Faktor Individu Faktor Lingkungan Organisasi

mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga keinginan para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus tercapai Dalam Hasibuan, 2002 : 143 . Berdasarkan pendapat di atas, maka motivasi merupakan sebuah bentuk dorongan yang diberikan oleh lembaga supaya pegawai mau bekerja sesuai pekerjaan yang dibebankan kepada pegawai tersebut. Sejalan pendapat di atas, Abraham Sperling mengemukakan bahwa motivasi kerja adalah: “Motive is defined as a tendency to activity, started by a drive and ended by an adjustment. The adjustment is said to satisfy the motive” Motif didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam diri drive dan diakhiri dengan penyesuaian diri, penyesuaian diri dikatakan untuk memuaskan motif. Dalam Anwar, 2005 : 93 . Pendapat tersebut di atas, mengemukakan bahwa motivasi kerja merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar pegawai tersebut dapat imbalan berupa gaji untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari melalui penyesuaian diri terhadap lingkungan tempat mereka bekerja.

c. Faktor Individu

Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi antarfungsi psikis rohani dan fisiknya jasmaniah . Dengan adanya integritas yang tinggi antarfungsi psikis dan fisik maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan memdayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi Dalam Mangkunegara, 2006 : 16 Universitas Sumatera Utara Dengan kata lain, tanpa adanya konsentrasi yang baik dari individu dalam bekerja, maka mimpi pemimpin mengharapkan mereka dapat bekerja produktif dalam mencapai tujuan organisasi. Yaitu kecerdasan pikiran atau Inteligensi Quotiont IQ dan kecerdasan emosi atau Emotional Quotiont EQ. pada umunya, individu yang mampu bekerja dengan penuh konsentrasi apabila ia memiliki tingkat intelegensi minimal normal average, above average, superior, very superior dan gifted dengan tingkat kecerdasan emosi baik.

d. Faktor Lingkungan Organisasi

Peningkatan kontribusi yang diberikan oleh pekerja dalam organisasi ke arah tercapainya tujuan organisasi. Dibentuknya organisasi yang mengelola Sumber Daya Manusia dimaksudkan bukan sebagai tujuan, akan tetapi sebagai alat untuk meningkatkan efesiensi, efektivitas, dan produktifitas kerja organisasi sebagai keseluruhan. Menurut William Stern yang dikutif A. A Anwar Mangkunegara. Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang Dalam Mangkunegara, 2006:17 . Pola komunikasi kerja yang efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarir dan pasilitas kerja yang relatif memadai. Sekalipun, jika faktor lingkungan organisasi kurang menunjang, maka bagi individu yang memiliki tingkat kecerdasan pikiran memadai dengan tingkat kecerdasan emosi baik, sebenarnya ia tetap berprestasi dalam bekerja. Hal ini bagi individu tersebut, lingkungan organisasi itu dapat diubah dan bahkan dapat diciptakan oleh dirinya serta Universitas Sumatera Utara merupakan pemacu pemotivator, tantangan bagi dirinya dalam berprestasi di organisasinya.

3. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seseorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya dalam suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja. Pada hakikatnya, penilaian kinerja merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja individu personel dengan membandingkan dengan standard baku penampilan. Menurut Hall, penilaian kinerja merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai kualitas kerja personel dan usaha untuk memperbaiki kerja personel dalam organisasi. MenurutWiabisono 2006 : 37, penilaian kinerja adalah proses penelusuran kegiatan pribadi personel pada masa tertentu dan menilai hasil karya yang ditampilkan terhadap pencapaian sasaran sistem manajemen. Pada dasarnya ada dua model penilaian kinerja: a. Penilaian sendiri Self Assesment. Penilaian sendiri adalah pendekatan yang paling umum digunakan untuk mengukur dan memahami perbedaaan individu. Ada dua teori yang menyarankan peran sentral dari penilaian sendiri dalam memahami perilaku individu. Teori tersebut adalah teori kontrol dan interaksi simbolik. Menurut teori kontrol yang dijelaskan oleh Carver dan Scheier 1981 yang dikutip olehWibowo, individu harus menyelesaikan tiga tugas untuk mencapai tujuan mereka. Mereka harus 1 menetapkan standar untuk perilaku mereka, 2 mendeteksi perbedaan antara perilaku mereka dan standarnya umpan balik, dan 3 berperilaku yang sesuai dan layak untuk mengurangi perbedaan ini. Selanjutnya, disarankan agar individu perlu melihat dimana dan bagaimana mereka mencapai Universitas Sumatera Utara tujuan mereka. Dengan pengenalan terhadap kesalahan yang dilakukan, mereka mempunyai kesempatan melakukan perbaikan dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan mereka. Inti dari teori interaksi simbolik adalah preposisi yaitu kita mengembangkan konsep sendiri dan membuat penilaian sendiri berdasarkan pada kepercayaan kita tentang bagaimana orang memahami dan mengevaluasi kita. Teori ini menegaskan pentingnya memahami pendapat orang lain disekitar mereka terhadap perilaku mereka. Interaksi simbolik juga memberikan peran sentral bagi interpretasi individu tentang dunia sekitarnya. Jadi individu tidak memberikan respon secara langsung dan naluriah terhadap kejadian, tetapi memberikan interpretasi terhadap kejadian tersebut Preposisi ini penting sebagai pedoman interpretasi tentang penilaian sendiri yang digunakan dalam mengukur atau menilai kinerja personel dalam organisasi. Penilaian sendiri dilakukan bila personel mampu melakukan penilaian terhadap proses dari hasil karya yang mereka laksanakan sebagai bagian dari tugas organisasi. Penilaian sendiri ditentukan oleh sejumlah faktor kepribadian, pengalaman, dan pengetahuan, serta sosio-demografis seperti suku dan pendidikan. Dengan demikian, tingkat kematangan personel dalam menilai hasil karya sendiri menjadi hal yang patut dipertimbangkan Wibowo, 2007 : 27. b. Penilaian 360 derajat 360 Degree Assessment. Teknik ini akan memberikan data yang lebih baik dan dapat dipercaya karena dilakukan penilaian silang oleh bawahan, mitra dan atasan personel Data penilaian merupakan nilai kumulatif dari penilaian ketiga penilai. Hasil penilaian saling diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terjadi kerancuan, bila penilaian kinerja hanya dilakukan oleh personel sendiri saja Wibowo, 2007 : 27. Universitas Sumatera Utara

4. Metode-metode penilaian kinerja

Aspek penting dari suatu sistem penilaian kinerja adalah standar yang jelas. Sasaran utama dari adanya standar tersebut ialah teridentifikasinya unsur-unsur kritikal suatu pekerjaan. Standar itulah yang merupakan tolok ukur seseorang melaksanakan pekerjaannya. Standar yang telah ditetapkan tersebut harus mempunyai nilai komparatif yang dalam penerapannya harus dapat berfungsi sebagai alat pembanding antara prestasi kerja seorang karyawan dengan karyawan lain yang melakukan pekerjaan sejenis. Metode penilaian prestasi kinerja pada umumnya dikelompokkan menjadi 3 macam, yakni: 1 Result-based performance evaluation, 2 Behavior-based performance evaluation, 3 Judgment-based performance evaluation, sebagai berikut, Robbins, 2003. 1 Penilaian performance berdasarkan hasil Result-based performance evaluation. Tipe kriteria performansi ini merumuskan performansi pekerjaan berdasarkan pencapaian tujuan organisasi, atau mengukur hasil-hasil akhir end results. Sasaran performansi bisa ditetapkan oleh manajemen atau oleh kelompok kerja, tetapi jika menginginkan agar para pekerja meningkatkan produktivitas mereka, maka penetapan sasaran secara partisipatif, dengan melibatkan para pekerja, akan jauh berdampak positif terhadap peningkatan produktivitas organisasi. Praktek penetapan tujuan secara partisipatif, yang biasanya dikenal dengan istilah Management By Objective MBO, dianggap sebagai sarana motivasi yang sangat strategis karena para pekerja langsung terlibat dalam keputusan-keputusan perihal tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Para pekerja akan cenderung menerima Universitas Sumatera Utara tujuan-tujuan itu sebagai tujuan mereka sendiri, dan merasa lebih bertanggung jawab untuk dan selama pelaksanaan pencapaian tujuan-tujuan itu. 2 Penilaian performansi berdasarkan perilaku Behavior Based Performance Evaluation. Tipe kriteria performansi ini mengukur sarana means pencapaian sasaran goals dan bukannya hasil akhir end result. Dalam praktek, kebanyakan pekerjaan tidak memungkinkan diberlakukannya ukuran-ukuran performansi yang berdasarkan pada obyektivitas, karena melibatkan aspek-aspek kualitatif. Jenis kriteria ini biasanya dikenal dengan BARS behaviorally anchored rating scales dibuat dari critical incidents yang terkait dengan berbagai dimensi performansi. BARS menganggap bahwa para pekerja bisa memberikan uraian yang tepat mengenai perilaku atau perfomansi yang efektif dan yang tidak efektif. Standar- standar dimunculkan dari diskusi-diskusi kelompok mengenai kejadian-kejadian kritis di tempat kerja. Sesudah serangkaian sesi diskusi, skala dibangun bagi setiap dimensi pekerjaan. Jika tercapai tingkat persetujuan yang tinggi diantara para penilai maka BARS diharapkan mampu mengukur secara tepat mengenai apa yang akan diukur. BARS merupakan instrumen yang paling bagus untuk pelatihan dan produksi dari berbagai departemen. Sifatnya kolaboratif memakan waktu yang banyak dan biasa pada jenis pekerjaan tertentu, adalah job specific, tidak dapat dipindahkan dari satu organisasi ke organisasi lain. 3 Penilaian performansi berdasarkan judgement Judgement-Based Performance Evaluation Tipe kriteria performansi yang menilai danatau mengevaluasi perfomansi kerja pekerja berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik, quantity of work, quality of work, job knowledge, cooperation, initiative, dependability, Universitas Sumatera Utara personal qualities dan yang sejenis lainnya. Dimensi-dimensi ini biasanya menjadi perhatian dari tipe yang satu ini. 1 Quantity of work, jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan; 2 Quality of work, kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya; 3 Job knowledge, luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan ketrampilannya; 4 Cooperation, kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain sesama anggota organisasi. 5 Initiative, semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya; 6 Personal qualities, menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan dan integritas pribadi.

5. Hambatan penilaian kinerja

Penilaian yang dilakukan dengan baik sesuai fungsinya akan sangat menguntungkan organisasi, yaitu akan dapat meningkatkan kinerja. Akan tetapi, dalam proses melakukan penilaian kinerja yang baik terdapat beberapa penyebab kesalahan dalam penilaian kinerja Sedarmayanti, 2009 sebagai berikut. 1 Efek halo. Terjadi bila pendapat pribadi penilai tentang karyawan mempengaruhi pengumuman kinerja. 2 Kesalahan kecenderungan terpusat. Disebabkan oleh penilai yang menghindari penilaian sangat baik atau sangat buruk. Penilaian kinerja cenderung dibuat rata- rata. Universitas Sumatera Utara 3 Bisa terlalu lemah dan bisa terlalu keras. Bisa terlalu lemah disebabkan oleh kecenderungan penilai untuk terlalu mudah memberikan nilai baik dalam evaluasi. Bisa terlalu keras adalah penilai cenderung terlalu kental dalam evaluasi. Kedua kesalahan ini pada umumnya terjadi bila standar kinerja tidak jelas. 4 Prasangka pribadi. Faktor yang membentuk prasangka pribadi seperti faktor senioritas, suku, agama, kesamaan kelompok dan status social dapat mengubah penilaian. 5 Pengaruh kesan terakhir. Penilaian dipengaruhi oleh kegiatan yang paling akhir. Kegiatan terakhir baikburuk cenderung lebih diingat oleh penilai.

2.3. Model Teoretik