Konsep ISPA Pengetahuan dan Kepatuhan Keluarga dalam Perawatan Penyakit ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Purnama Dumai Tahun 2012

Suatu hal yang penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi diagnosa.

2.3. Konsep ISPA

2.3.1. Defenisi Ispa ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang benar ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut diperkenalkan pada tahun 1984. Istilah ini merupakan padanan dari istilah inggris acute respiratory infections. Secara anatomis, ISPA dibagi dalam dua bagian yaitu ISPA atas dan ISPA bawah Maryunani, 2011 Menurut Amin. M, dkk ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh jasad renik bakteri, virus maupun riketsia, tanpadisertai radang parenkim paru.. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Program Pemberantasan Penyakit P2 ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. Universitas Sumatera Utara 2.3.2. Cara penularan ISPA ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya. Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada lapangan pediatri. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin. 2.3.3. Tanda-tanda Bahaya Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan. 2. 3.4. Tanda-tanda klinis Secara umum sering didapati gambaran sebagai berikut : Rinitis, nyeri tenggorokan, batuk-batuk dengan dahak kuningputih kental, nyeri retrosternal dan konjungtivitis. Suhu meningkat antara 4-7 hari lamanya. Universitas Sumatera Utara Malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, nausea, insomnia. Kadang-kadang dapat juga terjadi diare. Dikatakan Pneumonia apabila frekuensi nafas 50 xmenit atau lebih pada usia 2-12 bulan, dan 40 xmenit atau lebih pada usia 12 bulan -5 tahun. Terdapat tarikan dinding dada kedalam, stridor Nursalam, 2005. Pada pemeriksaan laboratorium jarang terjadi lekositosis, paling sering jumlahnya normal atau rendah. Lekopenia yang rendah bilangan angkanya menunjukkan gambaran klinik yang berat. Pada hitung jenis dapat dijumpai eosinofilia, limfofenia, netrofilia. Lekositosis dengan peningkatan sel PMN yang juga ditemukan dalam sputum menandakan adanya infeksi sekunder bacterial Amin, 1989. Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya, kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin. 2.3.5. Klasifikasi ISPA Infeksi saluran pernafasan bagian atas mencakup nasofaringitis, faringitis, dan tonsillitis. a. Nasofaringitis, disebut juga sebagai flu biasa, adalah infeksi virus pada hidung dan tenggorok, paling sering terjadi pada bayi dan anak-anak. Universitas Sumatera Utara b. Faringitis adalah infeksi virus atau bakteri dan inflamasi pada faring, jarang terjadi pada bayi sebelum usia 1 tahun, insidensi faringitis meningkat antara usia 4 dan 7 tahun. c. Tonsilitis adalah infeksi virus atau bakteri dan inflamasi pada tonsil. Insidensi tonsillitis meningkat pada anak-anak usia sekolah Muscari, 2005. Infeksi saluran pernafasan bagian bawah a. Bronkiolitis merupakan infeksi virus pada saluran pernafasan bagian bawah dengan karakteristik peradangan bronkiolus dan produksi mucus, biasanya mengikuti infeksi saluran pernafasan bagian atas Muscari, 2005. b. Laringo-trakeo-bronkitis disebabkan oleh virus dan bakteri hemofilus influenza, Pada kasus yang ringan, hanya laring dan trakea yang terkena. Tetapi pada kasus yang lebih berat, infeksi menyebar kebawah bahkan mengenai bronkus yang terkecil, sehingga terjadi penyempitan dan kesulitan bernafas Jelliffe, 1994. c. Pneumonia adalah radang parenhim paru, penyebabnya adalah bakteri, virus, mycoplasma pneumonia, jamur, aspirasi, pneumonia hypostatic dan sindrom Loeffler Nursalam, 2005. Program Pemberantasan ISPA P2 ISPA mengklasifikasi ISPA sebagai berikut: • Pneumonia berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam chest indrawing. Universitas Sumatera Utara • Pneumonia : ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat. • Bukan pneumonia : ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolo ng bukan pneumonia. 2.3.6. Faktor Resiko terjadinya ISPA 1. Faktor Lingkungan a Pencemaran udara dalam rumah Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. b Ventilasi Rumah Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. c Kepadatan hunian rumah Kepadatan hunian rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor 829MENKESSKVII1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8m2 Maryunani, 2011. 2. Faktor Individu anak a Umur anak Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak. Universitas Sumatera Utara b Berat badan lahir Bayi dengan berat badan lahir rendah BBLR mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal,karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi. c Status Gizi Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi no rmal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. d Vitamin A Pemberian Vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik dan tampaknya berada dalam nilai yang cukup tinggi e Status imunisasi Sebagian besar kematian ISPA dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi campak dan pertusis. 3. Faktor Perilaku Peran aktif keluarga dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari- hari di dalam masyarakat keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius, karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang sebagian Universitas Sumatera Utara besar dekat balita mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit. Maryunani, 2011. 2.3.7. Penatalaksanaan Kasus ISPA Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA . Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA. Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut : 1. Pemeriksaan Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan anak. Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis bila menangis akan meningkatkan frekuensi napas, untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada Universitas Sumatera Utara bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit. Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia dapat didiagnosa dan di klasifikasikan. 2. Pengobatan o Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya. o Pneumonia : Diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain. o Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah eksudat disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik penisilin selama 10 hari. Setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya. Universitas Sumatera Utara 3. Perawatan dirumah Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA. ? Mengatasi panas demam Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air tidak perlu air es. ? Mengatasi batuk Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari. ? Pemberian makanan Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih- lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan. ? Pemberian minuman Usahakan pemberian cairan air putih, air buah dan sebagainya lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita. Universitas Sumatera Utara ? Lain- lain Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih- lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali ke petugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang. 2.3.8. Pencegahan dan Pemberantasan Pencegahan dapat dilakukan dengan : Ø Menjaga keadaan gizi agar tetap baik. Ø Imunisasi. Ø Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan. Ø Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA. Pemberantasan yang dilakukan adalah : Ø Penyuluhan kesehatan yang terutama di tuj ukan pada para ibu. Ø Pengelolaan kasus yang disempurnakan. Ø Imunisasi Universitas Sumatera Utara Pelaksana pemberantasan Tugas pemberantasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama. Kepala Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di wilayah kerjanya. Sebagian besar kematian akibat penyakit pneumonia terjadi sebelum penderita mendapat pengobatan dari petugas Puskesmas. Karena itu peran serta aktif masyarakat mela lui aktifitas kader akan sangat membantu menemukan kasus-kasus pneumonia yang perlu mendapat pengobatan antibiotik kotrimoksasol dan kasus-kasus pneumonia berat yang perlu segera dirujuk ke rumah sakit. Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut : Ø Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau sarana dan tenaga yang tersedia. Ø Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA kepada perawat atau paramedis. Ø Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus- kasus pneumonia beratpenyakit dengan tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh perawatparamedis dan merujuknya ke rumah sakit bila dianggap perlu. Ø Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke rumah sakit. Ø Bersama dengan staf puskesmas memberikan penyuluhan kepada ibu- ibu yang mempunyai anak balita. perihal pengenalan tanda-tanda penyakit pneumonia serta tindakan penunjang di rumah, Universitas Sumatera Utara Ø Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang di beri wewenang mengobati penderita penyakit ISPA, Ø Melatih kader untuk bisa mengenal kasus pneumonia serta dapat memberikan penyuluhan terhadap ibu- ibu tentang penyaki ISPA, Ø Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan pemberantasan penyakit ISPA. mendeteksi hambatan yang ada serta menanggulanginya termasuk aktifitas pencatatan dan pelaporan serta pencapaian target. Universitas Sumatera Utara 23 BAB 3 KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konseptual

Dokumen yang terkait

Pengetahuan dan Kepatuhan Keluarga dalam Perawatan Penyakit ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Purnama Dumai Tahun 2012

2 66 76

PENGARUH PEER EDUCATION TENTANG ISPA TERHADAP KEMAMPUAN IBU DALAM PERAWATAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS KASIHAN I BANTUL

0 3 80

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DALAM PENCEGAHAN ISPA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA PUCANGAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARTASURA I

0 2 9

FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKOHARJO Faktor Risiko Kejadian Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukoharjo.

0 3 14

SKRIPSI FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI Faktor Risiko Kejadian Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukoharjo.

0 3 16

HUBUNGAN LAMA KESAKITAN ISPA DAN DIARE DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS Hubungan Lama Kesakitan Ispa Dan Diare Dengan Status Gizi Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Polokarto Sukoharjo.

0 6 13

Pengaruh Merokok Dalam Keluarga Terhadap Prevalensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Jajaway.

0 0 30

Pengetahuan dan Kepatuhan Keluarga dalam Perawatan Penyakit ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Purnama Dumai Tahun 2012

0 0 23

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengetahuan dan Kepatuhan Keluarga dalam Perawatan Penyakit ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Purnama Dumai Tahun 2012

0 0 17

KELUARGA DALAM PENCEGAHAN ISPA BERAT (PNEUMONIA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PENANAE KOTA BIMA NUSA TENGGARA BARAT

0 0 189