Perlakuan P0 mengalami kerugian rata-rata Rp 105.343,65ekor, pada perlakuan P1 mengalami kerugian rata-rata Rp 96.268,25ekor, pada perlakuan P2
mengalami kerugian rata-rata Rp 101.952,25ekor, pada perlakuan P3 mengalami kerugian rata-rata Rp 94.805,14ekor, dan pada perlakuan P4 mengalami kerugian
rata-rata Rp 89.799,68ekor. Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat kerugian terendah terdapat pada
perlakuan P4 100 Eceng Gondok Fermentasi Trichoderma yaitu Rp 89.799,68. Hal ini disebabkan pertambahan bobot badan domba sangat tinggi dibandingkan
dengan perlakuan lainnya. Hal ini juga disebabkan terdapat perbedaan harga dan kualitas pakan setiap perlakuan. Sehingga total hasil produksi yaitu total penjualan
ternak ditambah penjualan feses ternak memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada total biaya produksi yaitu biaya pakan, biaya bibit domba, biaya obat-obatan,
biaya peralatan dan sewa kandang serta biaya tenaga kerja. Hal ini sesuai dengan Murtidjo 1995 yaitu keuntungan dapat dicapai jika jumlah pendapatan yang
diperoleh dari usaha tersebut lebih besar daripada jumlah pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka secara ekonomis usaha
tersebut layak dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan atau kerugian, yang harus dilakukan adalah pencatatan
biaya. Tujuan pencatatan biaya juga agar peternak atau pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang usaha.
4. Benefit Cost Ratio BC Ratio
BC Ratio diperoleh dengan cara membagikan total hasil produksi dengan total biaya produksi atau dituliskan dengan rumus:
Universitas Sumatera Utara
BC Ratio =
Produksi Biaya
Total Produksi
Hasil Total
Tabel 12. Benefit cost ratio BC ratio tiap perlakuan ulangan Perl
Ulangan Total
Rataan U1
U2 U3
U4 P0
0.845 0.78
0.79 0.82
3.230 0.807
P1 0.79
0.809 0.85
0.83 3.282
0.821 P2
0.79 0.842
0.84 0.80
3.268 0.817
P3 0.821
0.85 0.82
1 3.316
0.829 P4
0.826 0.72
0.79 0.98
3.318 0.829
Total 4.07
4.00 4.08
4.26 16.41
Rataan 0.821
Pada tabel dapat dilihat bahwa BC Ratio yang diperoleh tidak efisien karena tiap perlakuan rata-rata kurang dari 1. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Soekartawi 1995 yang menyatakan suatu usaha dikatakan memberikan manfaat bila nilai BC Ratio 1. Semakin besar nilai BC Ratio maka semakin efisien
usaha tersebut dan sebaliknya semakin kecil nilai BC Rationya, maka semakin tidak efisien usaha tersebut.
5. Income over feed cost IOFC
IOFC didapat dengan cara menghitung nilai usaha peternakan yang didapat dari berat badan ternak Bobot akhir-Bobot awal dikali harga ternakkg
dikurangi dengan biaya pakan total konsumsi dikali harga pakan perlakuan dapat dilihat pada gambarberikut.
Universitas Sumatera Utara
31806,3 40811,7
35197,8 42344,9
48650,3
10000 20000
30000 40000
50000 60000
P0 P1
P2 P3
P4 Gambar7. Income over feed cost IOFC tiap perlakuan ulangan Rpekor
IOFC tertinggi terdapat pada perlakuan P4 yaitu rata-rata sebesar Rp 48.650,3ekor hal ini dikarenakan bobot badan domba yang tinggi dikalikan
harga jual per kilogram domba sehingga pendapatan penjualan domba lebih tinggi dari pada total biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi domba tersebut dan juga
dipengaruhi oleh tingkat konsumsi domba tersebut yang tinggi diikuti pertambahan bobot badan yang tinggi.
IOFC terendah terdapat pada perlakuan P0 yaitu rata-rata sebesar Rp 31.806,3ekor hal ini negatif dikarenakan bobot badan akhir domba sangat
rendah dari perlakuan yang lain sehingga menyebabkan harga jual domba lebih rendah dengan perlakuan yang lain. Hal inilah yang menyebabkan IOFC pada
perlakuan P0 paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prawirokusumo 1990 bahwa IOFC merupakan barometer
untuk melihat seberapa besar biaya pakan yang merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih
pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya pakan.Pendapatan merupakan
Universitas Sumatera Utara
perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual ternak.
6. Rekapitulasi Hasil Penelitian