permasalahan di atas menggunakan data pendukung dari rangkaian hasil penelitian sebelumnya sebagai pelengkap. Tahapan-tahapan percobaan pada
penelitian dilakukan bertujuan untuk memberikan informasi lengkap berkaitan dengan proses produksi dan formulasi produk bioinsektisida.
Proses produksi bahan aktif dilakukan sesuai dengan hasil penelitian terdahulu menggunakan fermentasi cair. Proses pembuatan, enkapsulasi dan
pengeringan dengan mesin spray dryer menggunakan tahapan prosedur yang telah dikemukakan oleh Dulmage 1990 dengan beberapa penyesuaian. Dalam
aplikasinya, produk yang dihasilkan diuji lanjut untuk memperoleh tingkat ketahanan yang dihasilkan terhadap sinar matahari dan pencucian hujan,
berdasarkan prosedur yang dikemukakan oleh Tamez-Guerra et al. 2000 dengan beberapa penyesuaian.
Proses produksi bioinsektisida menghasilkan informasi dalam proses pengoperasian mesin, pengetahuan bahan dan karakteristik produk yang
dihasilkan. Uji lanjut yang dilakukan bertujuan untuk memperoleh informasi tambahan tentang performa produk di lapangan pada saat aplikasi. Luaran yang
didapatkan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh produsen bioinsektisida dalam proses produksi dan bagi para petani dalam
penggunaan produk ini nantinya. Kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.
2. Alat dan Bahan
Bahan yang dipergunakan untuk memproduksi bahan aktif spora dan kristal toksin adalah: isolat Bacillus thuringiensis subsp. aizawai dari koleksi kultur IPB,
media NA Nutrient Agar, etanol 95, media limbah cair tahu, air kelapa, mineral-mineral: MgSO
4
.7H
2
O, MnSO
4
.H
2
O, ZnSO
4
.7H
2
O, FeSO
4
.7H
2
O, CaCO
3
, CuSO
4
, urea. Bahan yang dipergunakan untuk produksi mikroenkapsulasi bioinsektisida adalah larutan hasil fermentasi, serbuk maltodekstrin, serbuk
laktosa, Tween 1, akuades, larutan analisis kandungan gula yang terdiri atas DNS asam 3,5-dinitrosalisilat, larutan fenol, NaOH, aquades, KNO dan Natrium
meta-bisulfat. Bahan yang dipergunakan untuk menguji pengaruh lingkungan terhadap aktivitas produk adalah tanaman brokoli, Agristick 0.1, akuades, air
kran, larva Crocidolomia pavonana dan produk bioinsektisida komersial merk Bactospeine Bacillus thuringiensis subsp. berliner.
Gambar 4 Kerangka pemikiran pada penelitian
Alat yang dipergunakan untuk produksi bahan aktif adalah inkubator shaker, labu Erlenmeyer, peralatan gelas, ose, wadah penyimpan, penyaring dan cawan
petri. Alat yang dipergunakan untuk produksi mikroenkapsulasi bioinsektisida adalah wadah penyimpan kedap udara dan wadah penampung, spray dryer,
kemudian mikroskop cahaya mikro dan Scanning Electron Microscope SEM untuk pengataman karakterisasi produk yang dihasilkan. Alat yang dipergunakan
untuk mengukur pengaruh lingkungan terhadap aktivitas produk adalah: cawan petri, penyemprot parfum, alat penyemprot tanaman dan kertas tisu.
3. Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium LDIT, Teknologi Kimia, Bioindustri dan Lab Leuwikopo, Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas
Teknologi Pertanian dan Lab Fisiologi dan Toksikologi Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor
4. Metode Penelitian
Tahapan percobaan yang dilakukan sebagai berikut: 1
Proses produksi bahan aktif bioinsektisida
a. Proses Fermentasi
Media fermentasi yang digunakan adalah limbah cair tahu yang berfungsi sebagai sumber nitrogen dan karbon serta air kelapa sebagai sumber karbon yang
bersifat gula siap fermentasi. Prosedur penyiapan media fermentasi dilakukan berdasarkan penelitian Aryati 2011 menggunakan sistem kultivasi media cair.
Perbandingan optimum antara karbon dan nitrogen pada media telah ditetapkan 7:1 berdasarkan hasil penelitian Dulmage et al. 1990. Rachmawati 2011
menyatakan bahwa perbandingan antara jumlah limbah cair tahu dan air kelapa yang digunakan dalam media fermentasi untuk menghasilkan bahan aktif dengan
toksisitas tertinggiadalah 4:1, sedangkan kebutuhan jumlah kebutuhan mineral untuk fermentasi B. thuringiensis disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi kebutuhan mineral pada medium fermentasi B.t
Komponen medium Konsentrasi CaCO
3
1.00 gl MgSO
4
. 7 H
2
O 0.30 gl
MnSO
4.
7 H
2
O 0.02 gl
ZnSO
4
. 7 H
2
O 0.02 gl
FeSO
4.
7 H
2
O 0.02 gl
Sumber :Dulmage Rhodes 1971
Medium fermentasi berupa limbah cair tahu dan air kelapa dicampurkan dengan seluruh mineral, lalu disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121
o
C tekanan 1 atm selama 20 menit. Media yang sudah steril dimasukan ke dalam labu Erlenmeyer sebanyak 5 volume total. Keasaman pH medium
kemudian diperiksa dengan menggunakan indikator universal, pH optimum pertumbuhan B. thuringiensis antara 6 sampai 7. Proses fermentasi dimulai
dengan menginokulasikan media fermentasi dengan biakan B. thuringiensis subsp. aizawai dari agar miring, lalu diinkubasikan pada suhu ruang di atas
mesin shaker dengan kecepatan 180 rpm selama 72 jam. Hasil fermentasi kemudian dipanen dan dipindahkan ke dalam botol dan terlebih dahulu disaring
menggunakan kapas. Penyaringan bertujuan untuk memisahkan padatan yang masih terdapat dalam media, keberadaan padatan ini dapat mengganggu proses
pengeringan pada mesin spray dryer. Selanjutnya larutan hasil fermentasi yang telah disaring ini disebut larutan yang mengandung bahan aktif berupa
campuran kristal δ-endotoksin dan spora bakteri B. thuringiensis.
b. Karakterisasi bahan aktif hasil fermentasi
Parameter yang dianalisis pada tahap ini adalah meliputi jumlah spora dengan metode VSC, perhitungan LC
50
dan nilai potensi IU International Unit menggunakan metode uji hayati. Standar yang digunakan untuk analisis
toksisitas adalah produk komersial Bactospeine yang mengandung B. thuringiensis
Berliner. Data toksisitas dianalisis dengan menggunakan model Probit pada software Polo-pc. Prosedur penentuan parameter tersebut dapat
dilihat pada Lampiran 1. 2
Proses mikroenkapsulasi bioinsektisida Bahan enkapsulan yang digunakan adalah laktosa dan maltodekstrin.
Laktosa merupakan standar bahan enkapsulan yang umum digunakan dalam produk bioinsektisida berdasarkan penelitian Dulmage 1990. Maltodekstrin
dipilih karena memiliki harga yang murah, bahan berasal dari karbohidrat serta kemudahan untuk memperoleh bahan tersebut.
a. Penetapan kondisi operasi spray dryer
Spray dryer bekerja dengan prinsip pengeringan dan aliran siklon
sentrifugasi untuk menghasilkan produk serbuk. Bahan yang akan dikeringkan harus memiliki kekentalan dan kelarutan yang baik agar proses pemompaan
sampel pada penyemprot proses atomisasi berjalan dengan lancar sehingga dihasilkan partikel yang baik. Suhu optimum yang digunakan untuk pengeringan
sampel pada tabung inlet dan outlet juga harus ditentukan untuk menghasilkan mutu serbuk yang diinginkan, karena setiap alat dan bahan yang akan dikeringkan
memiliki karakteristik masing – masing Dulmage 1990.
Maltodekstrin digunakan sebagai bahan enkapsulan karena bahan ini memiliki harga yang lebih rendah dibandingkan bahan laktosa. Penelitian-
penelitan sebelumnya dengan menggunakan bermacam-macam bahan enkapsulan untuk produk bioinsektisida B. thuringiensis menunjukkan konsentrasi bahan
enkapsulan yang optimum adalah antara 5 sampai 10 Burges 1998. Konsentrasi maltodekstrin yang digunakan adalah konsentrasi tertinggi 10
karena menghasilkan kekentalan yang terbesar diantara konsentrasi bahan enkapsulan yang dikeringkan. Parameter operasi alat pada konsentrasi dan
kekentalan yang tertinggi dapat mewakili parameter operasi untuk bahan dengan konsentrasi dan kekentalan yang lebih rendah. Parameter yang diukur pada tahap
ini adalah analisis kekentalan larutan yang dihasilkan, kecepatan pompa penyemprot, suhu inlet dan suhu outlet mesin spray dryer.
Larutan hasil fermentasi yang mengandung bahan aktif disaring dengan kapas untuk memisahkan padatan dan dituangkan ke dalam wadah yang terpisah-
pisah. Bahan enkapsulan maltodekstrin ditambahkan ke setiap larutan yang berada dalam wadah sebanyak 10 bv sesuai dengan volume larutan
fermentasi. Larutan kemudian ditambahkan larutan Tween 1 dan kemudian diaduk menggunakan stirer selama 30 menit.
Larutan kemudian dikeringkan dengan alat spray dryer Gambar 5. Mesin mini spray dryer yang digunakan merupakan desain Prof. Dr. Ir Gumbira Said
MADeV. Mesin memiliki spesifikasi sebagai berikut tinggi dan lebar tabung inlet 14.4 dm x 3.9 dm, tinggi dan lebar tabung inlet 6.6 dm x 2.0 dm, menggunakan
sumber pemanas kompor gas dan blower mesin jet serta pompa kecil. Parameter laju alir divariasikan antara 30 mlmenit sampai 60 mlmenit, suhu outlet 100
o
C sampai 150
o
C , dan suhu inlet 50
o
C sampai 100
o
C. Setiap kombinasi parameter diperhatikan apakah ada penyumbatan clogging pada alat penyemprot dan
tabung inlet serta outlet. Penentuan sifat bebas alir dari serbuk yang dihasilkan dilakukan dengan pengamatan visual.
b. Pemilihan bahan enkapsulan
Kondisi operasi mesin optimum dari percobaan sebelumnya digunakan pada percobaan ini. Pada tahap ini bahan aktif dikeringkan menjadi produk
mikroenkapsulasi dengan bahan yang berbeda dan konsentrasi yang berbeda. Bahan yang digunakan adalah laktosa dan maltodekstrin. Konsentrasi yang
digunakan untuk bahan laktosa telah ditetapkan oleh Dulmage 1990 yakni sebesar 5, sedangkan untuk bahan maltodekstrin digunakan konsentrasi 5 dan
10. Parameter yang diukur adalah rendemen dan mutu serbuk yang dihasilkan.
Prosedur penentuan mutu serbuk adalah dengan memperhatikan dan membandingkan sifat bebas alir dari serbuk yang dihasilkan, sedangkan prosedur
penghitungan rendemen dapat dilihat pada Lampiran 1.
Gambar 5 Mesin spray dryer c.
Karakterisasi produk bioinsektisida mikroenkapsulasi Produk terbaik dari analisis tahap sebelumnya dilihat karakteristik yang
dimiliki. Parameter yang dianalisis adalah nilai VSC untuk jumlah spora yang dihasilkan, uji hayati untuk nilai toksisitas LC
50
dari produk dan nilai potensi IU dari toksin yang dimiliki oleh produk, keberadaan lapisan film, morfologi
permukaan partikel serbuk dan uji fitotoksisitas produk. Pengamatan lapisan film dilakukan pada permukaan daun yang diberikan produk kemudian diamati
dengan mikroskop cahaya mikro. Morfologi permukaan serbuk yang terbentuk dilihat dengan menggunakan mikroskop SEM. Prosedur analisis uji hayati,
potensi dan VSC disajikan pada Lampiran 1. Toksisitas yang dihasilkan produk mikroenkapsulasi dibandingkan dengan
larutan bahan aktif hasil fermentasi untuk melihat perubahan jumlah spora dan tingkat toksisitas yang diakibatkan proses pengeringan. Standar yang digunakan
untuk analisis toksisitas adalah produk komersial. Data perbandingan nilai VSC
dianalisis menggunakan metode perbandingan nilai tengah Tukey-Kramer menggunakan perangkat lunak CoStat. Data toksisitas dianalisis dengan
menggunakan model Probit pada perangkat lunak Polo-pc. Lapisan film yang dihasilkan diamati secara visual. Sampel produk
bioinsektisida dan larutan fermentasi dilarutkan ke dalam larutan Agristick 0.1. Kontrol yang digunakan adalah kontrol positif Agristick 0.1. Daun brokoli
dipotong dengan luas 4 cm x 4 cm. Daun lalu dicelupkan ke dalam masing-masing larutan dan dikeringanginkan. Permukaan daun diamati secara visual dan
kemudian difoto. Uji fitotoksisitas dilakukan pada tanaman brokoli organik. Permukaan daun
dewasa pada tanaman ditandai dengan luas tertentu. Sampel produk bioinsektisida dan larutan fermentasi dilarutkan ke dalam larutan Agristick 0.1.
Kontrol yang digunakan adalah kontrol positif Agristick 0.1. Masing-masing larutan disemprotkan pada hanya satu permukaan daun secara merata dan dijemur
dibiarkan di bawah sinar matahari selama 72 jam. 3
Pengaruh lingkungan terhadap toksisitas produk bioinsektisida Pengujian ini bertujuan melihat kemampuan bahan enkapsulan
mempertahankan aktivitas bahan aktif bioinsektisida dari pengaruh lingkungan. Rancangan percobaan yang digunakan uji efektifitas bahan enkapsulan dan bahan
tambahan pada formulasi produk adalah masing –masing untuk mengukur
pengaruh perlakuan jenis bahan yang digunakan pada ketahanan terhadap UV, ketahanan lekat produk terhadap curah hujan dan efektifitas patogen dari produk-
produk yang dihasilkan. Masing-masing percobaan dilakukan 3 kali pengulangan menggunakan rancangan percobaan faktorial dalam rancangan acak lengkap
RAL. Model yang digunakan adalah:
Y
ijk
= µ + A
i
+ Σ
ij
i = 1,2,3 j = 1,2,3 Keterangan :
Y
ijk
=
Variabel respon dari hasil observasi ke-k yang terjadi karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor
perlakuan
µ =
Nilai tengah populasi
A
i
=
pengaruh taraf ke-i faktor perlakuan jenis tepung
Σ
ij
=
Galat percobaan dari perlakuan ke-i pada ulangan j Masing-masing data yang didapatkan akan dianalisis ANOVA untuk melihat
pengaruh masing-masing faktor perlakuan. Perlakuan yang menunjukkan perbedaan nyata dalam pengaruhnya terhadap respon yang diamati dianalisis
lanjut menggunakan analisis beda nilai tengah Tukey-Kramer
.
Data dianalisis menggunakan perangkat lunak CoStat.
a. Produksi larva dan pemeliharaan serangga uji Nailufar 2011
Serangga uji yaitu larva C. pavonana yang digunakan dalam penelitian ini adalah koloni yang diperbanyak di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi
Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, IPB. Imago C. pavonana dipelihara dalam kurungan plastik kasa berbingkai kayu 50 cm x 50 cm x 50 cm dan diberi
pakan berupa larutan madu 10 yang diserapkan segumpal kapas kemudian digantungkan di dalam kurungan secara berkala. Daun brokoli yang tangkainya
dicelupkan dalam tabung film berisi air diletakkan di dalam kurungan sebagai tempat peletakan telur. Kelompok telur pada daun brokoli dikumpulkan setiap
hari. Setelah telur menetas, larva dipindahkan ke dalam wadah plastik 35 cm x 26 cm x 6 cm berjendela kasa yang dialasi kertas stensil, dan diletakkan daun
brokoli bebas pestisida sebagai pakannya. Larva instar kedua digunakan untuk pengujian. Bila tidak digunakan untuk pengujian, sebagian larva dipelihara lebih
lanjut dalam wadah plastik berisi daun brokoli atau dimatikan dengan cara didinginkan pada suhu -2
o
C. Menjelang berpupa, larva dipindahkan ke dalam wadah plastik lain yang berisi serbuk gergaji steril sebagai medium untuk
berpupa. Pupa beserta kokonnya dipindahkan ke dalam kurungan plastik-kasa seperti di atas sampai muncul imago untuk pemeliharaan selanjutnya.
b. Uji hayati dengan simulasi hujan Tamez-Guerra P et al.. 2000
Pengujian dilakukan setelah pemberian perlakuan produk bioinsektisida pada daun uji selesai dilakukan. Daun yang telah dikeringanginkan langsung diberi
perlakuan simulasi hujan menggunakan alat penyemprot tanaman dengan kecepatan curahan 4 mldetik pada ketinggian alat ± 1 m. Daun kemudian
dikeringanginkan kembali selama kurang lebih 15 menit dan setelah kering dapat diletakan di dalam cawan beralas tisu bersama sepuluh ekor larva C. pavonana
instar dua. Pengamatan jumlah mortalitas larva dilakukan per 24 jam selama 96 jam disertai dengan penggantian daun dan alas tisu.
c. Uji hayati dengan simulasi paparan sinar matahari Tamez-Guerra P et al..
2000. Produk bioinsektisida yang dihasilkan dicampurkan ke dalam akuades yang
mengandung Agristick 0,1. Tanaman brokoli diberikan tanda pada daunnya berupa lingkaran dengan diameter 6 cm. Produk bioinsektisida kemudian
disemprotkan pada permukaan serta di bawah permukaan daun yang telah diberi tanda. Tanaman dijemur di bawah sinar matahari selama 8 jam. Daun yang
telah diberi tanda lalu dipetik dan digunting dengan ukuran 4 cm x 4 cm kemudian diletakan di dalam cawan beralas tisu bersama 10 larva C. pavonana.
Pengamatan jumlah mortalitas larva dilakukan per 24 jam selama 96 jam disertai dengan penggantian daun dan alas tisu.
Hasil dan Pembahasan
1. Proses produksi bahan aktif bioinsektisida