Kandungan Cu dalam Hati Ikan Analisis Histopatologi Ikan Nila

4.2.2 Kandungan Cu dalam Hati Ikan

Pengukuran Cu dalam hati ikan dilakukan pada semua perlakuan dan kontrol diakhir pemaparan dengan menggunakan metode AAS Atomic Absorption Spectrophotometry. Hasil pengukuran Cu dalam hati dapat dilihat dalam Tabel 4. Kontrol tidak dicemari dengan Cu, namun dari hasil analisis diperoleh adanya Cu pada hati ikan kontrol. Ini mengindikasikan bahwa sebelum diberikan perlakuan ikan telah tercemar oleh Cu, hal ini diperkuat dengan ditemukannya mineralisasi pada insang, dan ginjal ikan kontrol, hal ini sesuai dengan pernyataan Hinton dan Laurtn 1990 bahwa, kerusakan ginjal sebagai indikator terjadinya polusi lingkungan. Akumulasi Cu yang terjadi didalam hati ikan nila meningkat dengan menurunnya nilai pH. Tabel 4 Kandungan Cu dalam hati ikan Perlakuan Hasil AAS Akumulasi Cu Cu dalam hati mgL dalam hati mgL P 1 P 0,189 0,110 2 P 0,110 0,028 3 P 0,097 0,020 4 K 0,081 0,014 1 K 0,079 - 2 K 0,082 - 3 K 0,077 - 4 0,067 -

4.2.3 Analisis Histopatologi Ikan Nila

Pengukuran tingkat kerusakan jaringan pada organ insang, ginjal dan kulit dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Hasil pengamatan mikroskop terhadap kerusakan insang pada setiap perlakuan ditampilkan pada Gambar 1 dan gambaran jaringan insang normal disajikan dalam Gambar 2. Kerusakan ginjal ditampilkan pada Gambar 3 dan gambaran ginjal normal disajikan dalam Gambar 4. Sedangkan kerusakan pada kulit ditampilkan pada Gambar 5 dan Gambar 6 merupakan gambaran kulit ikan normal. Jaringan insang pada semua perlakuan mengalami kerusakan dengan tingkat kerusakan yang berbeda yaitu kerusakan terparah terjadi pada perlakuan P 1 , kemudian perlakuan P 2 , perlakuan P 4 dan terendah pada perlakuan P 3 dengan perubahan histologi insang pada ikan nila diperlihatkan pada Tabel 5. Bintik hitam atau coklat mineralisasi yang terjadi pada insang dan ginjal mengindikasikan adanya Cu. Adanya Cu menyebabkan tergantinya posisi Zn yang terdapat di dalam enzim karbonik anhidrase sehingga akan menghambat kerja dari enzim tersebut untuk mendehidrasi HCO 3 - menjadi CO 2 . Tingkat kerusakan insang yang terjadi pada perlakuan P 1 , P 2 , dan P 3 disebabkan karena adanya akumulasi logam berat Cu sedangkan pada perlakuan P 4 disebabkan karena adanya penurunan kualitas air berupa konsentrasi NH 3 yang telah melampaui ambang batas. Kerusakan ini disebabkan karena insang merupakan organ pertama tempat penyaringan air yang masuk ke dalam tubuh ikan, sehingga jika air di suatu perairan mengandung logam berat maka akan memberikan dampak pada jaringan organ insang tersebut. Terakumulasinya bahan pencemar Cu pada insang ikan, akan memberikan gangguan pada fungsi normal metaloenzim. Di dalam metaloenzim terdapat unsur mangan Mg sehingga jika metaloenzim disubsitusi oleh logam yang bukan semestinya, maka protein akan mengalami deformasi sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan katalitik enzim tersebut. Tabel 5 Perubahan histologi insang ikan nila Perlakuan Insang Keterangan P Mineralisasi, hiperplasia, 1 edema, fusi dan hemorage Mineralisasi : penumpukan mineral logam berat lainnya Hiperplasia : pembesaran akibat suatu penyakitpertumbuhan yang berlebihan pada suatu bagian tubuh Edema : pembendungan cairan Fusi : pertumbuhan sel yang tidak terkontrol Telangiektasis : pembendungan cairan pada ujung lamela sekunder membentuk bola Hemorage : pendarahan P Mineralisasi, edema, fusi 2 dan telangiektasis P Mineralisasi, fusi, telangiektasis 3 P Mineralisasi, hiperplasia, 4 edema dan hemorage K 1 - K Mineralisasi 4 P 1 K 1 P 2 K 2 P 3 K 3 P 4 K 4 Gambar 1 Gambaran jaringan insang pada akhir penelitian A Mineralisasi, B Hiperplasia, C Edema, D Fusi, E Telangiektasis, F Hemorage D A E C A B D F A A C E D A A C F A B A Pada organ insang yang masih normal susunan struktur dari lamela-lamela masih sangat teratur, baik lamela primer maupun lamela sekundernya, jaringan kartilago berisi pembuluh darah juga masih terlihat solid. Gambar 2 merupakan gambaran insang pada ikan normal. Gambar 2 Histologi insang ikan normal Organ ginjal pada ikan nila yang telah tercemar logam berat Cu menunjukkan adanya kelainan yang terjadi pada struktur sel ginjal. Kerusakan ginjal pada semua perlakuan menunjukkan tingkat kerusakan yang berbeda yaitu kerusakan terparah terjadi pada perlakuan P 1 , yang diikuti oleh perlakuan P 3 , perlakuan P 2 dan terendah pada perlakuan P 4 , dimana perubahan histologi ginjal diperlihatkan pada Tabel 6. Kerusakan yang terjadi pada perlakuan P 1 , P 2 , dan P 3 disebabkan karena adanya bahan pencemar Cu yang masuk dan terakumulasi dalam organ ginjal sehingga menyebabkan terganggunya fungsi imunitas sel. Hal ini diperkuat oleh Hinton and Laurtn 1990 yang menyatakan bahwa organ ginjal selain berfungsi sebagai organ osmoregulasi, juga berfungsi dalam imunitas sel. Selanjutnya dikatakan bahwa ginjal ikan menerima sebagian besar darah postbranchial, dan luka pada ginjal sebagai indikator polusi lingkungan. Perubahan histologi yang terjadi pada setiap perlakuan dapat dilihat secara jelas pada Tabel 6. Tabel 6 Perubahan histologi pada ginjal ikan nila Perlakuan Ginjal Keterangan P Mineralisasi, hemorage 1 Edema Mineralisasi : penumpukan mineral logam berat lainnya Hemorage : pendarahan Edema : pembendungan cairan P Mineralisasi, hemorage, edema 2 P Mineralisasi, hemorage, edema 3 P Mineralisasi dan hemorage 4 K 1 - K Mineralisasi dan hemorage 4 P 1 K 1 P 2 K 2 P 3 K 3 A C B B A C B A B A A B C A B P 4 K 4 A Mineralisasi, B Hemorage, C Edema Gambar 3 Gambaran jaringan ginjal pada akhir penelitian Gambar 4 Gambaran jaringan ginjal normal Hasil pengamatan mikroskop terhadap kerusakan yang dialami kulit ikan nila, menunjukkan bahwa pada semua perlakuan mengalami hemorage pendarahan dengan tingkatan yang berbeda, menurut urut-urutan P 1 P 2 P 4 P 3 . Kerusakan yang dialami disebabkan karena kulit merupakan jaringan tubuh yang langsung berhubungan dengan lingkungan luar sehingga ketika terjadi penurunan kualitas air akibat faktor eksternal pencemaran maupun faktor internal maka kulit akan menunjukkan perubahan-perubahannya baik struktur maupun warna. A B A B P 1 P 2 P 3 P 4 Gambar 5 Gambaran jaringan kulit ikan nila yang mengalami pendarahan. Gambar 6 Jaringan kulit ikan normal 4.2.4 Gambaran Darah Pengambilan sampel untuk gambaran darah dilakukan sebelum pemaparan dan sesudah pemaparan yaitu pada saat diperoleh mortalitas sebesar 50 pada salah satu perlakuan. Sampel darah diambil dengan menggunakan jarum suntik untuk diamati jumlah sel darah merah SDM, jumlah sel darah putih SDP, hematokrit Hct, hemoglobin Hb, dan diferensiasi leukosit berupa monosit, trombosit, netrofil, dan limposit. Tabel 7 Rata-rata SDM, SDP, Hct, dan Hb setiap perlakuan pada akhir penelitian Perlakuan Sel darah merah Sel darah putih Hematokrit Hemoglobin x10 6 selmm 3 x10 4 selmm 3 P P 1 P 2 P 3 0,44±0,23 4 0,51±0,13 a 1,32±0,11 a 1,41±0,15 b 2,96±0,26 b 3,57±0,20 a 5,77±1,51 b 5,36±1,51 c 8,69 ±1,46 c 10,12±2,07 a 14,07±4,31 a 21,98±5,80 ab 2,40±0,20 b 2,80±0,17 a 3,57±0,05 a 4,27±0,20 b c K K 1 K 2 K 3 1,27±0,12 4 1,63±0,12 1,49±0,12 1,88±0,07 5,42±0,20 6,03±0,20 5,76±0,20 5,65±0,20 15,66±3,14 20,54±5,16 23,27±2,07 26,16±6,71 3,50±0,52 4,70±0,45 4,97±0,23 5,10±1,75 Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata P0,05 Hasil penelitian Tabel 7 menunjukkan adanya perbedaan nyata semua parameter gambaran darah jumlah rata-rata SDM, SDP, Hct dan Hb antar perlakuan P0,05 dengan kecenderungan menurun dengan menurunnya pH media. Hal ini disebabkan karena adanya kerusakan jaringan ginjal dan insang ikan akibat akumulasi Cu. Amlacher 1970 menyatakan bahwa perubahan parameter darah merupakan suatu indikator adanya perubahan kondisi ikan, baik karena faktor infeksi maupun non infeksi misal perubahan lingkungankualitas air. Sesuai dengan pernyataan Wedemeyer dan Yasutake 1977, bahwa rendahnya jumlah SDM menandakan ikan menderita anemia dan kerusakan organ ginjal. Dellman dan Brown 1989 juga menyatakan, bahwa jumlah SDP yang menyimpang dari keadaan normal mempunyai arti klinis penting untuk evaluasi proses penyakit. Selanjutnya, Ogbulie dan Okposwasili 1999 menyatakan, bahwa kadar Hb ikan sehat lebih tinggi dibandingkan dengan ikan sakit, sedangkan menurut Gallaugher et al. 1995 nilai Hct yang lebih kecil dari 22 menunjukkan ikan mengalami anemia. Berdasarkan pernyataan ini maka dapat dikatakan bahwa ikan perlakuan mengalami anemia. Dengan menurunnya nilai pH menyebabkan peningkatan penyimpangan pada jumlah SDM, SDP, Hct, dan Hb dari jumlah yang seharusnya pada ikan sehat. Gambar 7 menunjukkan jumlah SDM, SDP, kadar Hct dan Hb berbagai perlakuan pada akhir penelitian. Gambar 7 Jumlah SDM, SDP, kadar Hct dan Hb pada berbagai perlakuan Hasil penelitian Tabel 8 menunjukkan ada perbedaan nyata antar perlakuan P0,05 pada semua parameter diferensiasi leukosit netrofil, trombosit, monosit dan limposit. Kadar netrofil, trombosit dan monosit pada ikan sehat lebih rendah dibandingkan dengan ikan perlakuan, hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi serangan mikroorganisme sehingga netrofil, trombosit dan monosit diproduksi dalam jumlah berlebih. Peningkatan jumlah netrofil, trombosit dan monosit disebabkan karena adanya luka atau infeksi pada jaringan tubuh ikan. Menurut Lagler et al. 1977. Netrofil berfungsi untuk melawan penyakit yang disebabkan oleh organisme mikroseluler seperti bakteri dan virus, dimana sifat melawan penyakit ini disebut fagositik yaitu memakan dan menghancurkan sel penyebab penyakit. Sedangkan trombosit berfungsi untuk pembekuan darah akibat adanya luka atau infeksi pada jaringan insang dan ginjal. Rastogi 1977 menyatakan bahwa, monosit yang 440000 510000 1330000 1410000 1570000 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000 1400000 1600000 1800000 p1 p2 p3 p4 N J UM L A H S DM se l m m 3 PERLAKUAN 29600 35750 57716 53566 57400 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 p1 p2 p3 p4 N J U M L A H S D P s e lm m 3 PERLAKUAN 8,69 10,12 14,07 21,98 25 5 10 15 20 25 30 p1 p2 p3 p4 N K AD AR H c t PERLAKUAN 2,40 2,80 3,57 4,27 7,10 1 2 3 4 5 6 7 8 p1 p2 p3 p4 N K AD AR H b PERLAKUAN berada dalam jaringan makrofag bekerja dengan sangat aktif apabila terjadi luka atau infeksi pada jaringan tubuh ikan, sel makrofag ini dapat bersatu dan membentuk sel raksasa yang dinamakan giant cell dengan tujuan memfagositosis antigen yang berukuran lebih besar. Penurunan jumlah limposit pada ikan perlakuan disebabkan karena adanya kerusakan jaringan ginjal sehingga mengurangi kemampuan ginjal untuk memproduksi limposit yang juga berperan sebagai antibodi. Perlakuan menunjukkan kecenderungan meningkatnya kadar netrofil, trombosit dan monosit dengan menurunnya nilai pH, sedangkan kadar limposit menunjukkan kecenderungan menurun dengan menurunnya nilai pH. Gambar 8 menunjukkan bentuk netrofil, trombosit , monosit dan limposit. Monosit Trombosit Limposit Netrofil Gambar 8 Bentuk sel darah dalam diferensiasi leukosit Tabel 8 Rata-rata diferensiasi leukosit setiap perlakuan pada akhir penelitian Perlakuan Diferensiasi Leukosit Netrofil Trombosit Monosit Limposit P P 1 P 2 P 3 10,67±1,53 4 a 8,67±1,00 ab 7,00±1,00 b 6,00±1,00 b 10,00±1,00 a 7,00±1,00 ab 6,33±1,53 b 6,00±1,00 b 24,00±0,58 a 18,00±1,00 b 16,00±1,00 b 14,67±1,00 b 53,33±1,53 a 66,33±0,58 b 70,67±1,53 73,33±1,53 bc c K K 1 2 K 3 K 4 5,67±1,53 4,67±1,53 4,33±0,58 4,33±1,00 6,67±0,58 4,67±0,58 3,67±1,53 3,33±1,53 15,33±1,53 13,00±1,53 11,00±1,53 11,00±1,00 72,33±1,53 77,66±1,53 81,00±0,58 81,34±1,53 Gambar 9 Kadar diferensiasi leukosit ikan nila pada akhir penelitian

4.2.5 Kelangsungan Hidup