Kajian Konservasi Bangunan Bersejarah di Medan (Studi Kasus: Istana Maimun)

(1)

KAJIAN KONSERVASI BANGUNAN BERSEJARAH DI

MEDAN

(STUDI KASUS: ISTANA MAIMUN)

SKRIPSI

OLEH

SUCLIANY SUTANTO

110406071

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KAJIAN KONSERVASI BANGUNAN BERSEJARAH DI

MEDAN

(STUDI KASUS: ISTANA MAIMUN)

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

SUCLIANY SUTANTO

110406071

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PERNYATAAN

KAJIAN KONSERVASI BANGUNAN BERSEJARAH DI MEDAN (STUDI KASUS: ISTANA MAIMUN)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 08 Juli 2015


(4)

Judul Skripsi : Kajian Konservasi Bangunan Bersejarah Di Medan (Studi Kasus: Istana Maimun)

Nama Mahasiswa : Sucliany Sutanto Nomor Pokok : 110406071 Program Studi : Arsitektur

Menyetujui Dosen Pembimbing,

(Prof. Ir. M. Nawawiy Loebis, M.Phil., Ph.D.)

Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi,

(Dr. Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc.) (Ir. N. Vinky Rachman, M.T.)


(5)

Telah diuji pada Tanggal: 08 Juli 2015

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Prof. Ir. M. Nawawiy Loebis, M.Phil., Ph.D. Anggota Komisi Penguji : 1. Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho, M.T.


(6)

ABSTRAK

Bangunan bersejarah menyimpan nilai dan informasi yang penting dari generasi ke generasi. Selain itu, bangunan bersejarah memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Keberadaan peninggalan sejarah berupa bangunan kuno dan bersejarah merupakan saksi bisu tentang sejarah perjalanan sebuah kota yang dapat ditemui hampir di setiap kota-kota baik kecil maupun besar di seluruh Indonesia. Sebagian besar masih dalam keadaan yang baik dan masih digunakan dan dijaga dengan baik, namun ada beberapa juga yang rusak dan terlantar sehingga perlu mendapat tindakan konservasi. Istana Maimun merupakan salah satu bangunan bersejarah dan juga ikon serta kebanggaan kota dan warga Medan namun berdasarkan pandangan masyarakat apakah bangunan Istana Maimun layak untuk dikonservasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Istana Maimun layak untuk dikonservasi, untuk mengetahui pandangan masyarakat mengenai Istana Maimun yang merupakan salah satu bangunan bersejarah di Medan dan untuk mengetahui sejauh mana kemungkinan masyarakat awam untuk terlibat langsung dalam suatu proses pelestarian. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif korelasional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bangunan Istana Maimun layak untuk dikonservasi berdasarkan pandangan masyarakat beserta alasan untuk mengkonservasi bangunan Istana Maimun. Kata Kunci : Bangunan Bersejarah, Konservasi, Istana Maimun.


(7)

ii ABSTRACT

Historic buildings keep the value and important information from generation to generation. In addition, historical buildings have significance value for the history, science and culture. The existence of historical heritage such as ancient and historic building is a silent witness of the history of a city that can be found in almost every town and cities both large and small throughout Indonesia. Most are still in good condition and still used and maintained properly, but there are some also are damaged and displaced so deserve conservation measures. Maimoon Palace is one of the historic building and also an icon and pride of the city and residents of Medan but based on whether the public views Maimoon palace building deserves to be conserved. The purpose of this research was to determine whether Maimoon Palace deserves to be conserved, to find out people's views on Maimoon palace which is one of the historic buildings in Medan and to determine the extent to which the general public the possibility to directly engage in a process of preservation. The research method used is descriptive correlational method using a quantitative approach. The result from this research is Maimoon Palace deserves to be conserved by public opinion and the reasons for conserving Maimoon Palace.


(8)

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya dimampukan untuk menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Arsitektur pada Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

Penulis juga ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Ir. M. Nawawiy Loebis, M.Phil., Ph.D. selaku Dosen

Pembimbing yang telah membantu memberikan petunjuk dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

2. Bapak Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho, M.T. dan Bapak Imam Faisal Pane, S.T., M.T. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc. selaku Dosen Koordinator skripsi T.A. 2014/2015.

4. Bapak Ir. N. Vinky Rachman, M.T. selaku Ketua Program Studi Sarjana Teknik Arsitektur dan Bapak Ir. Rudolf Sitorus M.L.A. selaku Sekretaris Program Studi Sarjana Teknik Arsitektur.

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen staff pengajar Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara atas semua kritik dan sarannya selama masa perkuliahan.

6. Kedua orangtua serta adik penulis yang tercinta, yang telah memberikan doa, semangat, dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. 125 responden yang telah meluangkan waktu kepada penulis dalam melakukan penelitian dan mendapatkan data yang diperlukan.

8. Teman-teman stambuk 2011, khususnya Ivana Idris, Henny Handayani, Destia Farahdina, Bobby Riandy yang telah memberi semangat dalam penyelesaian skripsi ini.


(9)

iv

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sebagai bahan penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi semua pihak.

Medan, 11 Juli 2015 Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR DIAGRAM ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Kerangka Berfikir... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Latar Belakang Konservasi ... 7

2.2 Pengertian Konservasi ... 9

2.3 Jenis-Jenis Konservasi ... 11

2.4 Tujuan Konservasi ... 13

2.5 Manfaat Konservasi ... 14

2.6 Sasaran Konservasi ... 15

2.7 Lingkup Konservasi ... 16

2.8 Konsep Konservasi... 17

2.9 Prinsip-Prinsip Konservasi ... 19

2.10 Kriteria Konservasi ... 20

2.11 Pengertian bangunan cagar budaya/bersejarah ... 23

2.12 Motivasi Konservasi ... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 26

3.1 Jenis Penelitian ... 26


(11)

vi

3.3 Populasi/Sampel ... 27

3.4 Metoda Pengumpulan Data... 28

3.5 Kawasan Penelitian ... 29

3.6 Metoda Analisis Data ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Sejarah Kesultanan Deli ... 32

4.2 Istana Maimun ... 36

4.3 Dasar Tinjauan Penelitian ... 41

4.4 Data Identitas Responden ... 42

4.4.1 Jenis Kelamin ... 42

4.4.2 Umur ... 43

4.4.3 Pendidikan Terakhir ... 43

4.5 Data Pertanyaan Kuesioner Berdasarkan Variabel Yang Dinilai .. 44

4.5.1 Mengetahui tentang Istana Maimun ... 44

4.5.2 Kunjungan ke Istana Maimun ... 45

4.5.3 Estetika Istana Maimun ... 46

4.5.4 Daya Tarik Istana Maimun... 48

4.5.5 Keberadaan Istana Maimun... 50

4.5.6 Peranan Sejarah ... 51

4.5.7 Pengaruh Terhadap Lingkungan Sekitar ... 53

4.5.8 Kepedulian Masyarakat terhadap Istana Maimun ... 54

4.5.9 Kelayakan Dikonservasi... 55

4.5.10 Alasan Istana Maimun Layak Dikonservasi ... 56

4.5.11 Alasan Istana Maimun Tidak Layak Dikonservasi ... 57

4.5.12 Partisipasi Masyarakat Dalam Konservasi ... 58

4.5.13 Bentuk Keterlibatan Masyarakat Terhadap Konservasi ... 59

4.5.14 Bagian dari Istana Maimun yang Ingin Dilestarikan ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65


(12)

DAFTAR TABEL

No Judul Hal

2.1 Jenis Kegiatan dan Tingkat Perubahan ... 12

4.1 Nama Sultan di Kerajaan Deli... 35

4.2 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 42

4.3 Responden Berdasarkan Umur ... 43

4.4 Responden Berdasarkan Pendidikan ... 44

4.5 Persepsi responden tentang Istana Maimun ... 45

4.6 Kunjungan responden ke Istana Maimun ... 46

4.7 Pandangan responden terhadap estetika Istana Maimun ... 47

4.8 Pandangan responden terhadap daya tarik Istana Maimun ... 48

4.9 Pandangan responden terhadap keberadaan Istana Maimun ... 50

4.10 Pandangan responden terhadap peranan sejarah ... 52

4.11 Pandangan responden terhadap pengaruh lingkungan disekitarnya ... 53

4.12 Pandangan responden terhadap kepedulian masyarakat ... 54

4.13 Pandangan responden terhadap kelayakan dikonservasi... 55

4.14 Pandangan responden terhadap alasan kelayakan dikonservasi ... 56

4.15 Pandangan responden terhadap alasan ketidaklayakan dikonservasi ... 57

4.16 Pandangan responden terhadap partisipasi masyarakat dalam konservasi ... 58

4.17 Pandangan responden terhadap bentuk keterlibatan masyarakat terhadap konservasi ... 59

4.18 Pandangan responden terhadap salah satu bagian yang ingin dilestarikan ... 60


(13)

viii

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

3.1 Map Istana Maimun ... 30

3.2 Bangunan Istana Maimun ... 30

3.3 Bangunan Istana Maimun ... 30

3.4 Bangunan Istana Maimun ... 31

4.1 Istana Maimun pada tahun 1890-1905 ... 36

4.2 Istana Maimun saat ini ... 39

4.3 Singgasana raja di ruang utama... 40

4.4 Prasasti marmer ... 40

4.5 Tahta raja ... 41

4.6 Bagian dalam Istana Maimun... 41

4.7 Tampak luar bangunan (eksterior) ... 49


(14)

DAFTAR DIAGRAM

No Judul Hal

4.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 42

4.2 Responden Berdasarkan Umur ... 43

4.3 Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 44

4.4 Persepsi responden tentang Istana Maimun ... 45

4.5 Kunjungan responden ke Istana Maimun ... 46

4.6 Pandangan responden terhadap estetika Istana Maimun ... 47

4.7 Pandangan responden terhadap daya tarik Istana Maimun ... 48

4.8 Pandangan responden terhadap keberadaan Istana Maimun ... 51

4.9 Pandangan responden terhadap peranan sejarah ... 52

4.10 Pandangan responden terhadap pengaruh lingkungan disekitarnya ... 53

4.11 Pandangan responden terhadap kepedulian masyarakat ... 54

4.12 Pandangan responden terhadap kelayakan dikonservasi... 55

4.13 Pandangan responden terhadap alasan kelayakan dikonservasi ... 56

4.14 Pandangan responden terhadap partisipasi masyarakat dalam konservasi ... 58

4.15 Pandangan responden terhadap bentuk keterlibatan masyarakat terhadap konservasi ... 59

4.16 Pandangan responden terhadap salah satu bagian yang ingin dilestarikan ... 61


(15)

i ABSTRAK

Bangunan bersejarah menyimpan nilai dan informasi yang penting dari generasi ke generasi. Selain itu, bangunan bersejarah memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Keberadaan peninggalan sejarah berupa bangunan kuno dan bersejarah merupakan saksi bisu tentang sejarah perjalanan sebuah kota yang dapat ditemui hampir di setiap kota-kota baik kecil maupun besar di seluruh Indonesia. Sebagian besar masih dalam keadaan yang baik dan masih digunakan dan dijaga dengan baik, namun ada beberapa juga yang rusak dan terlantar sehingga perlu mendapat tindakan konservasi. Istana Maimun merupakan salah satu bangunan bersejarah dan juga ikon serta kebanggaan kota dan warga Medan namun berdasarkan pandangan masyarakat apakah bangunan Istana Maimun layak untuk dikonservasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Istana Maimun layak untuk dikonservasi, untuk mengetahui pandangan masyarakat mengenai Istana Maimun yang merupakan salah satu bangunan bersejarah di Medan dan untuk mengetahui sejauh mana kemungkinan masyarakat awam untuk terlibat langsung dalam suatu proses pelestarian. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif korelasional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bangunan Istana Maimun layak untuk dikonservasi berdasarkan pandangan masyarakat beserta alasan untuk mengkonservasi bangunan Istana Maimun. Kata Kunci : Bangunan Bersejarah, Konservasi, Istana Maimun.


(16)

ABSTRACT

Historic buildings keep the value and important information from generation to generation. In addition, historical buildings have significance value for the history, science and culture. The existence of historical heritage such as ancient and historic building is a silent witness of the history of a city that can be found in almost every town and cities both large and small throughout Indonesia. Most are still in good condition and still used and maintained properly, but there are some also are damaged and displaced so deserve conservation measures. Maimoon Palace is one of the historic building and also an icon and pride of the city and residents of Medan but based on whether the public views Maimoon palace building deserves to be conserved. The purpose of this research was to determine whether Maimoon Palace deserves to be conserved, to find out people's views on Maimoon palace which is one of the historic buildings in Medan and to determine the extent to which the general public the possibility to directly engage in a process of preservation. The research method used is descriptive correlational method using a quantitative approach. The result from this research is Maimoon Palace deserves to be conserved by public opinion and the reasons for conserving Maimoon Palace.


(17)

1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh masyarakat khusunya generasi muda. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi membuat bangunan-bangunan bersejarah terkesan tidak menarik dan membosankan. Namun setiap negara pasti memiliki sejarah berdiri dan berkembangnya hingga saat ini. Dengan adanya sejarah maka akan diketahui asal usul, identitas diri suatu bangsa dan juga dapat memberikan sebuah pelajaran yang berharga.

Keberadaan bangunan kuno dan bersejarah sangat penting karena merupakan bukti warisan dari generasi sebelumnya dan saksi bisu tentang sejarah perjalanan sebuah kota yang dapat ditemui hampir di setiap kota-kota baik kecil maupun besar di seluruh Indonesia. Sebagian besar masih dalam keadaan yang baik dan masih digunakan dan dijaga dengan baik, namun ada beberapa juga yang rusak dan terlantar sehingga perlu mendapat tindakan konservasi. Istana Maimun merupakan salah satu bangunan bersejarah dan juga ikon serta kebanggaan kota dan warga Medan. Dibangun pada 26 Agustus 1888 namun baru diresmikan pada 18 Mei 1891. Bangunan yang berada di Jalan Brigadir Jenderal Katamso, Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Medan Maimun ini menjadi salah satu tempat tujuan utama wisata di kota Medan.

Sebelum membahas tentang Istana Maimun, hendaknya mengetahui sosok pemilik bangunan bersejarah tersebut. Istana Maimun adalah sebuah bangunan


(18)

peninggalan sejarah masa kerajaan Melayu Sultan Deli ke-IX yaitu Sultan Ma‟moen Al Rasyid Perkasa Alamsyah yang sudah berusia ratusan tahun. Kerajaan Deli berdiri sejak paruh pertama abad ke-17 M, hingga pertengahan abad ke-20, ketika bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selama rentang masa yang cukup panjang tersebut, kerajaan Deli mengalami masa pasang surut silih berganti.

Sultan Ma'moen Al Rasyid (1873-1924) berusaha melakukan perubahan sistem pemerintahan dan perekonomian. Perubahan sistem ekonomi yang dilakukan adalah pengembangan pembangunan pertanian dan perkebunan dengan cara meningkatkan hubungan dengan pihak swasta yang yang menyewa tanah untuk dijadikan perkebunan internasional. Pada tahun 1861, Kesultanan Deli secara resmi diakui merdeka dari Siak maupun Aceh, Kesultanan Deli berkembang pesat. Perkembangannya dapat terlihat dari semakin kayanya pihak kesultanan berkat usaha perkebunan, terutamanya tembakau, dan lain-lain. Tembakau Deli merupakan komoditas unggul yang sangat bernilai jual di dunia internasional saat itu. Selain itu, beberapa bangunan peninggalan Kesultanan Deli juga menjadi bukti perkembangan daerah ini pada masa itu, misalnya Istana Maimun dan Masjid Raya Medan.

Istana Maimun merupakan salah satu dari sekian istana yang paling indah di Indonesia. Bangunan yang didominasi dengan warna kuning keemasan yang identik dengan warna khas Melayu, didirikan diatas tanah seluas 2.772 m2 dan mempunyai 30 ruangan, terdiri dari 2 lantai dan memiliki 3 bagian yaitu bangunan induk, bangunan sayap kiri dan bangunan sayap kanan. Istana ini memiliki


(19)

arsitektur yang unik dengan perpaduan beberapa unsur kebudayaan Melayu bergaya Islam, Spanyol, India dan Italia. Perpaduan ini menyuguhkan keunikan inilah yang memberikan karakter khas bangunannya.

Keunikan perpaduan tradisi Melayu dengan kebudayaan Eropa pada bangunan interiornya yang terlihat dari ornamen lampu, kursi, meja, lemari, jendela serta pintu dorong. Pengaruh Islam dapat dilihat dari bentuk lengkung di beberapa bagian atap istana yang bentuknya menyerupai perahu terbalik yang kerap dikenal dengan sebutan Persia Curve yang biasanya dijumpai pada bangunan-bangunan di kawasan Timur Tengah, India atau Turki. Kemewahan interior dan bangunan fisik istana ini dimungkinkan karena sejak 2 abad silam berada dibawah Kesultanan Deli yang mengelola hasil perkebunan, minyak, dan rempah-rempah yang melimpah. Hasil bumi yang luar biasa tersebut memberikan penghasilan sangat besar kepada Kesultanan Deli dengan bukti kehadiran Istana Maimun yang megah.

Saat ini istana tersebut masih dihuni oleh keluarga Sultan. Ruangan pertemuan, foto–foto keluarga kerajaan Deli, perabot rumah tangga Belanda kuno dan berbagai senjata, terbuka bagi masyarakat yang ingin mengunjunginya. Istana Maimun merupakan bukti fisik peninggalan sejarah yang banyak dikunjungi oleh wisatawan baik dari dalam negeri maupun luar negeri maka penting bagi masyarakat untuk mengetahui keberadaannya dengan memiliki kesadaran sejarah guna ikut serta memelihara kelestariannya.

Menurut Cowherd (1999), konservasi bukanlah merupakan ilmu pasti tetapi lebih mirip suatu seni. Maksud dari pernyataan ini adalah warisan budaya


(20)

tidaklah mungkin ditentukan dengan kriteria ilmiah dan terukur saja, tetapi lebih pada cerminan dari tata nilai masyarakat yang lebih berupa cerminan dari tata nilai masyarakat yang senantiasa berubah. Secara sederhana konservasi merupakan penyelesaian restorasi atau rekonstruksi bangunan dalam upaya mencapai idealisme kontemporer akan langgam murni dari bayangan masa lampau dengan mencerminkan perhatian terus-menerus akan pengkajian kritis terhadap nilai-nilai sejarah dari warisan lingkungan binaan, serta pemeliharaan dari penghancuran dini dan perusakan oleh kekuatan alam maupun manusia.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas maka dilakukan studi penelitian ini dengan judul penelitian “Kajian Konservasi Bangunan Bersejarah Di Medan (Studi Kasus: Istana Maimun)”

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: Apakah Istana Maimun layak dikonservasi apabila ditinjau dari pandangan masyarakat?

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah Istana Maimun layak untuk dikonservasi. 2. Untuk mengetahui pandangan masyarakat mengenai Istana Maimun yang


(21)

3. Untuk mengetahui sejauh mana kemungkinan masyarakat awam untuk terlibat langsung dalam suatu proses pelestarian.

1.4Manfaat Penelitian

Sesuai dengan latar belakang perumusan masalah dan tujuan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai konservasi bangunan bersejarah serta dapat dijadikan bahan acuan dalam melakukan kegiatan penelitian sejenis.

2. Manfaat praktis

Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah dapat dijadikan salah satu bahan masukan dalam melakukan tindakan konservasi bangunan bersejarah dan memberikan pemahaman yang tepat kepada masyarakat mengenai peran konservasi bangunan bersejarah.


(22)

1.5Kerangka Berfikir

RUMUSAN MASALAH Apakah Istana Maimun layak dikonservasi apabila ditinjau dari

pandangan masyarakat?

TUJUAN PENELITIAN

 Untuk mengetahui apakah Istana Maimun layak untuk dikonservasi.  Untuk mengetahui pandangan

masyarakat mengenai Istana Maimun yang merupakan salah satu bangunan bersejarah di Medan.

 Untuk mengetahui sejauh mana kemungkinan masyarakat awam untuk terlibat langsung dalam suatu proses pelestarian.

STUDI LITERATUR Konservasi merupakan suatu upaya untuk melestarikan bangunan atau lingkungan, mengatur penggunaan serta arah perkembangannya sesuai dengan kebutuhan saat ini dan masa mendatang sedemikian rupa sehingga makna kulturalnya akan dapat tetap terpelihara.

(Sidharta & Budihardjo, 1989)

METODE PENELITIAN  Jenis penelitian: deskriptif

korelasional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.

 Pemilihan sampel: Proportionate Stratified Random Sampling.

 Pengumpulan data:

 Data primer: kuesioner, observasi.

 Data sekunder: buku, jurnal.

ANALISA DATA

KESIMPULAN HASIL PEMBAHASAN LATAR BELAKANG

 Istana Maimun merupakan salah satu bangunan bersejarah di kota Medan.


(23)

7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Latar Belakang Konservasi

Menurut Robert Stipe dalam Legal Techniques in Historic Preservation

(1972), hal yang menyebabkan kita melakukan konservasi terhadap objek-objek sejarah adalah karena sebagai penghubung ke masa lalu; objek-objek bersejarah telah menjadi bagian dari kehidupan; menyelamatkan sebagian dari warisan fisik karena kita hidup di zaman teknologi komunikasi dan globalisasi dimana terjadi homogenitas budaya; hubungan dengan masa lalu berupa kejadian-kejadian, zaman, gerakan-gerakan, tokoh-tokoh yang penting untuk dihormati dan dikenang; nilai-nilai seni yang dikandung dalam obyek-obyek bersejarah; kota dan kampung mempunyai hak untuk tetap indah dan cantik; usaha-usaha konservasi dan preservasi akan dapat memelihara perikehidupan sosial dan kemanusiaan dalam masyarakat.

Danisworo (1999) mengatakan bahwa hal yang melatarbelakangi pentingnya memelihara aset kota dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Identitas dan “Sense of Place

Peningkatan sejarah adalah satu-satunya hal yang secara fisik menghubungkan kita dengan masa lalu, menghubungkan kita dengan suatu tempat tertentu, serta membedakan kita dengan orang lain. Ia merupakan bagian dari identitas kita. Saat ini kita hidup dalam era komunikasi global, dengan teknologi yang berubah cepat dan budaya yang semakin seragam. Sedapat mungkin kita, kita memelihara


(24)

warisan budaya yang unik sehingga memiliki identitas diri dan “sense of place

yang membuat kita berbeda dari orang lain.  Nilai Sejarah

Dalam perjalanan sejarah bangsa, terdapat peristiwa-peristiwa yang penting untuk dikenang, dihormati, dan dipahami oleh masyarakat. Memelihara lingkungan dan bangunan yang bernilai historis menunjukkan penghormatan kita pada masa lalu, yang merupakan eksistensi kita pada masa sekarang.

 Nilai Arsitektural

Pada mulanya, salah satu alasan memelihara lingkungan dan bangunan bersejarah adalah karena nilai intrinsiknya sebagai karya seni. Ia dapat berupa hasil pencapaian artistik yang tinggi, contoh yang mewakili langgam/mazhab seni tertentu, atau sebagai tengaran (landmark).

 Manfaat Ekonomis

Bangunan yang telah ada sering kali memiliki keunggulan ekonomis tertentu. Selain lokasi yang umumnya strategis didalam kota, banyak bangunan lama berada dalam kondisi yang masih baik. Bukti empiris menunjukkan bahwa bahwa pemanfaatan bangunan yang sudah ada sering kali lebih murah dari pada membuat bangunan baru. Di negara maju, proyek-proyek konservasi telah berhasil menjadi pemicu revitalisasi lingkungan kota yang sudah menurun kualitasnya, melalui program urban re-newal dan adaptive re-use.

 Pariwisata dan Rekreasi

Manusia selalu tertarik pada tempat yang unik dan bersejarah. Kekhasan atau nilai sejarah suatu tempat yang terbukti mampu menjadi daya tarik yang


(25)

mendatangkan wisatawan ke tempat tersebut. Mengunjungi tempat bersejarah dan memahami bagaimana masayarakat pada masa lampau hidup, merupakan kegiatan yang selain menyenangkan juga mendidik.

 Sumber Inspirasi

Banyak tempat dan bangunan bersejarah yang berhubungan dengan rasa patriotisme, gerakan sosial, serta orang dan peristiwa penting di masa lalu tempat-tempat tersebut memiliki daya asosiatif yang mampu memuaskan emosi manusia.  Pendidikan

Lingkungan, bangunan dan artefak bersejarah melengkapi dokumen tertulis tentang masa lampau. Melalui ruang dan benda tiga dimensi sebagai laboratorium, orang dapat belajar dan memahami kehidupan dan kurun waktu yang menyangkut peristiwa, masyarakat atau individu tertentu serta menghormati lingkungan alam. Sebagai laboratorium pembelajaran tempat yang direvitalisasi dapat berfungsi sebagai katalis yang membantu proses transformasi budaya seperti yang sekarang sedang terjadi di Indonesia.

2.2Pengertian Konservasi

Menurut Sidharta dan Budihardjo (1989), konservasi merupakan suatu upaya untuk melestarikan bangunan atau lingkungan, mengatur penggunaan serta arah perkembangannya sesuai dengan kebutuhan saat ini dan masa mendatang sedemikian rupa sehingga makna kulturalnya akan dapat tetap terpelihara.

Menurut Danisworo (1991), konservasi merupakan upaya memelihara suatu tempat berupa lahan, kawasan, gedung maupun kelompok gedung termasuk


(26)

lingkungannya. Di samping itu, tempat yang dikonservasi akan menampilkan makna dari sisi sejarah, budaya, tradisi, keindahan, sosial, ekonomi, fungsional, iklim maupun fisik (Danisworo, 1992). Dari aspek proses disain perkotaan (Shirvani, 1985), konservasi harus memproteksi keberadaan lingkungan dan ruang kota yang merupakan tempat bangunan atau kawasan bersejarah dan juga aktivitasnya.

Cowherd (1999) mengatakan bahwa konservasi bukanlah merupakan ilmu pasti tetapi lebih mirip suatu seni. Maksud dari pernyataan ini adalah warisan budaya tidaklah mungkin ditentukan dengan kriteria ilmiah dan terukur saja, tetapi lebih pada cerminan dari tata nilai masyarakat yang lebih berupa cerminan dari tata nilai masyarakat yang senantiasa berubah. Secara sederhana konservasi merupakan penyelesaian restorasi atau rekonstruksi bangunan dalam upaya mencapai idealisme kontemporer akan langgam murni dari bayangan masa lampau dengan mencerminkan perhatian terus-menerus akan pengkajian kritis terhadap nilai-nilai sejarah dari warisan lingkungan binaan, serta pemeliharaan dari penghancuran dini dan perusakan oleh kekuatan alam maupun manusia.

Davidson (1996) membahas Piagam Burra Charter yang memberikan pengertian dan batasan mengenai konservasi, yaitu sebagai proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural (cultural significance) yang ada terpelihara dengan baik sesuai situasi dan kondisi setempat. Oleh karena itu, kegiatan konservasi dapat pula mencakupi ruang lingkup preservasi, restorasi, rekonstruksi, adaptasi, dan revitalisasi (Marquis-Kyle & Walker, 1996; Al-vares, 2006).


(27)

Konservasi dengan demikian sebenarnya merupakan pula upaya preservasi namun dengan tetap memanfaatkan kegunaan dari suatu tempat untuk menampung/memberi wadah bagi kegiatan yang sama seperti kegiatan asalnya atau bagi kegiatan yang sama sekali baru sehingga dapat membiayai sendiri kelangsungan eksistensinya. Dengan kata lain konservasi suatu tempat merupakan suatu proses daur ulang dari sumber daya tempat tersebut.

Contoh konservasi yang dilakukan adalah pelestarian gedung bekas Kantor Gubernur Jenderal Belanda di Jakarta kota untuk kemudian diberi fungsi baru atau dimanfaatkan sebagai Museum Fatahillah. Demikian pula pemanfaatan bekas gedung kantor VOC di Sunda Kelapa/Pasar Ikan untuk Museum Bahari; Di Eropa dan Amerika banyak gedung-gedung di kawasan kota tuanya yang dihidupkan kembali dengan menjadikan gedung-gedung tua tersebut sebagai pertokoan atau fungsi-fungsi komersial lainnya terutama di lantai dasarnya, namun dengan tetap memelihara karakter bangunan lamanya. Metoda yang sama sebenarnya bisa dijajagi kemungkinan penerapannya pada bangunan-bangunan tua/gudang-gudang tua di Pasar Ikan dengan memberikan fungsi baru kepada bangunan-bangunan tersebut misalnya untuk restoran khas makanan laut, toko cindera mata, dan sebagainya yang berorientasikan kepada kegiatan pariwisata.

2.3Jenis-jenis Konservasi

Dalam pelaksanaan konservasi terhadap kawasan/ bangunan cagar budaya, maka ada tindakan-tindakan khusus yang harus dilakukan dalam setiap penanganannya, antara lain: Konservasi yaitu semua kegiatan pemeliharaan suatu


(28)

tempat sedemikian rupa sehingga mempertahankan nilai kulturalnya; Preservasi yaitu mempertahankan bahan dan tempat dalam kondisi eksisting dan memperlambat pelapukan; Restorasi/Rehabilitasi adalah upaya mengembalikan kondisi fisik bangunan seperti sediakala dengan membuang elemen-elemen tambahan serta memasang kembali elemen-elemen orisinil yang telah hilang tanpa menambah bagian baru; Rekonstruksi yaitu mengembalikan sebuah tempat pada keadaan semula sebagaimana yang diketahui dengan menggunakan bahan lama maupun bahan baru dan dibedakan dari restorasi; Adaptasi/ Revitalisasi adalah segala upaya untuk mengubah tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang sesuai; Demolisi adalah penghancuran atau perombakan suatu bangunan yang sudah rusak atau membahayakan. (Burra Charter, 1999)

Tabel 2.1 Jenis Kegiatan dan Tingkat Perubahan

No.

Kegiatan

Tingkat Perubahan

Tidak ada Sedikit Banyak Total

1. Konservasi * * * *

2. Preservasi * - - -

3. Restorasi - * * -

4. Rekonstruksi - - * *

5. Adaptasi/Revitalisasi - * - -

6. Demolisi - - - *

M. Danisworo (Konseptualisasi Gagasan dan Upaya Penanganan Proyek Peremajaan Kota, ITB, 1988)


(29)

2.4Tujuan Konservasi

Pelestarian bukanlah romantisme masa lalu atau upaya untuk mengawetkan kawasan bersejarah, namun bertujuan untuk memberikan kualitas kehidupan masyarakat yang lebih baik, menghasilkan keuntungan dan peningkatan pendapatan, serta lingkungan yang ramah; tetap memelihara indentitas dan sumber daya lingkungan dan mengembangkan beberapa aspeknya untuk memenuhi kebutuhan modern dan kualitas hidup yang lebih baik (the total system of heritage conservation). Konsekuensinya, perubahan yang dimaksud bukanlah terjadi secara drastis, namun perubahan secara alami dan terseleksi. (Adishakti, 1997); alat untuk mengolah transformasi dan revitalisasi kawasan bersejarah tersebut, serta menciptakan pusaka budaya masa mendatang (future heritage); pelestarian berarti pula “preserving purposefully: giving not merely continued existence but continued useful existence" (Burke, 1976). Jadi, fungsi seperti juga bentuk menjadi pertimbangan utama dan tujuannya bukan untuk mempertahankan pertumbuhan perkotaan, namun manajemen perubahan. (Ashworth, 1991)

Menurut David Poinsett, Preservation News (July, 1973. p5-7), keberadaan preservasi objek-objek bersejarah biasanya mempunyai tujuan;

 Pendidikan.

Peninggalan objek-objek bersejarah berupa benda-benda tiga dimensi akan memberikan gambaran yang jelas kepada manusia sekarang, tentang masa lalu, tidak hanya secara fisik bahkan suasana dan semangat masa lalu.


(30)

 Rekreasi.

Adalah suatu kesenangan tersendiri dalam mengunjungi objek-objek bersejarah karena kita akan mendapat gambaran bagaimana orang-orang terdahulu membentuk lingkungan binaan yang unik dan berbeda dengan kita sekarang.  Inspirasi.

Patriotisme adalah semangat yang bangkit dan tetap akan berkobar jika kita tetap mempertahankan hubungan kita dengan masa lalu, siapa kita sebenarnya, bagaimana kita terbentuk sebagai suatu bangsa dan apa tujuan mulia pendahulu kita. Preservasi objek bersejarah akan membantu untuk tetap mempertahakan konsep-konsep tersebut.

 Ekonomi.

Pada masa kini objek-objek bersejarah telah bernilai ekonomi dimana usaha-usaha untuk mempertahan bangunan lama dengan mengganti fungsinya telah menjadi komoditas parawisata dan perdagangan yang mendatangkan keuntungan.

2.5Manfaat Konservasi

Manfaat pelestarian perlu diketahui agar tindakan pelestarian memiliki tujuan yang jelas dan dapat mendorong masyarakat untuk melakukan tindakan pelestarian. Usaha-usaha pelestarian dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan budaya (Jacob, 1992).

Menurut Budihardjo (1995:8), manfaat upaya pelestarian yaitu memperkaya pengalaman visual, menyalurkan hasrat berkesinambungan, memberi kaitan berarti dengan masa lalu, serta memberi pilihan untuk tinggal dan


(31)

bekerja di samping lingkungan modern; pada saat perubahan dan pertumbuhan terjadi secara cepat seperti saat ini, kelestarian lingkungan lama akan memberi suasana permanen yang menyegarkan; memberi keamanan psikologis bagi seseorang untuk dapat melihat, menyentuh dan merasakan bukti-bukti fisik sejarah; kelestarian mewariskan arsitektur, menyediakan catatan historis tentang masa lalu dan melambangkan keterbatasan masa hidup manusia; kelestarian lingkungan lama adalah salah satu aset komersil terbesar dalam kegiatan wisata internasional; dengan dilestarikannya warisan yang berharga dalam keadaan baik maka generasi yang akan datang dapat belajar dari warisan-warisan tersebut dan menghargainya sebagimana yang dilakukan pendahulunya.

2.6Sasaran Konservasi

Upaya konservasi tidak lepas dari kegiatan perlindungan dan penataan serta tujuan perencanaan kota yang bukan hanya secara fisik saja, tetapi juga stabilitas penduduk dan gaya hidup yang serasi, yakni pencegahan perubahan sosial.

Mengingat hal itu, dalam upaya konservasi perlu digariskan sasaran yang tepat, antara lain: mengembalikan wajah dari objek pelestarian; memanfaatkan peninggalan objek pelestarian yang ada untuk menunjang kehidupan masa kini; mengarahkan perkembangan masa kini yang diselaraskan dengan perencanaan masa lalu yang tercermin dalam objek pelestarian tersebut; menampilkan sejarah pertumbuhankota/lingkungan dalam ujud fisik tiga dimensi. Sasaran pelestarin


(32)

saat itu meliputi mulai dari dokumen tertulis, lukisan, patung, perabot, kemudian meningkat ke bangunan candi, keraton, benteng, gua. (Budihardjo, 1989)

Konsep konservasi kemudian berkembang, tidak hanya mencakup monumen, bangunan atau benda arkeologis saja melainkn juga lingkungan, taman, dan bahkan kota bersejarah.

Konservasi mencakup alam, kesenian, arkeologi dan lingkungan binaan. Alam terbagi atas badan air: sungai, laut, danau, dan lain-lain; lahan: pertanian, kehutanan, pariwisata alam. Kesenian terdiri atas tari, karawitan dan musik. Arkeologi terdiri atas dokumen dwi mantra: dokumen tertulis, lontar, lukisan; artefak tri mantra: perabot rumah tangga, peralatan, patung; arsitektur yaitu arsitektur mikro: gardu, pelengkap jalan, gerbang, pagar, tugu, dan lain-lain serta bangunan kuno: keratin, benteng, pasar, stasiun, dll. Lingkungan binaan terdiri atas arsitektur; lingkungan bersejarah: pusat kota lama, kawasan kuno/tradisional, dll; taman/ruang terbuka: alun-alun, lapangan, tempat rekreasi, dll; kota bersejarah.

2.7Lingkup Konservasi

Dalam suatu lingkungan kota, obyek dan lingkup konservasi dapat digolongkan ke beberapa luasan sebagai berikut: (Kevin Lych, 1960)

Satuan Areal adalah satuan areal dalam kota yang dapat berwujud subwilayah kota (bahkan keseluruhan kota itu sendiri) sebagai suatu sistem kehidupan. Ini dapat terjadi pada bagian tertentu kota yang di pandang


(33)

mempunyai ciri-ciri atau nilai khas kota bersangkutan atau bahkan daerah dimana kota itu berada.

Satuan pandangan/ visual/ landscape adalah satuan yang dapat mempunyai arti dan peran yang penting bagi suatu kota. Satuan ini berupa aspek visual, yang dapat memberi bayangan mental atau image yang khas tentang suatu sesuatu lingkungan kota. Dalam satuan ini terdapat 5 unsur pokok yaitu jalur (path), tepian (edges), kawasan (district), pemusatan kegiatan (node), tempat orientasi (landmark).

Satuan fisik adalah satuan yang berwujud bangunan, kelompok atau deretan bangunan-bangunan, rangkaian bangunan yang membentuk ruang umum atau dinding jalan, apabila dikehendaki lebih jauh hal ini bisa diperinci sampai kepada unsur-unsur bangunan, baik unsur fungsional, struktur atau ornamen.

2.8Konsep Konservasi

Theodore Roosevelt (1902) merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi. Konservasi yang berasal dari kata

conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian tentang upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use).

Konsep konservasi telah dicetuskan lebih dari seratus tahun yang lalu, ketika William Morris mendirikan Lembaga Pelestarian Bangunan Kuno (Society for the Protection of Ancient Buildings) pada tahun 1877 (Dobby, 1978). Jauh sebelum itu, pada tahun 1700, Vanburgh seorang arsitek Istana Bleinheim Inggris,


(34)

telah merumuskan konsep pelestarian, namun konsep itu belum mempunyai kekuatan hukum.

Menurut Kerr (1982) dalam bukunya yang berjudul The Conservation Plan, mengajukan kerangka perencanaan konservasi. Dalam konsep tersebut Kerr menggabungkan kepentingan konservasi sejarah dengan penilaian arsitektural suatu bangunan dan lingkungan lama. Konsep dan langkah-langkah untuk melakukan pekerjaan konservasi terdiri dari dua bagian yaitu: Tahap I, Stating Cultural Significance yakni pernyataan makna kultural yang meliputi penilaian dari segi estetika, sejarah, nilai ilmiah dan nilai sosial yang kesemuanya ini merupakan proses suatu tempat agar makna kulturalnya dapat tetap terpelihara dengan baik seperti yang dirumuskan dalam conservation policy. Tahap II, Conservation Policy/kebijaksanaan konservasi, pada tahap ini hasil dari penentuan prioritas dan peringkat digunakan untuk merumuskan kebijakan konservasi, dan strategi untuk implementasi kebijaksanaan konservasi, dalam tahap ini Kerr menyatakan bahwa kebijaksanaan konservasi ditentukan obyek tersebut akan dilakukan preservasi, restorasi, rekonstruksi, adaptasi atau demolisi.

Pada awalnya konsep konservasi terbatas pada pelestarian benda-benda/monumen bersejarah (biasa disebut preservasi). Namun konsep konservasi tersebut berkembang, sasarannya tidak hanya mencakup monumen, bangunan atau benda bersejarah melainkan pada lingkungan perkotaan yang memiliki nilai sejarah serta kelangkaan yang menjadi dasar bagi suatu tindakan konservasi. Pada dasarnya, makna suatu konservasi dan preservasi tidak dapat terlepas dari makna budaya. Untuk itu, konservasi merupakan upaya memelihara suatu tempat berupa


(35)

lahan, kawasan, gedung maupun kelompok gedung termasuk lingkungannya (Antariksa, 2008).

2.9Prinsip-Prinsip Konservasi

Beberapa prinsip konservasi sesuai yang disepakati dalam Piagam Burra (1981) meliputi maksud dari konservasi adalah untuk mempertahankan atau menangkap kembali makna kultural dari suatu tempat dan harus dapat menjamin keamanan dan pemeliharaannya di masa mendatang; konservasi dilandasi atas penghargaan terhadap keadaan semula dari suatu tempat dan sesedikit mungkin melakukan intervensi fisik bangunan, agar tidak mengubah bukti sejarah yang dimilikinya; konservasi hendaknya memanfaatkan semua disiplin ilmu yang dapat memberikan kontribusi penelitiaan maupun pengamanan terhadap tempat tersebut; konservasi suatu tempat harus mempertimbangkan segenap aspek yang berkaitan dengan makna kulturalnya, tanpa menekankan pada salah satu aspek saja dan mengorbankan aspek lain; kebijakan konservasi yang sesuai untuk suatu tempat harus didasarkan atas pemahaman terhadap makna kultural dan kondisi fisik bangunannya; konservasi mensyaratkan terpeliharanya latar visual yang cocok seperti bentuk, skala, warna, tekstur, dan bahan bangunan. Setiap perubahan baru yang akan berakibat negatif terhadap latar visual tersebut harus dicegah; suatu bangunan atau hasil karya bersejarah harus tetap berada pada lokasi historisnya. Pemindahan seluruh atau sebagian dari suatu bangunan atau hasil karya tidak diperkenankan, kecuali bila hal tersebut merupakan satu-satunya cara guna menjamin kelestariannya.


(36)

2.10 Kriteria Konservasi

Dalam pelaksanaan atau penjabaran suatu konsep konservasi perlu ditentukan sejumlah tolak ukur (kriteria) dan motivasi. Tetapi terlebih dahulu harus ada dasar yang kokoh untuk mengetahui bagian mana yang dari kota dan bangunan apa yang perlu untuk dilestarikan.

Pada studi yang telah dilakukan oleh Lubis pada tahun 1990 dengan meninjau kriteria-kriteria yang digunakan di Nepal, Inggris, dan Australia disimpulkan bahwa tiap negara memiliki kriteria yang berbeda dalam menentukan obyek yang perlu dilestarikan, tergantung dari definisi yang digunakan dan sifat obyek yang dipertimbangkan (Lubis, 1990:88-89). Kriteria yang digunakan untuk menentukan obyek yang perlu dilestarikan seperti yang dikemukakan oleh Catanese (1979), Pontoh (1992), dan Harvey (dalam Nasir, 1979) juga memiliki beberapa perbedaan.

Dari kriteria-kriteria menurut pendapat para ahli, disimpulkan bahwa kriteria yang digunakan untuk menentukan bangunan dan kawasan yang perlu dilestarikan adalah:

 Estetika Bangunan

Istilah estetika dapat digunakan untuk mengganti pengertian indah, bagus, menarik, atau mempesona (Lubis, 1990:96). Penilaian estetika suatu bangunan sangat tergantung dari perasaan, pikiran, pengaruh lingkungan, dan norma yang bekerja pada diri pengamat. Estetika suatu bangunan sangat terkait erat dengan


(37)

penampilan bangunan, wajah bangunan dan tampak bangunan yang kita lihat dengan mata sebelum dirasakan kesan estetisnya dalam perasaan.

 Contoh dari suatu gaya/langgam arsitektur tertentu (kejamakan)

Yang dilestarikan berupa kawasan atau bangunan yang cukup berperan. Tolok ukur kejamakan diukur pada seberapa jauh karya arsitektur tersebut mewakili suatu ragam atau jenis yang spesifik. Dalam hal ini, ragam/langgam yang spesifik adalah langgam yang pernah ada di kota Medan pada masa kolonial yang menunjukkan rantai perkembangan arsitektur kota Medan, yaitu (Ellisa, 1996): langgam arsitektur Klasik/ Kolonial (Neoklasik/ Art Deco/ Gothic/ Renaisans/ Romanik), langgam arsitektur Kolonial tropis (langgam arsitektur Klasik yang telah diadaptasi dengan iklim tropis di Indesia), langgam arsitektur Eklektik/Indisch Style (langgam arsitektur Klasik/Kolonial tropis yang mengandung unsur tradisional Melayu atau daerah lainnya di Indonesia), langgam arsitektur campuran (Klasik/Kolonial dengan Cina, Islam, atau India, atau campuran diantaranya), langgam arsitektur Cina, langgam arsitektur Melayu, langgam arsitektur India, langgam arsitektur Malaka (Melayu-Cina), langgam arsitektur Islam, langgam arsitektur Modern Fungsional.

 Kelangkaan

Kriteria kelangkaan menyangkut jumlah dari jenis bangunan peninggalan sejarah dari langgam tertentu. Tolak ukur kelangkaan yang digunakan adalah bangunan dengan langgam arsitektur yang masih asli sesuai dengan asalnya. Yang termasuk kategori langgam arsitektur yang masih asli adalah (Ellisa, 1996): langgam arsitektur Belanda Klasik/Kolonial (Neoklasik/Art


(38)

Deco/Gothic/Renaisans/Romanik), langgam arsitektur Melayu, langgam arsitektur Cina, langgam arsitektur Malaka, langgam arsitektur India, dan langgam arsitektur Islam.

 Keistimewaan/keluarbiasaan

Tolak ukur yang digunakan untuk menilai keistimewaan/keluarbiasaan suatu bangunan adalah bangunan yang memiliki sifat keistimewaan tertentu sehingga memberikan kesan monumental, atau merupakan bangunan yang pertama didirikan untuk fungsi tertentu (misalnya Mesjid pertama, Gereja pertama, sekolah pertama, dan lain-lain). Kesan monumental suatu bangunan dinilai dari skala monumental yang dimiliki bangunan tersebut. Menurut Raskin (1954:50), dengan melihat bangunan yang memiliki skala monumental diharapkan pengamat akan merasa terkesan (impressed) dan kagum, tetapi bukannya merasa takut karena merasa kecil dan rapuh.

 Peranan sejarah

Tolak ukur yang digunakan untuk menilai bangunan yang memiliki peranan sejarah adalah: bangunan atau lokasi yang berhubungan dengan masa lalu kota dan bangsa, merupakan suatu peristiwa sejarah, baik sejarah kota Medan, sejarah Nasional, maupun sejarah perkembangan kota; bangunan atau lokasi yang berhubungan dengan orang terkenal atau tokoh penting; bangunan hasil pekerjaan seorang arsitek tertentu, dalam hal ini adalah arsitek yang berperan dalam perkembangan arsitektur di Indonesia pada masa kolonial.


(39)

 Penguat kawasan di sekitarnya

Tolak ukur yang digunakan adalah bangunan yang menjadi landmark bagi lingkungannya, dimana kehadiran bangunan tersebut dapat meningkatkan mutu/kualitas dan citra lingkungan sekitarnya.

Beberapa keadaan yang dapat memudahkan pengenalan terhadap suatu bangunan sehingga dapat menjadi ciri dari suatu landmark antara lain adalah (Lynch, 1992:79-83): bangunan yang terletak di suatu tempat yang strategis dari segi visual, yaitu di persimpangan jalan utama atau pada posisi „tusuk sate‟ dari suatu pertigaan jalan; bentuknya istimewa, karena besarnya, panjangnya, keindahannya, ketinggiannya, atau karena keunikan bentuknya; jenis penggunaanya, semakin banyak orang yang menggunakannya maka akan semakin mudah pula pengenalan terhadapnya; sejarah perkembangannya, yang semakin besar peristiwa bersejarah yang terkait terhadapnya maka semakin mudah pula pengenalan terhadapnya.

2.11 Pengertian Bangunan Cagar Budaya/Bersejarah

Dalam arsitektur, segala bentuk peninggalan sejarah sering dikaitkan dengan kata heritage yang menurut kamus Inggris-Indonesia (1992:297) dalam bahasa Indonesia memiliki arti warisan atau pusaka. Sedangkan dalam bahasa Inggris, menurut Geddes & Grosset (2003) mengandung pengertian something inherited at birth; anything deriving from the past or tradition; Historical site; Regarded as the valuable inheritance of contemporary society.


(40)

Menurut Feilden (1994, p.2), bangunan bersejarah merupakan sesuatu yang memberikan kita rasa ingin mengetahui lebih banyak mengenai orang-orang dan kebudayaan yang menghasilkan bangunan tersebut. Sedangkan Menurut Robert Pickard (2001:5), dalam Konvensi Granada, heritage dalam arsitektur terbagi menjadi 3 kelompok yaitu monumen, bangunan dan sebuah kawasan lingkungan yang memiliki daya tarik dalam hal sejarah, arsitektural, arkeologi, artistik, sosial dan teknologi. Dalam pembahasan ini tentunya akan membahas khususnya warisan berupa bangunan arsitektur masa lalu yang hadir pada saat ini.

2.12 Motivasi Konservasi

Di dalam menentukan arah pembangunan suatu kawasan atau bangunan, kita perlu memiliki motivasi-motivasi, dalam hal ini konservasi, antara lain: motivasi untuk mempertahankan warisan budaya atau warisah sejarah; motivasi untuk menjamin terwujudnya variasi dalam bangunan perkotaan sebagai tun-tutan aspek estetis dan variasi budaya masyarakat; motivasi ekonomis, yang menganggap bangunan-bangunan yang dilestarikan tersebut dapat meningkatkan nilainya apabila dipelihara, sehingga memiliki nilai komersial yang digunakan sebagai modal lingkungan; motivasi simbolis, dimana bangunan-bangunan merupakan manivestasi fisik dari identitas suatu kelompok masyarakat tertentu yang pernah menjadi bagian dari kota.

Attoe dalam Catanesse dan Snyder (1979:417) mengatakan bahwa yang mendorong timbulnya motivasi terhadap perlindungan benda bersejarah yaitu adanya keuntungan dari segi ekonomi dengan memanfaatkan kembali bangunan


(41)

tua; motivasi sebagai kenang-kenangan (nostalgia); mempunyai dampak katalis yang kuat sehingga memberi sehingga dapat mendorong perbaikan terhadap daerah disekitarnya.


(42)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif korelasional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung saat ini atau saat yang lampau. Penelitian ini tidak mengadakan manipulasi atau pengubahan pada variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan suatu kondisi apa adanya. Penggambaran kondisi bisa individual atau menggunakan angka-angka. (Sukmadinata, 2006:5)

Penelitian korelasi atau korelasional adalah suatu penelitian untuk mengetahui hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih tanpa ada upaya untuk mempengaruhi variabel tersebut sehingga tidak terdapat manipulasi variabel (Faenkel dan Wallen, 2008:328). Adanya hubungan dan tingkat variabel ini penting karena dengan mengetahui tingkat hubungan yang ada, peneliti akan dapat mengembangkannya sesuai dengan tujuan penelitian.

Pengertian kuantitatif menurut Sugiyono (2007:13), adalah “Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.”


(43)

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian dengan metode deskriptif korelasional kuantitatif yaitu suatu bentuk penelitian yang berdasarkan data yang dikumpulkan selama penelitian secara sistematis mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari obyek yang diteliti dengan menggabungkan hubungan antar variabel yang terlibat didalamnya, kemudian diinterpretasikan berdasarkan teori-teori dan literatur-literatur yang berhubungan dengan konservasi bangunan bersejarah.

3.2Variabel Penelitian

Menurut Silaen S. dan Widiyono (2013), variabel merupakan segala sesuatu dalam berbagai nilai, yaitu suatu fenomena yang dapat memperlihatkan sesuatu yang dapat diobservasi dan diukur. Variabel penelitian ini adalah kelayakan bangunan Istana Maimun untuk dikonservasi berdasarkan persepsi masyarakat.

3.3Populasi/Sampel

Menurut Sugiyono (2009:80), populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja berusia 18 – 26 yang berpendidikan.

Sugiyono (2008:116) menjelaskan bahwa sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Dalam penelitian ini akan digunakan teknik sampling acakan secara proporsional dengan stratifikasi (Proportionate Stratified Random Sampling). Teknik ini digunakan karena


(44)

anggota populasinya heterogen, mengacu pada pendapat Sugiono (2011:82) bahwa, Proportionate Stratified Random Sampling digunakan bila populasi mempunyai anggota atau unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional. Dalam teknik ini, populasi biasanya digolongkan menurut ciri-ciri tertentu dan sesuai dengan keperluan penelitian. Misalnya, populasi dibagi ke dalam anak-anak dan orang tua kemudian memilih masing-masing wakil dari keduanya. Champion, 1981 (dalam Mustafa, 2003) mengatakan bahwa jumlah sampel yang paling efektif untuk dilakukan uji statistik adalah sebanyak 120 - 250. Berdasarkan pertimbangan tersebut, sampel minimal di dalam studi ini adalah sebanyak 120 dan sampel maksimal adalah sebanyak 250.

3.4Metoda Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan tahapan dalam proses penelitian yang penting karena hanya dengan mendapatkan data yang tepat maka proses penelitian akan berlangsung sampai penelitian mendapatkan jawaban dari perumusan masalah yang diteliti.

Jika ditinjau dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data berupa hasil wawancara, hasil kuesioner dan hasil observasi. Sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data pada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen berupa dari buku-buku, dokumen, dinas-dinas terkait, dan


(45)

sumber referensi lainnya yang berkaitan dengan fungsi dan aktivitas pada objek penelitian.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:  Kuesioner/angket

Pengambilan data dilakukan dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan/pernyataan kepada responden dengan harapan memberikan respons atas daftar pertanyaan tersebut.

 Observasi

Pengambilan data dilakukan dengan melakukan observasi (pengamatan) yang diteliti secara langsung di lokasi penelitian.

3.5Kawasan Penelitian

Lokasi penelitian berada Jalan Brigadir Jenderal Katamso, Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Medan Maimun. Istana Maimun terdiri dari 2 lantai dan memiliki 3 bagian yaitu bangunan induk, bangunan sayap kiri dan bangunan sayap kanan. Bangunan istana ini menghadap ke utara dan pada sisi depan terdapat bangunan Masjid Al-Mashun atau yang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Raya Medan.


(46)

Gambar 3.1 Map Istana Maimun (sumber: google Map)

Gambar 3.2 Bangunan Istana Maimun (sumber: google image)


(47)

Gambar 3.4 Bangunan Istana Maimun (sumber: google image)

3.6 Metoda Analisis Data

Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi (Sugiyono, 2010:89). Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa statistik deskriptif. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi, dan tanpa uji signifikansi. (Sugiyono, 2010)


(48)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Sejarah Kesultanan Deli

Di antara selat Malaka yaitu dari muara Sungai Labu dalam Utara perbatasan Langkat sampai sungai Pematang Oni di Selatan yang berbatasan dengan Serdang berdiri sebuah kesultanan yaitu Kesultanan Deli.

Asal mula kata Deli adalah berasal dari kata Delhi, yang merupakan tempat asalnya yaitu India. Dapat dilihat bahwa nama Deli sangat berkaitan dengan Delhi, bahwa asal mereka berasal dari negri Hindustan (India). Itulah kaitannya maka kerajaan yang didirikannya di beri nama Deli. (Sinar, 2006)

Berdirinya Kesultanan Deli sangat sering dikaitkan dengan seorang tokoh asal India bernama Gocah Pahlawan. Gocah Pahlawan dianggap sebagai nenek moyang rakyat Deli dan Serdang. Menurut (Hikayat Deli, 1923 dalam Sinar, 2006), putera seorang Raja di India yang bernama Muhammad Dalikhan merantau ke wilayah Nusantara, namun dalam perjalanan kapalnya karam didekat Kuala Pasai sehingga ia terdampar di Pasai. Tidak lama setelah peristiwa tersebut ia pun pergi ke Negeri Aceh. Pada waktu Sultan Aceh yang bernama Sultan Iskandar Muda sedang mendapat kesulitan menaklukkan 7 orang Rum (Turki) yang mengacau negeri Aceh, Muhammad Dalikhan membantu Sultan dengan membunuhi satu persatu para pengacau tersebut. Ia menyaru dengan nama Lebai Hitam. Atas jasanya maka Sultan Aceh mengaruniakan gelar Laksmana Kuda Bintan dan ia diangkat menjadi Laksamana Aceh. Kemudian ia dapat pula


(49)

Pahlawan untuk mengepalai orang-orang besar dan Raja-raja taklukan Aceh. Gocah Pahlawan berhasil lagi mengalahkan Negeri Bintan dan Pahang dan Negeri-negeri Melayu lainnya. Maka ia diberi gelar Sri Paduka Gocah Pahlawan Laksmana Kuda Bintan.

Pada 1619 M Sultan Iskandar Muda melakukan politik ekspansi dan penaklukan kerajaan di daerah Deli, khususnya kerajaan Aru yang terletak di Delitua dipimpin oleh Gocah Pahlawan. Dalam sejarah tercatat ada beberapa kali Aceh menyerang Aru yakni pada masa Sultan Alauddin Ri‟ayat Syah Said Al -Mukammal dan Sultan Iskandar Muda (Said, 1981 dalam Baiduri, 2012). Keberhasilan Gocah Pahlawan inilah yang membuat Sultan Iskandar Muda mempercayakannya sebagai wakil Aceh yang memerintah di Delitua. Nama Aru kemudian berganti dengan Deli, sebagaimana disebutkan dalam surat Iskandar Muda kepada Raja James I dari Inggris tahun 1615 M sebagai salah satu negeri yang dikuasai Iskandar Muda (Husny, 1975 dalam Sinar, 1989).

Kekuasaan diberikan oleh Aceh kepada Gocah Pahlawan waktu itu sebagai wakil Sultan Aceh untuk wilayah eks Kerajaan Haru dari batas Tamiang sampai ke sungai Rokan Pasir Ayam Denak yaitu dengan gelar Panglima Deli. Kekuasaan ini diberi oleh Aceh dengan misi: (a) menghancurkan sisa-sisa perlawanan Haru (yang dibantu Portugis); (b) Mengembangkan misi Islam ke wilayah pedalaman; (c) Mengatur pemerintahan yang menjadi bagian dari Imperium Aceh.

Sri Paduka Gocah Pahlawan Laksamana Kuda Bintan kawin dengan adik raja Sunggal, yaitu Datuk Itam Surbakti yang bernama Puteri Nang Baluan beru Surbakti, sekitar tahun 1632 M. Pada saat itu wilayah Urung asal Karo di Deli


(50)

ialah Sepuluh Dua Kuta Hamparan Perak; Sukapiring; Patumbak (Senembah) dan Sunggal. Maka Kerajaan Sunggal yang paling kuat. Oleh karena perkawinan ini, wilayah Pesisir diserahkan kepada Gocah Pahlawan selaku anak beru dari Sunggal. Sedikit demi sedikit Beliau memperluas kekuasaannya dengan mendirikan kampong Gunung Klarus, Sempali, Kota Bangun, Pulau Brayan, Kota Jawa, Kota Rengas, Percut, dan Sigara-gara. Beliau meninggal dunia pada tahun 1641 M (makamnya terletak di Batu Jergok, Deli Tua). Selaku pemegang kuasa Sultan Aceh Iskandar Muda yang perkasa pada waktu itu, semua empat kerajaan Karo tersebut bersama-sama mengangkatnya selaku Keuvorst atau Vrederechter

atau lazim juga disebut Patih atau Perdana Menteri.

Setelah Gocah Pahlawan meninggal dunia kemudian digantikan oleh puteranya yang bernama Tuanku Panglima Perunggit menurut kisahnya, bergelar “Panglima Deli” (lahir 1634-1700 M). Panglima Perunggit kawin dengan adik Raja Sukapiring. Kemungkinan beliau perang merebut Kesawan, yang terjadi pada waktu pemerintahan Muhammad Syah di XII Kuta dan Marah Umar di Sukapiring. Di dalam peperangan ini menurut ceritanya dipergunakan pasukan berkuda (kavaleri) yang pertama sekali. Disebutkan bahwa Deli diancam oleh “Raja Karau”, tetapi kemudian Raja ini dapat ditaklukkan Panglima Perunggit. Selanjutnya kekuasaan Aceh melemah setelah mangkatnya Sultan Iskandar Muda, dan kemudian Aceh diperintah oleh Raja-raja perempuan. Pada 1669 M, Panglima Perunggit memproklamirkan Deli merdeka dari Aceh dan selanjutnya menjalin hubungan dengan Belanda di Melaka. Pada tahun 1700 M Tuanku Panglima Perunggit wafat dan kemudian tahta kesultanan digantikan oleh keturunannya


(51)

secara turun-menurun. Mengenai adat dan kebudayaan yang di pakai di negeri Deli adalah adat dan budaya Melayu, yang menapis dan memasukkan juga unsur-unsur kebudayaan lainnya yang positif ke dalam kebudayaan Melayu guna mencapai perpaduan masyarakat yang kompak dan harmonis.

Secara keseluruhan raja atau sultan yang pernah bertahta di Kerajaan Deli adalah sebagai berikut: Sumber: Sinar (1989)

No. Nama Sultan Peran

1. Tuanku Panglima Gocah Pahlawan (1632-1669)

Mendirikan Kesultanan Deli dan memusatkan

pemerintahan di Deli Tua 2. Tuanku Panglima Parunggit (1669-1698) Memindahkan pemerintahan

ke Medan 3. Tuanku Panglima Padrap (1698-1728)

4. Tuanku Panglima Pasutan (1728-1761) Memindahkan pemerintahan ke Labuhan Deli

5. Tuanku Panglima Gandar Wahid (1761-1805)

6. Sultan Amaluddin Mangedar Alam (1805-1850)

7. Sultan Osman Perkasa Alamsyah (1850-1858)

8. Sultan Mahmud Perkasa Alam (1858-1873)

9. Sultan Ma‟moen Al Rasyid Perkasa Alam

(1873-1924)

Memindahkan pemerintahan kembali ke Medan

10. Sultan Amaluddin Al Sani Perkasa Alam (1924-1945)

11. Sultan Osman Al Sani Perkasa Alam (1945-1967)

12. Sultan Azmy Perkasa Alam (1967-1998) 13. Tuanku Otteman Mahmud Perkasa Alam

(1998-sekarang)

Tabel 4.1 Nama Sultan di Kerajaan Deli


(52)

Gambar 4.1 Istana Maimun pada tahun 1890-1905 (sumber: google image)

Istana Maimun merupakan salah satu warisan budaya bangunan tradisional pada masa kesultanan Deli. Istana Maimun merupakan bukti sejarah yang nyata tentang kejayaan kerajaan Deli pada masanya yang sangat dijaga oleh masyarakat Melayu. Istana Maimun dibangun pada masa Sultan Ma‟moen Alrasyid Perkasa Alamsyah yakni Sultan Deli ke-9.

Pada tahun 1890, Sultan Ma‟mun Al Rasyid memindahkan pusat

pemerintahan Kesultanan Deli kembali ke Medan (Pelly dkk., 1986:2 dalam Baiduri 2012). Pada saat memindahkan pusat pemerintahan ke Medan, Sultan Ma‟moen Al-Rasyid mendirikan sebuah istana yang megah yang bernama Istana Maimun. Peletakan batu pertamanya dilakukan pada tanggal 26 Agustus 1888 dan mulai dihuni tiga tahun kemudian yaitu pada tahun 1891 (Sinar, 1991:104). Tidak banyak catatan sejarah mengenai pemerintahan Sultan Ma‟mun Al Rasyid Perkasa Alamsyah. Namun di bawah kepemimpinannya, Kesultanan Deli berkembang


(53)

dengan sangat pesat. Selain istana ini, ia juga membangun beberapa bangunan yang menjadi sejarah besar bagi masyarakat Melayu, yakni Mesjid Raya dan Balai Kerapatan (Gedung Kantor Bupati Serdang).

Bangunan Istana Maimun berada di Jalan Brigadir Jenderal Katamso, Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Medan Maimun ini didirikan diatas tanah seluas 2.772 m2 merupakan rancangan seorang arsitek berkebangsaan Italia sekaligus perwira Belanda yang bernama TH. Van Erp. Ia mendesain istana ini dengan memadukan beberapa gaya arsitektur yakni arsitektur tradisional Melayu, arsitektur India Islam (Mogul) dan arsitektur Eropa.

Istana Maimun memiliki 2 unsur arsitektural, yaitu unsur arsitektur tradisional (lokal) dan arsitektural luar (asing). Ciri arsitektur tradisional yang dimaksud adalah arsitektur tradisional Melayu. Hal tersebut dapat dilihat pada denah, tangga, lantai, bentuk-bentuk jendela. Sedangkan ciri atau unsur arsitektur asing dapat dilihat pada halaman, denah, pondasi, tangga depan, lantai, pintu, jendela, ventilasi, tiang, pilaster, lengkungan, dan atap. Unsur arsitektur asing yang dimaksud berasal dari wilayah India dan Eropa (Pasaribu, 2004: 189-196).

Dalam UU No.11 tahun 2010 menurut pengkategorian cagar budaya, Istana Maimun dapat dikategorikan sebagai bangunan cagar budaya yang hanya terdiri dari satu bangunan (atau dapat disebut juga sebagai bangunan tunggal). Adapun fungsi dari situs ini pada masa lalu adalah sebagai bangunan pusat pemerintahan.

Dalam buku Istana Maimoon (The palace of Sultan Deli) oleh Djohan A. Nasution, Istana Maimoon berdiri di atas tanah seluas 2,772 m2 sedangkan luas


(54)

bangunan Istana Maimoon sendiri adalah 1262,25 m2. Bangunan ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian induk, sayap kiri dan sayap kanan. Bangunan ini merupakan bangunan bertingkat dua, dengan 82 buah tiang batu dan 43 buah tiang kayu, dengan lengkungan – lengkungan yang berbentuk lunas perahu terbalik dan landam kuda. Atap benbentuk kubah, yakni 3 kubah berwarna hitam dan juga 3 puncak. Semua ini merupakan adaptasi dari rumah tradisional Melayu, yang umumnya merupakan rumah panggung dengan menggunakan banyak tiang.

Istana Maimun memiliki arsitektur yang unik dengan perpaduan beberapa unsur kebudayaan Melayu bergaya Islam, Spanyol, India dan Italia. Perpaduan ini menyuguhkan keunikan inilah yang memberikan karakter khas bangunannya. Keunikan perpaduan tradisi Melayu dengan kebudayaan Eropa pada bangunan interiornya yang terlihat dari ornamen lampu, kursi, meja, lemari, jendela serta pintu dorong. Pengaruh Islam dapat dilihat dari bentuk lengkung di beberapa bagian atap istana yang bentuknya menyerupai perahu terbalik yang kerap dikenal dengan sebutan Persia Curve yang biasanya dijumpai pada bangunan-bangunan di kawasan Timur Tengah, India atau Turki. Walupun bangunan Istana Maimoon memiliki keaneka ragam gaya arsitektur, arsitektur Melayu adalah gaya arsitektur yang paling ditonjolkan, khusunya pada eksterior bangunan.

Bangunan Istana Maimun berdiri dari tahun 1888-sekarang, namun terdapat beberapa periode perbaikan-perbaikan yang pernah dilaksanakan secara berturut-turut yakni tahun 1948, 1959, 1973, dan 1974-1975 dimana perbaikan-perbaikan yang dilakukan adalah berupa pengecetan kembali bangunan istana, dan perbaikan taman dan peralatan istana.


(55)

Pada tahun 1979-1981 bangunan Istana Maimun dikonservasi oleh Bidang Permuseuman, Sejarah, dan Kepurbakalaan Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Sumatera Utara (Depdikbud, 1981/1982:25). Saat ini, jumlah kamar di Istana Maimun sudah bertambah menjadi 40 kamar. Dengan pembagian 20 kamar di lantai 1, dan 20 kamar di lantai 2. Penambahan ruangan ini dilakukan dengan cara memberikan sekat pada ruangan-ruangan berukuran besar dan dengan menutup teras-teras beratap yang dulu ada di sisi barat lantai 2 bangunan Istana Maimun.


(56)

Gambar 4.3 Singgasana raja di ruang utama (sumber: google image)


(57)

Gambar 4.5 Tahta raja (sumber: google image)

Gambar 4.6 Bagian dalam Istana Maimun (sumber: google image)

4.3Dasar Tinjauan Penelitian

Studi kasus pada penelitian ini adalah bangunan cagar budaya Istana Maimun. Istana Maimun dipilih menjadi studi kasus dengan pertimbangan selain


(58)

bangunan ini dikenal sebagai ikon kota Medan, dari segi arsitektur juga merupakan perpaduan dua unsur arsitektural yaitu unsur arsitektur tradisional (lokal) dan arsitektural luar (asing).

4.4Data Identitas Responden 4.4.1Jenis Kelamin

Dalam penelitian ini jumlah respondennya adalah 125 orang. Berdasarkan jenis kelamin terdapat sebanyak 48 responden (38,4%) berjenis kelamin laki-laki dan 77 responden (61,6%) berjenis kelamin perempuan. (Tabel 4.2)

No. Jenis kelamin Jumlah Presentase

1. Laki-laki 48 38,4%

2. Perempuan 77 61,6%

Total 125 100%

Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


(59)

4.4.2Umur

Responden berdasarkan umur, yaitu responden yang berumur dari 18 tahun sampai dengan responden yang berumur 26 tahun. Berdasarkan umur, maka didapat sebanyak 42 responden (33,6%) yang berumur 18 – 20 tahun, 74 responden (59,2%) yang berumur 21 – 23 tahun, 9 responden (7,2%) yang berumur 23 – 26 tahun. (Tabel 4.3)

No. Umur Jumlah Presentase

1. 18 – 20 tahun 42 33,6%

2. 21 – 23 tahun 74 59,2%

3. 24 – 26 tahun 9 7,2%

Total 125 100%

Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Umur

0 10 20 30 40 50 60 70 80

18 - 20 Tahun 21 -23 Tahun 24 -26 Tahun

Ju

m

lah

Umur

Diagram 4.2 Responden Berdasarkan Umur

4.4.3Pendidikan Terakhir

Responden berdasarkan pendidikan terakhir, yaitu responden yang mempunyai latar belakang pendidikan dari tingkat SMA hingga S-1. Berdasarkan


(60)

pendidikan terakhir, maka didapat sebanyak 98 responden (78,4%) berpendidikan SMA, 5 responden (4%) berpendidikan D-3, 22 responden (17,6%) berpendidikan S-1. (Tabel 4.4)

No. Pendidikan Terakhir Jumlah Presentase

1. SMA 98 78,4%

2. D-3 5 4%

3. S-1 22 17,6%

Total 125 100%

Tabel 4.4 Responden Berdasarkan Pendidikan

0 20 40 60 80 100

SMA D-3 S-1

Ju

m

lah

Pendidikan terakhir

Diagram 4.3 Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

4.5Data Pertanyaan Kuesioner Berdasarkan Variabel Yang Dinilai 4.5.1Mengetahui tentang Istana Maimun

Pengisian kuesioner dilakukan terhadap 125 responden bertujuan untuk mengetahui apakah responden tahu tentang bangunan Istana Maimun itu. (Tabel 4.5)


(61)

Apakah Anda mengetahui

bangunan Istana Maimun?

Jumlah responden (125 orang)

Presentase Total

Tahu Tidak

124 1

100%

99,2% 0,8%

Tabel 4.5 Persepsi responden tentang Istana Maimun

0 20 40 60 80 100 120 140

Tahu Tidak

Apakah Anda mengetahui bangunan Istana Maimun?

Tahu Tidak

Diagram 4.4 Persepsi responden tentang Istana Maimun

Hasil analisa diperoleh bahwa sebanyak 124 responden (99,2%) mengatakan bahwa mereka mengetahui bangunan Istana Maimun dan sebanyak 1 responden (0,8%) yang tidak mengetahui tentang bangunan Istana Maimun.

4.5.2Kunjungan ke Istana Maimun

Variabel ini bertujuan untuk mengetahui apakah responden pernah mengunjungi Istana Maimun. (Tabel 4.6)


(62)

Apakah Anda pernah berkunjung ke

Istana Maimun?

Jumlah responden (125 orang)

Presentase Total

Ya Tidak

101 24

100%

80,8% 19,2%

Tabel 4.6 Kunjungan responden ke Istana Maimun

0 20 40 60 80 100 120

Ya Tidak

Apakah Anda pernah berkunjung ke Istana Maimun?

Ya Tidak

Diagram 4.5 Kunjungan responden ke Istana Maimun

Hasil analisa diperoleh bahwa sebanyak 101 responden (80,8%) mengatakan bahwa mereka pernah mengunjungi Istana Maimun dan sebanyak 24 responden (19,2%) yang tidak pernah mengunjungi Istana Maimun.

4.5.3Estetika Istana Maimun

Variabel ini bertujuan untuk mengetahui pendapat responden tentang bentuk fisik bangunan Istana Maimun dari tingkat yang paling tinggi yaitu sangat menarik hingga tingkat terendah yaitu tidak menarik. (Tabel 4.7)


(63)

Pendapat Anda tentang

Istana Maimun?

Jumlah responden (125 orang)

Presentase Total Sangat

Menarik

Menarik Cukup Menarik

Kurang Menarik

Tidak Menarik

26 50 39 8 2

100%

20,8% 40% 31,2% 6,4% 1,6%

Tabel 4.7 Pandangan responden terhadap estetika Istana Maimun

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Sangat menarik Menarik Cukup menarik Kurang menarik Tidak menarik

Pendapat Anda tentang Istana Maimun?

Diagram 4.6 Pandangan responden terhadap estetika Istana Maimun

Hasil analisa diperoleh bahwa sebanyak 26 responden (20,8%) mengatakan bahwa bangunan Istana Maimun termasuk dalam kategori sangat menarik, 50 responden (40%) mengatakan bahwa bangunan Istana Maimun termasuk dalam kategori menarik, 39 responden (31,2%) mengatakan bahwa bangunan Istana Maimun termasuk dalam kategori cukup menarik, 8 responden (6,4%) mengatakan bahwa bangunan Istana Maimun termasuk dalam kategori kurang menarik, dan sebanyak 2 responden (1,6%) yang mengatakan bangunan Istana Maimun termasuk kategori tidak menarik.


(64)

4.5.4Daya Tarik Istana Maimun

Variabel ini bertujuan untuk mengetahui bagian atau hal yang paling menarik perhatian responden saat melihat bangunan Istana Maimun. Bagian yang paling menarik terdiri dari beberapa jenis yaitu tampak luar bangunan(eksterior), bagian dalam bangunan(interior), sejarah berdirinya Istana Maimun, budaya/tradisi Melayu, kerajaannya, pakaian adat Melayu dan sebagainya. (Tabel 4.8) Apa yang paling menarik dari Istana Maimun?

Jumlah responden (125 orang)

Presen tase Total Tampak luar bangun-an Bagian dalam bangun an Sejarah berdiri-nya Istana Maimun Budaya /tradisi Melayu Kera-jaan Pakaian adat Melayu Lain-nya

20 12 11 1 3 2 1

100%

40% 24% 22% 2% 6% 4% 2%

Tabel 4.8 Pandangan responden terhadap daya tarik Istana Maimun

0 5 10 15 20

Apa yang paling menarik dari Istana Maimun?


(65)

Hasil analisa diperoleh dari 50 responden yang mengatakan bahwa bangunan Istana Maimun itu menarik. Bagian yang paling menarik dari Istana Maimun yaitu sebanyak 20 responden (36%) mengatakan bagian/hal yang paling menarik dari bangunan Istana Maimun adalah tampak luar bangunan(eksterior), 12 responden (24%) mengatakan bagian/hal yang paling menarik dari bangunan Istana Maimun adalah bagian dalam bangunan(interior), 11 responden (22%) mengatakan bagian/hal yang paling menarik dari bangunan Istana Maimun adalah sejarah berdirinya Istana Maimun, 1 responden (2%) mengatakan bagian/hal yang paling menarik dari bangunan Istana Maimun adalah budaya/tradisi Melayu, 3 responden (6%) mengatakan bagian/hal yang paling menarik dari bangunan Istana Maimun adalah kerajaannya, 2 responden (4%) mengatakan bagian/hal yang paling menarik dari bangunan Istana Maimun adalah pakaian adat Melayu, dan sebanyak 1 responden (2%) mengatakan bagian/hal yang paling menarik dari bangunan Istana Maimun adalah hal lainnya yang tidak terdapat di dalam pilihan yaitu akulturasi budayanya.


(66)

Gambar 4.8 Bagian dalam bangunan (interior) (sumber: google image)

4.5.5Keberadaan Istana Maimun

Variabel ini bertujuan untuk mengetahui pandangan responden terhadap keberadaan bangunan Istana Maimun. (Tabel 4.9)

Apakah keberadaan

Istana Maimun itu

penting?

Jumlah responden (125 orang) Presentase Total

Ya Tidak Biasa saja

107 1 17

100%

85,6% 0,8% 13,6%


(1)

64

 Pemerintah

Melakukan pengawasan oleh pihak Pemerintah Daerah Kota Medan terhadap pelestarian yang dilakukan terhadap bangunan Istana Maimun dan juga melakukan penataan wajah kawasan sehingga akan memberi nilai tambah yang dapat menarik wisatawan untuk menikmati kekayaan sejarah dan arsitektur kota dimana secara tidak langsung akan meningkatkan nilai ekonomi bangunan. Selain itu juga meningkatkan kesadaran masyarakat dengan adanya sosialisasi atau penyuluhan untuk selalu peduli terhadap kelestarian bangunan bersejarah khususnya Istana Maimun sehingga mereka lebih berperan aktif dan mempunyai partisipasi yang tinggi.

 Masyarakat

Untuk memelihara, memperbaiki dan mengembangkan bangunan bersejarah yang mereka miliki salah satu diantaranya yaitu Istana Maimun dengan cara selalu mengutamakan menjaga kebersihan dan kenyamanan sehingga bangunan yang mereka miliki tetap terjaga keasliannya.

 Peneliti selanjutnya

Penelitian ini dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya yang lebih detail tentang arahan konservasi bangunan bersejarah yang ada di kota Medan. Selain itu perlu adanya penelitian lebih lanjut yang respondennya lebih heterogen sehingga keberadaan bangunan besejarah yang ada di kota Medan dapat segera dilestarikan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Adishakti, L. T. 1997. A Study on the Conservation Planning of Yogyakarta Historic-tourist City Based on Urban Space Heritage Conception. Kyoto: Doctoral Thesis, University of Kyoto.

Attoe, W. 1989. Perlindungan Benda Bersejarah. Dalam Catanese, Anthony J., Snyder, James, C. (Editor). Perencanaan Kota: 413-437. Jakarta: Erlangga. Baiduri, R. 2012. Masjid Raya Al-Mashun Medan. Tinjauan Arsitektural dan

Ornamental. Yogyakarta: Eja Publisher.

Budiharjo, E., Sidharta. 1989. Konservasi Lingkungan dan Bangunan Kuno Bersejarah di Surakarta. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Budihardjo, E. 1995. Arsitektur: Pembangunan dan konservasi. Jakarta:

Djambatan.

Cowherd, R. 1999. Indonesia and the New Conservation. Bandung: ICOMOS and The Bandung Heritage for Society.

Danisworo, M. 1988. Konseptualisasi Gagasan dan Upaya Penanganan Proyek Peremajaan Kota:Pembangunan Kembali Sebagai Fokus. Jakarta.

Danisworo, M. 1991. Teori Perancangan Urban. Bandung: Program Studi Perancangan Arsitektur Pasca Sarjana ITB.

Danisworo, M. 1999. Kesinambungan dan Perubahan dalam Konservasi Kota dan Monumen dan Situs Indonesia. Bandung: ICOMOS Scientific Publication. Dobby, A. 1978. Conservation and planning. London: Hutchinson.

Feilden, B. M. 1994. Conservation of Historic Buildings. Oxford: Butterworth-HeinemannLtd.

Fraenkel, J. R, Wellen, N. E. 2008. How to Design and Evaluate research in Education. New York: McGraw-Hill.

Geddes, Grosset. 2003. Webster’s universal dictionary and thesaurus. Scotland.

Given, L. M. 2008. The Sage encyclopedia of qualitative research methods. Thousand Oaks: Sage.


(3)

66

Kerr, J. S. 1982. The Conservation Plan, A Guide To The Preparation Of Conservation Plans For Places Of European Cultural Significance, Sydney: The National Trust Of Australia (NSW).

Lubis, H. 1990. Arahan Kebijaksanaan Pelestarian Di Kawasan Jakarta Kota. Tugas Akhir Jurusan Teknik Planologi, ITB.

Lynch, K. 1960. Image of The City. Cambridge: Mass. MIT Press.

Marquis-Kyle, P. & Walker, M. 1996. The Illustrated BURRA CHARTER. Making good decisions about the care of important places. Australia: ICOMOS. Mustafa, H. 2003. Metode Penelitian. Bandung: Universitas Katolik

Parahyangan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Administrasi Niaga.

Raskin, E. 1954. Architecturally Speaking. Reinhold Publishing Corporation. Shirvani, H. 1985. The Urban Design Process. New York: Van Nostrand

Reinhold Company.

Silaen, S., Widiyono. 2013. Metodologi Penelitian Sosial Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: Penerbit IN MEDIA.

Sinar, T. L. 1989. Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur. Sinar, T. L. 1991. Sejarah Medan Tempo Doeloe. Medan: Perwira Medan.

Sinar, T. L. 2006. Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan: Yayasan Kesultanan Serdang.

Stipe, R. 1972. Legal Techniques in Historic Preservation. Washington: National Trust for Historic Preservation.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata. 2006. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010, Cagar budaya, Jakarta.


(4)

LAMPIRAN KUESIONER PENELITIAN

I. PETUNJUK PENGISIAN

1. Sebelum Anda menjawab daftar pertanyaan yang telah disiapkan, terlebih dahulu

isi daftar identitas yang telah disediakan.

2. Bacalah dengan baik setiap pertanyaan, kemudian beri tanda centang (√) pada

jawaban yang dianggap paling tepat.

3. Isilah kuesioner ini dengan jujur serta penuh ketelitian sehingga semua soal dapat

dijawab. Dengan mengisi kuesioner ini, berarti Anda telah ikut serta membantu dalam penyelesaian studi. Dan sebelumnya tak lupa saya ucapkan banyak terima kasih atas segala bantuannya.

II. IDENTITAS RESPONDEN

Tanggal pengisian : ……../……../……….(tgl/bln/thn)

Jenis kelamin : ฀Laki-laki ฀Perempuan

Umur :………..tahun

Pendidikan terakhir: ฀SMA ฀D-3 ฀S-1

Saat ini menempuh pendidikan di : ……… III. DAFTAR PERTANYAAN

1. Apakah Anda mengetahui bangunan Istana Maimun?

฀ Ya

฀ Tidak

2. Apakah Anda pernah berkunjung ke Istana Maimun?

฀ Ya

฀ Tidak

3. Motivasi utama Anda mengunjungi Istana Maimun?

฀ Rekreasi

฀ Studi penelitian

฀ Lainnya, sebutkan………

4. Pendapat Anda tentang Istana Maimun?

฀ Sangat menarik

฀ Menarik

฀ Cukup menarik

฀ Kurang menarik


(5)

5. Pada waktu kapan Anda mengunjungi Istana Maimun?

฀ Hari libur (Minggu)

฀ Hari kerja (Senin-Sabtu)

฀ Libur Hari Besar

6. Frekuensi kunjungan:

฀ Baru sekali

฀ Jarang (1 kali dalam setahun)

฀ Cukup sering (2-6 dalam setahun)

฀ Sering ( rutin setiap bulan)

฀ Sering sekali (lebih dari satu kali dalam sebulan)

7. Apa yang paling menarik dari Istana Maimun? *hanya pilih satu

฀ Tampak luar bangunan, seperti pintu, jendela, atap, dll.

฀ Bagian dalam bangunan, seperti ruang tamu, tahta raja, dll.

฀ Sejarah berdirinya Istana Maimun

฀ Budaya/tradisi Melayu

฀ Kerajaan

฀ Pakaian adat Melayu

฀ Lainnya, sebutkan……….

8. Menurut Anda, apakah keberadaan Istana Maimun itu penting?

฀ Ya

฀ Tidak

฀ Biasa saja

9. Apakah bangunan Istana Maimun mempunyai pengaruh peranan sejarah yang

besar terhadap perkembangan kota Medan?

฀ Ya, sangat berpengaruh

฀ Ya, namun tidak terlalu berpengaruh

฀ Tidak berpengaruh

10. Apakah Anda setuju apabila Istana Maimun dihancurkan?

฀ Ya

฀ Tidak

11.Apakah keberadaan bangunan Istana Maimun mempengaruhi lingkungan

disekitarnya?

฀ Ya

฀ Tidak

12. Bagaimana pendapat Anda tentang kepedulian masyarakat terhadap


(6)

฀ Peduli

฀ Cukup peduli

฀ Kurang peduli

฀ Tidak peduli

13. Apakah Anda mengetahui kerajaan/kesultanan manakah yang tinggal di Istana

Maimun?

฀ Ya

฀ Tidak

14. Apakah Istana Maimun merupakan sebuah bangunan yang layak

dipertahankan(dilestarikan)?

฀ Ya

฀ Tidak

15. Mengapa Istana Maimun layak untuk dilestarikan? (jika Anda menjawab ya)

………

16. Mengapa Istana Maimun tidak layak untuk dilestarikan? (jika Anda menjawab

tidak)

………

17.Apakah partisipasi/keterlibatan masyarakat itu diperlukan dalam melestarikan

Istana Maimun?

฀ Ya

฀ Tidak

18. Jika partisipasi masyarakat diperlukan dalam melestarikan Istana Maimun maka

apa bentuk bantuan yang akan Anda berikan?

฀ Bantuan dana

฀ Bantuan tenaga

฀ Bantuan ide/pikiran/gagasan

฀ Semuanya

19. Jika Anda diberi kesempatan untuk memilih bagian dari Istana Maimun untuk

dilestarikan, bagian mana yang akan Anda pilih?

………