PENGEMBANGAN MODUL DASAR TATA RIAS BERBASIS METAKOGNISI DI JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN.
(2)
(3)
(4)
ABSTRAK
Ima Pinensi Tarigan,NIM 8146121019: Pengembangan Modul Dasar Tata Rias Berbasis Metakognisi Di Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Universitas Negeri Medan
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan modul berbasis metakognisi pada Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Universitas Negeri Medan dengan materi pokok koreksi wajah. Penelitian pengembangan ini merujuk pada langkah-langkah penelitian pengembangan model Borg and Gall, pengembangan modul merujuk pada model Dick and Carey.
Langkah-langkah yang di lakukan dalam pengembangan model Borg and Gall adalah : (1) tahap analisis kebutuhan, (2) tahap perancangan modul, (3) tahap validasi (4) tahap uji coba perorangan, (5) tahap uji coba kelompok kecil, (6) tahap uji coba lapangan dan (7)produk akhir
Pengumpulan data evaluasi validasi dilakukan dengan menggunakan instrumen penilaian yang diberikan kepada subjek uji coba yang berjumlah 58 orang antara lain: 2 Ahli Materi Pembelajaran, 2 Ahli Desain Instruksional, 2 Ahli Media Pembelajaran, 3 orang siswa uji coba satu-satu, 9 orang siswa uji kelompok kecil,32 orang siswa uji lapangan.
Hasil penelitian dan pengembangan menunjukkan bahwa: 1) produk yang dikembangkan adalah modul yang berisikan materi koreksi wajah, 2) validasi para ahli secara umum menyatakan kualitas produk modul ini termasuk dalam kriteria 92.07% dari rentang skor 1 – 5, pengujian hipotesis produk modul ini dinyatakan layak digunakan untuk materi koreksi wajah
(5)
ABSTRACT
IMA Pinensi Tarigan, NIM 8146121019: Development of Basic Module-Based Makeup Metacognition in the Department of Family Welfare Education State University of Medan.
This research aims to develop a module-based metacognition on family welfare Education Department State University of Medan with subject matter of face correction. Research development refers to research measures the development model of the Borg and Gall, module development refers to the Dick and Carey model.
Steps in doing in the development model of the Borg and Gall are: (1) the needs analysis phase, (2) the stage of drafting module, (3) validation phase (4) individual trial stage, (5) small group testing stage, (6) stage of field trials and (7) the final product
The evaluation data collection validation is done using the assessment instrument provided to the subject of the trial amounted to 58 people, among others: 2 Expert Material learning, 2 Instructional Design Experts, 2 Learning Media expert, 3 students test one-one, 9 students test the small group of , 32 students field test.
The results of the research and development shows that: 1) product that is developed is a module that contains a material correction of face, 2) validation experts publicly declared quality products this module included in criteria 92.07% score range of 1 – 5, hypothesis testing product module is declared feasible material used for face correction
(6)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengembangan Modul Dasar Tata Rias Berbasis Metakognisi Di Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Universitas Negeri Medan”. Tesis ini merupakan satu syarat bagi mahasiswa program pasca sarjana untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada program studi Teknologi Pendidikan Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini banyak kendala dan hambatan yang dihadapi, namun dengan bantuan, dorongan, serta bimbingan dari berbagai pihak akhirnya penyusun dapat menyelesaikannya. Penulis mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu penyusunan tesis ini, dan penulis berharap semoga tesis ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pembacanya.
Pada kesempatan ini izinkan penulis dengan segala kerendahan hati dan tulus menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:
1. Dosen Pembimbing, yakni Bapak Prof. Dr .Sahat Siagian M.Pd. selaku pembimbing 1 dan. Prof. Dr. Harun Sitompul, M.Pd. selaku pembimbing 2 saya, yang telah tulus dan sabar membimbing penulis hingga akhirnya tesis ini dapat diselesaikan.
2. Rektor Universitas Negeri Medan, Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd., beserta para pejabat di jajaran civitas akademik Universitas Negeri Medan.
3. Direktur Pascasarjana Unimed, Bapak Prof.Dr.Bornok Sinaga, MPd
4. Ketua Program Studi Teknologi Pendidikan, Bapak Dr. R.Mursid,ST. M.Pd., beserta staf yang banyak memberikan bantuan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
(7)
5. Para narasumber dan penguji yang dengan tulus dan sabar memberikan masukan kepada penulis hingga akhirnya tesis ini dapat diselesaikan.
6. Seluruh tim validator ( Validasi ahli Materi, Validasi ahli Media, Validasi ahli Desain Pembelajaran ) yang telah memberikan tanggapan dan masukan mengenai pembuatan produk modul yang penulis kembangkan sehingga pada akhirnya layak untuk digunakan.
7. Keluarga besar Fakultas Teknik Unimed, yang telah mengijinkan saya untuk melakukan penelitian di lingkungan ini
8. Ibu Marnala Tobing, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Dasar Rias/Grooming yang telah memberikan ijin kepada saya untuk melakukan penelitian di kelas yang diampu
9. Bapak / Ibu seluruh Dosen Tim Pengajar di Pacasarjana Unimed, khususnya di Program studi Teknologi Pendidikan yang telah membagikan ilmu yang dimiliki kepada penulis selama menempuh mata kuliah di di Program studi Teknologi Pendidikan, Pacasarjana Unimed
10.Seluruh keluarga besar saya yang selalu memberikan dukungan, dan motivasi bagi saya untuk menyelesaikan pendidikan di Pacasarjana Unimed, terkhusus bagi Suami saya Railwais Sinulaki dan putri kecil saya Cristine Nathania Sinulaki yang luar biasa memberikan semangat bagi saya untuk terus belajar dan tidak mudah menyerah 11.Seluruh rekan mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Medan khususnya
Program Studi Teknologi Pendidikan Angkatan XXIV ( dua puluh empat) kelas A1 yang telah menjadi keluarga saya sejak memasuki lingkungan kelas di kelas A1, terima kasih atas dukungan dan semangat yang selalu diberikan
(8)
12.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu penulis selama penyelesaian studi ini.
Dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca demi penyempurnaan tesis ini.
Medan, Juni 2016 Penulis,
Ima Pinensi Tarigan 8146121019
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 13
C. Pembatasan Masalah ... 14
D. Perumusan Masalah ... 14
E. Tujuan Penelitian ... 15
F. Manfaat Penelitian ... 15
BAB II KAJIAN TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Kerangka Teoretis ...………..….……. 17
1. Hakikat Pembelajaran Dasar Tata Rias……….…...……... 17
2. Hakikat Metakognisi …..……….…………... 23
(10)
b. Komponen metakognisi……….. ...……….. 30
c. Peranan metakognisi terhadap keberhasilan belajar………. 33
3. Hakikat pengembangan modul pembelajaran ....………... 36
A. Pengertian modul pembelajaran……… 36
B. Pengembangan modul pembelajaran……… 43
C. Penelitian yang Relevan ...……….………. 48
D. Kerangka Berpikir ..………..……….. 50
E. Perumusan Hipotesis …..………..……..……….. 52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 53.
B. Prosedur Pengembangan ... 53
C. Tahapan Uji Coba Produk ... 56
1. Desain Uji Coba Produk ... 58
2. Subjek Uji Coba ... 58
3. Pelaksanaan Uji Coba ... 58
4. Jenis Data ... 61
5. Instrumen Pengumpulan Data ... 63
D. Teknik Analisis Data ... 72
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pengembangan Produk ... 73
1. Deskripsi Awal ... 73
2. Deskripsi Data Hasil Uji Coba ... 89
(11)
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 102
C. Keterbatasan Penelitian ... 104
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan ... 106
B. Implikasi ... 110
C. Saran ... 111
DAFTAR PUSTAKA……… ... 112
(12)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Rubrik Komponen Metakognisi pada Modul 56
Tabel.3.2 Pemenuhan Persyaratan Modul Oleh Ahli Materi Pembelajaran 64
Tabel 3.3 Validasi modul oleh ahli media 68
Tabel 3.4 Validasi modul oleh ahli desain pembelajaran 69
Tabel 3.5. Kriteria Penilaian analisis data 72
Tabel 4.1. Data Analisis Kebutuhan Produk 73
Tabel 4.2. Data Analisis Kebutuhan Produk 75
Tabel 4.3. Skor Penilaian oleh Ahli Materi Tentang “ Kesesuaian Uraian Materi “ 81
Tabel 4.4. Skor Penilaian oleh Ahli Materi Tentang “ Keakuratan Materi 81 Tabel 4.5. Skor Penilaian oleh Ahli Materi Tentang “Materi Pendukung Pembelajaran“ 82
Tabel 4.6. Skor Penilaian oleh Ahli Materi Tentang “Teknik Penyajian“ 82
Tabel 4.7. Skor Penilaian oleh Ahli Materi Tentang “Kelengkapan Penyajian 83 Tabel 4.8. Tingkat Kecenderungan Penilaian Ahli Materi Terhadap Kualitas Materi Pembelajaran 84
Tabel 4.9. Ikhtisar Data Hasil Kajian Terhadap Modul Pembelajaran Dasar Rias Berbasis Metakognisi oleh Ahli Materi. 84
Tabel 4.10. Skor Penilaian Modul Pembelajaran Dasar Rias Berbasis Metakognisi oleh Ahli Desain Pembelajaran 85
(13)
Tabel 4.11. Tingkat Kecenderungan Penilaian Ahli Desain Pembelajaran
Terhadap Kualitas Modul 86
Tabel 4.12. Ikhtisar Data Hasil Kajian Terhadap Modul Pembelajaran
oleh Ahli Desain Pembelajaran 87
Tabel 4.13. Skor Penilaian Modul oleh Ahli Media Tentang “Aspek
Desain Kulit Modul(Cover) 87
Tabel 4.14. Penilaian Ahli Media Tentang “ Desain Isi Modul “ 88 Tabel 4.15. Tingkat Kecenderungan Penilaian Ahli Media
Terhadap Kualitas Teknis/Tampilan 87
Tabel 4.16. Ikhtisar Data Hasil Kajian Terhadap Modul oleh Ahli Media 89 Tabel 4.17. Skor Penilaian Modul Pembelajaran Dasar Rias Berbasis
Metakognisi pada Uji Coba Perorangan 90 Tabel 4.18. Tingkat Kecenderungan Penilaian Terhadap Aspek Kualitas
Materi Pembelajaran Modul 91
Tabel 4.19. Skor Penilaian Modul pada Uji Coba kelompok Kecil
Tentang Kualitas Materi Pembelajaran 92 Tabel 4.20. Tingkat Kecenderungan Penilaian Terhadap Aspek Kualitas
Materi Modul Pembelajaran Dasar Rias Berbasis Metakognisi
pada Uji Coba Kelompok Kecil di Jurusan PKK 93 Tabel 4.21. Ikhtisar Data Hasil Kajian Terhadap Modul pada Uji
Coba Kelompok Kecil 93
Tabel 4.22. Skor Penilaian Modul Pembelajaran Dasar Rias Berbasis Metakognisi pada Uji Coba Lapangan di Jurusan PKK 94
(14)
Tabel 4.23. Tingkat Kecenderungan Penilaian Terhadap Aspek Kualitas
Materi Modul pada Uji Coba Lapangan di Jurusan PKK, 95 Tabel 4.24. Persentase Rata-Rata Hasil Penilaian Terhadap Modul
Pembelajaran Oleh Ahli Materi 96
Tabel 4.25. Analisis dari Permasalahan yang Dikemukakan Ahli Materi 97 Tabel 4.26. Persentase Rata-Rata Hasil Penilaian Terhadap Modul Oleh
Ahli Desain Pembelajaran 98
Tabel 4.27. Analisis dari Permasalahan yang Dikemukakan oleh Ahli
Desain Pembelajaran 99
Tabel 4.28. Persentase Rata-Rata Hasil Penilaian Terhadap Modul
Oleh Ahli Media 99
Tabel 4.29. Analisis Permasalahan yang Dikemukakan oleh Ahli Media 100 Tabel 4.30. Rangkuman Persentase Rata-Rata Hasil Penilaian Terhadap
(15)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1.1 Langkah pengembangan modul 60
(16)
i
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Silabus Lampiran 2 RPKPS
Lampiran 3 Surat pengantar Analisis Kebutuhan Dosen dan Mahasiswa Lampiran 4 Instrumen Analisis Kebutuhan Dosen dan Mahasiswa Lampiran 5 Surat pengantar validasi ahli materi
Lampiran 6 Angket penilaian validasi ahli materi
Lampiran 7 Surat pengantar validasi ahli desain pembelajaran Lampiran 8 Angket penilaian validasi ahli desain pembelajaran Lampiran 9 Surat pengantar validasi ahli media
Lampiran 10 Angket penilaian validasi ahli media Lampiran 11 Surat pengantar uji coba perorangan Lampiran 12 Angket penilaian uji coba perorangan Lampiran 13 Surat pengantar uji coba kelompok kecil Lampiran 14 Angket penilaian uji coba kelompok kecil Lampiran 15 Surat pengantar uji coba lapangan
Lampiran 16 Angket penilaian uji coba lapangan Lampiran 17 Dokumentasi Penelitian
(17)
(18)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Kualitas pendidikan, sebagai salah satu pilar pengembangan sumberdaya manusia yang bermakna, sangat penting bagi pembangunan nasional. Dalam proses belajar mengajar, tenaga pendidiklah yang menyampaikan pelajaran, memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam kelas, membuat evaluasi belajar siswa, baik sebelum, sedang maupun sesudah pelajaran berlangsung. Tenaga pendidik yang berkualitas adalah tenaga pendidik/dosen yang sanggup, dan terampil dalam melaksanakan tugasnya.Combs(1984). Tugas utama seorang tenaga pendidik adalah bertanggung jawab membantu anak didik dalam hal belajar.
Universitas Negeri Medan adalah salah satu lembaga pendidikan perguruan tinggi yang terdapat di Propinsi Sumatera Utara, tepatnya di kota Medan. Di dalamnya terdapat berbagai fakultas, yang salah satunya adalah Fakultas Teknik. Di dalam Fakultas Teknik terdapat Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga yang terbagi atas 3 program studi, yakni Pendidikan Tata Rias, Pendidikan Tata Busana dan Pendidikan Tata Boga. Seluruh program studi yang terdapat di Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga memiliki mata kuliah dasar dari setiap prodi yang harus juga di pelajari dan di kuasai oleh prodi lainnya, seperti mata kuliah Dasar Boga, mata kuliah Dasar Busana wajib dipelajari oleh prodi Pendidikan Tata Rias, dan sebaliknya mata kuliah Dasar Rias juga harus di pelajari dan di kuasai oleh prodi lainnya seperti Pendidikan Tata
(19)
2 Busana dan Pendidikan Tata Boga, yang mengharuskan mahasiswa tersebut untuk memahami dasar-dasar dalam tata rias. Mata kuliah dasar rias ini mencakup mengenai bagaimana ruang lingkup tata rias yang dipandang secara mendasar, dan bagaimana menerapkan tata rias dalam kehidupan sehari-hari. Keberhasilan seorang mahasiswa dalam menyelesaikan tugas tata rias dapat bergantung pada kesadaranya tentang apa yang ia ketahui dan bagaimana ia menerapkanya atau ber metakognisi. Dapat juga dijelaskan bahwa metakognisi adalah suatu kata yang berkaitan dengan apa yang dia ketahui sebagai individu yang belajar dan bagaimana ia mengontrol serta menyesuaikan perilakunya.
Anderson & Krathwohl (2011:29) merevisi Taksonomi Bloom tentang aspek kogitif menjadi dua dimensi, yatu 1) dimensi proses kognitif dan 2) dimensi pengetahuan. Hasil revisi yang menonjol tentang dimensi proses kognitif adalah ditiadakanya aspek sintesis yang di antara aspek analisis dengan ditambahkanya aspek kreativitas sesudah aspek evaluasi. Sedangkan aspek-aspek dari dimensi pengetahuan yang dikemukakan adalah (1) pengetahuan faktual (factual knowledge), (2) pengetahuan konseptual (conceptual knowledge), (3) pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan (4) pengetahuan metakognitif (metakognitive knoelwdge).
Salah satu dimensi pengetahuan yang menarik untuk dikaji lebih mendalam, adalah aspek metakognisi. Beberapa hal yang menjadi dasar pertimbanganya antara lain (1) aspek metakognitif merupakan aspek yang paling kompleks dan paling tinggi tingkatanya dalam taksonomi tersebut, sehingga perlu dilakukan pengkajian yang seksama untuk penerapanya dalam pembelajaran dasar rias, (2) aspek metakognitif lebih banyak berhubungan dengan objek kajian tak
(20)
3 langsung pembelajaran dasar tata rias yang selama ini kurang mendapat perhatian dari guru/dosen maupun mahasiswa, (3) kecendrungan pembelajaran dasar tata rias saat ini yang tidak hanya menilai hasil, melainkan juga menilai proses.
Anderson & Krathwohl (2011:32) memasukkan metakognisi dalam high-level proses kognitif yang merupakan tujuan akhir dari pembelajaran. Tujuan akhir dari pembelajaran adalah menyampaikan pengetahuan, meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk merencanakan dan memonitor, bahkan mereorganisasi strategi pembelajaran sendiri ( Shen & Liu, 2011 140). Dengan kata lain, tujuan pembelajaran adalah menciptakan manusia yang kreatif, mandiri, mampu menyusun konsep dan pengetahuanya sendiri. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pentingnya metakognisi dalam pembelajaran didukung pula dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 Tentang standar proses yang menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran, guru/dosen memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami, merancang, memecahkan masalah, mengetahui bagaimana cara dan mengapa melakukan hal tersebut, menganalisis, memonitor, mengevaluasi dan mengembangkan konsepnya. Seluruh rangkaian di atas merupakan bagian dari metakognisi.
Sejak tahun 2002, pendidikan mengenai dasar tata rias berfokus bagaimana proses siswa/mahasiswa yang belajar mengkonstruksi pengetahuan
(21)
4 yang dimilikinya dan mengaplikasikannya ke dalam bentuk riasan yang nyata, Kusantati (2006). Salah satu faktor yang konstruksi pengetahuan adalah metakognisi. Metakognisi diakui merupakan salah satu variabel yang penting untuk pembelajaran, Desote (2007:708). Kemampuan metakognisi dapat meningkatkan kapasitas belajar yang penuh makna, membentuk serta mempengaruhi konstruksi pemahaman mahasiswa, Anderson (2006:299). Bersdasarkan pengkajian terhadap 179 penelitian tentang prestasi belajar, Shen & Liu (2001:140) mengemukakan bahwa metakognisi menduduki peringkat pertama dari 200 faktor yang mempengaruhi hasil pendidikan. Mereka menunjukkan bahwa metakognisi adalah kemampuan untuk mengaitkan pesan penting dengan kemampuan sebelumnya, menarik kesimpulan dan memantau atau menilai kinerja pribadi yang ditunjukkan ketika proses belajar. Selain itu, pembelajaran berbasis metakognisi membantu penyelesaian masalah secara efektif dan membantu konsep yang tepat , Georhiades (2000:127).
Seiring dengan perkembangan psikologi kognitif, maka berkembang pula cara guru/dosen dalam mengevaluasi pencapaian hasil belajar, terutama untuk domain kognitif. Akan tetapi, saat ini dalam mengevaluasi pencapaian hasil belajar, guru/dosen hanya memberikan penekanan pada tujuan kognitif tanpa memperhatikan dimensi proses kognitif, khususnya pengetahuan dan pengalaman metakognitif, Mulbar (2008:2). Akibatnya pembelajaran di kelas terfokus pada penguasaan kognisi mahasiswa dan cenderung mengabaikan upaya-upaya memperkenalkan metakognisi kepada mahasiswa. Padahal, kemampuan metakognisi sangat penting untuk proses belajar mahasiswa terutama dalam pembelajaran dasar tata rias.
(22)
5 Dewasa ini dunia kecantikan sangat berkembang, baik kecantikan rambut maupun kecantikan kulit. Setiap orang khususnya kaum wanita ingin menjaga penampilan pada setiap kesempatan, bagi kaum wanita yang bekerja atau pun ibu rumah tangga ingin menjaga kecantikannya baik dari dalam atau pun dari luar. Pada dasarnya semua wanita itu cantik dan unik, dan kecantikan yang terpancar itu meliputi kecantikan dari luar dan dari dalam. Kecantikan dari luar di tunjang oleh penampilan fisik, sedangkan kecantikan dari dalam terpancar apabila kondisi psikis sehat dan budi pekertinya (Rostamailis, 2008:14). dari penampilan seseorang khususnya kecantikan pada wajah.
Untuk menunjang penampilan luar seseorang, tata rias wajah sangat berperan penting dalam menampilkan kecantikan fisik. Karena pada dasarnya tujuan dari merias wajah adalah mempercantik diri sehingga membangkitkan rasa percaya diri. Seni merias wajah merupakan kombinasi dari 2 unsur yaitu: pertama, untuk mempercantik wajah dengan cara menonjolkan bagian – bagian dari wajah yang sudah indah, dan yang kedua adalah menyamarkan atau menutupi kekurangan yang ditemukan pada wajah (Kusantati, 2008:6). Ketidaksempurnaan pada wajah yang dapat menjadi hambatan dalam merias wajah antara lain seperti : bentuk wajah, bentuk mata, bentuk hidung, bentuk alis, bentuk bibir, dan bentuk dagu. Akibatnya banyak wanita merasa terhambat dalam mengembangkan riasan dirinya secara optimal. Maka dari itu setiap wanita harus mengenali wajahnya sehingga dapat melakukan koreksi wajah. Dengan koreksi wajah membantu mempermudah melakukan riasan wajah sehingga wajah kelihatan ideal dan sempurna.
(23)
6 Tata rias wajah (bahasa Inggris: make up) adalah kegiatan mengubah penampilan dari bentuk asli sebenarnya dengan bantuan bahan dan alat kosmetik. Namun banyak orang khususnya wanita tidak mengetahui bagaimana cara mengoreksi bagian – bagian wajah dengan baik sehingga harus mempunyai pengetahuan yang cukup. Seluruh upaya koreksi wajah dengan riasan harus berpedoman pada pengetahuan tentang koreksi wajah (Kusantati, 2006:14). Sehingga dengan pengetahuan yang cukup, koreksi wajah dapat dilakukan dengan baik dan menghasilkan hasil riasan yang baik. Tata rias wajah koreksi pada prinsipnya adalah bagian- bagian wajah yang kurang sempurna dapat di ubah menjadi bentuk yang ideal, sehingga penampilan lebih baik.
Bentuk wajah yang dianggap sempurna adalah bentuk wajah oval/lonjong. Bentuk wajah ini yang paling ideal dan bersifat photogenic (Kusantati, 2008:15). Maka wajah yang berbentuk bulat, persegi, panjang, segi tiga terbalik, dan sebagainya di koreksi untuk mendapatkan tampilan yang oval/lonjong. Setiap orang memiliki bentuk wajah yang unik dan berbeda. Secara umum terdapat beberapa tipe bentuk wajah, bentuk wajah oval dipandang sebagai bentuk wajah yang paling ideal. Tipe bentuk wajah ditentukan oleh kedudukan dan menonjolnya tulang-tulang muka. Dalam suatu riasan bentuk wajah adalah bagian yang sangat terlihat dari keseluruhan hasil riasan dan bagian mata merupakan titik fokus dalam suatu riasan karena jika di lihat penampilan seseorang maka bagian yang pertama di lihat adalah bagian mata. Koreksi bentuk wajah dapat dihasilkan dengan berbagai cara dan dengan kosmetik yang di gunakan. Sedangkan koreksi mata dapat juga dihasilkan dengan berbagai cara dan ketelitian yang lebih dibandingkan penanganan bagian lain wajah karena pengerjaanya yang begitu mendetail
(24)
7 (Kusantati, 2008:17). Untuk mendapatkan cara koreksi bentuk wajah dan mata yang tepat, sehingga menghasilkan riasan yang sempurna diperlukan pengetahuan dan ketrampilan tentang koreksi bentuk wajah dan mata yang dapat dipelajari dan dipahami melalui pendidikan.
Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga memiliki tujuan, yaitu menyiapkan mahasiswa untuk memasuki lapangan kerja yang memiliki kompetensi dan dapat mengembangkan diri secara profesionalime serta meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Demi terwujudnya tujuan hal tersebut, Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga membangun visi, yaitu mewujudkan lembaga diklat yang unggul dalam menghasilkan tamatan berstandar nasional dan internasional. Dalam hal ini tamatan memiliki kemampuan/ketrampilan sesuai program keahliannya dengan acuan kompetensi berstandar nasional maupun internasional
Upaya Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga untuk mewujudkan visi tersebut adalah menyiapkan SDM yang terampil, kreatif dan berwawasan luas dalam bidang keahliannya dan senantiasa berorientasi mutu pada setiap kegiatannya. Selain itu juga dikembangkan iklim belajar dan bekerja secara kreatif, tulus dengan pemberdayaan potensi sekolah meliputi guru, siswa dan masyarakat dengan landasan moral adalah kejujuran dan kedisiplinan. Kurikulum yang diajarkan kepada mahasiswa merupakan materi – materi yang bersifat teori maupun praktek dengan tujuan melalui materi yang disampaikan dapat memberikan pengetahuan dan ketrampilan. Salah satu pelajaran yang berhubungan dengan koreksi wajah yaitu mata kuliah Dasar Rias, dimana setiap melakukan tata rias wajah membutuhkan upaya koreksi wajah agar hasil praktek
(25)
8 rias wajah yang dilakukan siswa baik dan sesuai dengan kondisi wajah model. Koreksi wajah sangat membantu dalam melakukan tata rias wajah, dengan koreski wajah seorang perias akan lebih mudah dalam menghasilkan riasan yang ideal dan sesuai dengan wajah model. Maka dari itu siswa diharuskan untuk menguasai teori koreksi wajah agar pada saat melakukan praktek rias wajah dapat diaplikasikan dengan baik.
Dengan pendidikan diharapkan meningkatkan kemampuan dan keterampilan yang berkualitas bagi setiap individu baik secara teori maupun praktek dan menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mampu menciptakan lapangan kerja dengan manajemen berwirausaha yang baik. Namun kenyataanya banyak mahasiswa Jurusan PKK yang belum mampu menguasai koreksi wajah sehingga hasil riasan wajah kurang tepat. Penguasaan teori adalah pemahaman seseorang untuk menggunakan pengetahuan dalam memahami dan melakukan sesuatu. Penguasaan teori koreksi wajah merupakan pemahaman dalam menghasilkan suatu riasan wajah yang bertujuan untuk merubah bentuk – bentuk bagian wajah menjadi bentuk yang ideal dengan menggunakan teknik – teknik koreksi wajah yang tepat. Koreksi wajah merupakan tindakan yang sangat diperlukan dalam melakukan suatu riasan wajah yang baik. Koreksi wajah merupakan suatu bentuk usaha dalam tata rias yang bersifat menyempurnakan (koreksi). Hasil praktek setiap jenis kegiatan belajar yang menghasilkan suatu perubahan yang khas yaitu hasil belajar merupakan perilaku akibat dari proses mengajar yang diukur melalui kegiatan penilaian. Hasil praktek yaitu perubahan tingkah laku peserta didik yang meliputi penguasaan, kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor dalam bidang rias wajah yang mana
(26)
9 dapat mengoreksi bagian – bagian wajah sehingga kekurangan pada bagian wajah dapat tertutupi serta menonjolkan kelebihan dari wajah sehingga hasil riasan terlihat baik dan menunjukkan bentuk yang ideal.
Menurut hasil pengamatan yang dilakukan peneliti melalui observasi kelas dan wawancara dengan dosen pengampu mata kuliah Dasar Rias di Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Universitas Negeri Medan menunjukkan bahwa pada umumnya mahasiswa hanya menunggu instruksi yang datang dari dosen pengampu mata kuliah sehingga menyebabkan (1) mahasiswa tidak memiliki budaya belajar mandiri, hanya bergantung kepada pembelajaran yang diperoleh didalam kelas, (2) mahasiswa cenderung kurang aktif dalam proses pembelajaran (3) mahasiswa sulit memahami materi yang diajarkan karena setiap pertemuan materi akan selalu berlanjut ke tahap berikutnya.
Untuk melihat ukuran pengetahuan mahasiswa dalam menguasai mata kuliah dasar rias tersebut, peneliti telah melakukan sebuah tes awal terhadap 68 orang mahasiswa yang saat ini sedang aktif mengikuti mata mata kuliah tersebut, dan hasilnya menunjukkan bahwa lebih dari 50% dari jumlah tersebut belum mampu melampaui angka kelulusan yang ditetapkan. Berdasarkan tes awal yang dilakukan oleh peneliti, terlihat bahwa nilai tes mahasiswa pada mata kuliah dasar rias cenderung rendah, belum mencapai nilai yang maksimal.
Hal tersebut juga diperkuat dengan arsip nilai asli ujian harian yang dilakukan oleh dosen pengampu mata kuliah dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, yang dapat diuraikan melalui Tabel 1.1 berikut :
(27)
10 Tabel1.1 : Daftar nilai Dasar rias selama kurun waktu 3 tahun terakhir
No Tahun
Jumlah mahasiwa yang mengambil MK.Dasar Rias
Kategori Nilai ( % )
0-69 70-79 80-89 90-100
1 2012 71 orang 26% 40% 22% 12%
2 2013 79 orang 32% 36% 30% 2%
3 2014 68 orang 25% 45% 20% 10%
Sumber : Arsip Dosen Pengampu Mata Kuliah Dasar Rias
Mahasiswa sebagian besar belum mampu dengan tepat dalam menghubungkan materi teori koreksi bentuk wajah kedalam aplikasi praktek rias wajah secara langsung sehingga menyebabkan hasil praktek rias wajah kurang maksimal dan hal tersebut tentu saja berkesinambungan dengan nilai yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti secara acak terhadap mahasiswa program studi Tata Boga, Tata Busana dan Tata Rias di jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga , diketahui bahwa selama ini mahasiswa terfokus kepada langkah-langkah dalam merias wajah, dan mengalami kesulitan dalam mengingat bagaimana membuat riasan ideal sesuai analisis wajah yang akan di rias. Ketika dihadapkan dengan bentuk wajah yang tiak berbentuk ideal (oval), sulit bagi mereka menerapkan riasan yang tepat sesuai dengan koreksi bentuk wajahnya.
Menurut dosen, metakognisi sesungguhnya merupakan hal yang sulit untuk diakses walaupun diakui sangat penting keberadaannya. Hal ini disebabkan karena tuntutan yang diberikan bagi dosen untuk mampu membawa semua
(28)
11 mahasiswa mencapai target ketuntasan materi dasar rias, sedangkan waktu atau kegitan tatap muka di dalam kelas sangatlah terbatas. Sehingga, fokus kegiatan pembelajaran seringkali didominasi informasi sebanyak-banyaknya tanpa memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri. Joyce & Marsha (1996:51) menyebukan bahwa dalam metakognisi ada proses ”letting the student in on the secret” sehingga siswa dapat membangun sendiri pengetahuan dan kemampuan mereka, memutuskan strategi belajar apa yang digunakan, pemecahan masalah dan menemukan sendiri ilmu yang akan dipelajari.
Berdasarkan analisis dari berbagai permasalahan di atas , menurut peneliti bahwa mahasiswa dan dosen di jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Universitas Negeri Medan membutuhkan sebuah media pembelajaran berbasis metakognisi untuk mengatasi keterbatasan penerapan metakognisi dalam kegitan pembelajaran. Modul pembelajaran tersebut harus mampu digunakan secara mandiri oleh mahasiswa sehingga tanpa adanya dosen pun mereka dapat belajar secara mandiri, yang artinya mahasiswa dapat melakukan kegiatan pembelajaran kapanpun dan dimanapun denga cara mengaktifkan metakognisinya.Dengan demikian intensitas penggunaan metakognisiakan meningkat dan teraktifkan setiap kali mahasiswa melakukan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, pengembangan modul merupakan salah satu media yang sesuai untuk mendukung pembelajaran dasar rias karena perlu adanya buku panduan yang mempermudah pemahaman mahasiswa dalam mempelajari materi.
Modul pembelajaran merupakan satuan program belajar mengajar yang terkecil, yang dipelajari oleh siswa sendiri secara perseorangan atau diajarkan oleh
(29)
12 siswa kepada dirinya sendiri (self-instructional) (Winkel, 2009:472). Modul pembelajaran juga adalah bahan ajar yang di susun secara sistematis dan menarik yang mencakup isi materi, metode dan evaluasi yang dapat digunakan secara mandiri untuk mencapai kompetensi yang diharapkan (Anwar, 2010). Belajar menggunakan modul sangat banyak manfaatnya, siswa dapat bertanggung jawab terhadap kegiatan belajarnya sendiri, pembelajaran dengan modul sangat menghargai perbedaan individu, sehingga siswa dapat belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya, maka pembelajaran semakin efektif dan efisien. Modul berbasis metakognisi dapat digunakan sebagai alternatif media belajar berbasis metakognisi yang mampu mengtasi keterbatasan ruang dan waktu belajar. Akan tetapi dosen di jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Universitas Negeri Medan belum pernah mengembangkan modul tata riasberbasis metakognisi.
Tinjauan materi, fasilitas serta sarana dan prasarana yang dimiliki oleh jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Universitas Negeri Medan dapat disimpulkan bahwa pembahasan materi analisis koreksi wajah merupakn maeri dasar rias yang sangat potensial jika diterapkan dengan metakognisi. Hal ini dikernakan oleh beberapa faktor terkait karakteristik materi dan minat mahasiswa terhadap materi. Banyak aplikasi dalam kehidupan sehari-hari yang juga dapat digali dari materi ini, sehingga nantinya mahasiswa akan lebih mudah mengidentifikasi dan membentuk pengetahuannya sendiri dari peristiwa yang dialami dalam kehidupannya sehari-hari yang tentu saja selalu berkaitan dengan wajah.
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian di atas adalah perlunya dikembangkan suatu modul tata rias yang berbasis metakognisi pada materi pokok
(30)
13 analisis koreksi wajah , yang dimaksudkan untuk membantu mahasiswa dalam menerapkan metakognisi pada kegiatan pembelajaran, mengatasi ruang dan waktu belajar, serta membantu mengasah metakognisi mahasiswa sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing
Berdasarkan hal yang dikemukakan tersebut, penulis tertarik untuk melalkukan penelitian tentang pengembangan modul berbasis metakognisi pada mata kuliah dasar rias dengan judul “ Pengembangan Modul Dasar Tata Rias Berbasis Metakognisi Di Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Universitas Negeri Medan”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa belum memiliki budaya belajar mandiri, selalu bergantung kepada dosen, tanpa diterangkan oleh dosen mahasiswa tidak mau belajar sendiri
2. Kurangnya sumber belajar, sehingga mahasiswa tidak memiliki kesempatan untuk mengetahui lebih dahulu materi yang akan dibahas
3. Pembelajaran di kelas masih dilakukan secara konvensional, sedangkan pembelajaran individual akan dapat membuat mahasiswa untuk belajar sendiri
4. Dosen dituntut untuk mampu membawa seluruh mahasiswa mencapai target ketuntasan materi dasar tata rias, sedangkan waktu
(31)
14 pertemuan/tatap muka mata kuliah didalam kelas sangatlah terbatas sehingga diperlukannya media pembelajaran mandiri agar seluruh materi dasar rias dapat tercapai target ketuntasannya
5. Diperlukan media belajar yang berbasis metakognisi untuk membantu mahasiswa mengaktifkan metakognisinya
6. Pemberian modul dasar tata rias berbasis metakognisi diharapkan mapu meningkatkan peran mahasiswa dalam proses pembelajaran 7. Metakognisi sangat potensial diterapkan pada materi koreksi wajah
C. Batasan Masalah
Permasalahan yang berkaitan dengan judul sangat luas, sehingga tidak mungkin permasalahan yang ada dapat terjangkau dan terselesaikan semua. Oleh karena itu, perlu adanya pembatasan dan pemfokusan masalah sehingga yang diteliti lebih jelas dan kesalahpahaman dapat dihindari. Untuk itu perlu dibatasi ruang lingkup dan fokus masalah yang diteliti adalah terbatas pada kelayakan modul Dasar Tata Rias berbasis metakognisi sebagai media pembelajaran pada materi pokok koreksi wajah.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan batasan masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian ini secara umum adalah : Apakah pengembangan modul dasar tata rias berbasis metakognisi pada materi
(32)
15 koreksi wajah layak digunakan di jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Universitas Negeri Medan ?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditentukan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk : Mengembangkan modul pembelajaran Dasar Tata Rias berbasis metakognisi pada materi koreksi wajah yang layak digunakan sebagai di jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Universitas Negeri Medan dan
F. Manfaat penelitian
Pentingnya pengembangan modul tata riasberbasis metakognisi pada materi analisis bentuk wajah antara lain untuk :
1. Manfaat praktis
a) Mengungkap secara empirik kelayakan modul pembelajaran Dasar Tata Rias berbasis metakognisi b) Memberikan informasi kepada dosen tata rias tentang
faktor yang dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa
c) Memberikan informasi kepada dosen tata rias tentang pentingnya menggunakan modul berbasis metakognisi untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa
(33)
16 2. Manfaat teoretis
a) Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam usaha penelitian lanjutan dengan melibatkan lebih lengkap komponen pembelajaran yang lain untuk mengungkap dan membuktikan secara empirik bahwa modul tata riasberbasis metakognisi dapat menjadi alternatif media belaja untuk belajar dasar tata rias
b) Sebagai media belajar mandiri yang digunakan mahasiswa dengan atau tanpa dosen sesuai dengan kemampuan dan kecepatan belajar masing-masing sebagai alternatif karena keterbatasan ruang dan waktu pertemuan di dalam kelas
c) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi para peneliti pemula yang melakukan penelitian sejenis.
(34)
106 BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan rumusan, tujuan, hasil, dan pembahasan penelitian pengembangan modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi yang dikemukakan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dengan melaksanakan tahapan-tahapan penelitian pengembangan Borg & Gall, mulai dari penelitian pendahuluan, membuat desain, menciptakan produk modul. Modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi yang dihasilkan harus melewati beberapa tahapan mulai dari (a) validasi oleh ahli materi, (b) validasi oleh ahli desain pembelajaran, (c) validasi oleh ahli media, (d) uji coba perorangan, (e) uji coba kelompok kecil, sampai dengan (f) uji lapangan kepada peserta didik, produk modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi untuk materi koreksi wajah memiliki hasil sudah layak menjadi produk akhir yang dapat disebarluaskan dan diimplementasikan kepada para pengguna.
2. Dari hasil penelusuran angket yang telah disebarkan bahwa 80% dari mahasiswa menyatakan sangat membutuhkan modul pembelajaran berbasis metakognisi, agar dapat mereka jadikan sebagai salah satu sarana pembelajaran secara individual serta memahami materi pokok koreksi wajah secara lebih rinci, dan 100% dari dosen pengampu mata kuliah dasar rias menyatakan sangat membutuhkan modul pembelajaran berbasis metakognisi agar proses pembelajaran berjalan lebih efektif dan menarik. Hasil wawancara
(35)
107 lisan kepada dosen mata kuliah Dasar Rias menyatakan bahwa pembelajaran Dasar Rias membutuhkan modul pembelajaran berbasis metakognisi untuk menunjang proses pembelajaran saat dalam ruang kelas maupun di luar ruangan kelas untuk memaksimallkan pemahaman mahasiswa mengenai materi koreksi wajah.
3. Hasil validasi ahli materi pembelajaran menunjukkan bahwa kualitas materi pembelajaran secara umum dinyatakan “Sangat Baik”
4. Hasil validasi ahli desain pembelajaran menunjukkan bahwa kualitas desain pembelajaran, kualitas desain susunan materi, kualitas sumber belajar, secara
umum dinyatakan “Sangat Baik”
5. Penilaian yang dilakukan 2 orang validasi ahli media terhadap kualitas teknis/tampilan berada pada kriteria “Sangat Baik”.
6. Tanggapan tiga orang mahasiswa pada uji coba perorangan di Jurusan PKK terhadap modul pembelajaran dari aspek kualitas materi pembelajaran dan secara keseluruhan dinyatakan dalam kriteria “Sangat Baik”.
7. Penilaian 9 orang mahasiswa pada aspek kualitas materi pelajaran untuk uji coba kelompok kecil di Jurusan PKK, Universitas Negeri Medan menunjukkan bahwa secara keseluruhan berada dalam kriteria “Sangat Baik” 8. Penilaian dari 32 orang mahasiswa pada aspek kualitas materi pelajaran untuk
uji coba lapangan di Jurusan PKK, Universitas Negeri Medan menunjukkan bahwa secara keseluruhan berada dalam kriteria “Sangat Baik”
9. Ahli materi menilai modul pembelajaran ini berdasarkan lima aspek yaitu kesesuaian materi pembelajaran, keakuratan materi pembelajaran, Materi pendukung pembelajaran , Teknik penyajian dan Kelengkapan penyajian
(36)
108 pembelajaran yang menunjukkan persentase rata-rata penilaian masing-masing 91,73% pada aspek kualitas materi kesesuaian materi pembelajaran, 93,33% pada aspek keakuratan materi pembelajaran, dan 92,00% pada aspek materi pendukung pembelajaran , 93,33% pada aspek Teknik penyajian dan 86.66% pada aspek kelengkapan penyajian termasuk kategori sangat baik secara keseluruhan, yang berarti modul pembelajaran dasar rias berbasis
metakognisi dapat memenuhi kebutuhan pembelajaran.
10.Penilaian ahli desain pembelajaran terhadap aspek kualiatas desain pembelajaran menunjukkan persentase rata-rata 86,60% termasuk kategori
“Sangat Baik” yang berarti penampilan fisik modul pembelajaran dasar rias
berbasis metakognisi mata berfungsi dengan baik untuk peningkatan motivasi belajar mahasiswa dan disajikan dengan desain semenarik mungkin sehingga memotivasi mahasiswa untuk belajar. Hal ini berarti media metakognisi yang telah dikembangkan memiliki tampilan yang menarik sehingga mampu menimbulkan rasa ketertarikan mahasiswa untuk melakukan pembelajaran.
11.Penilaian ahli media terhadap aspek teknis tampilan sampul menunjukkan persentase rata-rata 89.66% termasuk kategori “Sangat Baik” yang berarti tampilan pada modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi berfungsi dengan baik bagi mahasiswa dalam memberikan kemudahan dalam mendapatkan informasi yang diinginkan. Penilaian ahli media
pembelajaran terhadap aspek desain kulit modul menunjukkan skor rata-rata
93,33% termasuk kategori “Sangat Baik”, yang berarti cover modul
(37)
109 mampu menciptakan kondisi yang mampu memfasilitasi proses pembelajaran bagi mahasiswa.
12.Nilai rata-rata yang diperoleh saat melakukan uji coba perorangan kepada 3 orang mahasiswa di peroleh skor rata-rata sebesar 98.3%”. Berdasarkan hasil penilaian pada modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi pada uji coba perorangan tidak terdapat saran perbaikan.
13.Nilai rata-rata yang diperoleh saat melakukan uji coba kelompok kecil kepada 9 orang mahasiswa di peroleh skor rata-rata sebesar 94.17%”. Berdasarkan hasil penilaian pada modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi pada uji coba perorangan tidak terdapat saran perbaikan.
14.Nilai rata-rata yang diperoleh saat melakukan uji coba lapangan kepada 32 orang mahasiswa di peroleh skor rata-rata sebesar 92.00%”. Hasil penilaian terhadap modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi pada uji coba lapangan pada 32 orang mahasiswa Jurusan PKK, Universitas Negeri Medan menunjukkan bahwa produk yang dikembangkan sangat baik/layak digunakan
(38)
110 B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan dan temuan pada penelitian pengembangan modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi yang telah dilakukan, terlihat bahwa secara umum modul yang dikembangkan berada pada criteria yang layak untuk digunakan dan memiliki implikasi yang tinggi dibandingkan dengan metode ceramah yang selama ini digunakan .Adapun implikasi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisiakan memberikan sumbangan praktis terutama dalam pelaksanaan proses pembelajaran bagi dosen di mana modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi ini memberikan kemudahan dalam menyelenggarakan pembelajaran sehingga berdampak pada efektifitas proses pembelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan demikian modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi dosen dalam penyampaian materi koreksi wajah dan bidang materi tata rias lainnya dengan pertimbangan di mana mahasiswa memiliki ketertarikan dalam proses pembelajaran akan meningkatkan hasil belajarnya pula,
2. Penerapan modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi memerlukan kesiapan mahasiswa untuk melaksanakan pembelajaran dengan bahan ajar secara mandiri sehingga siswa akan dapat memperoleh hasil belajar yang maksimal, bila menerapkan modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisisecara maksimal pula,
3. Dengan menggunakan modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi mahasiswa diberi kesempatan untuk mengembangkan kreatifitasnya sebagai
(39)
111 usaha mendalami pada materi koreksi wajah yang diberikan. Pada saat mahasiswa mengalami masalah dalam pendalaman materi, mahasiswa dapat menggali informasi dari dosen pengampu mata kuliah di kelas sehingga mahasiswa dapat belajar dengan lebih efektif.
C. Saran
Berdasarkan hasil yang telah diuraikan pada simpulan serta implikasi hasil penelitian, berikut ini diajukan beberapa saran, yaitu:
1. Mengingat selama ini proses pembelajaran masih menggunakan bahan ajar diktat saja maka disarankan agar dapat menambahkan bahan ajar berupa modul pembelajaran ini sebagai salah satu bahan ajar pembelajaran yang digunakan untuk proses pembelajaran, sehingga kegiatan pembelajaran lebih bervariasi, menarik, dan tidak membosankan.
2. Kepada dosen agar kiranya memberikan motivasi kepada peserta didik untuk dapat belajar dengan menggunakan modul, karena peserta didik dapat belajar mandiri dengan menggunakan modul serta dapat menjawab soal tes secara mandiri juga
3. Dengan alasan keterbatasan waktu dan dana peneliti, sehingga masih banyak beberapa pengaruh-pengaruh yang belum terkontrol, maka masih perlu kiranya dilakukan penelitian lebih lanjut pada sampel yang lebih banyak dan luas.
(40)
112
DAFTAR PUSTAKA
Andiyanto dan Ayu Isni Karim (2003) The Make Over Rahasia Rias Wajah Sempurna, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Apsari, (1997). Tata Rias Dasar, Malang: IKIP Malang Depdikbud, (1999). Kurikulum SMK 1999 , Jakarta
Andi prastomo . (2011). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta : Diva Press
Bukit Masriam (2014). Strategi Dan Inovasi Pendidikan Kejuruan Dari Kompetensi Ke Kompetensi. Bandung : Alfabeta
Collins, N.D (1994) Metacognition and Reading to Learn . New York : ERIC Clearinghouse on information research Syracusa. NY
Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers Allin and Bacon, Inc. Boston
Desoete. A. L. 1998. Off-Line Metakognition In Children With Mathematics Learning Disabilities. Faculteit Psychologies en Pedagogische Wettenschappen.
Universiteit-Gent. Available.
Dharma, Surya. ( 2008). Penulisan Modul. Jakarta : Direktorat Tenaga Kependidikan, Dirjen PMPTK
Depdiknas. (2008) Teknik Penyusunan Modul . Jakarta : Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah , Departemen Pendidikan Nasional
http://lpmjogja.diknas.go.id/materi/fsb/2011-pembekalan pengawas, diunduh pada tanggal 5 Februari 2016
Dick, W. & Carey, L. 1996. The Systematics Design Of Instruction. New York : Longman Flavell, J. (1979). Metacognition and Cognitive Monitoring: A new Area of Cognitive Developmental Inquiry. American Psychologist, 34:906-911
Gagne, Robert M. (1998). Prinsip-Prinsip Belajar Untuk for Pengajaran (Essential of Learning F. (Terjemahan oleh Hanafi & Manan). Surabaya:Usaha Nasional
(41)
113
Gok, T. 2010. The General Assessment. Of Problem Solving Proscesses and
Metacognition in Physics Education. Eurasian Journal Of Physics and Chemistry Education 2(2):110-122, 2010
Herni Kusantati Dkk. (2006).Tata Kecantikan Kulit Jilid 1.Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional
Herni Kusantati Dkk. (2007). Tata Kecantikan Kulit Jilid 2 Jakarta : Depdiknas Herni Kusantati Dkk. (2008). Tata Kecantikan Kulit Jilid 3 Jakarta : Depdiknas Isnaini Muhammad (2015) Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika Berbasis Metakognisi Di Kelas XI IPA SMA NEGERI 1 SUNGGAL.
Pascasarjana Universitas Negeri Medan
Miarso Yusufhadi (2013). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kecana Prenadamedia
Mulbar, Usman. (2008). Metakognisi Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika. FMIPA. UNM Makasar
Mulyani Sumantri & Johar Permana. (1999). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Depdiknas
Nurul anifah (2011). Pengembangan Modul Pembelajaran Untuk Pencapaian Kompetensi Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pada Program Keahlian Tata Busana Di
SMK N 4 Surakarta. FT UNY
Nasution, S. (2008). Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara
Oemar Hamalik. (1993). Metode dan Kesulitan Belajar. Jakarta : Bumi Aksara Oemar Hamalik.(2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara
Pintrich, P. R. (2002). The Role of Metakognitive Knowledge In Learning, Teaching, Assesssin,Theory into Practice. VOL 41(4), 219-225
Program Studi Tata Rias (2009) Perawatan Muka dan Make – Up, Jakarta, FPTK IKIP Jakarta.
(42)
114 Gramedia Pustaka Utama
Rostamailis Dkk. Tata Kecantikan Rambut Jilid 1. Jakarta : Pusat Perbukuan Depdiknas Rudi Susilana (2008). Media Pembelajaran. Jakarta : PT.Rineka Cipta.
Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kegiatan Belajar Mengajar Yang Efektif Jakarta: Depdiknas, 2003.
Sanjaya, Wina. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Jakarta : Kencana, 2005
Simanjuntak, M. P. (2012). Pengembangan Model Pembelajaran Fisika Dasar Berbasis Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan Metakognisi dan Pemahaman Konsep Mahasiswa. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia - Tesis
Slameto. (2003). Belajar Dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta : PT Rineka Cipta
Sudjana. (2005). Belajar Metode Statistika. Bandung: Tarsito
Sugiyanto. (2009). Model – Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta : Yuma Pustaka’ Suharsimi Arikunto, (2002) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik . Jakarta :
PT. Rineka Cipta
Suharsimi Arikunto, dkk. (2005). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi aksara Sumantri, 2005, Perkembangan Peserta Didik , Jakarta, Universitas Terbuka
Tilaar Martha Puspita.(2009).Beauty Preneurship. Jakarta : Pendidikan dan Pelatihan Manajemen
(1)
109 mampu menciptakan kondisi yang mampu memfasilitasi proses pembelajaran bagi mahasiswa.
12.Nilai rata-rata yang diperoleh saat melakukan uji coba perorangan kepada 3 orang mahasiswa di peroleh skor rata-rata sebesar 98.3%”. Berdasarkan hasil penilaian pada modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi pada uji coba perorangan tidak terdapat saran perbaikan.
13.Nilai rata-rata yang diperoleh saat melakukan uji coba kelompok kecil kepada 9 orang mahasiswa di peroleh skor rata-rata sebesar 94.17%”. Berdasarkan hasil penilaian pada modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi pada uji coba perorangan tidak terdapat saran perbaikan.
14.Nilai rata-rata yang diperoleh saat melakukan uji coba lapangan kepada 32 orang mahasiswa di peroleh skor rata-rata sebesar 92.00%”. Hasil penilaian terhadap modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi pada uji coba lapangan pada 32 orang mahasiswa Jurusan PKK, Universitas Negeri Medan menunjukkan bahwa produk yang dikembangkan sangat baik/layak digunakan
(2)
110 B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan dan temuan pada penelitian pengembangan modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi yang telah dilakukan, terlihat bahwa secara umum modul yang dikembangkan berada pada criteria yang layak untuk digunakan dan memiliki implikasi yang tinggi dibandingkan dengan metode ceramah yang selama ini digunakan .Adapun implikasi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisiakan memberikan sumbangan praktis terutama dalam pelaksanaan proses pembelajaran bagi dosen di mana modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi ini memberikan kemudahan dalam menyelenggarakan pembelajaran sehingga berdampak pada efektifitas proses pembelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan demikian modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi dosen dalam penyampaian materi koreksi wajah dan bidang materi tata rias lainnya dengan pertimbangan di mana mahasiswa memiliki ketertarikan dalam proses pembelajaran akan meningkatkan hasil belajarnya pula,
2. Penerapan modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi memerlukan kesiapan mahasiswa untuk melaksanakan pembelajaran dengan bahan ajar secara mandiri sehingga siswa akan dapat memperoleh hasil belajar yang maksimal, bila menerapkan modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisisecara maksimal pula,
3. Dengan menggunakan modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi mahasiswa diberi kesempatan untuk mengembangkan kreatifitasnya sebagai
(3)
111 usaha mendalami pada materi koreksi wajah yang diberikan. Pada saat mahasiswa mengalami masalah dalam pendalaman materi, mahasiswa dapat menggali informasi dari dosen pengampu mata kuliah di kelas sehingga mahasiswa dapat belajar dengan lebih efektif.
C. Saran
Berdasarkan hasil yang telah diuraikan pada simpulan serta implikasi hasil penelitian, berikut ini diajukan beberapa saran, yaitu:
1. Mengingat selama ini proses pembelajaran masih menggunakan bahan ajar diktat saja maka disarankan agar dapat menambahkan bahan ajar berupa modul pembelajaran ini sebagai salah satu bahan ajar pembelajaran yang digunakan untuk proses pembelajaran, sehingga kegiatan pembelajaran lebih bervariasi, menarik, dan tidak membosankan.
2. Kepada dosen agar kiranya memberikan motivasi kepada peserta didik untuk dapat belajar dengan menggunakan modul, karena peserta didik dapat belajar mandiri dengan menggunakan modul serta dapat menjawab soal tes secara mandiri juga
3. Dengan alasan keterbatasan waktu dan dana peneliti, sehingga masih banyak beberapa pengaruh-pengaruh yang belum terkontrol, maka masih perlu kiranya dilakukan penelitian lebih lanjut pada sampel yang lebih banyak dan luas.
(4)
112
DAFTAR PUSTAKA
Andiyanto dan Ayu Isni Karim (2003) The Make Over Rahasia Rias Wajah Sempurna, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Apsari, (1997). Tata Rias Dasar, Malang: IKIP Malang Depdikbud, (1999). Kurikulum SMK 1999 , Jakarta
Andi prastomo . (2011). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta : Diva Press
Bukit Masriam (2014). Strategi Dan Inovasi Pendidikan Kejuruan Dari Kompetensi Ke Kompetensi. Bandung : Alfabeta
Collins, N.D (1994) Metacognition and Reading to Learn . New York : ERIC Clearinghouse on information research Syracusa. NY
Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers Allin and Bacon, Inc. Boston
Desoete. A. L. 1998. Off-Line Metakognition In Children With Mathematics Learning Disabilities. Faculteit Psychologies en Pedagogische Wettenschappen.
Universiteit-Gent. Available.
Dharma, Surya. ( 2008). Penulisan Modul. Jakarta : Direktorat Tenaga Kependidikan, Dirjen PMPTK
Depdiknas. (2008) Teknik Penyusunan Modul . Jakarta : Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah , Departemen Pendidikan Nasional
http://lpmjogja.diknas.go.id/materi/fsb/2011-pembekalan pengawas, diunduh pada tanggal 5 Februari 2016
Dick, W. & Carey, L. 1996. The Systematics Design Of Instruction. New York : Longman Flavell, J. (1979). Metacognition and Cognitive Monitoring: A new Area of Cognitive Developmental Inquiry. American Psychologist, 34:906-911
Gagne, Robert M. (1998). Prinsip-Prinsip Belajar Untuk for Pengajaran (Essential of Learning F. (Terjemahan oleh Hanafi & Manan). Surabaya:Usaha Nasional
(5)
113
Gok, T. 2010. The General Assessment. Of Problem Solving Proscesses and
Metacognition in Physics Education. Eurasian Journal Of Physics and Chemistry Education 2(2):110-122, 2010
Herni Kusantati Dkk. (2006).Tata Kecantikan Kulit Jilid 1.Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional
Herni Kusantati Dkk. (2007). Tata Kecantikan Kulit Jilid 2 Jakarta : Depdiknas Herni Kusantati Dkk. (2008). Tata Kecantikan Kulit Jilid 3 Jakarta : Depdiknas Isnaini Muhammad (2015) Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika Berbasis Metakognisi Di Kelas XI IPA SMA NEGERI 1 SUNGGAL.
Pascasarjana Universitas Negeri Medan
Miarso Yusufhadi (2013). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kecana Prenadamedia
Mulbar, Usman. (2008). Metakognisi Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika. FMIPA. UNM Makasar
Mulyani Sumantri & Johar Permana. (1999). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Depdiknas
Nurul anifah (2011). Pengembangan Modul Pembelajaran Untuk Pencapaian Kompetensi Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pada Program Keahlian Tata Busana Di
SMK N 4 Surakarta. FT UNY
Nasution, S. (2008). Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara
Oemar Hamalik. (1993). Metode dan Kesulitan Belajar. Jakarta : Bumi Aksara Oemar Hamalik.(2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara
Pintrich, P. R. (2002). The Role of Metakognitive Knowledge In Learning, Teaching, Assesssin,Theory into Practice. VOL 41(4), 219-225
Program Studi Tata Rias (2009) Perawatan Muka dan Make – Up, Jakarta, FPTK IKIP Jakarta.
(6)
114 Gramedia Pustaka Utama
Rostamailis Dkk. Tata Kecantikan Rambut Jilid 1. Jakarta : Pusat Perbukuan Depdiknas Rudi Susilana (2008). Media Pembelajaran. Jakarta : PT.Rineka Cipta.
Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kegiatan Belajar Mengajar Yang Efektif Jakarta: Depdiknas, 2003.
Sanjaya, Wina. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Jakarta : Kencana, 2005
Simanjuntak, M. P. (2012). Pengembangan Model Pembelajaran Fisika Dasar Berbasis Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan Metakognisi dan Pemahaman Konsep Mahasiswa. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia - Tesis
Slameto. (2003). Belajar Dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta : PT Rineka Cipta
Sudjana. (2005). Belajar Metode Statistika. Bandung: Tarsito
Sugiyanto. (2009). Model – Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta : Yuma Pustaka’ Suharsimi Arikunto, (2002) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik . Jakarta :
PT. Rineka Cipta
Suharsimi Arikunto, dkk. (2005). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi aksara Sumantri, 2005, Perkembangan Peserta Didik , Jakarta, Universitas Terbuka
Tilaar Martha Puspita.(2009).Beauty Preneurship. Jakarta : Pendidikan dan Pelatihan Manajemen