Pengertian Persepsi. Peternak Melakukan Pemeliharaan pada Instalasi Biogas

89 DAFTAR PUSTAKA Aryanti.

2008. Pengertian Persepsi.

http:teori-psikologi.blogspot.com 200805pengertian-persepsi.html Azizi A, Nasution Z. 2008. Adopsi Teknologi Budidaya Ikan Kerapu Sistem Keramba Jaring Apung. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta. [4 November 2010] Baba S. 2008. Rekayasa Teknologi Biogas untuk diadopsi Peternak Sapi Potong di Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong. Universitas Hasanuddin. Makassar Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. 2007. Biogas untuk generator listrik skala rumah tangga. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 292. Bhatia R. 2002. Diffusion of renewable energy technologies in developing countries: a case study of biogas engines in India. Institute Of Economic Growth, Delhi, India. Enabling Future Energy Solutions. 418:1. Danim S. 2004. Motivasi, Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Rineka Ciptas. Jakarta. David. O. Sears, Jonathan L. Freedam dan L. Anne Peplau. 1985. Psikilogi Sosial. Jilid 1. Erlangga. Jakarta. Deptan. 2009. Program Bio Energi Pedesaan. http:www. Deptan.go.idhtml [23 Februari 2009]. Dinas Peternakan Kabupaten Enrekang. 2009. Populasi Sapi Perah. Enrekang, Sulawesi Selatan. Dinas Peternakan Kota Kendari. 2010. Pengaruh Media Cetak Brosur dalam Proses Adopsi dan Difusi Inovasi Beternak Ayam Broiler di Kota Kendari. httpwww. Googel.com. [4 november 2010]. Eirlangga. 2007. Energi Biru dari Kotoran Ternak. http:www.sampah sebagai biogas.comhtml [15 Desember 2008]. Engel J F, Blackwell R D, Miniard P W. 1994. Perilaku Konsumen. Binarupa Aksara, Jakarta. Fenny. A. 2009. Sikap Petani pada Program Community Development CD Sapi Sistem Bergulir dan Hubungannya dengan Karakterstik Sosial Ekonomi. httpwww. Googel.com. [ 4 November 2010] Hamalik O. 1999. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi aksara, Jakarta Hambali E, Mudjalipah S, Tambunan A H, Pattiwiri. A W, Hendroko R. 2007. Teknologi Bioenergi. Agro Media. Jakarta Selatan. Hanafi A. 1981. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Usaha Nasional Surabaya. 90 Haryati. 2006. Biogas : Limbah peternakan yang menjadi sumber energi alternatif. Wartazoa 163:167. Hasanuddin. 2005. Adopsi inovasi dalam kegiatan usaha tani pada beberapa spesifik sosial budaya petani di Provinsi Lampung. Agrijati 11:22 Hasumati. S, Ahlawat. S. 2010. Factors affecting perceptions of rural parents towards education of girl child in mehsana district-A gender analysis. International Research Journal. Hikmah, Maharani. Y. Kurniasari. N. 2008. Proses Difusi Teknologi Alat Tangkap Long Lina. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Ibrahim J B, Sudiyono A dan Harpowo. 2003. Komunikasi dan Penyuluhan Pertanian. Bayumedia Publishing. Malang. Irmawati, Jamila dan Baba S. 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adopsi Biogas di Sulawesi Selatan. Laporan Penelitian Kerjasama Balitbanda. Ittelkom. 2009. Pengambilan Keputusan Individual. http:mhd.blog.ittelkom.ac.id blogfiles200910BAB-2a.pdf. [4 desember 2009] Kaliky. R, Hidayat. N. 2003. Karakteristik Peternak Sapi Perah di Desa Kepuh Harjo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. httpwww.ntd.litbang.go.id. [5 November 2010] Kunthi. P. S. 2005. Persepsi Klien tentang Keefektifan Konselor dalam Melaksanakan Konseling Individual Ditinjau dari Tingkat Pendidikan, Pengalaman Kerja dan Gender Konselor di SMA Negeri se-kota Semarang Tahun Ajaran 20042005. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Kurnia A. 2002. Hubungan antara jaringan komunikasi dengan petani terhadap sub sistem usaha tani berbasis padi berorientasi agribisnis [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Lilis. N. 2010. Hubungan Antara Karakteristik Peternak dengan Persepsi Peternak Sapi Potong terhadap Inseminasi Buatan. httpwww.dosctoc.com. [7 November 2010] Maharani. Y. dan Hikmah. 2008. Faktor-Faktor Tingkap Penentu Adopsi Paket Teknologi Alat Tangkap Mini Purse Seine. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Managemen Consulting Courses. 2011. Perception dan Person Perception. http:managementconsultingcourses.comLesson33PerceptionPerson Perception.pdf [27 Januari 2011] Mei D. E. Kurniasari N. 2008. Adopsi Teknologi Bididaya Ikan Nila Sistem Keramba Jaring Pung. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta 91 Mei D. E. Muhartono. R, Gatut. N. B. 2008. Proses Adopsi dan Pola Difusi Teknologi Mini Purse Seine. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Mcclellan CD. 1961. David C Mcclellan Motivational Needs Theory. http:bussinessballs.comdavidmcclelland.htm [desember 2009] Muhidin S, Abdurrahman M. 2007. Analisis Korelasi Regresi dan Jalur dalam Penelitian. Pustaka Setia, Bandung. Mulyadi. 2007. Pengadopsian inovasi pertanian suku pedalaman arfak [disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Mursidi, Hikmah, dan Zahri Nasution. 2008. Adopsi Teknologi Budidaya Udang Windu. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Nandiyanto dan Rumi F. 2006. Biogas Sebagai Peluang Pengembangan Energi Alternatif. http:www.energi alternatif.comhtml. [23 Februari 2009] Ramdhani. 2009. Sikap dan Beberapa Definisi untuk Memahaminya. http:www.google.comdefinisipdf. [Januari 2009]. Robbins P.S 1996. Perilaku Organisasi, Jakarta. PT Prenhallindo. Robbins. R. Stephen. 2001. Perilaku Organisasi. Prentice Hall, 2001, Jilid 1 Bab5. http:yasinta.wordpress.com20080904persepsi-dan- pengambilan-keputusan-individual[4 November 2010] Rogers M E. 2003. Diffusion of Innovation. Free Press. New York London Toronto. Said S. 2007. Membuat Biogas dari Kotoran Hewan. Bentara Cipta Prima. Jakarta Seribulan. 2003. Persepsi dan sikap siswa smu 69 pulau pramuka terhadap pelestarian pemanfaatan ekosistem sumber daya pesisir dan laut [tesis]. Bogor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Setiadin. H. 2005. Faktor-faktor yang mempengaruhi anggota kelompok tani dalam berusaha tani: kasus usaha tani ikan air tawar di desa purwasari. kec. dramaga, kab. bogor [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Setiawan A I. 2007. Pemanfaatan Kotoran Ternak. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarata. Sevilla C.G. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta. Universitas Indonesia Press. Siddiq M. 2009. Hukum Biogas. http:www. Hukum Biogas.comhtml. [26 februari 2009] Simamora S, Salundik, Sri S, Surajuddin. 2006. Membuat Biogas Pengganti Bahan Bakar Minyak dan Gas dari Kotoran Ternak. AgroMedia Pustaka, Jakarta. Soejitno. 1982. Pengatar Penyuluhan Pertanian. Penerbit Hapsara. Surakarta 92 Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. PT. Rajagrafindo Persada Soekanto S. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. CV. Rajawali Jakarta. Sri. U. R. 2008. Psikologi Umum. Bab 1. httpwww. Google.com sikap Attitude. [4 November 2010] Sri. W. 2009. Biogas. Penebar Swadaya. Jakarta. Subagyo, Rusidi, dan Sekarningsih R. 2005. Kajian faktor-faktor sosial yang berpengaruh terhadap adopsi inovasi usaha perikanan laut di Desa Pantai Selatan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 182:313. Suhardiyono. 1992. Hubungan Karakteristik Soaial Ekonomi Petani dengan Sikap terhadap Ragam Metode Penyuluhan di Delanggu Kabupaten Klaten. http:eone87.wordpress.com20100402. [11 November 2010] Suharyanto, Destialisma, Parwati I. A. 2002. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi Tabela. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Bali. Suradisastra. K, Sejati. W.K dan Supriyatna. Y. 2007. Potensi dan Kendala Adopsi Teknologi Pertanian pada Masyarakat Peladang Berpindah. Pusat Penelitian Sosial Eonomi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Syafruddin. 2003. Pengaruh Media Cetak Brosur dalam Proses Adopsi dan Difusi Inovasi Beternak Ayam Broiler di Kota Kendari. Universitas Gdajah Mada. Yogyakarta. Http:www.damandiri.or.iddetail.php. [8 November 2010] Syifaunindra. 2009. Biogas Sebagai Bahan Bakar Alternatif Asal Ternak. http:www.biogas sebagai bahan bakar alternatif asal ternak [25 mei 2008] Totok M. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press. Surakarta. ___________ 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. UNS Press, Surakarta. Van Den Ban A W dan Hawkins H S. 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakata. Mugisha. J. Drake. 2009. Biogas energy from family-sized digesters in Uganda: critical factors and policy implications. enabling future energy solutions. Enabling Future Energy Solutions 737:6-8. Widiyanta. 2002. Sikap Terhadap Lingkungan Alam. Fakultas Kedokteran, Program Studi Psikologi, Universitas Sumatera Utara. http:www.google.compsiko-aripdfdigitized by USU digital library. [Januari 2009] 93 Wikipedia. 2010. Pengertian Persepsi. file:www.google.comD:coba persepsiwekipedia20persepsi.htm. [5 November 2010] Winarni, 2001. Hubungan Karakteristik Soaial Ekonomi Petani dengan Sikap terhadap Ragam Metode Penyuluhan Di Delanggu Kabupaten Klaten. httpwww.google.com [4 November 2010] Yunasaf U. 2008. Dinamika kelompok peternak sapi perah dan keberdayaan anggotanya di kabupaten bandung. [disertsi]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Zainun B. 1989. Manajemen dan Motivasi. Balai Aksara. Jakarta. 95 Lampiran 1. Distribusi peternak sapi perah yang menggunakan teknologi biogas berdasarkan karakteristik peternak Variabel Kategori Umur Muda 33,33 Sedang 35,90 Tua 30,77 Pendidikan Rendah 35.90 Sedang 53,85 Tinggi 10,26 Pendapatan Rendah 35,90 Sedang 33,33 Tinggi 30,77 Pengalaman Krg. Berpengalaman 35,90 Cukup 35,90 Berpengalaman 28,21 Jml. Ternak Sedikit 33,33 Sedang 33,33 Banyak 33,33 Jml. Keluarga Sedikit 43,59 Sedang 25,64 Banyak 30,77 Partisipasi Rendah 56,41 Sedang 17,95 Tinggi 25,64 Kntk. Penyuluh Rendah 46,15 Sedang 23,08 Tinggi 30,77 Jarak Dekat 35,90 Sedang 38,46 Jauh 25,64 Info Tidak Pernah 74,36 Pernah 25,64 Lama Tahu Baru 43,6 Sedang 28,2 Lama 28,2 Motivasi Rendah 35,90 Sedang 33,33 Tinggi 30,77 Persepsi Rendah 33,33 Sedang 35,90 Tinggi 30,77 Sikap Rendah 38,46 Sedang 30,77 Tinggi 30,77 Penggunaan Rendah 35,90 Sedang 33,33 Tinggi 30,77 96 Lampiran 2. Tabel Korelasi Va ria b e l umur pendidikan pendapatan pengalaman jml. ternak jml. keluarga partisipasi kntk. penyuluh jarak info dari.tahu. guna motivasi Persepsi sikap adopsi Umur 1 -.216 -.329 .077 .349 .256 -.069 .118 -.124 .091 .145 .299 -.014 .066 .088 Pendidikan 1 -.329 .214 -.176 -.057 -.233 -.045 -.026 .104 -.100 .101 .024 .203 .254 .208 Pendapatan -.216 .214 1 -.044 -.164 .706 .159 .173 -.048 -.175 -.007 -.075 .268 .099 .117 Pengalaman -.176 .349 -.044 1 .209 .194 .109 .042 -.076 -.083 -.026 .233 .147 .054 -.168 jml.ternak -.077 -.057 .209 .706 1 .047 .210 .238 -.035 -.179 .014 -.005 .134 -.074 -.073 jml.keluarga .256 -.233 -.164 .194 .047 1 .261 -.070 .208 .064 -.017 -.117 -.262 -.257 -.246 Partisipasi -.069 -.045 .159 .109 .210 .261 1 -.031 .577 .077 -.072 .010 -.125 -.141 .015 kntk.penyuluh .118 -.026 .173 .042 .238 -.070 1 .577 -.029 .226 -.172 .117 .024 -.095 -.062 Jarak -.124 .104 -.048 -.076 -.035 .208 -.031 -.029 1 .036 .627 .080 -.320 .004 -.232 Info .091 -.100 -.175 -.083 -.179 .064 .077 .226 1 .627 -.233 -.095 -.112 -.109 -.243 dari.tahu.guna .145 .101 -.007 -.026 .014 -.017 -.072 -.172 .036 -.233 1 -.143 .104 .256 .309 Motivasi .299 .024 -.075 .233 -.005 -.117 .010 .117 -.095 -.320 -.143 1 0.421 .049 .367 Persepsi -.014 .203 .268 .147 .134 -.262 -.125 .024 .080 -.112 .104 0.421 1 0.861 -0.09 Sikap .066 .254 .099 .054 -.074 -.257 -.141 -.095 .004 -.109 .256 0.861 .367 1 .050 Adopsi .088 .208 .117 -.168 -.073 -.246 .015 -.062 -.232 -.243 .309 .049 -0.091 .050 1 97 Lampiran 3. Korelasi Karakteristik Peternak pada Persepsi Peternak Hasil Perhitungan Rxx Va ria b e l umur pendidikan pendapatan pengalaman jml.ternak jml.keluarga partisipasi kntk.penyuluh jarak info dari.tahu.guna motivasi Umur 1.871 0.367 0.267 -0.395 -0.361 -0.624 0.683 -0.495 0.593 -0.627 -0.574 -0.431 pendidikan 1.385 0.415 -0.465 0.024 0.423 0.108 0.089 -0.154 - 0.393 0.294 -0.186 -0.290 pendapatan -0.189 -0.572 2.566 0.364 0.474 -1.888 -0.326 0.201 0.021 0.113 0.218 0.252 pengalaman 0.034 -0.494 0.230 1.332 -0.355 0.018 -0.265 0.186 - 0.195 0.256 0.163 -0.180 jml.ternak 0.373 0.563 -0.531 -1.855 2.579 -0.384 0.242 -0.563 - 0.246 0.339 -0.196 -0.183 jml.keluarga -0.699 0.146 0.273 -0.012 -0.112 1.680 -0.878 0.597 - 0.666 0.444 0.318 0.239 partisipasi 0.715 0.040 -0.116 -0.222 -0.045 -0.861 2.073 0.413 -1.268 -0.258 -0.282 -0.079 kntk.penyuluh -0.630 -0.135 0.028 0.177 -0.332 0.622 2.070 -1.309 0.056 -0.366 0.301 0.022 Jarak 0.488 -0.455 0.177 -0.133 -0.467 -0.607 0.365 0.126 2.501 -0.437 -1.805 0.384 Info -0.491 0.363 -0.047 0.185 0.568 0.374 -0.198 -0.447 2.543 -1.798 0.595 -0.056 dari.tahu.guna -0.599 -0.144 0.043 0.127 0.044 0.303 -0.281 0.266 - 0.477 0.645 1.340 0.264 motivasi -0.458 -0.260 0.119 -0.205 -0.001 0.231 -0.082 -0.002 -0.016 0.351 0.267 1.377 98 Nilai R persepsi.x Va ria b e l umur pendidikan pendapatan pengalaman jml.ternak jml.keluarga partisipasi kntk.penyuluh jarak info dari.tahu.guna motivasi Persepsi -.014 .203 .268 .147 .134 -.262 -.125 .024 .080 -.112 .104 0.421 Hasil Perhitungan Rpersepsi,x . Rxx Va ria b e l umur pendidikan pendapatan pengalaman jml.ternak jml.keluarga partisipasi kntk.penyuluh jarak info dari.tahu.guna motivasi Persepsi -.098 -.043 .391 .163 -.191 -.170 -.158 .120 .479 -.280 .136 0.555 Nilai R x,persepsi Va ria b e l Persepsi umur -.014 Hasil Perhitungan: pendidikan .203 pendapatan .268 R2 = 0.48 pengalaman .147 jml.ternak .134 jml.keluarga -.262 Hasil Perhitungan: partisipasi -.125 kntk.penyuluh .024 R = 0.69 jarak .080 info -.112 dari.tahu.guna .104 motivasi 0.421 99 Lampiran 4. Korelasi Karakteristik Peternak pada Sikap Peternak Hasil Perhitungan Rxx Va ria b e l umur pendidikan pendapatan pengalaman jml.ternak jml.keluarga partisipasi kntk.penyuluh jarak info dari.tahu.guna motivasi Umur 1.871 0.367 0.267 -0.395 -0.361 -0.624 0.683 -0.495 0.593 - 0.627 -0.574 -0.431 pendidikan 1.385 0.415 -0.465 0.024 0.423 0.108 0.089 -0.154 - 0.393 0.294 -0.186 -0.290 pendapatan -0.189 -0.572 2.566 0.364 0.474 -1.888 -0.326 0.201 0.021 0.113 0.218 0.252 pengalaman 0.034 -0.494 0.230 1.332 -0.355 0.018 -0.265 0.186 - 0.195 0.256 0.163 -0.180 jml.ternak 0.373 0.563 -0.531 -1.855 2.579 -0.384 0.242 -0.563 - 0.246 0.339 -0.196 -0.183 jml.keluarga -0.699 0.146 0.273 -0.012 -0.112 1.680 -0.878 0.597 - 0.666 0.444 0.318 0.239 partisipasi 0.715 0.040 -0.116 -0.222 -0.045 -0.861 2.073 0.413 -1.268 - 0.258 -0.282 -0.079 kntk.penyuluh -0.630 -0.135 0.028 0.177 -0.332 0.622 2.070 -1.309 0.056 - 0.366 0.301 0.022 Jarak 0.488 -0.455 0.177 -0.133 -0.467 -0.607 0.365 0.126 2.501 -0.437 -1.805 0.384 Info -0.491 0.363 -0.047 0.185 0.568 0.374 -0.198 -0.447 2.543 -1.798 0.595 -0.056 dari.tahu.guna -0.599 -0.144 0.043 0.127 0.044 0.303 -0.281 0.266 - 0.477 0.645 1.340 0.264 motivasi -0.458 -0.260 0.119 -0.205 -0.001 0.231 -0.082 -0.002 - 0.016 0.351 0.267 1.377 100 Nilai R sikap .x Va ria b e l Umur pendidikan pendapatan pengalaman jml.ternak jml.keluarga partisipasi kntk.penyuluh jarak info dari.tahu.guna motivasi Sikap .066 .254 .099 .054 -.074 -.257 -.141 -.095 .004 -.109 .256 .367 Hasil Perhitungan Rsikap,x . Rxx Va ria b e l Umur pendidikan pendapatan pengalaman jml.ternak jml.keluarga partisipasi kntk.penyuluh jarak info dari.tahu.guna motivasi Sikap .028 .069 .314 .084 -.301 -.187 -.019 -.055 .268 -.134 .263 0.455 Nilai R x,sikap Va ria b e l Sikap Umur .066 Hasil Perhitungan: pendidikan .254 pendapatan .099 R2 = 0.38 pengalaman .054 jml.ternak -.074 jml.keluarga -.257 Hasil Perhitungan: partisipasi -.141 kntk.penyuluh -.095 R = 0.618 Jarak .004 Info -.109 dari.tahu.guna .256 Motivasi .367 101 Lampiran 5. Korelasi Karakteristik Peternak pada Adopsi Peternak Hasil Perhitungan Rxx Va ria b e l Umur pendidikan pendapatan pengalaman jml.ternak jml.keluarga partisipasi kntk.penyuluh jarak info dari.tahu.guna Motivasi Umur 1.871 0.367 0.267 -0.395 -0.361 -0.624 0.683 -0.495 0.593 -0.627 -0.574 -0.431 pendidikan 1.385 0.415 -0.465 0.024 0.423 0.108 0.089 -0.154 - 0.393 0.294 -0.186 -0.290 pendapatan -0.189 -0.572 2.566 0.364 0.474 -1.888 -0.326 0.201 0.021 0.113 0.218 0.252 pengalaman 0.034 -0.494 0.230 1.332 -0.355 0.018 -0.265 0.186 - 0.195 0.256 0.163 -0.180 jml.ternak 0.373 0.563 -0.531 -1.855 2.579 -0.384 0.242 -0.563 - 0.246 0.339 -0.196 -0.183 jml.keluarga -0.699 0.146 0.273 -0.012 -0.112 1.680 -0.878 0.597 - 0.666 0.444 0.318 0.239 partisipasi 0.715 0.040 -0.116 -0.222 -0.045 -0.861 2.073 0.413 -1.268 -0.258 -0.282 -0.079 kntk.penyuluh -0.630 -0.135 0.028 0.177 -0.332 0.622 2.070 -1.309 0.056 -0.366 0.301 0.022 Jarak 0.488 -0.455 0.177 -0.133 -0.467 -0.607 0.365 0.126 2.501 -0.437 -1.805 0.384 Info -0.491 0.363 -0.047 0.185 0.568 0.374 -0.198 -0.447 2.543 -1.798 0.595 -0.056 dari.tahu.guna -0.599 -0.144 0.043 0.127 0.044 0.303 -0.281 0.266 - 0.477 0.645 1.340 0.264 motivasi -0.458 -0.260 0.119 -0.205 -0.001 0.231 -0.082 -0.002 -0.016 0.351 0.267 1.377 102 Nilai R y x Va ria b e l Umur pendidikan pendapatan pengalaman jml.ternak jml.keluarga partisipasi kntk.penyuluh jarak info dari.tahu.guna motivasi Adopsi .088 .208 .117 -.168 -.073 -.246 .015 -.062 -.232 -.243 .309 .049 Hasil Perhitungan Ryx . Rxx Va ria b e l Umur pendidikan pendapatan pengalaman jml.ternak jml.keluarga partisipasi kntk.penyuluh jarak info dari.tahu.guna motivasi Adopsi .306 .131 .251 -.166 -.264 -.263 .269 -.176 -.083 -.141 .206 -0.013 Nilai R x,y Va ria b e l adopsi Umur .088 Hasil Perhitungan: Pendidikan .208 Pendapatan .117 R2 = 0.32 Pengalaman -.168 jml.ternak -.073 jml.keluarga -.246 Hasil Perhitungan: Partisipasi .015 kntk.penyuluh -.062 R = 0.571 Jarak -.232 Info -.243 dari.tahu.guna .309 Motivasi .049 103 Lampiran 6. Korelasi karakteristik, Persepsi dan Sikap Peternak pada Adopsi Peternak Hasil Perhitungan : Rxx Va ria b e l Umur pendidikan pendapatan pengalaman jml.ternak jml. keluarga partisipasi kntk. penyuluh jarak info dari.tahu. guna motivasi Persepsi sikap Umur 1.99 0.291 0.373 -0.496 -0.436 -0.638 0.815 -0.660 0.391 -0.488 -0.456 -0.530 0.944 -0.93 Pendidikan 1.475 0.52 -0.534 -0.042 0.340 0.098 0.202 -0.295 -0.570 0.414 -0.087 -0.381 0.812 -0.79 Pendapatan -0.34 -0.671 2.908 0.534 0.355 -1.968 -0.528 0.396 0.509 -0.185 0.245 0.733 -1.350 0.59 Pengalaman -0.038 -0.59 0.374 1.417 -0.345 -0.017 -0.381 0.312 0.043 0.105 0.129 0.018 -0.799 0.54 jml.ternak 0.36 0.536 -0.571 -1.999 2.711 -0.300 0.255 -0.544 -0.374 0.405 -0.310 -0.391 0.034 0.41 jml.keluarga -0.70 0.133 0.144 -0.053 -0.010 1.749 -0.855 0.597 -0.793 0.513 0.232 0.054 0.118 0.26 Partisipasi 0.85 0.150 -0.265 -0.327 -0.105 -0.842 2.231 0.126 -1.451 -0.070 -0.194 -0.282 1.105 -0.90 kntk.penyuluh -0.79 -0.273 0.169 0.291 -0.227 0.620 2.291 -1.493 0.366 -0.573 0.168 0.211 -1.303 1.18 Jarak 0.26 -0.624 0.614 0.103 -0.510 -0.738 0.064 0.436 3.171 -0.465 -2.222 -2.044 0.993 1.16 Info -0.34 0.479 -0.318 0.034 0.579 0.450 0.000 -0.655 2.811 -2.225 0.629 -0.433 1.353 -0.82 dari.tahu.guna -0.53 -0.068 0.091 0.110 -0.095 0.242 -0.215 0.162 -0.510 0.681 1.478 0.340 0.506 -0.78 Motivasi -0.62 -0.359 0.552 -0.002 -0.140 0.067 -0.310 0.206 -0.371 0.940 0.341 1.988 -1.504 0.49 Persepsi 0.90 0.734 -1.059 -0.718 -0.361 0.160 1.069 -1.225 - 1.989 1.292 0.550 -1.449 7.468 -5.94 Sikap -0.75 -0.689 0.324 0.429 0.773 0.178 -0.810 1.052 1.129 -0.798 -0.860 -5.871 0.402 6.29 104 Nilai Ryx Va ria b e l Umur pendidikan Pendapatan pengalaman jml.ternak jml.keluarga partisipasi kntk.penyuluh jarak info dari.tahu.guna motivasi Persepsi sikap adopsi .088 .208 .117 -.168 -.073 -.246 .015 -.062 -.232 -.243 .309 .049 -0.091 .050 Hasil Perhitungan Ryx . Rxx Va ria b e l Umur pendidikan Pendapatan pengalaman jml.ternak jml.keluarga partisipasi kntk.penyuluh jarak info dari.tahu.guna motivasi Persepsi Sikap adopsi 0.258 13 0.10311923 0.389880953 -0.10246467 -0.3141526 -0.31730198 0.19956816 -0.11455 0.1023 - 0.251 0.23528 0.18376 -0.45316 0.121 Nilai R x,y Va ria b e l penggunaan umur 0.088 Hasil Perhitungan: pendidikan .208 pendapatan .117 R2 = 0.38 pengalaman -.168 jml.ternak -.073 jml.keluarga -.246 Hasil Perhitungan: partisipasi .015 kntk.penyuluh -.062 R = 0.62 jarak -.232 info -.243 dari.tahu.gun a .309 motivasi .049 Persepsi -0.091 sikap .050 ABSTRACT YUSRIADI. I 351080061. Factors Associated with Adoption of Biogas Technology by Dairy Farmer in Enrekang Regency, South Sulawesi. Under the direction of AMRI JAHI, RICHARD W.E. LUMINTANG DAN SUHUT SIMAMORA This study analysed factors associated with adoption of biogas technology amongst dairy farmers. There were 39 dairy cattle farmers in Enrekang Regency, South Sulawesi that had adopted tha biogas technology as research samples. Data were analysed by multiple correlation procedure using the excel 2007 program. Research results showed that factors related to adoption of biogas technology were age, education, income, experience, number of livestocks owned, number of family, contact with famers, contact with extension agent, the distance of digester the kitchen, ability to obtains information, time has of first knowing the biogas to adoption, farmers motivation, perception, and attitudes. The multiple correlation coefficeants of famers characteristics to their perception, attitudes, and adoption were 0.69, 0.61, 0.57 respectively. Coefficeants of determination of the farmers characteristics, perceptions and attitudes on the adoption of biogas technology was 0,38. Key words: dairy farmer, adoption biogas technology 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hasil utama dari usaha peternakan sapi perah yaitu susu dan anakan, di samping juga dihasilkan feses dan urin yang kontinu setiap hari. Pendapatan utama peternak diperoleh dari hasil pengolahan susu dan penjualan anakan. Sebagai pendapatan sampingan, feses yang dihasilkan setiap hari diolah menjadi pupuk organik. Selain itu, untuk memanfaatkan feses tersebut digunakan teknologi biogas yang dapat mengurai feses ternak menjadi gas. Teknologi biogas ialah teknologi tepat guna yang mudah digunakan oleh masyarakat dan dipraktekkan, termasuk membangun ruang instalasi kedap udara tempat penguraian bahan-bahan organik kotoran ternak. Kabupaten Enrekang merupakan salah satu sentra sapi perah di Sulawesi Selatan. Ternak perah sudah ada sejak lama di Kabupaten Enrekang. Ternak perah sangat cepat berkembang, karena Kabupaten Enrekang merupakan daerah pegunungan dan memiliki lahan yang luas untuk menanam pakan ternak. Selain itu, salah satu makanan khas masyarakat di Kabupaten Enrekang berbahan dasar susu yaitu dangke. Populasi ternak perah di Kabupaten Enrekang sebanyak 1100 ekor yang tersebar di beberapa Kecamatan. Jika satu ekor sapi perah menghasilkan feses antara 25 – 35 kghari, maka jumlah feses yang dihasilkan seluruh ternak perah setiap hari di Kabupaten Enrekang mencapai 27,5 – 37,5 tonhari. Jumlah tersebut akan bertambah terus mengingat populasi sapi perah di Kabupaten Enrekang semakin besar. Satu kilogram kotoran ternak dapat menghasilkan 60 liter biogas. Oleh karen itu, jika semua feses ternak sapi perah yang dihasilkan setiap hari di Kabupaten Enrekang diolah menjadi biogas, maka akan diperoleh kurang lebih 1.650.000 liter biogas atau 1.650 m 3 biogashari. Memasak selama satu jam membutuhkan kurang lebih 500 liter biogas, jadi potensi feses tersebut dapat digunakan memasak selama 3300 jam dan jika setiap keluarga memasak selama 2 tiga sampai empat jamhari, maka potensi biogas itu dapat digunakan oleh 1100 keluargahari. Feses ternak perah yang diolah dengan benar akan memberikan keuntungan bagi peternak. Contohnya, pengolahan feses menjadi pupuk organik dan pemanfaatan feses untuk biogas. Teknologi biogas merupakan teknologi yang memanfaatkan feses ternak menjadi gas. Gas hasil biogas terbentuk dari proses fermentasi feses ternak yang dicampur dengan air dan disimpan pada kondisi kedap udara. Gas yang dihasilkan dapat terbakar sehingga cocok digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak. Feses ternak jika dibiarkan menumpuk akan menimbulkan banyak masalah seperti; bau yang tidak sedap, sumber penyakit, dan jika dibuang ke sungai akan menimbulkan pencemaran lingkungan, serta membuat lingkungan sekitar kandang menjadi kotor. Pemerintah mencoba memperkenalkan teknologi biogas untuk membantu peternak dalam mengolah limbah peternakan. Biogas merupakan teknologi sederhana yang sudah ada sejak lama dan digunakan untuk memfermentasikan feses menjadi gas. Di Indonesia, biogas sudah ada sejak 1970-an. Beberapa kelebihan jika menggunakan teknologi biogas dibanding menggunakan minyak tanah, LPG, atau kayu bakar, diantaranya mengubah feses menjadi energi, mengurangi pencemaran lingkungan, menjaga kesehatan masyarakat yang ada di sekitar peternakan, pembuatannya relatif mudah, biaya relatif murah, alat-alat dan bahan dasarnya mudah diperoleh, mengurangi pengeluaran rumah tangga dan limbah biogas dapat digunakan sebagai pupuk cair dan pupuk padat. Di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan, ada sekitar 242 orang yang mengelola usaha peternakan sapi perah. Semua tersebar di beberapa kecamatan. Kepemilikan rata-rata sapi perah di Kabupaten Enrekang antara 2 – 10 ekor. Feses yang dihasilkan oleh dua ekor dapat menghasilkan biogas untuk memasak kebutuhan sebuah keluarga. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan peternak dalam menggunakan teknologi biogas, menjadi kendala yang menghambat diadopsinya biogas di kalangan peternak sapi perah di Kabupaten Enrekang. 3 Masalah Penelitian Biogas merupakan teknologi lama yang telah banyak dikembangkan di Kabupaten Enrekang. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan peternak tentang teknologi biogas menjadi salah satu faktor penyebab teknologi ini belum berkembang. Rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: 1. Faktor apakah yang berhubungan dengan adopsi peternak sapi perah tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan? 2. Seberapa besar hubungan karakteristik peternak dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan? 3. Seberapa besar hubungan karakteristik peternak dengan sikap peternak tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan? 4. Seberapa besar hubungan karakteristik peternak dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan? 5. Seberapa besar hubungan karakteristik peternak dengan persepsi, sikap dan adopsi peternak tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan? Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa alasan untuk menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi teknologi biogas di kalangan peternak sapi perah. Adopsi merupakan proses pengambilan keputusan yang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi peternak sapi perah tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. 2. Menentukan hubungan karakteristik peternak dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. 3. Menentukan hubungan karakteristik peternak dengan sikap peternak pada teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. 4 4. Menentukan hubungan karakteristik peternak dengan adopsi teknologi oleh peternak tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. 5. Menentukan hubungan bersama karakteristik, persepsi dan sikap peternak dengan adopsi teknologi biogas peternak di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan informasi kepada orang lain terutama dinas-dinas atau instansi pemerintahan terutama yang ada di Kabupaten Enrekang dan Sulawesi Selatan umumnya. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai: 1. Bahan informasi dalam pengembangan teknologi biogas, sehingga dalam pengembangannya dapat diketahui faktor-faktor yang selama ini mempengaruhi peternak sapi perah dalam mengadopsi teknologi Biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan 2. Bahan masukan kepada pihak yang terkait, khususnya Dinas Peternakan dan Pertanian serta Dinas Pertambangan yang selama ini membantu peternak dalam pemanfaatan limbah ternak. Sehingga feses yang selama ini tidak dimanfaatkan dapat memberikan nilai tambah bagi peternak sapi perah. 3. Bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya, sehingga biogas tidak hanya memanfaatkan feses ternak, tetapi juga memanfaatkan limbah rumah tangga dan pertanian untuk biogas, khususnya di Kabupaten Enrekang dan Sulawesi Selatan pada umunya. 5 Definisi Istilah Definisi istilah di bawah untuk memberikan suatu batasan tentang konsep yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini diharapkan untuk menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi teknologi biogas oleh peternak sapi perah di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Faktor tersebut ialah sebagai berikut: Karakteristik peternak X1 Karakteristik peternak ialah bagian dari individu peternak yang mendasari tingkah laku peternak, faktor ini terdiri dari: 1. Umur adalah jumlah tahun yang dihitung sejak peternak lahir sampai ke tahun terdekat pada saat pengamatan dilakukan. 2. Pendidikan adalah jumlah tahun pendidikan yang ditempuh peternak. 3. Pendapatan adalah besarnya penghasilan yang diterima peternak dalam sebulan, yang dihitung dalam rupiah. 4. Motivasi adalah jumlah skor keinginan yang mendorong peternak untuk menggunakan biogas. 5. Pengalaman beternak adalah jumlah tahun peternak menjalankan usaha peternaknnya. 6. Jumlah kepemilikan ternak adalah jumlah satuan ternak ST sapi perah seorang peternak. 7. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang masih tinggal dalam satu rumah. 8. Intensitas kontak dengan kelompok adalah banyaknya pertemuan kelompok yang dihadiri peternak dalam tiga bulan terakhir. 9. Intensitas kontak dengan penyuluh adalah frekuensi peternak bertemu dengan penyuluh biogas dalam tiga bulan terakhir. 10. Jarak instalasi biogas ke dapur peternak adalah jarak antara instalasi biogas khususnya penampung feses dengan dapur peternak, dalam meter. 6 Persepsi Peternak Pada Teknologi Biogas X2 Persepsi ialah skor pemahaman peternak tentang teknologi biogas, yang meliputi: 1. Keuntungan relatif adalah apakah biogas lebih menguntungkan dibanding minyak tanah, LPG, bensin, dan kayu bakar. 2. Kompatibilitas adalah kesesuaian teknologi biogas dengan peternak lain. 3. Kompleksitas adalah tingkat kerumitan teknologi biogas. 4. Trialibilitas adalah kemudahan teknologi biogas untuk dicoba dalam skala kecil. 5. Observabilitas adalah hasil dari teknologi biogas dapat diamati. Sikap Peternak Pada Teknologi Biogas X3 Sikap ialah skor yang menafsirkan kecendrungan peternak bertingkahlaku dalam mengadopsi teknologi biogas, yang terdiri dari: 1. Aspek kognisi merupakan kepercayaan individu mengenai teknologi biogas. 2. Aspek afeksi merupakan perasaan individu terhadap teknologi biogas. 3. Aspek konasi menunjukkan bagaimana kecenderungan bertingkahlaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan teknologi biogas. Adopsi Teknologi Biogas Y Adopsi teknologi biogas oleh peternak sapi perah yaitu akor atau adopsi biogas oleh peternak sapi perah yang menggunakan teknologi setiap hari. 7 TINJAUAN PUSTAKA Biogas Pengertian Biogas Biogas gas bio merupakan gas yang timbul dari hasil fermentasi bahan- bahan organik seperti, kotoran hewan, kotoran manusia, atau sampah direndam di dalam air dan disimpan di dalam tempat yang tertutup atau anaerob. Biogas ini sebenarnya dapat juga terjadi pada kondisi alami, namun untuk mempercepat dan menampung gas ini, maka diperlukan alat yang memenuhi syarat terbentuknya gas ini Setiawan, 2007:35. Hambali et al. 2007:52 menyatakan bahwa biogas didefinisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik seperti, kotoran ternak, kotoran manusia, jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiran sayuran difermentasikan atau mengalami proses metanisasi. Limbah yang selama ini tidak diolah dan dibiarkan menumpuk baik itu limbah pertanian, peternakan, dan limbah agro industri ternyata dapat menghasilkan suatu hal yang berguna. Contohnya, feses ternak yang selama ini hanya dipandang sebagai kotoran yang tidak bernilai. Ternyata dapat bermanfaat setelah diolah, tidak terlalu sulit untuk mengubah bahan tersebut menjadi gas, hanya mencampurkan bahan tersebut dengan air dan didiamkan dalam ruang hampa udara. Kotoran ternak atau limbah organik lainnya jika di masukkan dalam digester tangki pengurai dalam beberapa hari akan mengalami proses fermentasi dan terbentuklah gas. Contohnya biogas yang digunakan sekarang kebanyakan memanfaatkan feses ternak sebagai bahan bakunya, selain itu ada juga yang menggunakan dari limbah pertanian dari pabrik. Hampir sama yang disampaikan Shiddiq 2009 bahwa biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses pembusukan limbah organik dari mahluk hidup dengan bantuan bakteri dalam keadaan anaerob. Limbah organik ini dapat berupa kotoran manusia, kotoran hewan, atau limbah agro industri. 8 Menurut Simamora et al. 2006:12 bahwa biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik tertutup dari udara bebas untuk menghasilkan suatu gas yang sebagian besar merupakan metan dan karbon dioksida dan proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah mikroorganisme, terutama bakteri metan. Feses ternak yang dimasukkan dalam tangki pengurai digester akan mengalami pembusukan sehingga terbentuk gas yang mengandung metan, karbondioksida, hydrogen, nitrogen dan oksigen. Demikian juga halnya dengan pendapat Said 2007:1 menyatakan bahwa biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan biologis atau organik oleh organisme kecil pada kondisi tanpa oksigen anaerob. Artikel yang dikutip Departemen Pertanian 2009:3 menjelaskan bahwan “biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi anaerob”. Teknologinya biogas merupakan teknologi sederhana yang memanfaatkan limbah yang tidak berguna lagi dengan proses penguraian. Kedua artikel diatas menjelaskan bahwa penguraian bahan organik secara anaerobik. Gas yang terbentuk akibat adanya proses fermentasi bahan-bahan organik yang diantaranya, kotoran manusia, kotoran hewan, atau limbah pertanian maupun limbah rumah tangga dan gas yang dihasilkan adalah sebagian gas metane. Perkembangan Biogas Gas metan sudah lama digunakan oleh bangsa Mesir, China dan Romawi kuno untuk dibakar dan digunakan sebagai penghasil kalori. Proses fermentasi lebih lanjut untuk menghasilkan gas metan ini pertama kali ditemukan oleh Alessandro Volta 1776. Hasil identifikasi gas yang dapat terbakar ini dilakukan oleh Willam Henry pada tahun 1806. Becham 1868 murid Louis Pasteur dan Tappeiner 1882 adalah orang pertama yang memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan metan Nandiyanto dan Fikri, 2006 Sejak dulu, gas sudah ditemukan oleh manusia, gas yang selama ini digunakan dalam kehidupan sehari-hari diperoleh dari proses penguraian organisme atau yang sudah mati jutaan tahun yang lalu. Fosil tersebut bercampur 9 dengan unsur-unsur hara yang terpendam di dalam bumi. Teknologi yang diciptakan oleh manusia maka unsur tersebut diangkat kepermukaan bumi dan diproses menjadi gas, batubara dan lain-lain sebagainya. Menurut Haryati 2006:167 bahwa pemanfaatan biogas bukanlah hal yang baru, gas ini telah dipakai sekitar 200 tahun lalu. Pada era sebelum ada listrik, di Landon, biogas diperoleh dari saluran pembuangan di bawah tanah dan digunakan sebagai bahan bakar lampu jalan yang terkenal dengan nama gaslight, negara lain yang memanfaatkan biogas seperti, Tanzania, India, Cina dan Amerika Serikat. Pemanfaatan biogas sebagai energi alternatif sangat memungkinkan untuk diterapkan dimasyarakat. Apalagi mengingat harga bahan bakar konvensional sekarang ini semakin mahal dan sulit diperoleh. Artikel Departemen Pertanian 2009 menjelaskan bahwa sejarah pemanfaatan biogas, diantaranya 1 Cina, sejak tahun 1975 “biogas for every household”. Tahun 1992 5 juta rumah tangga di Cina menggunakan biogas. Reaktor biogas yang banyak digunakan adalah model sumur tembok dengan bahan baku kotoran ternak dan manusia serta limbah pertanian. 2 India, biogas dikembangkan pada tahun 1981 “the national project on bigas development” oleh departemen sumber energi non-konvensional. Pada tahun 1999, sebanyak 3 juta rumah tangga menggunakan biogas. Reaktor biogas yang digunakan model sumur tembok dan dengan drum serta dengan bahan baku kotoran ternak dan limbah pertanian. Ditambahkan pula oleh Nandiyanto dan Fikri 2006, alat penghasil biogas secara anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900. Pada akhir abad ke-19, riset untuk menjadikan gas metan sebagai biogas dilakukan oleh Jerman dan Perancis pada masa antara dua Perang Dunia. Selama Perang Dunia II, banyak petani di Inggris dan Benua Eropa yang membuat alat penghasil biogas kecil yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Akibat kemudahan dalam memperoleh BBM dan harganya yang murah pada tahun 1950-an, proses pemakaian biogas ini mulai ditinggalkan. Oleh karena itu, di India kegiatan produksi biogas terus dilakukan semenjak abad ke-19. Saat ini, negara berkembang lainnya, seperti China, Filipina, Korea, Taiwan dan Papua Nugini, telah melakukan berbagai riset 10 dan pengembangan alat penghasil biogas. Selain di negara berkembang, teknologi biogas juga telah dikembangkan di negara maju seperti Jerman. Berdasarkan artikel Agro Tekno 2007, Indonesia sampai sekarang telah banyak reaktor biogas yang telah berhasil dikembangkan, dimana teknologi ini di gunakan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap bahan bakar minyak. Teknologi biogas telah banyak dikembangkan di Bali, Sulawesi, Sumatera terutama daerah Jawa. Contohnya di Desa Wangunsari, Lembang Kabupaten Bandung, dimana biogas telah digunakan oleh keluarga petani dan peternak. Manfaat biogas juga telah dirasakan oleh warga di Kabupaten Garut, Desa Cisurapan, Jawa Barat. Hampir semua kegiatan dilaksanakan oleh pihak pemerintah dan beberapa Universitas seperti Institut Teknologi Bandung ITB dan UPT BP-PTK LIPI Yogyakarta. Penelitian yang dilakukan Irmawati tahun 2008 di beberapa Kabupaten di Sulawesi Selatan, beberapa peternak telah mampu mengembangkan teknologi Biogas, contohnya, di Kabupaten Enrekang, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Sinjai dan Kabupaten Barru. Bahkan biogas telah digunakan selama 24 jam di Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Sinjai. Selain keberhasilan teknologi biogas, beberapa peternak belum mampu memaksimalkan penggunaan teknologi biogas. Contohnya di Sulawesi Selatan Kabupaten Enrekang, Bulukumba, Sinjai, Barru, Sidrap, Soppeng dan Bone beberapa peternak belum mampu memperbaiki kerusakan pada instalasi biogas, selain itu peternak juga berhubungan dengan penyuluh setempat. Kerusakan yang terjadi kebanyakan pada penampung gas, karena bahan yang digunakan dari bahan plastik sehingga mudah sobek dan hal yang sama terjadi di Nusapenida, Bali. Manfaat Biogas Usaha peternakan sapi perah merupakan usaha yang menyediakan produk daging dan susu. Usaha peternakan sapi perah banyak dikembangkan karena mampu memproduksi susu tinggi. Selain itu, ada juga hasil sampingan berupa feses dan urin. Hasil sampingan ternak berupa limbah, semakin besar skala usaha semakin besar pula limbah yang dihasilkan. Limbah tersebut jika tidak di kelola 11 dengan baik, maka akan menimbulkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu untuk mengatasi limbah tersebut, diciptakan teknologi biogas yang memanfaatkan limbah ternak menjadi energi. Keuntungan dari biogas yaitu dapat digunakan untuk memasak dan tenaga listrik, limbah dari biogas tersebut dapat diolah menjadi pupuk padat dan cair yang dapat digunakan langsung pada tanaman. Gambar 1. Model Pengembangan Sapi Perah Skala Rumah Tangga Menurut Haryati 2006:160 biogas merupakan renewable energy yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak tanah dan gas alam. Di beberapa negara, biogas membawa keuntungan untuk kesehatan, sosial, lingkungan dan finansial. Dijelaskan lebih lanjut bahwa instalasi biogas adalah suatu penyediaan sumber energi desentralisasi yang sangat berguna. Contohnya di Tanzania biogas di hasilkan dari limbah kota dan industuri yang menghasilkan tenaga listrik dan pupuk. Departemen Pertanian 2009 dijelaskan bahwa manfaat energi biogas adalah sebagai pengganti bahan bakar khususnya minyak tanah dan dipergunakan KELUARGA Biogas memasak dan listrik Usaha Sapi Perah Anak Susu Limbah feses urin Pengolahan limbah Pupuk padat cair PASAR PERTANIAN 12 untuk memasak. Dalam skala besar, biogas dapat digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik, disamping itu produksi biogas juga menghasilkan sisa olahan kotoran ternak yang langsung dapat digunakan sebagai pupuk organik pada tanaman atau budidaya pertanian. Biogas mempunyai banyak manfaat. Biogas merupakan hasil penguraian bahan organik dan menghasilkan gas yang dapat digunakan sebagai sumber energi, baik energi listrik, gas untuk memasak, pengganti minyak tanah. Di perjelas lagi oleh Setiawan 2007:35-37 bahwa kotoran ternak selain dijadikan pupuk kandang, kotoran ternak juga dapat digunakan untuk menghasilkan biogas. Biogas merupakan proses fermentasi feses ternak diubah menjadi gas dalam kondisi anaerob. Menurut Hambali et al. 2007:57-61 bahwa ada tiga jenis bahan baku yang prospektif untuk dikembangkan sebagai bahan baku biogas, diantaranya kotoran hewan dan manusia, sampah organik dan limbah cair. a. Kotoran Hewan dan Manusia Pemanfaatan kotoran ternak dan manusia sebagai bahan baku biogas akan mengatasi beberapa permasalahan yang timbul akibat kotoran tersebut bila dibandingkan limbah lain yang menumpuk tanpa pengolahan. Kotoran hewan yang menumpuk akan mencemari lingkungan. Jika kotoran tersebut terbawa air masuk kedalam tanah atau sungai. Sebagai bahan baku biogas, ketersediaan kotoran hewan sangat melimpah. Hewan-hewan tersebut diperlihara baik dalam jumlah besar di peternakan maupun dipelihara secara individu dalam jumlah kecil oleh rumah tangga. Berdasarkan hasil estimasi, seekor sapi dalam satu hari dapat menghasilkan kotoran sebanyak 10 - 30 kg, seekor ayam menghasilkan kotoran 25 gram per hari dan seekor babi dewasa menghasilkan kotoran 4,5 – 5,3 kg per hari. Berdasarkan hasil riset yang pernah ada diketahui bahwa setiap 10 kg kotoran ternak sapi berpotensi menghasilkan 360 liter biogas dan 20 kg kotoran babi menghasilkan 1,379 liter biogas. 13 b. Sampah Organik Padat Secara garis besar, sampah dibedakan menjadi tiga jenis yaitu anorganik, organik dan khusus. Sampah organik berasal dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan, kegiatan rumah tangga, industri dan kegiatan lainnya. Sampah organik ini dengan mudah dapat diuraikan dalam proses alami. Potensi sampah di Indonesia sangat besar. Khususnya untuk rumah tangga, jumlah yang dihasilkan pada tahun 2020 diperkirakan akan meningkat 5 kali lipat. Diprediksi peningkatan tersebut bukan saja karena pertambahan penduduk, tetapi juga karena meningkatnya timbunan sampah perkapita yang disebabkan oleh perbaikan tingkat ekonomi dan kesejahteraan. Berdasarkan hasil penelitian, pembuatan biogas dari sampah organik menghasilkan biogas dengan komposisi metan 51,33 – 58,18 dan gas CO 2 c. Limbah Organik Cair 41,82 – 48,67 campuran sampah organik tersebut dengan kotoran dapat meningkatkan komposisi metan dalam biogas. Limbah cair merupakan sisa pembuangan yang dihasilkan dari suatu proses yang sudah tidak dipergunakan. Kegiatan-kegiatan yang berpotensi sebagai penghasil limbah cair antara lain kegiatan industri, rumah tangga, peternakan, dan pertanian. Saat ini kegiatan rumah tangga mendominasi jumlah limbah cair dengan persentase sekitar 40 dan diikuti oleh limbah industri 30 dan sisanya limbah rumah sakit, pertanian, peternakan, atau limbah lainnya. Komponen utama limbah cair adalah air 99 sisanya yaitu bahan padat yang bergantung pada asal buangan tersebut. Tidak semua limbah cair dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biogas, hanya limbah cair organik yang dapat digunakan sebagai bahan baku biogas. Limbah tersebut diantaranya urin hewan, limbah cair rumah tangga, dan limbah cair industri seperti, industri tahu, tempe, tapioka, brem dan rumah potong hewan. Pengolahan limbah cair untuk biogas dilakukan dengan mengumpulkan limbah cair dengan digester anaerob yang diisi dengan media penyangga yang berfungsi sebagai tempat hidup bakteri anaerob. 14 Menurut Irmawati 2008:7-8 pembentukan gasbio dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman dan tahap metanogenik. Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk primer menjadi bentuk monomer. Pada tahap pengasaman komponen monomer gula sederhana yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amoniak. Pada tahap metanogenik adalah proses pembentukan gas metan. Proses tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini: Gambar 2. Tahap Pembentukan Biogas Selulosa Glukosa Asam lemak dan alkohol Selulosa C 6 H 12 O 6 n + nH 2 O CH 3 CHOHCOOH Glukosa asam laktat  CH 3 CH 2 CH 2 COOH+CO 2 +H 2 asam butaman  CH 3 CH 2 OH+CO 2 etanol C 6 H 12 O 5 n + nH 2 O nC 3 H 12 O 6 selulosa glukosa C 6 H 12 O 6 n + nH 2 O CH 3 CHOHCOOH Glukosa asam laktat  CH 3 CH 2 CH 2 COOH+CO 2 +H 2 asam butaman  CH 3 CH 2 OH+CO 2 etanol 4H 2 +CO 2  2H 2 O + CH 4 CH 3 CH 2 OH + CO 2  CH 3 COOH + CH 4 CH 3 COOH+CO 2  CO 2 + CH 4 CH 3 CH 2 CH 2 OOH+2H 2 +CO 2  Ch 3 COOH+CH 4 Hidrolisis Pengasaman Metanogenik 15 Tabel 1. Komposisi gas yang terdapat dalam biogas dapat dilihat dari tabel berikut : Jenis Gas Biogas Kotoran sapi Campuran kotoran ternak dan sisa pertanian Metana CH 4 65.7 54 – 70 Karbondioksida CO 2 27 45 – 27 Nitrogen N 2 2.3 0.5 – 3 Karbon Monoksida CO 0.1 Oksigen O 2 0.1 6 Propena C 3 H 8 0.7 - Hidrogensulfida H 2 - S Sedikit Nilai Kalor kkalm 3 6513 4800 – 6700 Sumber : Harahap dalam Simamora et al. 2006. Diketahui bahwa biogas memiliki banyak kegunaan yang dapat membantu manusia dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik yang diantaranya, kotoran manusia dan hewan, limbah rumah tangga, sampah atau limbah organik dapat digunakan untuk memasak dan menjalankan generator untuk pembangkit tenaga listrik. Kedua, limbah pertanian, perkebunan, dan peternakan yang selama ini dibuang sekarang ini sudah dapat dikelola dan dapat dimanfaatkan serta dapat menghindari adanya pencemaran lingkungan. Ketiga, limbah yang dihasilkan dari biogas dapat digunakan sebagai pupuk cair dan pupuk padat, dan dapat digunakan untuk pertanian dan perkebunan. Oleh karena itu, bioenergi adalah sumber energi terbarukan, yaitu sumber energi yang dapat tersedia kembali dalam jangka waktu tahunan, tidak seperti minyak bumi atau batu bara yang membutuhkan waktu jutaan tahun. Teknologi ini juga membantu dalam hal pengolahan limbah serta memberikan hasil tambahan berupa pupuk cair dan pupuk padat, mengingat harga pupuk kimia sekarang yang semakin langka dan semakin mahal. 16 Aspek Sosial Ekonomi Menggunakan Biogas Aspek Sosial Ekonomi Menggunakan Biogas Beberapa faktor yang menyebabkan pemerintah mengembangkan teknologi biogas. Hal tersebut diantaranya, rata-rata pendapatan peternak masih rendah, kebutuhan akan energi sangat tinggi, untuk memenuhi kekurangan energi listrik, menghemat biaya untuk bahan bakar minyak dan dibutuhkan teknologi tepat guna pada usaha peternakan. Pemerintah mendapat kendala dalam pengembangan teknologi biogas. Usaha peternakan di Indonesia untuk skala rumah tangga rata-rata masih kecil. Satu keluarga memelihara ternak antara dua sampai lima ekor. Selain itu, harga susu maupun produk olahan dari susu masih rendah. Di samping harga yang rendah produksi susu pun masih sangat rendah, sedangkan kebutuhan untuk kehidupan sehari-hari semakin meningkat dan harga bahan-bahan pokok semakin mahal. Adanya faktor-faktor tersebut menyebabkan pendapatan yang diterima peternak masih rendah. Kebutuhan akan energi di masyarakat masih tinggi. Seperti memasak, menyalakan lampu, menjalankan mesin, dan lain-lain sebagainya, masyarakat masih mempergunakan energi yang berasal dari alam. Energi yang diperoleh dari alam yang telah mengalami pengolahan berupa, gas LPG, minyak tanah, bensin, solar. Jika dimanfaatkan terus menerus tanpa ada upaya untuk memperbaharuinya lama kelamaan energi ini akan habis, selain itu untuk memperbaharuinya butuh waktu yang lama. Intensitas penggunaan energi yang tinggi, menyebabkan pemerintah harus berpikir untuk memenuhi kebutuhan energi yang semakin hari semakin meningkat. Langkah yang ditempuh pemerintah yaitu mengurangi subsidi pada BBM sehingga seringnya terjadi pemadaman bergilir sehingga biaya hidup menjadi meningkat. Terjadinya hal tersebut, maka perlu diciptakan energi alternatif yang murah, tersedia sepanjang masa dan ramah lingkungan. Membantu masyarakat dalam menangani masalah kekurangan energi, pemerintah mencoba mengembangkan teknologi biogas. Teknologi ini 17 memanfaatkan limbah berupa limbah peternakan, pertanian maupun limbah dari pabrik tahu dan tempe menjadi energi. Menggunakan teknologi biogas, gas yang dihasilkan dari hasil fermentasi limbah yang berupa gas metan dan dapat terbakar sehingga dapat digunakan untuk memasak. Selain untuk memasak, gas ini juga dapat digunakan untuk menyalakan mesin dan untuk listrik. Pengembangan teknologi biogas, pemerintah menghadapi beberapa kendala. Langkah yang dilakukan pemerintah yaitu mencoba membuat instalasi namun masih dalam skala besar. Skala besar, harus dikeluarkan biaya yang besar juga. Sehingga hanya masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi yang dapat menggunakan teknologi ini. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah mencoba memodifikasi teknologi ini sehingga pembuatannya lebih murah dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang berpendapatan rendah. Keuntungan Ekonomi Menggunakan Biogas Biogas dapat dipergunakan dengan cara yang sama seperti gas-gas mudah terbakar yang lain. Biogas sangat bermanfaat, seperti untuk memasak dengan menggunakan biogas skala rumah tangga, untuk peternak yang memiliki 2 ekor ternak dengan digester ukuran 2 m 3 maka gas yang dihasilkan dapat digunakan memasak selama 2 jamhari. Sisa keluaran hasil fermentasi biogas dapat juga dimanfaatkan sebagai pupuk. Menurut Said 2007:20 potensi gas yang akan dihasilkan oleh seekor ternak serta keuntungan yang diperoleh apabila menggunakan biogas. Satu unit reaktor biogas yang menggunakan umpan kotoran dari 2 – 4 ekor sapi perah mampu memenuhi kebutuhan memasak satu rumah tangga pedesaan dengan 6 orang anggota keluarga, biogas yang dihasilkan tersebut setara dengan 1 – 2 liter minyak tanah per hari. Keluarga peternak yang sebelumnya menggunakan minyak tanah untuk memasak bisa menghemat penggunaan minyak tanah 1 – 2 liter per hari, jika harga minyak tanah dipedesaan Rp 4.500,-liter, berarti keluarga peternak bisa mengurangi pengeluaran sebesar Rp 1.642.500,- – Rp 3.285.000,- per tahun. 18 Data yang disampaikan Syifaunindra 2008 bahwa potensi ketersediaan biogas yang dapat dipergunakan oleh rumah tangga masyarakat pedesaan setara dengan 10.985.502 liter minyak tanah, yang apabila kebutuhan rata-rata minyak tanah rumah tangga 1.25 literhari, maka energi biogas dapat dipenuhi 8.788.401 per rumah tangga. jika diasumsikan masyarakat pedesaan membeli minyak tanah seharga Rp 1.200,- per liter, jumlah uang yang biasanya untuk membeli minyak tanah dapat dipergunakan untuk keperluan lain sebanyak Rp 4,8 triliun. Subsidi pemerintah terhadap minyak tanah sekitar Rp 1.847,- per liter pada saat harga minyak tanah import 45 dollar Amerika Serikat dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Rp 9.000,-. Dengan demikian subsidi bahan bakar minyak tanah dapat disaving sebesar Rp 7,38 triliun. Jika membahas lebih jauh tentang keuntungan peternak sapi perah yang menggunakan biogas dengan tidak menggunakan biogas dapat kita lihat seberapa besar keuntungan yang dapat diperoleh. Mulai dari gasnya sampai pada pupuk organiknya. Ditinjau dari segi ekonomis biogas memberikan keuntungan lebih besar. Dengan harga bahan bakar minyak yang sekarang ini bertambah mahal dan semakin langka, peternak dapat memenuhi atau bahkan mengganti minyak tanah menjadi gas. Sebagai contoh, jika sekarang harga minyak tanah Rp 4.000,- liter, dan tiap rumah tangga menggunakan minyak tanah 2 – 3 liter setiap harinya, jadi dengan menggunakan teknologi biogas peternak dapat menghemat biaya Rp 8.000,- – Rp 12.000,- hari. Hampir sama dengan yang dijelaskan Eirlangga 2007 bahwa nilai kalori dari 1 meter kubik biogas sekitar 6.000 Kkalm 3 yang setara dengan setengah liter minyak disel. Oleh karena itu biogas sangat cocok digunakan untuk sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, batubara, maupun bahan-bahan lain yang berasal dari fosil. Penggunaan biogas sangat sederhana sama dengan penggunaan gas dan bahan bakar lainnya. 19 Gambar 3. Model Instalasi biogas Menggunakan Plastik sebagai Digester Adopsi Pengertian Adopsi “Adopsi Inovasi” mengandung pengertian yang kompleks dan dinamis. Hal ini disebabkan karena proses adopsi inovasi sebenarnya adalah menyangkut proses pengambilan keputusan, dimana dalam proses ini banyak faktor yang mempengaruhinya. Berbagai pengertian adopsi inovasi, maka pengertian yang diberikan oleh Rogers dan Shoemaker tentang proses pengambilan keputusan untuk melakukan adopsi inovasi, dimana ada beberapa elemen yang penting yang perlu diperhatikan dalam proses adopsi inovasi a adanya sikap mental untuk melakukan adopsi inovasi, dan b adanya konfirmasi dari keputusan yang telah diambil Soekartawi, 1988:55-56. Adopsi diartikan penggunaan secara penuh suatu ide baru sebagai cara terbaik. Selanjutnya dikatakan mengadopsi suatu inovasi atau teknologi adalah kepuasan yang manusiawi dan keputusan tersebut didasarkan pada empat hal, Kran Pengontrol 20 yaitu 1 kemauan untuk melakukan sesuatu, 2 tahu cara yang akan dilakukan, 3 tahu cara melakukannya, 4 mempunyai sarana untuk melakukannya. Hampir sama dengan yang disampaikan Soejitno 1982 adopsi diartikan sebagai penerapan atau penggunaan suatu ide, alat-alat dan teknologi “baru” yang disampaikan berupa pesan komunikasi melalui penyuluhan. Manifestasi dari bentuk adopsi ini, dapat dilihat atau diamati berupa tingkah laku, metoda, maupun peralatan dan teknologi yang digunakan dalam kegiatan komunikasinya. Adopsi diartikan sebagai penerimaan dan penggunaan inovasi baru dari komunikan Berbeda pula dengan yang dijelaskan Totok 1993 adopsi, dalam proses penyuluhan pertanian, pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku baik yang berupa : pengetahuan cognitive, sikap affective, maupun keterampilan psychomotoric pada diri seseorang setelah menerima “inovasi” yang disampaikan penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Adopsi merupakan proses penerimaan suatu yang “baru” yaitu menerima sesuatu yang ditawarkan dan yang diupayakan oleh pihak lain penyuluh. Menurut Hasanuddin 2005:22 adopsi inovasi merupakan kemampuan petani dalam menggunakan suatu teknologi untuk kegiatan usaha taninya. Sedangkan menurut Subagiyo et al. 2005:313 proses adopsi merupakan proses pelaksanaan suatu teknologi yang dapat berjalan secara sistematis sehingga memberikan keuntungan secara ekonomis dan memberikan dorongan untuk msyarakat setempat. Seorang petani yang menggunakan metode atau teknologi baru dalam usahanya dapat dianggap sudah mampu mengadopsi, namun dalam proses adopsi yaitu tahap tahu, tahap minat, tahap menilai, tahap mencoba dan tahap mengadopsi. Lima tahap tersebut tidak mutlak harus berurutan mulai satu sampai lima. Kenyataan ada petani yang dari awalnya tahu kemudian langsung mencoba dan menerapkannya, tanpa harus berminat dulu dan mengevaluasinya. Slamet dalam Mulyadi 2007:39 menyatakan bahwa proses adopsi inovasi adalah proses yang terjadi sejak pertama kali seseorang mendengar hal yang baru sampai seseorang tersebut mengadopsi menerima, menerapkan, dan 21 menggunakan hal yang baru tersebut. Penerimaan atau penolakan inovasi ialah keputusan yang dibuat oleh seseorang dan memerlukan jangka waktu tertentu. Selain itu Ibrahim et al. 2003:66 menyatakan bahwa adopsi adalah proses yang terjadi sejak pertama kali seseorang mendengar hal yang baru sampai orang tersebut mengadopsi menerima, menerapkan, menggunakan hal baru tersebut. Sedangkan Van den Ban dan Hawkins 1999:124, menyatakan bahwa adopsi itu menerapkan inovasi dalam skala besar setelah membandingkannya dengan metode yang lama. Diketahui bahwa adopsi merupakan proses dimana seseorang mulai mencoba sampai menggunakan suatu teknologi baru atau metode baru, yang dianggap dapat membantu dalam melaksanakan pekerjaan. Petani atau peternak jika mengetahui adanya teknologi baru tidak langsung menggunakannya. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi, sehingga mereka belum menggunakan teknologi tersebut. Sebagai contoh, teknologi biogas dimana memanfaatkan feses ternak sapi menjadi gas. Peternak tidak langsung menggunakannya, namun mereka perlu mengetahui keuntungan yang diperoleh setelah menggunakan teknologi tersebut. Derajat Pengadopsian Derajat pengadopsian merupakan kecepatan penerimaan suatu inovasi baru. Kecepatan ini biasanya diukur dengan jumlah penerimaan yang pengadopsian suatu ide baru dalam suatu priode tertentu. Rogers dalam Tipe keputusan inovasi mempengaruhi kecepatan adopsi. Secara umum diharapkan bahwa tipe inovasi dapat dilakukan secara: 1 Sendiri optional, keputusan yang dibuat individu dengan mengabaikan keputusan lain dalam Hanafi 1971, dijelaskan lebih lanjut bahwa salah satu variabel penjelas dari kecepatan adopsi suatu inovasi adalah sifat-sifat inovasi itu sendiri. Selain sifat-sifat inovasi, hal lain yang dapat menjadi variabel penjelas kecepatan adopsi adalah 1 tipe keputusan inovasi, 2 sifat saluran komunikasi yang dipergunakan untuk menyebarkan inovasi dalam proses keputusan inovasi, 3 ciri-ciri sistem sosial, 4 gencarnya usaha agen pembaharu dalam mempromosikan inovasi. 22 masyarakat sekitarnya, 2 Secara kelompok kolektif, keputusan yang dibuat oleh individu-individu dalam suatu masyarakat yang setuju membuat keputusan bersama dan 3 Secara kekuasaan otoriter, keputusan yang dipaksakan terhadap individu oleh orang yang mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi. Menurut Rogers 2003, semakin banyak orang yang terlibat dalam proses pembuatan keputusan inovasi, semakin lambat tempo adopsinya. Oleh karena itu, salah satu jalan untuk mempercepat pengadopsian suatu teknologi adalah memilih unit pembuat keputusan yang lebih sedikit melibatkan orang. Kecepatan pengadopsian dipengaruhi juga oleh saluran komunikasi. Saluran komunikasi yaitu alat yang digunakan untuk menyebarkan suatu inovasi dan mempengaruhi dalam kecepatan pengadopsian inovasi. Saluran komunikasi bisa berupa media massa seperti, televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain sebagainya. Hal lain yang juga dipertimbangkan dapat mempengaruhi kecepatan pengadopsian suatu inovasi adalah sistem sosial, terutama norma-norma sistem. Suatu sistem moderen tempo adopsi mungkin lebih cepat karena kurangnya rintangan sikap antara para penerima dalam hal ini peternak. Sedangkan dalam sistem yang tradisional, mungkin tempo adopsi agak lebih lambat. Sifat lain yang mempengaruhi percepatan inovasi yaitu agen pembaharu. Agen pembaharu gencar melakukan usaha-usaha propomosi sehingga kecepatan pengadopsian dan usaha agen pembaharu. Tugas agen pembaharu adalah mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sasaran penyuluhan untuk mengadopsi inovasi. Agen pembaharu atau penyuluh harus mampu menggunakan metode penyuluhan yang tepat untuk membantu peternak membentuk pendapat dan mengambil keputusan. Teori dan Konsep tentang Adopsi Teknologi Biogas Menurut Ibrahim. et al. 2003:66 bahwa adopsi merupakan proses yang terjadi sejak seseorang pertama kali mendengar hal yang baru sampai orang tersebut mengadopsi menerima, menerapkan, menggunakan. Pada awalnya, petani sasaran mengetahui suatu inovasi, yang dapat berupa sesuatu yang benar- 23 benar baru atau yang sudah lama ditemukan namun masih dianggap baru oleh petani sasaran. Petani sasaran tersebut menerapkan suatu inovasi, maka petani tersebut meninggalkan cara-cara lama. Keputusan untuk menerima inovasi ini merupakan proses mental, yang terjadi sejak petani sasaran tersebut mengetahui adanya suatu inovasi sampai untuk menerima atau menolaknya dan kemudian mengukuhkannya. Keputusan untuk melakukan perubahan dari semula hanya pengetahui sampai sadar dan mengubah sikap untuk melaksanakan ide baru tersebut, biasanya juga merupakan hasil dari urutan-urutan kejadian dan pengaruh tertentu berdasarkan dimensi waktu. Kata lain, perubahan yang dilakukan oleh seseorang merupakan proses yang memerlukan waktu dan tiap-tiap orang berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut disebabkan oleh berbagai hal yang melatarbelakangi, misalnya karakteristik peternak, kondisi lingkungan dan teknologi yang diadopsi Baba. 2008. Menurut Rogers 2003:168-169 bahwa keputusan inovasi merupakan proses mental, sejak orang mengetahui adanya suatu inovasi sampai mengambil keputusan untuk menerima atau menolaknya. Menerima atau menolak inovasi merupakan keputusan yang dibuat oleh seseorang, jika menerima maka seseorang akan menggunakan ide baru tersebut menolak inovasi tersebut karena merasa tidak sesuai dengan pribadinya dan untuk digunakan. Proses keputusan suatu inovasi tersebut terdiri dari pengetahuan knowladge, persuasion, keputusan decision, implementasi dan konfirmasi. Keputusan seseorang dalam mengadopsi suatu inovasi dipengaruhi beberapa faktor, misalnya karakteristik individunya dan sifat inovasinya teknologi. Komponen Terkait tentang Adopsi Teknologi Biogas Proses adopsi biogas merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan dimensi waktu. Mengadopsi biogas berlangsung mulai dari peternak tahu adanya teknologi biogas sampai peternak mau mencoba serta menggunakan teknologi ini terus-menerus. Adopsi teknologi biogas dapat dilihat dari keinginan peternak 24 menggunakan biogas dalam kegiatan rumah tangganya. Seperti, memasak maupun untuk tenaga listrik.

a. Investasi Peternak pada Teknologi Biogas