusus seperti majalah kedokteran, maupun oleh IDI atau Fakultas Kedokteran. Dampak pemberlakuan Undang-Undang ini mestinya akan menguntungkan juga bagi rumah sakit antara lain pembatasan pemberian izin praktek hanya di 3 tempat sehingga diharapkan para dokter dapat lebih banyak waktunya di satu sarana pelayanan kesehatan. Disamping itu pada pasal 46 dinyatakan tentang kewajiban membuat rekam medis oleh dokter dan dokter gigi.Pada pasal 79 dinyatakan bahwa bagi setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis seperti yang dimaksud pada pasal 46, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah).


(18)

2.1.2 Rekam medis rawat inap

Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang rekam medis, disebutkan bahwa rekam medis yang lengkap harus berisi keterangan mengenai rawat jalan dan rawat inap pasien. Pada pasal 16 dijelaskan bahwa rekam medis rawat inap sekurang-kurangnya memuat: identitas pasien, anamnesis, riwayat penyakit, hasil pemeriksaan laboratorium, diagnosis, persetujuan tindakan medis, tindakan pengobatan, catatan perawatan, catatan observasi klinis dan hasil pengobatan, resume akhir perawatan pasien, evaluasi pengobatan dan perawatan. Selain itu harus tercantum secara jelas nama dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan.

Rekam medis dasar untuk pasien rawat inap terdiri dari lembaran-lembaran umum dan lembaran-lembaran khusus. Menurut Depkes (1991), lembaran-lembaran umum misalnya : (1) ringkasan masuk dan keluar ; (2) anamnesa dan pemeriksaan fisik ; (3) lembaran grafik ; (4) perjalanan penyakit, perintah dokter dan pengobatan ; (5) catatan perawat bidan/ asuhan keperawatan ; (6) hasil pemeriksaan laboratorium/ rontgen (7) ; resume keluar

Lembaran khusus misalnya : (1) lembaran kontrol istimewa ; (2) laporan operasi ; (3) laporan anesthesia ; (4) riwayat kehamilan; (5) catatatan/ laporan persalinan, (6) Identifikasi bayi.

Rekam medis rawat inap yang diberlakukan di RS HAM berdasarkan keputusan Direktur RS HAM tentang Penggunaan Buku Pedoman Rekam Medis RS HAM terdiri dari dua kategori yaitu lembaran rekam medis dasar dan lembaran


(19)

khusus lainnya yang menyangkut hasil pemeriksaan dan tindakan medis spesialistik/subspesialistik sebagai berikut: Lembaran Dasar terdiri dari (1) lembaran surat perintah rawat ; (2) surat persetujuan dirawat (SPD) ; (3) lembaran catatan identitas/sosial pasien ; (4) anamnese dan pemeriksaan fisik ; (5) lembaran catatan nosokomial dan grafik suhu,tensi dan pernafasan; (6) ringkasan masuk ; (7) instruksi dokter ;(8) lembaran catatan perjalanan penyakit ; (9) lembaran-lembaran penempelan hasil penunjang ; (10) lembaran untuk tempelan surat rujukan; (11) catatan harian makanan dan obat; (12) lembaran konsultasi; (13) resume keluar; (14) lembaran asuhan keperawatan dan Lembaran Khusus lainnya yang antara lain terdiri dari (1) informed consent; (2) pemeriksaan jasmani; (3) lembaran gambaran khusus; (4) lembaran laporan anesthesi; (5) laporan pembedahan; (6) laporan catatan persalinan.

2.1.3. Kelengkapan dan mutu rekam medis

Pelayanan rekam medis merupakan bagian dari program pengendalian mutu rumah sakit (Depkes, 1994) dan merupakan salah satu pelayanan yang dinilai dalam akreditasi rumah sakit. Jika dikaitkan dengan kualitas mutu maka rekam medis mempunyai hubungan yang sangat erat. Kualitas pelayanan medis sangat erat hubungannya dengan data rekam medis. Kualitas pelayanan medis yang dimaksud antara lain pelayanan medis bagi pasien rawat inap, karena kualitasnya dapat diukur dengan data rekam medis. Mutu pelayanan rumah sakit bukan hanya dituntut oleh pasien tetapi juga oleh pihak lain diantaranya adalah pemberi jasa kesehatan,


(20)

pembayar atau pihak ketiga dalam hal ini asuransi/ penjamin, manajemen rumah sakit, masyarakat, pemerintah serta ikatan profesi.

Rekam medis yang berkualitas berarti rekam medis tersebut berisi data yang lengkap, sehingga dapat diolah menjadi informasi, sehingga memungkinkan dilakukannya evaluasi obyektif terhadap kinerja pelayanan kesehatan dan dapat menjadi basis pendidikan, penelitian dan pengembangan. Arti dari pernyataan di atas adalah bahwa sebuah rekam medis yang bermutu, selalu terisi lengkap data, dan mampu diolah menjadi informasi yang bermanfaat. Menurut Depkes (1997) setiap tindakan/ konsultasi yang dilakukan terhadap pasien, selambat-lambatnya dalam waktu 1 x 24 jam harus ditulis dalam lembaran rekam medis, standar pengembalian rekam medis pasien pulang rawat maksimal 2 x 24 jam. Dari indikator kelengkapan rekam medis, seseorang dapat menilai kualitas suatu pelayanan kesehatan. Rumah sakit yang memberikan pelayanan yang berkualitas tentu akan memiliki kinerja rekam medis yang berkualitas pula.

Rekam medis yang bermutu diperlukan untuk persiapan evaluasi/ audit medis terhadap pelayanan medis yang dilakukan dengan penelaahan secara retrospektif terhadap rekam medis. Mutu rekam medis yang baik memenuhi indikator-indikator seperti : (1) kelengkapan isinya ; (2) keakuratan isinya ; (3) tepat waktu dan (4) pemenuhan aspek persyaratan hukum. Tinggi rendahnya mutu rekam medis sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sumber daya rumah sakit antara lain tenaga, sarana, teknologi, pembiayaan yang digunakan.


(21)

Guna memperoleh kualitas rekam medis yang optimal perlu dilakukan analisis rekam medis dengan cara melihat rekam medis yang dihasilkan oleh staf medis dan paramedis serta hasil-hasil pemeriksaan dari unit penunjang sehingga kebenaran penempatan diagnosa dan kelengkapan rekam medis dapat dipertanggungjawabkan dengan demikian rumah sakit maupun staf medis dapat terhindar dari gugatan mal praktik. Menurut Depkes (1997) dalam menganalisa mutu rekam medis digunakan dua cara yaitu analisa kuantitas (jumlah/kelengkapan) dan analisa kualitas (mutu). Analisa kuantitatif ditujukan kepada jumlah lembaran-lembaran rekam medis sesuai dengan lamanya perawatan meliputi kelengkapan lembaran medis, paramedis dan penunjang sesuai prosedur yang ditetapkan. Analisa kualitatifditujukankepada mutu setiap berkas rekam medis. Menurut (Huffman, 1994) ada tiga jenis analisis dokumen informasi rekam medis, yaitu analisis kuantitatif, analisis kualitatif dan analisis statistik. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengidentifikasi catatan medis yang tidak lengkap, misalnya tidak ditemukannya laporan patologi jaringan yang telah dikeluarkan pada waktu operasi. Komponen dasar dalam analisis kuantitatif rekam medis mencakup (1) mengkoreksi identifikasi pasien pada setiap formulir misalnya nama dan nomor rekam medis, (2) ketersediaan semua laporan yang perlu misalnya riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, catatan kemajuan, (3) otentifikasi bisa berupa tanda tangan, stempel yang hanya dipegang oleh pemiliknya atau kode akses komputer (PIN), dan (4) pencatatan yang baik. Analisis kualitatif untuk mengidentifikasi dokumentasi yang tidak konsisten atau tidak akurat, misalnya pada waktu analisis kualitatif ditemukan bahwa sebuah komplikasi belum tercatat, atau


(22)

item yang seharusnya dituliskan pada kolom kanan lembaran catatan telah diisi pada kolom kiri. Analisis statistik mencakup peringkasan data dari catatan medis untuk pengambilan keputusan administratif dan klinis.

Dengan bertambah tingginya kecerdasan masyarakat dan kemungkinan timbulnya tuntutan-tuntutan, maka nilai berkas rekam medis pasien kian bertambah penting. Karena dapat dipakai sebagai bahan bukti baik oleh dokternya, perawatnya maupun rumah sakit. Berkas rekam medis adalah milik rumah sakit dan harus disimpan dengan baik, sehingga apabila dikemudian hari timbul tuntutan maka rumah sakit dapat mempergunakan rekam medis sebagai bukti yang terpenting dalam rekam medis adalah pengisiannya yang harus dilakukan secara lengkap dan langsung pada waktunya dan tidak ditunda-tunda. Dilihat dari segi hukum, maka rekam medis jika diisi dengan baik, benar, lengkap dan tepat pada waktunya akan memberikan gambaran yang jelas tentang apa apa yang telah dilakukan dan juga akan merupakan bukti yang kuat di depan pengadilan (Guwandi, 1991)

Tanggungjawab utama tentang kelengkapan pengisian rekam medis terletak pada dokter yang merawat. Tanpa memperdulikan ada atau tidaknya bantuan yang diberikan kepadanya dalam melengkapi rekam medis dari staf lain di rumah sakit. Dia mengemban tanggungjawab terakhir akan kelengkapan dan kebenaran isi rekam medis (Samil, 1994). Namun demikian catatan yang dibuat perawat juga dapat dipakai sebagai bukti di depan pengadilan. Karena dari catatan tersebut dapat terungkap apa yang sebenarnya telah terjadi dan apa yang telah dilakukan dan apa yang merupakan penyebabnya, sehingga semuanya dapat dipergunakan sebagai


(23)

pelengkap bahan pembuktian. Seseorang yang lalai dari tanggungjawabnya (wanprestasi) dapat digugat di depan hakim, dikatakan lalai apabila tidak memenuhi kewajibannya atau memenuhi tetapi tidak seperti yang dijanjikan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang rekam medis disebut bahwa :

1. Setiap sarana pelayanan kesehatan yang melakukan pelayanan rawat jalan maupun rawat inap wajib membuat rekam medis.

2. Rekam medis dibuat oleh dokter dan atau tenaga kesehatan lain yang memberi pelayanan langsung kepada pasien.

3. Rekam medis harus dibuat segera dan dilengkapi seluruhnya setelah pasien mendapat pelayanan.

4. Setiap pencatatan kedalam rekam medis harus dibubuhi nama dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.

5. Penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak dibenarkan.

6. Pembetulan kesalahan catatan dilakukan pada tulisan yang salah dan diberi paraf oleh petugas yang bersangkutan.

7. Rekam medis harus disimpan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

8. Rekam medis dapat dipakai sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum. . Rumah sakit memiliki fungsi utama untuk memberikan perawatan dan pengobatan yang sempurna kepada pasien rawat inap, rawat jalan maupun pasien gawat darurat. Pimpinan rumah sakit bertanggung jawab akan mutu pelayanan medis


(24)

di rumah sakit yang diberikan kepada semua pasien. Direktur Rumah Sakit dapat membentuk Komite Catatan Medis Rumah Sakit yang bertugas merencanakan, membuat model-model rekam medis, kemudian mempelajari, mengubah atau sama sekali menghilangkannya jika tidak sesuai lagi dengan penggunaannya. Rekam medis sangat penting dalam mengemban mutu pelayanan medis yang diberikan rumah sakit beserta staf medisnya (Samil, 1994).

Rumah sakit mempunyai tugas menentukan standar dan kebijakan pelayanan termasuk standar pelayanan rekam medis (Depkes, 1994). Jenis formulir rekam medis rawat inap, petugas yang bertanggung jawab terhadap kelengkapan pengisian rekam medis dan waktu pengembaliannya diatur dalam standar pelayanan rekam medis. Selain itu rumah sakit harus melengkapi pimpinan, staf, fasilitas, peralatan dan biaya yang memadai agar dapat mengelola rekam medis dengan baik. Agar standar yang ditetapkan dapat dijalankan sampai pada tingkat pelaksana maka harus dilakukan sosialisasi.

Rumah sakit juga bertanggung jawab untuk memelihara suasana yang kondusif agar terselenggara proses penyelenggaraan rekam medis yang optimal. Sehingga terdapat rekam medis yang sesuai dengan kebutuhan, terdapat tempat pengelolaan rekam medis yang memadai, terdapat mekanisme kontrol untuk memantau kinerja rekam medis, dan terdapat system yang jelas dalam hubungan pengisi dengan pengelola rekam medis.


(25)

2.2. Perilaku

Perilaku dipandang dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari pada manusia itu sendiri. Secara lebih operasiol perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subyek tersebut (Notoatmodjo, 1993).

Menurut Notoatmodjo (2003), terbentuknya suatu perilaku baru pada orang dewasa dimulai dari kawasan kognitif, dalam arti si subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek diluarnya sehingga menimbulkan respons dalam bentuk sikap, kemudian akan menimbulkan respons yang lebih jauh dalam bentuk perilaku.

Green dan Marshall (2005) menjelaskan bahwa perilaku itu dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor yakni : faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) dan faktor-faktor pendukung (enabling factors). Masing-masing faktor memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perilaku.

Faktor predisposisi adalah faktor yang dapat mempermudah atau mempredisposisikan terjadinya perilaku pada diri seseorang atau masyarakat. Beberapa komponen yang termasuk faktor predisposisi yang berhubungan langsung dengan perilaku, antara lain pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai, dan menyadari kemampuan dan keperluan seseorang atau masyarakat terhadap apa yang


(26)

dilakukannya. Hal ini berkaitan dengan motivasi dari individu atau kelompok untuk melakukan sesuatu tindakan (Green dan Marshall, 2005).

Faktor pendukung merupakan faktor yang sudah ada dan dapat memungkinkan realisasi dari motivasi dan aspirasi seseorang. Termasuk didalamnya adalah kemampuan pribadi, ketersediaan sarana dan prasarana dan peraturan-peraturan.

Faktor pendorong adalah konsekuensi dari determinan perilaku, dengan adanya umpan balik (feed back) dan dukungan sosial. Dalam perencanaan pasien, sebagai pendorong (reinforcement) adalah perawat pasien dan anggota keluarganya. Faktor pendorong ini dapat positif atau negatif tergantung dari sikap dan perilaku orang dalam lingkungannya. (Green dan Marshall, 2005).

Menurut Walgito (2003) perilaku manusia tidak dapat lepas dari keadaan individu itu sendiri dan lingkungan dimana individu itu berada. Perilaku manusia itu didorong oleh motif tertentu sehingga manusia itu berperilaku. Beberapa teori mengenai perilaku dapat dikemukakan :

1. Teori Insting ; teori ini dikemukakan oleh McDougall yang menyatakan bahwa perilaku itu disebabkan karena insting. Insting merupakan perilaku yang innate, perilaku yang bawaan dan ini akan mengalami perubahan karena pengalaman.

2. Teori Dorongan (drive theory) ; teori ini bertitik tolak bahwa organisme itu mempunyai dorongan-dorongan atau drive tertentu. Dorongan-dorongan ini berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang


(27)

mendorong organisme berperilaku. Bila organisme itu mempunyai kebutuhan, dan organisme ingin memenuhi kebutuhannya maka akan terjadi ketegangan dalam diri organisme itu. Bila organisme berperilaku dan dapat memenuhi kebutuhannya, maka akan terjadi pengurangan atau reduksi dari dorongan-dorongan tersebut.

3. Teori Insentif (incentive theory) ; teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku organisme itu disebabkan karena adanya insentif. Dengan insentif akan mendorong organisme berbuat atau berperilaku.

4. Teori Atribusi ; teori ini ingin menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku orang. Apakah perilaku ini disebabkan oleh disposisi internal (misalnya motif, sikap dsb) ataukah oleh keadaan eksternal. Teori ini dikemukakan oleh Frizt Heider.

5. Teori Kognitif ; apabila seseorang harus memilih perilaku mana yang mesti dilakukan, maka pada umumnya yang bersangkutan akan memilih alternatif perilaku yang akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi yang bersangkutan.

Menurut Bandura (dalam Niven, 1994) bahwa perilaku dipelajari, melalui modelling, visualisasi, pemantauan diri dan pelatihan keterampilan. Perilaku ditentukan oleh harapan dan insentif.

Tim kerja dari WHO menganalisa bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok yakni :


(28)

1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap obyek (dalam hal ini adalah obyek kesehatan).

a. Pengetahuan

Diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. b. Kepercayaan

Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.

c. Sikap

Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap obyek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau obyek lain.

2. Orang penting sebagai referensi.Perilaku orang lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.

3. Sumber-sumber daya (resources) sumber daya disini mencakup fasilitas-fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Semua itu berpengaruh


(29)

terhadap perilaku seseorang atau kelompok masyarakat. Pengaruh sumber-sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif. 4. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber

didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umunya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat bersama. Kebudayaan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat, sesuai dengan peradapan umat manusia.

Dalam buku Laporan hasil dan keputusan Kongres Nasional II PORMIKI, Yogyakarta,1995 Dr.Amri Amir dan Sumarno dalam makalahnya yang berjudul “Survey manajemen Rekam Medis dibeberapa Rumah Sakit di Medan“ menyatakan bahwa pada umumnya dokter membuat resume pada rekam medis dengan mengemukakan gejala, tindakan juga keadaan pasien pada saat keluar Rumah Sakit. Akan tetapi sebagian belum mencantumkan diagnosa dan membubuhkan tanda tangan. Hanya sebagian kecil Rumah Sakit yang membuat resume sebagaimana mestinya.

Waruna (2003) dalam penelitiannya tentang rekam medis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan menemukan bahwa kelengkapan pengisian rekam medis di rumah sakit tersebut secara rata-rata sebesar 78,6 %, padahal rekam medis sudah ada sejak rumah sakit ini didirikan 70 tahun yang lalu. Usia, masa kerja dan waktu yang tersedia di RS tidak mempengaruhi persentase rekam medis yang diisi oleh dokter.


(30)

Hariyanti (2004) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kelengkapan rekam medis di Rumah Sakit Islam Aisyiyah (RSIA) Malang selama tahun 2001 2002 rata rata 51,94%.

2.3 Landasan Teori

Landasan teori yang diambil adalah model perilaku menurut Green. Teori Green menganalisa perilaku yang menyatakan bahwa perilaku ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yakni : (1) faktor-faktor predisposisi yaitu pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya; (2) faktor-faktor pendukung yaitu lingkungan fisik, tersedianya fasilitas-fasilitas dan sarana, peraturan-peraturan; dan (3) faktor-faktor pendorong yaitu sikap dan perilaku petugas atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi. Dalam diagram teori Green ini digambarkan sebagai berikut :


(31)

Faktor Predisposisi: • Pengetahuan • Sikap • Kepercayaan • Nilai • Persepsi Faktor Pendorong : Sikap dan Perilaku dari

- Orang lain - Teman sebaya - Petugas lain - Orang tua

Genetik Perilaku individu, kelompok atau masyarakat Tingkat Kesehatan

Faktor – faktor lingkungan :

• Fisik • Sosial • Ekonomi Faktor Pendukung :

• Ketersediaan sarana dan prasarana • Rujukan

• Peraturan-peraturan • Keterampilan

Gambar 1 Diagram Teori Green

Adapun alasan peneliti memilih teori Green, karena dirasa sangat tepat untuk menganalisa perilaku. Faktor-faktor yang menentukan suatu perilaku cukup beragam dimana satu dengan yang lain saling mendukung sedang kebanyakan teori perilaku yang lain hanya menganalisa perilaku dari satu sudut pandang saja seperti menganalisa insting, dorongan, dan lain-lain.


(32)

2.4. Kerangka Konsep

Faktor Pendorong - Dukungan petugas

lain

Faktor Pendukung - Fasilitas dan Sarana - Peraturan - peraturan Faktor Predisposisi - Pengetahuan

- Sikap

Pencatatan Rekam Medis


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan survey penjelasan (explanatory research) yang digunakan untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap), faktor pendorong (dukungan petugas lain) dan faktor pendukung (fasilitas dan sarana, peraturan-peraturan) terhadap perilaku dokter dalam pencatatan rekam medis di RSUP H Adam Malik setelah berlakunya Undang-undang RI no. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RS HAM. Rumah sakit ini dipilih karena: (1) RS HAM adalah rumah sakit kelas A dan rumah sakit pendidikan di mana pelayanan medis di sini adalah jenis pelayanan subspesialisasi dan dilaksanakan oleh bermacam-macam dokter spesialis; (2) dalam memberikan jasa pelayanan RS HAM telah menjadikan kegiatan rekam medis menjadi salah satu kegiatan pokoknya di mana rumah sakit ini telah lulus akreditasi tahap I untuk lima pelayanan; (3) dari pra survey diketahui masih banyak rekam medis yang belum lengkap pengisiannya .

Penelitian dimulai dengan penelusuran pustaka, konsultasi, dilanjutkan dengan penelitian dan pengumpulan data di RSHAM (Oktober-Desember 2007),


(34)

analisa data serta penyusunan laporan penelitian dan membutuhkan waktu penyelesaian selama 7 (tujuh) bulan.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian atau objek yang akan diteliti (Arikunto, 2000). Populasi penelitian ini adalah seluruh dokter spesialis dan dokter Peserta Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang ada di bagian bedah RSUP HAM pada tahun 2007 yang berjumlah 77 orang (sumber : Staf Medis Fungsional Bedah RSHAM).

3.3.2 Sampel

Sampel adalah total populasi, yaitu seluruh dokter spesialis sebanyak 17 orang dan PPDS sebanyak 60 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

1. Menggunakan Kuesioner Tertutup

Data dikumpulkan dengan cara pengisian kuesioner oleh para responden yaitu: seluruh dokter spesialis dan PPDS di SMF bedah RSHAM yang menjadi sampel. Kuesioner bersifat tertutup yang telah disediakan pilihan jawaban. Kuesioner ini dibuat berdasarkan variabel-variabel penelitian yaitu variabel bebas dan variabel terikat dan isinya bersumber dari buku pedoman rekam medis RSHAM tahun 2000, Etika kedokteran dan hukum kesehatan (Hanafiah dan Amir, 1999).


(35)

Sebelum dipergunakan untuk penelitian, dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas kuesioner kepada dokter lain yang tidak dipilih sebagai sampel dalam hal ini dipilih dokter PPDS SMF Obstetri Ginekologi.Uji validitas gunanya untuk mengetahui apakah kuesioner yang dibuat sesuai dengan tujuan penelitian dan untuk menyamakan persepsi peneliti dengan responden. Kuesioner diuji validitasnya dengan menggunakan uji validitas butir pertanyaan (content validity) dengan cara melakukan korelasi antar skor butir pertanyaan dengan total skor variabel. Untuk uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan teknik internal consistency yang di analisis dengan uji statistik Alfa Cronbach dengan bantuan perangkat lunak komputer (lampiran 4).

2. Menggunakan check list kelengkapan pencatatan rekam medis untuk perilaku dokter dalam pencatatan rekam medis.

a.Penyusunan lembar check list kelengkapan pencatatan rekam medis untuk pengumpulan data bersumber dari kelengkapan isian rekam medis menurut Permenkes No 749/89 dan disesuaikan juga dengan penerapan di RSHAM yaitu dalam buku pedoman rekam medis RSHAM tahun 2000.

b. Penilaian check list adalah sebagai berikut nilai 0 diberikan untuk jawaban yang tidak diisi semestinya dan nilai 100 diberikan untuk jawaban yang diisi semestinya


(36)

Data–data sekunder yang diambil untuk penelitian ini di peroleh dari sub bagian rekam medis RSHAM.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1 Variabel bebas

Adapun yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor predisposisi (pengetahuan, sikap), faktor pendorong (dukungan petugas lain) dan faktor pendukung (fasilitas dan sarana, peraturan) terhadap perilaku dokter dalam pencatatan rekam medis di RSUP H Adam Malik setelah berlakunya Undang-undang RI no. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran.

3.5.2 Variabel terikat

Pencatatan rekam medis diartikan sebagai kelengkapan berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan yang lain kepada pasien baik untuk rawat jalan maupun rawat inap yang dilakukan oleh dokter di RSUP H Adam Malik Medan tahun 2007.

3.5.3. Definisi Operasional

a. Dokter adalah dokter yang memberikan pelayanan terhadap pasien di ruang rawat inap SMF Bedah RSUP HAM pada tahun 2007.

b. Pendidikan adalah pendidikan terakhir sebelum bekerja di RSUP HAM. c. Lama kerja adalah lamanya para dokter bekerja di RSUP HAM.

d. Pengetahuan adalah pemahaman dokter tentang rekam medis dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan rekam medis.


(37)

e. Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek; dalam penelitian ini adalah respon yang masih tertutup dari para dokter tentang pencatatan rekam medis.

f. Fasilitas dan sarana yang dimaksud adalah baik sarana fisik maupun non fisik seperti gedung atau ruangan, maupun peralatan lain serta kemungkinan untuk mendapatkan informasi yang mendukung dalam pelaksanaan pencatatan rekam medis.

g. Dukungan petugas lain adalah adanya kerjasama dari teman sejawat dokter dalam pelaksanaan pencatatan rekam medis.

h. Peraturan-peraturan adalah Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, Peraturan Menteri Kesehatan nomor 749a/Permenkes/1989 , Pedoman Rekam Medis RS HAM serta Etika kedokteran Indonesia .

i. Pencatatan Rekam Medis adalah keadaan pencatatan di dalam berkas rekam medis tentang data-data keadaan pasien, tindakan, pengobatan dll yang menjadi tanggung jawab dokter yang dilakukan kepada pasien rawat inap. j. Pencatatan Rekam Medis dikatakan lengkap adalah apabila keseluruhan

indikator-indikator kelengkapan rekam medis sebanyak 16 item yang ada pada daftar check list lengkap terisi.

k. Pencatatan Rekam Medis dikatakan tidak lengkap apabila dari 16 item yang ada pada daftar check list ada yang tidak diisi.


(38)

3.6 Metode Pengukuran 3.6.1. Variabel Bebas

3.6.1.1 Pengetahuan adalah pengetahuan dokter tentang rekam medis dan Undang-undang RI no 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran yang dapat dikategorikan tiga bagian ;

1. Baik, apabila pengetahuan dokter tentang rekam medis dan UU baik (20-24)

2. Sedang, apabila pengetahuan dokter tentang rekam medis dan UU hanya sebagian (15-19).

3. Tidak baik, apabila pengetahuan dokter tentang rekam medis dan UU tidak baik (8-14).

3.6.1.2 Sikap adalah sikap dokter dalam hal pencatatan rekam medis yang dikategorikan tiga bagian :

1. Baik, apabila dokter melakukan pencatatan rekam medis dengan baik (15-18).

2. Sedang, apabila dokter melakukan pencatatan rekam medis sebagian atau sedang (11-14).

3. Tidak baik, apabila dokter melakukan pencatatan rekam medis tidak baik ( 6 - 10 )

3.6.1.3 Fasilitas dan sarana adalah sarana dan fasilitas yang mendukung dokter dalam pencatatan rekam medis yang dikategorikan tiga bagian.


(39)

2. Sedang, apabila sarana dan fasilitas yang ada sedang (nilai 15-19).

3. Tidak baik, apabila sarana dan fasilitas yang ada tidak baik (nilai 8-14).

3.6.1.4 Peraturan adalah pelaksanaan dan pengawasan, peraturan-peraturan yang berkaitan dengan rekam medis yang dikategorikan tiga bagian :

1. Baik, apabila nilai 8 – 9. 2. Sedang, apabila nilai 6 – 7. 3. Tidak baik, apabila nilai 3 - 5.

3.6.1.5 Dukungan petugas lain adalah teguran dari atasan, saling mengingatkan antar teman sejawat dokter, dalam hal pencatatan rekam medis yang dikategorikan tiga bagian :

1. Baik, apabila dukungan dari petugas lain baik (nilai 17 - 21). 2. Sedang, apabila dukungan petugas lain sedang (nilai 12 - 16). 3. Tidak baik, apabila dukungan petugas lain tidak baik (nilai 7 - 11). Ringkasan pengukuran variabel bebas diatas dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas

No Variabel Kriteria Jumlah

indikator


(40)

1. Pengetahuan 3. baik 2. sedang 1. tidak baik

8 20-24 15-19

8 -14

Ordinal

2. Sikap 3. baik 2. sedang 1.tidak baik 6 15-18 11-14 6-10 Ordinal

3. Fasilitas dan sarana 3. baik 2. sedang 1. baik 8 20-24 15-19 8-14 Ordinal 4. Dukungan petugas lain 3. baik 2. sedang 1.tidak baik 7 17-21 12-16 7-11 Ordinal

5. Peraturan 3. baik 2. sedang 1.tidak baik 3 8-9 6-7 3-5 Ordinal

3.6.2 Variabel Terikat

Variabel terikat yaitu kondisi pencatatan berkas rekam medis yang akan dilihat dari hasil check list indikator–indikator kelengkapan rekam medis untuk rawat inap kasus bedah di RS. HAM. Penilaian dari variabel ini dibagi atas 2 kategori yaitu lengkap dan tidak lengkap; hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat

No. Kriteria Indikator Bobot nilai seluruh indikator

1. Lengkap 16 item check list terisi lengkap 16

2. Tidak lengkap < 16 item check list yang terisi

3.7 Metode Analisis Data

Dilakukan uji regresi, karena menurut Green (2005), faktor predisposisi (pengetahuan, sikap ), faktor pendorong ( dukungan petugas lain ) dan faktor


(41)

pendukung ( fasilitas dan sarana, peraturan ) menentukan terbentuknya perilaku. Peneliti ingin mengetahui bagaimana hubungan causal ataupun pengaruh dari faktor-faktor predisposisi, faktor-faktor pendorong dan faktor-faktor pendukung terhadap pencatatan rekam medis.. Oleh karena variabel bebas lebih dari 2 ( ada 5 ) maka digunakan uji regresi linier berganda.


(42)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum RSUP H.Adam Malik

Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik terletak dijalan Bunga Lau no.17 Medan Tuntungan, merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 dan juga sebagai rumah sakit pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991 (struktur organisasi terlampir).

Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik juga sebagai pusat rujukan kesehatan wilayah Sumatera bagian Utara yang meliputi propinsi Sumatera Utara, Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau.

Sebagai rumah sakit pendidikan maka RSUP H.Adam Malik digunakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara sebagai pusat pendidikan klinik calon dokter dan pendidikan keahlian calon dokter spesialis. Selain itu digunakan pula oleh akademi keperawatan dan akademi kesehatan lainnya sebagai sarana pendidikan. Sebagai rumah sakit kelas A jenis pelayanan medis adalah pelayanan spesialistik dan sub spesialistik; untuk itu ada sebanyak 13 kelompok Staf Medis Fungsional (SMF) termasuk SMF Bedah.

Pelayanan Berkas Rekam Medis di RSUP H.Adam Malik sejak melaksanakan fungsi pelayanan menganut sistem pelayanan sentralisasi dengan Subbagian Rekam Medis sebagai pengelola dan pengendali kegiatan rekam medis. Menurut Buku


(43)

Pedoman Rekam Medis RS HAM edisi III tahun 2000, pertanggungjawaban terhadap pengelolaan rekam medis antara lain sebagai berikut :

1. Direktur & Wadir Umum dan Keuangan

Bertanggungjawab menyediakan fasilitas sub bagian rekam medis yang meliputi ruangan, peralatan, lembaran-lembaran rekam medis dan sumber daya manuasia yang memadai.

2. RS HAM beserta seluruh jajarannya

Bertanggungjawab untuk melindungi informasi yang ada didalam rekam medis terhadap kemungkinan hilangnya keterangan ataupun pemalsuan data yang ada di dalam rekam medis, atau dipergunakan oleh orang yang semestinya tidak diberi izin.

3. Kepala Sub Bagian Rekam Medis beserta staf

Bertanggungjawab melaksanakan pemantauan penyelenggaraan rekam medis, distribusi, mengumpul/mengolah rekam medis.

4. Petugas yang melayani penerimaan pendaftaran pasien

Bertugas diloket penerimaan pasien rawat jalan, rawat inap maupun gawat darurat, bertanggungjawab atas kelengkapan pencatatan dan registrasi data identitas pasien pada formulir-formulir yang telah ditentukan.

5. Wadir Penunjang Medis

Mengkoordinasikan seluruh petugas di Instalasi terkait agar melaksanakan dan mengamankan rekam medis.


(44)

6. Wadir Pelayanan Medis

Bertanggungjawab mengkoordinir seluruh petugas yang terkait diseluruh instalasi pelayanan medis (dokter, perawat, bidan serta tenaga kesehatan lainnya) agar melaksanakan rekam medis secara akurat dan tepat waktu sesai wewenang dan tanggungjawab masing-masing.

7. Kepala Instalasi

Bertanggungjawab mengkoordinir seluruh petugas yang terkait diseluruh instalasi pelayanan medis (dokter, perawat, bidan serta tenaga kesehatan lainnya) agar melaksanakan rekam medis secara akurat dan tepat waktu sesai wewenang dan tanggungjawab masing-masing.

8. Dokter yang bertugas (PPDS)

a. Mengisi lembar ringkasan masuk dan keluar

b. Mengisi lembar anamnese dan lembar pemeriksaan jasmani

c. Mengisi lembar progress notes tentang perkembangan/catatan dokter dan lembar instruksi dokter

d. Mengisi dan menandatangani formlir permintaan pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan lainnya.

e. Mengajukan permintaan konsultasi kepada spesialis lain dengan mengisi lembaran konsul


(45)

g. Menandatangani semua keterangan dan catatan yang menjadi bagian rekam medis dan merupakan tanggungjawab dokter yang merawat

9. Dokter penanggungjawab perawatan (dokter spesialis)

Tanggungjawab utama akan kelengkapan rekam medis terletak pada dokter yang merawat pasien (dokter spesialis), tanpa memperdulikan ada tidaknya bantuan yan diberikan kepadanya dalam melengkapi rekam medis oleh staf lain dirumah sakit. Dia mengemban tanggungjawab terakhir akan kelengkapan dan kebenaran isi rekam medis.

10.Dokter ahli yang melakukan pembedahan

a. Mencatat dan menandatangani diagnosa pra dan pasca bedah

b. Melaksanakan sistem informed concent. Membuat dan menandatangani laporan tentang prosedur pembedahan segera setelah pembedahan selesai (pada hari yang sama)

11.Dokter ahli yang memberikan anastesi

a. Mencatat hasil pemeriksaan fisik tentang indikasi dan kontra indikasi anastesi pra anastesi.

b. Mencatat prosedur anastesi pada lembaran anastesi dan hasil pemantauan pasca anastesi.

12.Dokter ahli lainnya yang memberikan tindakan interfensi non bedah a. Melaksanakan informed concent


(46)

13.Panitia Rekam Medis

a. Membuat dan meng-update kebijakan (policies), peraturan, prosedur yang berhubungan dengan rekam medis RS HAM

b. Menganalisa secara berkala laporan berkala yang dibuat oleh sub bagian rekam medis dan memberikan umpan balik pada SMF/Instalasi dan melaporkan kepada direktur RS HAM mengenai penampilan RS secara keselruhan

14.Tim Pengawas rekam medis

a. Mengawasi pengisian dan menilai serta mengoreksi (bila perlu) rekam medis disetiap SMF nya, agar dapat dibuat laporan yang tepat pada waktunya, benar, relevan, dan berguna.

b. Menghubungi dokter pembuat rekam medis di unitnya apabila terdapat kekeliruan.

c. Ikut mengawasi pekerjaan dan tata kerja sub bagian rekam medis d. Mengawasi pelaksanaan kebijakan, peraturan, prosedur yang

dibuat panitia rekam medis di unitnya masing-masing

Tim pengawas rekam medis bertanggungjawab secara fungsional kepada panitia rekam medis dan secara operasional kepada kepala SMFnya masing-masing

Diruangan rawat inap ada petugas yang ditunjuk untuk mengumpulkan berkas rekam medis sesudah pasien pulang dan kemudian akan mengantarkannya ke


(47)

Subbagian Rekam Medis. Petugas ini disebut Pengaman Rekam Medis yang terdiri dari perawat.

Sejak tahun 2003 Panitia Rekam Medis berubah menjadi Sub Komite Rekam Medis yaitu salah satu sub komite dari Komite Medik. Tim pengawas rekam medis beranggotakan dokter-dokter spesialis perwakilan dari masing-masing SMF. Menurut Ka Sub Bagian Rekam Medis yang juga menjadi Sekretaris Sub Komite Rekam Medis, Tim pengawas rekam medis tidak berjalan sebagai mana mestinya. Menurut pengamatan dilapangan, hal ini memang terjadi dimana dokter spesialis yang ditunjuk sebagai pengawas rekam medis tidak berpartisipasi aktif untuk mengawasi pelaksanaan rekam medis diruangan.

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2007 pada semua dokter yang ada di SMF Bedah baik dokter PPDS maupun dokter Spesialis yang berjumlah 77 orang.

4.2. Analisis Univariat

Analisis univariat dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat distribusi karakteristik responden (umur, jenis kelamin, pendidikan dan lama kerja) dan distribusi dari variabel penelitian yang menyangkut variabel independen yaitu: faktor predisiposisi (pengetahuan, sikap), faktor pendorong (dukungan petugas lain)dan faktor pendukung (fasilitas dan sarana serta peraturan-peraturan). Distribusi univariat juga menggambarkan variabel dependen yaitu pencatatan rekam medis.


(48)

4.2.1. Distribusi Karakteristik Responden di SMF Bedah RSUP . Adam Malik Medan

Responden dalam penelitian ini adalah seluruh dokter PPDS (60 orang) dan dokter spesialis (17 orang) dengan jumlah (total anggota populasi) sebanyak 77 orang (Tabel 4.3). Hasil penelitian menunjukkan kelompok umur responden pada dokter spesialis yang terbanyak adalah pada kelompok umur 30 sampai 45 tahun yaitu 10 orang (58,8%), hal yang sama juga kelompok umur dokter PPDS yang terbanyak pada kelompok umur 30-45 tahun yaitu sebanyak 34 orang (56,7 %).

Variabel jenis kelamin pada penelitian ini menunjukkan kelompok yang terbanyak pada kelompok dokter spesialis adalah jenis kelamin laki-laki yaitu 16 orang (94,1%) begitu juga pada dokter PPDS tertinggi pada jenis kelamin laki-laki yaitu 59 orang (98,3%). Variabel lama kerja responden untuk dokter spesialis terbanyak pada lama kerja 10 sampai 15 tahun yaitu 11 orang (64,7%) sedangkan pada dokter PPDS tertinggi ada pada lama kerja < 5 tahun yaitu sebanyak 23 orang (38,3%). (Tabel 4.1).


(49)

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik di SMF Bedah RSUP H. Adam Malik Tahun 2008 n=77

No Variabel Dokter Spesialis PPDS

Jumlah % Jumlah % 1. Umur

< 30 Tahun 4 23,5% 22 36,7% 10 58,8%

30-45 Tahun 34 56,7%

> 45 Tahun 3 17,6 4 6,7

Total 17 100,0 60 100,0

2. Jenis Kelamin

Laki-laki 16 94,1% 59 98,3%

1 5,9%

Perempuan 1 1,7%

Total 17 100,0 60 100,0

3. Lama Kerja

< 5 Tahun 5 29,4% 23 38,3% 5-10 Tahun 1 5,9% 21 35,0% 10-15 Tahun 11 64,7% 16 26,7%

Total 17 100,0 60 100,0

4.2.2. Distribusi Frekuensi Faktor Predisposisi, Pendukung, Faktor Pendorong dan Pencatatan Rekam Medis Di RSUP H. Adam Malik Medan

Faktor predisposisi dalam penelitian ini diukur melalui variabel pengetahuan dan sikap, faktor pendorong diukur melalui dukungan petugas lain, faktor pendukung diukur melalui variabel fasilitas dan sarana, peraturan-peraturan. Hasil penelitian juga mendeskripsikan distribusi pencatatan rekam medis.

Hasil penelitian yang menyangkut sub variabel predisposisi menunjukkan bahwa pengetahuan dokter spesialis tinggi pada kategori baik yaitu 15 orang (88,2%) dan begitu juga pendidikan dokter PPDS tinggi pada kelompok dengan kategori baik yaitu 53 orang ( 88,3%). Variabel sikap dokter pada penelitian ini menunjukkan bahwa sikap dokter spesialis tinggi pada kategori sedang yaitu sebanyak 14 orang


(50)

(82,4%) begitu juga halnya sikap dokter PPDS tinggi pada kategori sedang yaitu sebanyak 44 orang (73,3%).

Hasil penelitian menyangkut sub variabel faktor pendorong menunjukkan bahwa dokter spesialis yang menyatakan adanya dukungan petugas lain terbanyak pada kategori baik yaitu 14 orang (82,4%), begitu juga dokter PPDS yang menyatakan dukungan petugas baik terbanyak pada kategori baik yaitu 37 orang (61,7%).

Faktor pendukung dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dokter spesialis yang menyatakan keadaan fasilitas tinggi pada kategori tidak baik yaitu 8 orang (47,1%), sedangkan dokter PPDS menyatakan keadan fasilitas ada pada kategori baik yaitu 39 orang (65%). Variabel peraturan-peraturan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dokter spesialis yang mengikuti peraturan terbanyak pada kategori 12 (70,6%) sedangkan pada dokter PPDS yang mengikuti peraturan tinggi pada kategori sedang yaitu 37 orang (61,7%).

Variabel kelengkapan rekam medis menunjukkan bahwa dokter spesialis yang melengkapi rekam medis terbanyak pada kategori lengkap yaitu 10 orang (58,8%) sedangkan pada dokter PPDS kelengkapan hampir berimbang antara yang tidak lengkap dan yang lengkap. Namun masih lebih tinggi kelengkapan pencatatan rekam medik pada kategori lengkap yaitu 32 orang (53,3 %). (Tabel 4.2).


(51)

Tabel 4.2 Distribusi Faktor Predisposisi, Faktor Pendorong, Faktor Pendukung dan Kelengkapan Rekam Medik di SMF Bedah RSUP H. Adam Malik Tahun 2008 n=77

No Variabel Dokter Spesialis PPDS

Jumlah % Jumlah % 1. Pengetahuan

Tidak Baik 0 0 0 0

Sedang 2 11,8 7 11,7

Baik 15 88,2 53 88,3

Total 17 100,0 60 100,0

2. Sikap

Tidak Baik 0 0 0 0

Sedang 14 82,4 44 73,3

Baik 3 17,6 16 26,7

Total 17 100,0 60 100,0

3. Dukungan Petugas Lain

Tidak Baik 0 0 0 0

Sedang 3 17,6 23 38,3

Baik 14 82,4 37 61,7

Total 17 100,0 60 100,0

4 Fasilitas

Tidak Baik 8 47,1 6 10,0

Sedang 3 17,6 15 25,0

Baik 6 35,3 39 65,0

Total 17 100,0 60 100,0

5 Peraturan

Tidak Baik 1 5,9 3 5,0

Sedang 4 23,5 37 61,7

Baik 12 70,6 20 33,3

Total 17 100,0 60 100,0

6 Pencatatan Rekam Medik

Tidak Lengkap 7 41,2 28 46,7

Lengkap 10 58,8 32 53,3


(52)

4.2.3. Distribusi Tabulasi Silang Faktor Predisposisi, Faktor Pendorong dan Faktor Pendukung Terhadap Pencatatan Rekam Medis

Distribusi tabulasi silang faktor predisposisi (pengetahuan, sikap), faktor pendorong (dukungan petugas) dan faktor pendukung (fasilitas dan sarana, peraturan-peraturan) dapat ditunjukkan pada tabel 4.3.

Hasil tabulasi silang pengetahuan terhadap pencatatan rekam medis menunjukkan bahwa pengetahuan dokter spesialis terhadap pencatatan rekam medis tinggi pada kategori pengetahuan baik dan pencatatan rekam medis lengkap sebanyak10 orang ( 13,0 %) begitu juga pada dokter PPDS tinggi pada kategori pengetahuan baik dan pencatatan rekam medis lengkap yaitu 29 orang ( 37,7 %).

Hasil tabulasi silang sikap terhadap pencatatan rekam medis menunjukkan bahwa sikap dokter spesialis terhadap pencatatan rekam medis tinggi pada kategori sikap sedang dan pencatatan rekam medis lengkap yaitu 8 orang ( 10,4 %) sedangkan pada dokter PPDS tinggi pada kategori sikap sedang dan pencatatan rekam medis tidak lengkap yaitu 24 orang ( 31,2 %).

Hasil tabulasi silang dukungan petugas lain terhadap pencatatan rekam medis menunjukkan bahwa dokter spesialis yang tidak mendapat dukungan dari petugas lain namun pencatatan rekam medis baik sebanyak 6 orang (7,8 %) sedangkan pada dokter PPDS yang menyatakan dukungan petugas lain baik sehingga pencatatan rekam medis lengkap yaitu 19 orang ( 24,7 %).


(53)

Tabel 4.3 Distribusi Tabulasi Silang Faktor Predisposisi, Faktor Pendorong, Faktor Pendukung Terhadap Pencatatan Rekam Medik Di SMF Bedah RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008

Pencatatan Rekam Medik Dokter Spesialis PPDS Tidak Lengkap Lengkap Tidak Lengkap Lengkap

No Variabel

Jum lah % Jum lah % Jum lah % Jum lah % 1 Pengetahuan

Tidak Baik 0 0 0 0 0 0 0 0

Sedang 2 2,6 0 0 4 5,2 3 3,9

Baik 5 6,5 10 13,0 24 31,2 29 37,7

Total 7 9,1 10 13,0 28 36,4 32 41,6

2 Sikap

Tidak Baik 0 0 0 0 0 0 0 0

Sedang 6 7,8 8 10,4 24 31,2 20 2,6

Baik 1 1,3 2 2,6 4 5,2 12 15,6

Total 7 9,1 10 13,0 28 36,4 32 41,6

3 Dukungan Petugas Lain

Tidak Baik 2 2,6 6 7,8 2 2,6 4 5,2

Sedang 2 2,6 1 1,3 5 6,5 10 13,0

Baik 3 3,9 3 3,9 21 27,3 18 23,4

Total 7 9,1 10 13,0 28 36,4 32 41,6

4 Fasilitas dan Sarana

Tidak Baik 0 0 0 0 0 0 0 0

Sedang 2 2,6 1 1,3 10 13,0 13 16,9

Baik 5 6,5 9 11,7 18 23,4 19 24,7

Total 7 9,1 10 13,0 28 36,4 32 41,6

5 Peraturan-peraturan

Tidak Baik 0 0 1 1,3 1 1,3 2 2,6

Sedang 3 3,9 1 1,3 20 26,0 17 22,1

Baik 4 5,2 8 10,4 7 9,1 13 16,9

Total 7 9,1 10 13,0 28 36,4 32 41,6

Hasil tabulasi silang fasilitas dan sarana terhadap pencatatan rekam medis menunjukkan bahwa dokter spesialis yang menyatakan fasilitas dan sarana ada pada


(54)

kategori baik yaitu 9 orang ( 11,7 %) begitu juga pada dokter PPDS menyatakan fasilitas baik yaitu 19 orang (24,7 %).

Hasil tabulasi silang peraturan-peraturan terhadap pencatatan rekam medis menunjukkan bahwa dokter spesialis yang mematuhi peraturan-peraturan terhadap pencatatan medik terbanyak pada kategori baik dan pencatatan rekam medis lengkap sebanyak 8 orang (10,4 %) sedangkan pada dokter PPDS tinggi pada kategori mengikuti peraturan sedang dan pencatatan rekam medis tidak lengkap yaitu 20 orang (26,1 %).

4.3. Analisa Multivariat

Uji regresi berganda dilakukan untuk menguji hipótesis dimana terdapat pengaruh faktor predisposisi, faktor pendorong dan faktor pendukung terhadap pencatatan rekam medis.

Pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap), faktor pendorong (dukungan petugas) faktor pendukung (fasilitas dan sarana, peraturan-peraturan) terhadap pencatatan rekam medis berdasarkan hasil uji dapat disimpulkan sesuai tabel 4.4. sebagai berikut :

1. Terdapat 1 (satu) variabel faktor predisposisi (sikap), 1 (satu) variabel pendorong (dukungan petugas) yang berpengaruh terhadap kelengkapan pencatatan rekam medik. dengan taraf signifikansi masing-masing variabel ≤ 0,05 (Tabel 4.4.)


(55)

Tabel 4.4 Hasil Regresi Faktor Predisposisi, Faktor Pendorong dan Faktor Pendukung Terhadap Pencatatan Rekam Medik

No. Kode Variabel B Sig.

X1 Pengetahuan 0,300 0,115

X2 Sikap 0,599 0,001

X3 Dukungan Petugas Lain 0,398 0,052 X4 Fasilitas dan Sarana 0,038 0,632

X5 Peraturan-peraturan 0,276 0,290

(Constant) 0,684

R

R Square

0,843(a) 0,796

Sumber: Lampiran 2

2. Secara bersama variabel pengetahuan, sikap, dukungan petugas lain, fasilitas dan sarana dan peraturan-peraturan mempunyai pengaruh relatif dominan terhadap pencatatan rekam medis, dengan kontribusi sebesar (dari nilai R Square: 0,796 x 100%) = 79,6 %, artinya kelengkapan pencatatan rekam medis secara dominan dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, dukungan petugas lain sarana dan prasarana dan peraturan-peraturan dan ada sekitar 21,4% dipengaruhi oleh faktor lain.

3. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa faktor sikap dokter mempunyai pengaruh yang paling kuat (0,599) dibandingkan dengan variabel peraturan-peraturan (Tabel 4.3).

4. Berdasarkan hasil analisis pada tabel di atas dapat disusun persamaan teoritis, sebagai berikut:

(Pencatatan Rekam Medis) = 0,684 0,300(X1) + 0,599 (X2) + 0,398 (X3) + 0,398 (X4) + 0,276 (X5)


(56)

Ketentuan: = Pencatatan Rekam Medis X1 = Pengetahuan, X2 = Sikap, X3 = Dukungan Petugas Lain, X4 = Fasilitas dan Sarana, X5 = Peraturan-peraturan.

Berdasarkan persamaan di atas secara teoritis dapat disebutkan bahwa pencatatan rekam medis oleh dokter akan meningkat menjadi lebih baik, apabila terjadi peningkatan dalam perubahan sikap, adanya dukungan petugas lain dan diberlakukannnya peraturan-peraturan tentang pencatatan rekam medis.


(57)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Pengaruh Faktor Predisposisi (Pengetahuan dan Sikap) Terhadap

Pencatatan Rekam Medis Di RSUP H. Adam Malik Medan 5.1.1 Pengetahuan

Dari hasil penelitian terlihat bahwa pengetahuan dokter spesialis dan PPDS di SMF Bedah RSUP H Adam Malik tentang rekam medis dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan rekam medis rata-rata baik (dokter spesialis 88,2%, PPDS 88,3%). Walaupun begitu masih ada juga dokter spesialis yang menyatakan bahwa tanggung jawab utama kelengkapan rekam medis terletak pada petugas administrasi.. Namun demikian, terkait tindakan dokter dalam pencatatan rekam medis tidaklah menggembirakan, hal ini terlihat dari banyaknya rekam medis yang tidak lengkap yaitu (dokter spesialis 41,2%, PPDS 46,7%).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor predisposisi mengenai pengetahuan ternyata tidak berpengaruh terhadap perilaku dokter dalam hal pencatatan rekam medis baik dokter spesialis maupun PPDS, sedangkan faktor sikap ada pengaruhnya. Hasil penelitian Kusumastuti (2006) menyatakan bahwa pengetahuan tidak ada hubungannya dengan pelaksanaan Persetujuan Tindakan Medis. Persetujuan Tindakan Medis adalah sebagian dari isi rekam medis.

Bloom (Notoatmojo, 2003) membagi perilaku ke dalam 3 domain (ranah / kawasan ) yang terdiri dari: ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Dalam perkembangan selanjutnya, untuk kepentingan pengukuran pendidikan para


(58)

ahli pendidikan mengukur ketiga domain tersebut dari pengetahuan terhadap materi yang diberikan, sikap atau anggapan terhadap materi pendidikan dan praktek atau tindakan yang dilakukan. Terbentuknya perilaku baru, terutama pada orang dewasa, dimulai pada domain kognitif, dalam arti si subjek tahu terlebih dahulu, selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap si subjek terhadap objek yang telah diketahuinya itu dan akhirnya akan menimbulkan respon lebih jauh lagi berupa tindakan terhadap stimulus atau objek tadi (Notoatmojo, 2003).

Berdasar teori Bloom diatas, mestinya pengetahuan (kognitif) yang baik dan sikap (afektif) yang relatif baik dari para dokter bedah di RSUP H Adam Malik akan membentuk perilaku (psikomotor) yang baik pula; dalam hal ini pencatatan rekam medis. Namun kenyataannya ini tidak terjadi, rekam medis banyak yang tidak lengkap. Berdasarkan hasil penelitian ini memang menunjukkan bahwa faktor predisposisi pengetahuan dan sikap ternyata tidak berpengaruh terhadap pencatatan rekam medis.

Sesuai dengan penelitian Festinger yang dikutip dalam Robbins (1996), bisa saja terjadi perbedaan antara pengetahuan dan perilaku seseorang, yang disebutnya sebagai disonansi kognitif (cognitive dissonance theory). Keadaan disonansi kognitif merupakan ketidakseimbangan psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai keseimbangan kembali. Ketidakseimbangan terjadi karena dalam diri individu terdapat dua elemen kognisi yang saling bertentangan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau objek, dan stimulus tersebut menimbulkan


(59)

pendapat atau keyakinan yang berbeda/bertentangan didalam diri individu itu sendiri maka terjadilah disonansi.

Dari hasil penelitian terlihat bahwa PPDS sebagai pelaksana pencatatan rekam medis yang paling banyak, cukup mengetahui tentang perlunya melengkapi rekam medis. Namun mereka juga mengetahui bahwa para senior dokter konsultan bedah sebagai senior dan guru yang mestinya sebagai panutan, ternyata tidak terlalu mementingkan pencatatan rekam medis. Dikaitkan dengan teori Festinger diatas, pengetahuan PPDS tentang perlunya melengkapi rekam medis dan pengetahuannya tentang para senior yang tidak terlalu mementingkan pencatatan rekam medis menimbulkan pendapat atau keyakinan yang berbeda sehingga terjadi disonansi; hal ini menyebabkan perilaku PPDS yang tidak sesuai yaitu tidak merasa penting melengkapi pencatatan rekam medis.

5.1.2 Sikap

Sikap dokter spesialis dan PPDS terhadap pencatatan rekam medis dalam kategori sedang (dokter spesialis 82,4%, PPDS 73,3%). Masih ada dokter (Spesialis dan PPDS) yang menyatakan setuju bahwa pencatatan rekam medis hanya untuk hal-hal yang penting saja seperti laporan operasi dan setuju bahwa yang penting adalah hasil pengobatan / perawatannya bukan keakuratan rekam medisnya.

Dari hasil penelitian didapati bahwa variabel sikap ini berpengaruh secara signifikan terhadap pengisian kelengkapan rekam medis (nilai p = 0,001). Untuk menghasilkan perilaku yang baik dalam hal pencatatan rekam medis, sikap para dokter baik spesialis maupun PPDS harus dirubah kearah yang lebih baik dan positif.


(60)

Fungsi Pengawas Rekam Medis sangat diperlukan; terutama dalam hal mengawasi pengisian dan menilai serta mengoreksi (bila perlu) rekam medis disetiap SMF yang menjadi tanggung jawabnya. Anggota panitia rekam medis yang terdiri dari dokter spesialis harus mau dan berani menghubungi dokter pembuat rekam medis diunitnya apabila terdapat kekeliruan.

Tidak kalah penting adalah Panitia Rekam Medis; panitia ini harus lebih aktif menganalisa secara berkala laporan berkala yang dibuat oleh Subbag Rekam Medis dan memberikan umpan balik pada SMF/Instalasi mengenai penampilan SMF/Instalasi dan melaporkan kepada Direktur RSUP H.Adam Malik mengenai penampilan rumah sakit secara keseluruhan.

5.2 Pengaruh Faktor Pendorong Terhadap Pencatatan Rekam Medis Di RSUP

H. Adam Malik Medan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa para dokter bedah di RSUP H Adam Malik kebanyakan menyatakan dukungan petugas lain terhadap pencatatan rekam medis adalah baik (dokter spesialis 82,4%, PPDS 61,7%). Namun beberapa orang ada yang menyatakan bahwa teguran dari atasan bila tidak melakukan rekam medis hanya kadang-kadang. Bantuan dari perawat dalam melakukan rekam medis, pengawasan dari manajemen, pertemuan untuk membahas masalah rekam medis juga ada yang menyatakan kadang-kadang; malahan ada yang menyatakan tidak ada.

Dari hasil uji regresi didapati bahwa faktor pendorong berupa dukungan petugas lain berpengaruh secara signifikan terhadap pencatatan rekam medis. Adanya teman sejawat yang saling mengingatkan dan saling membantu untuk melakukan


(61)

rekam medis, adanya teguran dari atasan bila tidak melakukan rekam medis secara baik, adanya pengawasan dari manajemen dalam proses melakukan rekam medis; semuanya mempunyai pengaruh yang positif terhadap perilaku pencatatan rekam medis.

Tim kerja dari WHO ( Notoatmojo, 2003) menganalisa bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok yang salah satunya adalah orang penting sebagai referensi. Perilaku orang lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.

Sebagai rumah sakit pendidikan, maka dokter spesialis di RSUP H Adam Malik adalah tenaga pendidik yang mendidik calon dokter ataupun calon dokter spesialis yang disebut PPDS. Dengan demikian, dokter spesialis menjadi orang yang penting bagi PPDS baik untuk mendapat ilmu maupun menentukan kelulusan. Perilaku dokter spesialis yang tidak terlalu memperhatikan pencatatan rekam medis menjadi modelling bagi PPDS untuk berbuat yang sama.

5.3 Pengaruh Faktor Pendukung Terhadap Pencatatan Rekam Medis Di

RSUP H. Adam Malik Medan

Faktor pendukung yang diteliti adalah fasilitas & sarana dan peraturan-peraturan yang diduga berpengaruh terhadap pencatatan rekam medis. Kebanyakan para dokter menyatakan bahwa fasilitas dan sarana yang mendukung pelaksanaan


(62)

pencatatan rekam medis adalah cukup baik (dokter spesialis 64,7%, PPDS 65,0%). Namun beberapa dokter menyatakan bahwa sarana yang terbatas membuatnya sering menunda melakukan rekam medis; begitu juga ada dokter yang menyatakan bahwa tidak ada tempat yang nyaman untuk melakukan rekam medis secara teliti. Dalam pengamatan lapangan memang terlihat bahwa diruang rawat pasien tidak terdapat tempat atau meja yang khusus untuk para dokter menulis rekam medis. Proses ini dilakukan dokter sambil berdiri ataupun di nurse station. Berdasar hasil wawancara dengan ketua subkomite rekam medis, fasilitas susunan berkas rekam medis masih belum teratur.

Menurut Green (Green dan Marshall, 2005) faktor pendukung termasuk ketersediaan fasilitas dan sarana serta peraturan merupakan faktor yang dapat memungkinkan realisasi dari motivasi dan aspirasi seseorang.

Peraturan-peraturan tentang rekam medis yang tersosialisasi secara relatif baik (dokter spesialis 70,6%, PPDS 66,7%) serta adanya penerapan sanksi juga tidak berpengaruh. Diantara peraturan yang ada adalah Undang-Undang RI nomor 29 tentang Praktik Kedokteran yang mewajibkan dokter dan dokter gigi untuk membuat rekam medis serta sanksi bagi yang tidak melaksanakan berupa sanksi pidana kurungan dan denda. Peraturan-peraturan yang ada di rumah sakit sebenarnya merupakan alat utama dalam proses pengendalian dan pengawasan termasuk pedoman rekam medis. Peneliti berasumsi, sanksi yang diterapkan hanya berupa teguran-teguran yang tidak memberi perubahan yang bermakna terhadap perubahan


(63)

perilaku staf. Secara bersama-sama (serempak) faktor pendukung ini tidak berpengaruh terhadap pencatatan rekam medis.

Teori determinan perilaku menurut Green (Green dan Marshall, 2005) menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan atau terbentuk oleh 3 (tiga) faktor yaitu faktor-faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai; faktor pendorong yang terwujud dalam dukungan petugas lain; dan faktor pendukung yang terwujud dalam fasilitas dan sarana serta peraturan-peraturan.

Dalam penelitian ini, yang berpengaruh secara signifikan terhadap pencatatan rekam medis hanyalah faktor sikap dan faktor pendorong yaitu dukungan petugas lain.

Berdasarkan pengamatan peneliti di ruangan rawat inap bedah terlihat bahwa dokter yang melakukan pelayanan diruangan rawat inap yang sebagian besar

adalah peserta program pendidikan dokter spesialis (77,9%) tidak menyadari pentingnya melengkapi berkas rekam medis. Hal ini disebabkan oleh karena dokter spesialis bedah sebagai senior dan guru yang mestinya sebagai panutan seperti pernyataan yang dikeluarkan oleh WHO yang dikutip dalam Notoatmojo (2003) juga tidak terlalu mementingkan kelengkapan rekam medis.

Pada umumnya mereka lebih mengutamakan pelayanan medis, tidak memperhatikan pelayanan administrasi termasuk pencatatan rekam medis.


(64)

khusus PPDS kemungkinan merasa tidak terlalu bermanfaat bagi dirinya. Hal ini disebabkan oleh karena mengisi rekam medis lengkap atau tidak lengkap tidak ada bedanya. Sebagai peserta didik, PPDS tidak pernah menerima sanksi yang tegas akibat tidak melengkapi rekam medis ataupun menerima reward karena mengisi rekam medis dengan lengkap. Dilain pihak, perawat yang 24 jam ada diruangan juga kadang-kadang tidak mengingatkan para dokter untuk mengisi lengkap rekam medis. Termasuk disini perawat yang ditugaskan sebagai Pengaman Rekam Medis. Seharusnya petugas pengaman rekam medis ini dapat memeriksa berkas rekam medis terlebih dahulu sebelum dikembalikan ke Subbagian Rekam Medis. Bila terdapat rekam medis yang masih belum lengkap segera dicari dokter yang merawat dan memintanya untuk melengkapi.

Bagi dokter bedah konsultan, setelah melakukan pembedahan hanya tinggal menandatangani laporan operasi yang biasanya sudah dituliskan asistennya yang dalam hal ini adalah PPDS. Tentang nama jelas yang harus dicantumkan , mereka tidak terlalu perduli. Padahal bagi PPDS, dokter-dokter konsultan adalah orang-orang yang penting dalam proses pendidikannya, Menurut analisa tim kerja dari WHO yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok yang salah satunya adalah orang penting sebagai referensi. Perilaku orang lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung dicontoh. Perilaku dokter bedah konsultan yang tidak terlalu perduli tentang pencatatan rekam


(65)

medis, menjadi contoh bagi PPDS untuk berperilaku sama. Hal ini menyebabkan yang paling banyak tidak diisi adalah nama jelas dan tanda tangan dokter.

Peranan Subkomite Rekam Medis belum terlihat. Sebagai salah satu subkomite dibawah Komite Medis yang berkaitan dengan masalah rekam medis, mestinya subkomite ini aktif melihat bagaimana rekam medis yang ada di RSUP H Adam Malik terutama hubungannya dengan pencatatan yang dilakukan oleh tenaga medis. Ketua Komite Medis seharusnya mengevaluasi kinerja Subkomite-subkomite yang ada dibawahnya, termasuk Subkomite Rekam Medis secara rutin. Fungsi Subkomite Rekam Medis untuk menganalisa secara berkala laporan yang dibuat oleh subbagian rekam medis dan memberikan umpan balik pada SMF/Instalasi harus dibuktikan dengan laporan secara rutin kepada Ketua Komite Medis. Berdasarkan laporan-laporan yang dibuat subkomite rekam medis, Komite Medis dapat membuat dan memperbaharui kebijakan, peraturan, prosedur tentang rekam medis yang akan direkomendasikan kepada direktur RS HAM.

Dari hal diatas dapat dilihat bahwa sistem di RS HAM tidak berjalan dengan baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan para dokter mengenai rekam medis dan Undang-Undang no 29 tahun 24 tentang praktik kedokteran adalah baik dan sikapnya tentang rekam medis juga relatif baik. Buku Pedoman Rekam Medis sebagai petunjuk untuk pelaksanaan sudah tersedia, tapi sistem pencatatan rekam medis tidak berjalan dengan semestinya. Sementara itu dari hasil penelitian juga diketahui bahwa dukungan petugas lain secara signifikan sangat berpengaruh terhadap perilaku dalam hal pencatatan rekam medis. Dengan perkataan lain agar


(1)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan, sebagai berikut:

1. Pencatatan rekam dalam penelitian ini belum dapat dikategorikan baik, sebab masih ditemukan 28 dokter PPDS (46,7%) yang belum lengkap dalam pencatatan rekam medis demikian juga halnya pada dokter spesialis terdapat 7 orang (41,2%) yang tidak lengkap dalam pengisian rekam medis ini.

2. Pengetahuan dokter dalam penelitian ini menunjukkan sebagian besar dokter spesialis 15 orang (88,2%%) berada pada kategori baik begitu juga halnya dengan pengetahuan dokter PPDS tentang pengisian rekam medis berada pada ketegori baik yaitu sebanyak 53 orang (88,3%).

3. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sikap dokter spesialis berada pada kategori sedang dalam pengisian rekam medis hal ini ditunjukkan dengan sebanyak 14 orang (82,4%) berada pada kategori ini. Demikian juga halnya dengan sikap dokter PPDS dimana sikap dokter PPDS terbanyak pada kategori sedang yaitu 44 orang (73,3%).

4. Pada penelitian ini terlihat bahwa ada sebanyak 14 orang (82,4%) dokter spesialis yang menyatakan dukungan petugas baik, sedangkan menurut dokter PPDS yang


(2)

5. Pada penelitian ini ditemukan hasil bahwa menurut dokter spesialis fasilitas yang tersedia cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan 11 orang (64,7%) dokter spesialis ada pada kategori ini. Sedangkan menurut PPDS yang menyatakan fasilitas baik di RSUP H. Adam Malik hanya 39 orang (65,0%).

6. Pada penelitian ini ditemukan hasil bahwa dokter spesialis yang menyatakan perlu peraturan-peraturan yang diberlakukan untuk pengisian rekam medis ada sebayak 12 orang (70,6%) sementara pada dokter PPDS hanya ada 40 orang ( 66,7%). 7. Pada penelitian ini ditemukan bahwa ada 10 orang dokter spesialis (58,8%) yang

melakukan pengisian rekam medis lengkap, sedangkan pada dokter PPDS yang melakukan pengisian rekam medis lengkap sebanyak 32 orang (53,3%).

8. Berdasarkan jumlah rekam medis yang tidak lengkap tersebut dapat disimpulkan bahwa masih banyak hambatan dalam pelaksanaan pelayananan.

9. Pelaksanaan pedoman rekam medis tidak dijalankan sebagaimana mestinya. 10.Dari 5 variabel yang diteliti yang sebelumnya diprediksi berpengaruh terhadap

kelengkapan pengisian rekam medis ternyata hanya ada 2 variabel yaitu sikap dan dukungan petugas lain yang berpengaruh terhadap pengisian kelengkapan rekam medik. Ke dua variabel ini secara bersama mempunyai pengaruh dominan terhadap pengisian berkas rekam medik dengan kontribusi sebesar 79,6 %.


(3)

6.2. Saran

1. Untuk Pihak Direksi RSUP H Adam Malik

Untuk meningkatkan kelengkapan pencatatan rekam medis di RSUP H Adam Malik maka :

a. Sistem mekanisme mengenai rekam medis harus dijalankan secara benar. Semua yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan rekam medis seperti yang tercantum pada Buku Pedoman Rekam Medis RSUP H. Adam Malik harus mempunyai komitmen yang sama untuk untuk memperbaiki kondisi yang ada.

b. Konsolidasi tentang pelaksanaan rekam medis harus dilakukan. sss 2. Untuk pengurus IDI ( Ikatan Dokter Indonesia): Dalam membicarakan

Undang-Undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran hendaknya ditekankan pula pasal-pasal mengenai rekam medis; tidak hanya masalah tempat praktek dan izin praktek yang selama ini sering didengar.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S ., 2000. Manajemen Penelitian, Cetakan Kelima, PT.

Rineka Cipta, Jakarta

---, 2002. Prosedur Penelitian, Cetakan Kedua Belas, PT Rineka Cipta, Jakarta Azrul Azwar, 1995. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Edisi Kedua, Pustaka

Sinar Harapan, Jakarta

Azwar, S ., 1995. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya, Edisi Kedua, Pustaka Pelajar, Yogjakarta

Departemen Kesehatan RI., 1989. Permenkes No. 749 a / MenKes / Per / XII / 1989 Tentang Rekam Medis / Medical Record, DepKes RI, Jakarta

---, 1991. Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Rekam Medis / Medical Record Rumah Sakit, Depkes RI, Jakarta

---, 1992. Undang – Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan , Yayasan Bakti Sejahtera KORPRI Unit Depkes RI, Jakarta

---, 1997. Pedoman Pengelolaan Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia , Depkes RI, Jakarta

---, 2004. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran , Depkes RI, Jakarta

Gibson, I.D, 1994. Organisasi dan Manajemen, Perilaku, Struktur, Proses, Edisi Keempat, Edisi Terjemahan, Binarupa Aksara, Jakarta

Green, Lawrence W, 2005. Health Program Planning , Edisi IV. Guwandi, J., 1993. Malpraktek Medik, Balai Penerbit FK UI, Jakarta

---, 2003. Dokter , Pasien dan Hukum, Cetakan Pertama, Balai Penerbit FK UI, Jakarta


(5)

---,1994 Aspek Hukum dari Rekam Medik dan Rahasia Kedokteran, Jurnal Administrasi Rumah Sakit, Volume 2 Nomor 2 hal 56, 1994

Hanafiah, Amir A., 1997. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Edisi Ketiga, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Hariyanti, Tita, 2004. Analisis Karakteristik Individu dan Karakter Organisasi Terhadap Kelengkapan Dokumen Rekam Medis. library@lib.unair.ac.id Hatta, G, 1985. Peranan Rekam Medis/Kesehatan (Medical Record) dalam

Hukum Kedokteran, Makalah dalam Temu Ilmiah II Hukum Kesehatan PERHUKI,IDI dan PERSI Wilayah Sumatera Utara, Medan.

---, 1993. Peranan Rekam Medis dalam tanggung gugat praktek professional tenaga kesehatan, Makalah seminar PORMIKI Medan.

Niven, Neil, 2002. Psikologi Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Notoatmojo, S., 1993. Metode Penelitian Kesehatan, Edisi Pertama, PT. Rineka

Cipta, Jakarta

---, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Cetakan Pertama, PT. Rineka Cipta, Jakarta

Robbins S., 1996. Perilaku Organisasi, Konsep Kontroversi Aplikasi, Edisi Bahasa Indonesia, Jilid Pertama, Prenhallindo, Jakarta

RSUP H. Adam Malik., 2000. Buku Pedoman Rekam Medis RSUP H. Adam Malik, Edisi Ketiga, RSUP H. Adam Malik, Medan

Samil, R.S., 2001. Etika Kedokteran Indonesia, Edisi Kedua, Yayasan Bina Pustaka Sarwong Prawiroharjo, Jakarta

Satyo, C.A., 2004. Kumpulan Peraturan Perundang – Undangan dan Profesi Dokter, Edisi Kedua, Penerbit dan Percetakan USU, Medan

Sekarwana, Nana., Pengisian dan Aspek Hukum Rekam Medik Perawat, Jurnal Administrasi Rumah Sakit, Volume 3 Nomor 2 hal 4,1995

Singarimbun, M dan Effendi, S., 1989. Metode Penelitian Survey, Cetakan Pertama, Penerbit LP3ES, Jakarta


(6)

Swiet Maffei Waruna., 2003. Analisis Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelengkapan Pencatatan Rekam Medis Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth, Tesis Program Pascasarjana USU

Walgito, Bimo, 2003. Pengantar Psikologi Umum, Edisi ke IV, Penerbit Andi, Yokyakarta

Wonodirekso, Sugito., Diperlukan komunikasi Dokter-Pasien yang efektif untuk menghindari tuduhan malapraktik, MKI, Volume 55 Nomor 11 hal 670, 2005