4 Meningkatnya
wisatawan nusantara yang
tertarik berkunjung ke Sulawesi Selatan
5 Meningkatnya
sinergi pemerintah dengan dunia usaha
dalam industri pariwisata yang
berdaya saing 3 Rendahnya
kontribusi dunia usaha
dalam pengembangan
paket wisata 3 Rendahnya
pemahaman dunia usaha
tentang posisi dan perannya
dalam pengembangan
pariwisata 3 Adanya kegiatan
sosialisasi dan pelatihan bagi
dunia usaha
6 Meningkatnya
sinergi pemerintah dengan masyarakat
lokal dalam industri pariwisata yang
berdaya saing 4 Rendahnya
kontribusi masyarakat
dalam pengembangan
pariwisata 4 Rendahnya
wawasan kepariwisataan
masyarakat 4 Adanya kegiatan
pelatihan bagi masyarakat
7 Meningkatnya
produk ekonomi kreatif berbasis
media, disain dan iptek
5 Fasilitasi bagi pelaku kreatif
yang belum optimal
5 Ketersediaan
akses pasar yang masih
terbatas 5
Adanya kegiatan pameran,festival
dan promosi yang
dilaksanakan 8
Meningkatnya produk ekonomi
kreatif berbasis seni dan budaya
3.4 TELAAH RENCANA TATA RUANG WILAYAH DAN KAJIAN
LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
Kebijakan Nasional penataan ruang secara formal ditetapkan bersamaan dengan diundangkannya Undang-Undang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan
Ruang, yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007. Kebijakan tersebut ditujukan untuk mewujudkan kualitas tata ruang Nasional
yang semakin baik, yang oleh undang- undang dinyatakan dengan kriteria aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Namun setelah lebihdari 25 tahun
diberlakukannya kebijakan tersebut, kualitas tata ruang masih belum memenuhi harapan, bahkan cenderung sebaliknya, jsutru yang belakangan ini sedang
Rencana Strategis Disparekraf Kota Makassar Tahun 2014-2019
berlangsung adalah indikasi dengan penurunan kualitas dan daya dukung lingkungan. Pencemaran dan kerusakan lingkunga bahkan makin terlihat secara
kasat mata, baik dikawasan perkotaan, maupun dikawasan pedesaan. Dengan diberlakukannya Kebijakan Nasional yang didukung oleng penguatan
Kebijakan Daerah terhadap penataan ruangan tersebut, maka tidak ada lagi tata ruang wilayah yang tidak direncanakan. Tata ruang menjadi produk dari rangkaian
proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh karena itu, penegasan sangsi atas pelanggaran tata
ruang dan sebagainya diatur dalam UU 262007 menuntut proses perencanaan tata ruang harus diselenggarakan dengan baik, agar penyimpangan pemanfaatan
ruang bukan disebabkan oleh rendahnya kualitas rencana tata ruang wilayah. Berdasarkan revisi terakhir Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar
tahun 2010 – 2030 akan dikemukaan factor-faktor penghambat dan pendorong dari pelayanan SKPD yang mempengaruhi permasalahan SKPD ditinjau dari
implikasi RTRW dan disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 3.4 Permasalahan Pelayanan SKPD berdasarkan Telaahan Rencana Tata
Ruang Wilayah beserta Faktor Penghambat dan Pendorong Keberhasilan Penanganannya
No Rencana Tata Ruang
Wilayah terkait Tugas dan Fungsi SKPD
Permasalahan Pelayanan SKPD
Faktor Penghambat
Pendorong
1 2
3 4
5
1 Mengembangkan Kawasan Danau
Tanjung Bunga menjadi Kawasan
Wisata Publik dan Kawasan Pusat Jajan
dan Makanan Unggulan Makassar
1 Masih terbatasnya
fasilitas pendukung
sebagai destinasi
pariwisata pada kawasan
1 Belum adanya sinergitas
pengembangan kawasan
Danau Tanjung Bunga dan
Sungai Jeneberang
1 Adanya kerjasama
Pemda dengan pihak swata
dalam pengembangan
kawasan Tanjung Bunga
Rencana Strategis Disparekraf Kota Makassar Tahun 2014-2019
Danau Tanjung Bunga dan
Sungai Jeneberang
sebagai destinasi
pariwisata 2 Mengembangkan
Kawasan Riverside Sungai Jeneberang
sebelah timur Rubber dam sebagai Wisata
Air 2 Adanya
Koordinasi lintas SKPD dan
kerjasama lembaga
3 Kawasan Strategis Wisata Pulau Terpadu
3 Belum optimalnya
pengelolaan wisata pulau
3 Terbatasnya sarana dan
prasarana pada daya tarik
wisata pulau 3 Tersedianya
Anggaran
3.5 PENENTUAN ISU –ISU STRATEGIS