Tata Kelola Hutan PENGGUNAAN LAHAN, KEBIJAKAN DAN TATA KELOLA KEHUTANAN

pemerintah pusat. Hutan Konservasi dibedakan menjadi Taman Nasional, Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Hutan Raya atau TAHURA, Taman Rekreasi serta Taman Buru. TAHURA disebut juga dengan Taman Propinsi mengingat peneglolaannya dilakukan oleh pemerintah propinsi. Sedangkan Taman Nasional merupakan kawasan hutan konservasi yang pengelolaannya dilakukan oleh para staf yang berdedikasi tinggi, kawasan ini diberikan alokasi anggaran khusus untuk pengelolaannya.

3. Tata Kelola Hutan

Undang-undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa negara memilik otoritas terhadap hutan dan lahan hutan, serta mengakui akan adanya hukum adat tentang penggunaan hutan, yang kedudukannya berada di bawah kepentingan nasional. Selama dasawarsa terakhir ini, legitimasi lembaga negara semakin diperkuat dan dibangun berlandaskan prinsip demokrasi. Legitimasi sistem tata kelola hutan yang ada saat ini dipertanyakan dan diperdebatkan dalam kaitannya dengan dua hal yaitu:  Diperdebatkan dalam hal batasan otoritas atau kewenangan desentralisasi yang mampu memberdayakan pemerintah daerah untuk mengurus penggunaan hutan dan memperoleh pendapatan yang berkaitan dengan hutan; dan  Dalam hubungannya dengan dukungan terhadap masyarakat lokal serta organisasi kemasyarakatan untuk memberikan pengakuan serta mempertahankan klaim masyarakat terhadap hutan dan lahan hutan. 1 Kedaulatan negara terhadap lahan hutan dinyatakan di dalam Undang-undang Pokok Kehutanan tahun 1967 yang selanjutnya ditegaskan kembali di dalam undang-undang kehutanan no 41 tahun 1999. Adanya tuntutan untuk pengelolaan hutan tingkat lokal yang lebih baik serta tekanan terhadap kebutuhan demokrasi dan desentralisasi mendorong kemungkinan diterapkannya pengelolaan hutan berbasis masyarakat Community Based Forest Management, CBFM, termasuk pengelolaan produksi di lapangan untuk memasok bahan baku industri. Reformasi yang dilakukan seperti misalnya dengan melakukan “Joint Forestry Management Approach”, pendekatan pengelolaan bersama masyarakat yang dilakukan di pulau Jawa berhasil memberikan akses yang lebih besar kepada masyarakat disertai dengan keuntungan yang lebih tinggi 2 . Namun demikian masih diperlukan upaya untuk mengklarifikasi dan mengakui hak masyarakat adat serta menyelesaikan klaim antara adat dengan masyarakat pendatang. Berbagai kebijakan kehutanan dikeluarkan untuk memperkuat atau memberdayakan masyarakat dan aksesnya terhadap lahan adapt. Kebijakan tersebut antara lain dilakukan melalui penunjukan hutan desa, hutan kemasyarakatan dan hutan tanaman rakyat yang dimaksudkan untuk menarik investasi di berbagai lahan hutan yang secara de facto dinyatakan sebagai open access dimana masyarakat tidak memiliki otoritas legal ataupun alat untuk mencegah kawasan tersebut dari adanya berbagai perambahan.

III. DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN DI INDONESIA