I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Keberadaan kawasan
industri menimbulkan berbagai dampak, baik dampak
positif maupun dampak negatif. Kegiatan
industri tersebut memberikan
kontribusi peningkatan konsentrasi polutan seperti gas ke
udara bebas di atmosfer Goyal dan Rao 2006. NO
2
dan SO
2
merupakan jenis gas yang diemisikan industri ke udara bebas yang
akan mempengaruhi
keadaan kualitas
lingkungan. Sebaran pencemar di udara dipengaruhi oleh kondisi sumber pencemar
serta dipengaruhi juga oleh proses transportasi maupun
transformasi reaksi
kimiawi pencemar di atmosfer. Proses transportasi
maupun transformasi sangat dipengaruhi oleh faktor meteorologi seperti arah dan kecepatan
angin, suhu udara, dan kondisi stabilitas atmosfer.
Penggunaan model dispersi polutan akan sangat membantu dalam memprediksi sebaran
dan konsentrasi polutan yang di emisikan dari suatu
sumber. Hybrid
Single-Particle Lagrangian
Trajectory HYSPLIT
merupakan salah satu model yang digunakan untuk memprediksi trajektori, dispersi, dan
konsentrasi polutan dari sumber titik, garis, maupun area. Model ini mengaitkan hubungan
antara komponen distribusi polutan dengan komponen meteorologi melalui model WRF
untuk
mengidentifikasi sumber
lokasi. HYSPLIT dibangun oleh Draxler sejak tahun
1982 dan dikembangkan oleh Air Resources Laboratory dari NOAA hingga saat ini
Draxler 1998.
Oleh sebab itu, pendugaan sebaran dan konsentrasi
polutan pada
kajian ini
menggunakan model HYSPLIT. Model ini dibangun untuk memprediksi sebaran dan
konsentrasi pencemar udara dari sumber titik.
1.2 Tujuan
1. Memahami dan mempelajari HYSPLIT
sebagai salah satu aplikasi model untuk memprediksi dan menganalisa arah
sebaran NO
2
dan SO
2
dari sumber titik. 2.
Memprediksi konsentrasi NO
2
dan SO
2
yang didispersikan ke lingkungan. 3.
Menganalisis hubungan suhu dan kondisi stabilitas statik terhadap konsentrasi NO
2
dan SO
2
. II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran Udara
Udara merupakan unsur kehidupan yang paling utama. Namun, meningkatnya kegiatan
perkotaan seperti transportasi, perdagangan, industri, rumah tangga, serta pembangkit
energi sedikit demi sedikit akan membuang berbagai jenis bahan pencemar ke udara.
Sehingga akan mengakibatkan penurunan kualitas udara dan menimbulkan dampak
terhadap pencemaran udara Wang et al 2007. Pada wilayah perkotaan, pencemaran
udara
sebagian besar
disebabkan oleh
pembakaran sumber energi yang kekuatan emisinya sangat bergantung pada intensitas
aktivitas antropogenik
di daerah
yang bersangkutan, di mana emisi merupakan suatu
komponen yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk ke dalam udara ambien yang
mempunyai atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar di udara Djayanti
dkk 2011.
Tabel 1 Baku Mutu Emisi dalam 1 Jam Zat pencemar
Baku mutu Partikel debu
350 Cl
2
10 SO
2
800 NO
2
1000 Sumber : KLH 2002
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan
dan Lingkungan
Hidup KEPMEN KLH Kep.02Men-KLH1998,
pencemaran udara merupakan proses masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, dan atau komponen lain ke udara dan atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan
manusia atau proses alam sehingga kualitas udara menurun hingga ke tingkat tertentu
yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak
berfungsi lagi
sesuai dengan
peruntukannya. Definisi
lain mengenai
pencemaran udara yaitu masuknya zat pencemar ke udara bebas atau atmosfer, baik
secara alami maupun dari kegiatan manusia sehingga
mengakibatkan zat
pencemar tersebut melayang di udara dan bergerak
sesuai dengan gerakan dan tingkah laku udara dalam jumlah yang melebihi ambang batas
yang masih diperkenankan untuk kesehatan makhluk hidup maupun estetika Soemarno
1999.
2.1.1 Sumber dan Jenis Pencemar Udara
Menurut asalnya, sumber pencemaran udara dibagi menjadi dua yaitu sumber alami
dan non alami buatan. Sumber pencemar alami yaitu masuknya zat pencemar ke udara
bebas yang diakibatkan oleh adanya aktivitas letusan gunung berapi, kebakaran hutan dan
lain sebagainya yang disebabkan karena adanya aktivitas alam. Sedangkan sumber non
alami buatan yaitu masuknya zat pencemar ke udara bebas yang diakibatkan oleh adanya
aktivitas manusia seperti aktivitas transportasi, indusri,
dan domestik
rumah tangga
Soedomo 2001. Menurut Arya 1999 sumber pencemaran
udara berasal dari : 1.
Sumber urban dan Industri ; a.
Pembangkit tenaga listrik yang masih menggunakan batu bara sehingga dapat
menghasilkan zat pencemar polutan dalam jumlah yang cukup banyak.
b. Kegiatan industri, berasal dari
penambangan, perakitan, penggunaan zat kimia, dan lain sebagainya.
c. Transportasi, Emisi yang dihasilkan
diestimasi berdasarkan per unit area dengan mempertimbangkan kepadatan
lalulintas, kecepatan kendaraan, dan emisi perkendaraan.
d. Proses pembakaran, berasal dari
pembakaran diluar ruangan seperti api unggun, pembakaran sampah, dan lain
sebagainya e.
Pembuangan limbah, berasal dari limbah udara yang dihasilkan oleh
industri dan dibuang melalui cerobong asap.
f. Aktivitas konstruksi, misalnya berasal
dari pembukaan lahan, peledakan, penggalian, dan pengecatan. Sebagian
besar polutannya yaitu debu dan PM
10
. 2.
Sumber rural dan pertanian Sumber pencemar udara di wilayah
rural termasuk kegiatan pertanian dapat dibagi menjadi :
a. Debu yang berterbangan
Angin yang bertiup akan menghambat partikel-partikel
halus dan
membawanya ke udara. b.
Slash burning Membuka
lahan dengan
cara membakar hutan, jerami, dan rumput
liar menjadi sumber utama dari asap yang membawa banyak polutan.
c. Emisi tanah
Lahan yang akan diolah biasanya banyak menggunakan pupuk yang
mengandung nitrat dan fosfat sehingga menghasilkan NO
x
yang berasal dari aktivitas mikroba di permukaan tanah.
d. Pestisida dan bahan kimia
Penggunaan pestisida dengan cara disemprotkan
dari udara
akan berpotensi zat pestisida tersebut tertiup
angin. e.
Proses pembusukan limbah Limbah produksi yang membusuk akan
melepaskan ammonia dan metana ke atmosfer.
3. Sumber alami
Sumber alami dapat dikelompokkan menjadi :
a. Erosi angin, tiupan angin kencang di
atas permukaan
tanah dapat
mengangkat partikel tanah. b.
Kebakaran hutan, kebakaran hutan dapat terjadi karena adanya sambaran
petir sehingga menghasilkan sejumlah asap, CO, CO
2
, NO
x
, dan HC c.
Letusan gunung berapi, sebagian besar menyemburkan CO
2
, SO
2
, dan gas-gas lain ke atmosfer dalam jumlah yang
cukup besar. d.
Emisi biogenik, berasal dari hutan dan padang
rumput. Polutan
yang dihasilkan berupa HC, metana, dan
ammonia. e.
Percikan air laut dan evaporasi, percikan air laut akibat ombak yang
pecah di sepanjang pantai yaitu sumber utama partikel garam di atmosfer.
f. Proses mikroba tanah, respirasi aerob
dan anaerob dari tanah dan vegetasi menghasilkan emisi NO, metana,
hidrogen sulfida, dan ammonia. g.
Pembusukan alami
bahan-bahan organik, pembusukan tumbuhan dan
bahan-bahan organik lainnya akan menghasilkan
metana, hidrogen,
sulfida, dan ammonia. h.
Kilat, kilat dapat menghasilkan NO dalam jumlah besar yang selanjutnya
dapat bereaksi
secara fotokimia
menjadi O
3
. Berdasarkan polanya sumber pencemar
dibagi menjadi tiga, yaitu Tjasjono 1999: 1.
Sumber titik point source, berasal dari pabrik-pabrik atau industri yang
mengeluarkan zat pencemar ke udara melalui cerobong pembuangan.
2. Sumber garis line source, merupakan
sumber pencemar yang mengeluarkan pancaran zat pencemar berupa garis
yang memanjang, misalnya emisi yang
dikeluarkan oleh kendaraan di jalan raya.
3. Sumber area area source, merupakan
sumber pencemar yang mengeluarkan pancaran zat pencemar dari suatu
wilayah, seperti kawasan industri. Berdasarkan perilakunya di atmosfer, jenis
pencemar udara dibagi menjadi dua yaitu pencemar primer dan pencemar sekunder.
Pencemar primer merupakan jenis pencemar yang komposisinya tidak akan mengalami
perubahan di atmosfer baik secara kimia maupun fisis dalam jangka waktu yang relatif
lama harian sampai tahunan dan akan tetap seperti
komposisinya seperti
waktu diemisikan oleh sumber, misalnya : CO, CO
2
, NO
x
, N
2
O, TSP, SO
x
, metana, senyawa halogen, partikel logam, dan lain sebagainya.
Pencemar ini memiliki waktu tinggal yang lama di atmosfer karena sifatnya yang stabil
terhadap reaksi-reaksi kimia fisik atmosfer. Sedangkan pencemar sekunder yaitu jenis
pencemar yang terbentuk di atmosfer sebagai hasil reaksi-reaksi atmosfer seperti hidrolisis,
oksidasi, dan reaksi fotokimia Suryani 2010. 2.1.2
Dispersi Pencemar Udara
Dispersi pencemar di atmosfer secara umum melibatkan tiga mekanisme utama
yaitu arah dan kecepatan angin, kenaikan massa udara, dan turbulensi atmosfer Stull
2000. Selain itu Cloquet et al 2005 menyebutkan bahwa mekanisme dispersi
pencemar dari suatu sumber emisi juga dapat dipengaruhi oleh karakteristik meteorologi
dan topografi wilayah setempat.
Pola dispersi memiliki bentuk yang berbeda, sehingga menghasilkan jarak jangkau
dan kemampuan difusi yang berbeda-beda. Kondisi
stabilitas atmosfer
dapat diklasifikasikan melalui pola kepulan suatu
cerobong. Beberapa jenis pola dasar dan pola peralihan, antaralain Geiger 1995 :
1. Pola dasar kepulan
Looping merupakan pola kepulan yang terjadi jika suhu udara berkurang
dengan bertambahnya
ketinggian. Looping hanya terjadi pada siang hari,
biasanya pada saat langit cerah. kasus ini terjadi pada kondisi atmosfer tidak
stabil yang
akan membawa
zat pencemar secara cepat dan tidak teratur
hingga konsentrasi
zat pencemar
menjadi encer. Coning merupakan pola kepulan yang
terjadi jika hari berawan dan berangin dengan suhu yang sedikit menurun
dengan bertambahnya ketinggian yaitu sekitar 1°C1000 m. Kondisi ini terjadi
pada saat atmosfer dalam keadaan netral.
Fanning merupakan pola kepulan yang terjadi jika suhu udara meningkat
dengan bertambahnya
ketinggian inversi. Kondisi ini terjadi pada saat
atmosfer dalam keadaan stabil, yang sering terjadi pada malam dan pagi hari
saat langit cerah dan angin bertiup lemah.
2. Pola peralihan
Fumigation merupakan pola kepulan yang
terjadi akibat
adanya pencampuran ke arah atas dan bawah
yang dibatasi oleh inversi, yang dikaitkan dengan inversi radiatif.
Lofting merupakan pola kepulan yang tidak terjadi proses pencampuran ke
arah bawah. Namun ada persebaran zat pencemar ke arah atas.
Trapping merupakan pola kepulan yang terjadi jika inversi panas menjerat
gas buang dari cerobong pabrik dalam lapisan
udara permukaan.
Pada trapping terjadi pencampuran ke arah
bawah. Sehingga kepulan cenderung menyebar secara horizontal ke arah
bawah.
Gambar 1 Stabilitas atmosfer berdasarkan pola kepulan asap dari cerobong
Sumber : Geiger 1995
2.1.3 Karakteristik Senyawa Nitrogen
Oksida NO
x
Nitrogen Oksida merupakan salah satu jenis pencemar udara yang diemisikan dari
berbagai sumber salah satunya yaitu sektor industri. Akibat adanya kegiatan industri, NO
x
memberikan kontribusi ke udara sekitar 67.7 Atimtay dan Chaudhary 2006
Nitrogen Oksida disebut juga dengan NO
x
karena memiliki
dua bentuk
dengan karakteristik yang berbeda, yaitu NO dan
NO
2
. NO
memiliki karakteristik
tidak berwarna dan tidak berbau, sedangkan NO
2
berwarna dan berbau. Gas NO
2
sangat berbahaya bagi kesehatan manusia karena
dapat menyebabkan gangguan pernafasan. Selain itu NO
2
juga dapat mengurangi jarak pandang dan resistansi di udara Hadiwidodo
dan Huboyo 2006. Menurut Seinfeld 1986 sumber gas NO
x
berasal dari gas buangan hasil pembakaran dengan suhu tinggi. Rata-rata waktu tinggal
gas NO
x
di udara relatif pendek. NO
x
rata-rata berada di atmosfer berkisar antara 1
– 4 hari. Waktu
tinggal yang
relatif pendek
menyebabkan efek NO
x
banyak terjadi dalam skala regional dan lokal.
2.1.4 Karakteristik
Senyawa Sulfur
Oksida SO
x
Pada umumnya senyawa Sulfur Oksida memiliki dua bentuk yaitu SO
2
dan SO
3.
Sulfur dioksida merupakan gas yang berbau tajam
dan tidak mudah terbakar di udara, sedangkan sulfur trioksida merupakan gas yang tidak
reaktif. Sumber senyawa sulfur di atmosfer yaitu dari pembakaran bahan bakar fosil
dengan bahan bakar yang digunakan yaitu batubara Satriyo 2008.
Mekanisme pembentukan
SO
x
dapat dituliskan dalam dua tahap reaksi sebagai
berikut : S + O
2
SO
2
2SO
2
+ O
2
2SO
3
Pencemaran SO
x
menimbulkan dampak terhadap manusia, hewan, dan kerusakan pada
tanaman. Sulfur
dioksida mempunyai
kelarutan yang tinggi dalam air dengan waktu tinggal di atmosfer sekitar 2
– 4 hari Seinfeld dan Pandis 2006.
2.2 Faktor
yang Mempengaruhi
Penyebaran Polutan
Kondisi atmosfer sangat dinamik yang secara alami mampu melakukan dispersi,
dilusi, difusi, dan transformasi baik melalui proses fisika maupun kimia serta mekanisme
kinetik atmosfer terhadap zat-zat pencemar Soedomo 2001. Kemampuan atmosfer
tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor meteorologi
yang diindikasikan
dengan parameter-parameter meteorologi dan setiap
parameter meteorologi yang berpengaruh terhadap proses pencemaran di atmosfer satu
sama lain saling berkaitan. Dispersi pencemar terjadi karena adanya tenaga yang membawa
pencemar tersebut dari sumbernya ke udara ambien.
Difusi terjadi
karena adanya
perbedaan konsentrasi,
pencemar akan
menyebar dari
konsentrasi tinggi
ke konsentrasi yang lebih rendah. Dari proses
dispersi dan difusi menghasilkan dilusi pengenceran zat pencemar dari suatu sumber
yang konsentrasinya sangat kental di udara ambien dengan hasil konsentrasi yang lebih
rendah.
Peranan parameter meteorologi dalam proses dispersi sangat penting yaitu meliputi
arah dan kecepatan angin, suhu udara, stabilitas atmosfer, mixing height, dan
turbulensi. 2.2.1
Arah dan Kecepatan Angin
Arah dan
kecepatan angin
akan menentukan ke mana dan seberapa jauh
pencemar bergerak meninggalkan sumbernya. Semakin
cepat angin
bergerak, maka
pencemar akan semakin cepat meninggalkan jauh dari sumbernya. Proses dispersi sangat
dipengaruhi oleh variasi arah angin, jika arah angin secara kontinu menyebar ke berbagai
arah maka area sebaran pencemar akan semakin luas. Namun, jika arah angin hanya
bergerak ke satu arah tertentu maka daerah tersebut akan memiliki paparan pencemar
yang tinggi.
Menurut Geiger 1995 terdapat dua jenis pergerakan angin, yaitu pergerakan angin
secara laminar dan turbulen. Pergerakan angin secara laminar merupakan pergerakan angin
yang tenang sepanjang lapisan yang sejajar. Sedangkan pergerakan angin secara turbulen
yaitu pergerakan angin yang acak dan baur. Sehingga pada pergerakan angin secara
turbulen terjadi percampuran antara udara yang tercemar dengan udara yang bersih yang
akan mempercepat pengenceran pencemar di udara.
2.2.2
Suhu udara
Menurut Kozarev dan Ilieva 2011 suhu udara memegang peranan penting dalam
proses dispersi polutan. Di dekat permukaan, suhu memiliki karakteristik yang berbeda
dengan suhu udara. Hal ini disebabkan karena pertukaran bahang yang terjadi di dekat
permukaan
berlangsung melalui
proses konveksi bebas yang ditunjukkan dengan
pergerakan laminar dan konveksi paksa dengan pergerakan turbulen.
Pada siang hari, penerimaan bahang di permukaan
lebih tinggi
sehingga menyebabkan suhu permukaan akan lebih
tinggi dibandingkan dengan suhu pada lapisan di atasnya. Kondisi stabil yaitu suhu udara
lebih rendah dari lingkungan, yang artinya pencemar tidak dapat naik namun tetap barada
di atmosfer dan akan terakumulasi, sehingga konsentrasi pencemar akan naik. Sebaliknya
kondisi tidak stabil yaitu suhu udara lebih tinggi dari suhu lingkungan, yang artinya
pencemar akan naik dan menyebar dengan baik.
2.2.3 Stabilitas atmosfer
Stabilitas atmosfer memegang peranan penting
dalam proses
dispersi dan
pengenceran zat-zat pencemar di udara. Kriteria kestabilan salah satunya ditentukan
oleh lapse rate atau gradien temperatur. Gradien temperatur merupakan perubahan
temperatur terhadap ketinggian. Lapse rate mempunyai pengaruh yang signifikan pada
gerak vertikal udara Cimorelli et al 2004.
Stull 2000 menyatakan bahwa kondisi stabilitas di atmosfer dibedakan menjadi tiga,
antara lain : 1.
Kondisi stabil, di mana .
Pada keadaan atmosfer stabil gaya buoyancy berlawanan arah dengan gaya
keatas, sehingga massa udara yang mengalami
pengangkatan sampai
ketinggian tertentu akan turun kembali. Kondisi atmosfer yang stabil tidak
menguntungkan bagi pencemar udara, karena akan menyebabkan pencemar
terangkat dan kemudian dapat turun kembali di daerah lain dengan konsentrasi
yang tetap tinggi.
Kondisi netral, di mana .
Pada kondisi netral massa udara tidak mengalami
pengangkatan maupun
penurunan. Sehingga pencemar yang timbul akan bertahan di daerah asalnya
yang akan berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan.
2. Kondisi tidak stabil, di mana
Pada keadaan atmosfer tidak stabil gaya buoyancy memperkuat gaya ke atas. Jika
ada massa udara yang membawa pencemar mengalami gaya mengangkat maka massa
udara tersebut cenderung naik sehingga pencemar akan mudah menyebar dan
bercampur dengan udara sekitar. Kondisi atmosfer
tidak stabil
sangat menguntungkan bagi dispersi pencemar,
karena pencemar
dapat terdispersi
sempurna dengan lingkungannya. Menurut Ameka 2005, kondisi stabilitas
atmosfer juga dapat ditentukan dengan nilai CAPE
Convective Available
Potential Energy. Cape merupakan area di mana suatu
parsel udara lebih panas dari lingkungannya. Area tersebut menunjukan sejumlah energi
yang tersedia untuk parsel udara tersebut bergerak ke atas. CAPE adalah salah satu
indikator yang kuat untuk mengindikasi adanya potensi intensitas konvektif dan dapat
digunakan untuk mengetahui tingkat stabilitas atmosfer. CAPE disebut juga dengan APE
Available Potential Energy yang merupakan sejumlah energi suatu parsel saat terangkat
pada jarak tertentu secara vertikal di atmosfer. Tabel 2 Indeks
stabilitas atmosfer
berdasarkan nilai CAPE CAPE Jkg
Stabilitas Stabil
0 - 1000 Sedikit labil
1000 - 2500 Labil sedang
2500 - 3500 Tidak stabil
3500 Sangat tidak stabil
Sumber : www.meted.ucar.edu 2.2.4
Mixing Height
Mixing height
merupakan lapisan
percampuran di atas permukaan tempat terjadinya dispersi pencemar dengan baik
Emeis et al 2004.
Pada kondisi mixing height yang tinggi pencemar mengalami percampuran pada
daerah yang lebih luas dari pada mixing height yang rendah. Oleh Karena itu kondisi mixing
height yang tinggi mampu mengencerkan pencemar lebih luas, sehingga kondisi ini
menguntungkan dalam pengendalian dampak pencemaran udara.
Menurut Berman et al 1999 ketinggian mixing height yang mencapai beberapa
kilometer akan
menyebabkan pencemar
bercampur dengan sejumlah massa udara yang bersih dan mengalami proses pengenceran
yang lebih cepat. Saat mixing height rendah maka pencemar hanya tercampur dengan
massa udara bersih yang relatif sedikit, sehingga
konsentrasi pencemar
dapat dikatakan berbahaya bagi kesehatan dan
lingkungan sekitar. Saat kondisi atmosfer stabil, pergerakan konveksional tertekan dan
mixing height menjadi rendah. Namun, jika kondisi atmosfer tidak stabil menyebabkan
udara bergerak naik dan mixing height yang lebih tinggi. Mixing height pada siang hari
lebih tinggi dibandingkan dengan malam hari. Hal ini disebabkan karena pada siang hari
terjadi
pemanasan radiasi
matahari di
permukaan bumi yang akan membantu pergerakan
konveksional yang
akan
mempengaruhi keadaan mixing height. 2.2.5
Turbulensi
Turbulensi merupakan aliran udara yang disertai golakan atau pusaran, di mana arah
dan kecepatan penjalarannya selalu berubah Soemarno
1999. Turbulensi
berperan penting dalam proses pengangkutan dan
pengenceran setiap zat pencemar yang masuk
ke dalam atmosfer secara alamiah. Pada tingkat yang lebih spesifik, karakteristik
permukaan seperti vegetasi, topografi, dan bangunan mengakibatkan turbulensi yang
lebih lanjut di atmosfer Farida 2003.
Lumley dan Panofsky 1964 dan Lumley 1970
dalam Soemarno
1999 mendeskripsikan turbulensi sebagai :
1 Kecepatan acak terhadap ruang dan waktu.
2 Terjadi golakan atau pusaran kuat dalam
tiga dimensi, di mana gradien terjadi di semua arah.
3 Dalam turbulensi terjadi ketidak linieran
dan mempengaruhi neraca panas sesuai panjang gelombang.
4 Aliran turbulen bersifat difusif dan terjadi
pada periode waktu tertentu.
2.2.6 Karakteristik Wilayah Kajian
Jababeka - Cikarang merupakan kawasan industri yang terletak di Kabupaten Bekasi
Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kabupaten bekasi merupakan daerah urbanisasi dengan
intensitas tinggi yang ditandai dengan tingginya jumlah penduduk. Begitu pula
pertumbuhan industri yang pesat yang ditandai
dengan pembangunan
pabrik. Sehingga menjadikan Kabupaten Bekasi
sebagai daerah industri. Kabupaten Bekasi berada pada koordinat
106°58’5’’ - 107°17’45’’ BT dan 05°54’50’’ - 06°29’15’’
LS. Adapun
batas-batas Kabupaten Bekasi yaitu :
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang.
Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten karawang.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor.
Sebelah Barat berbatasan dengan DKI Jakarta dan Kota Bekasi
Wilayah kabupaten bekasi memiliki suhu rata-rata 28°C
– 35°C dengan rata-rata curah hujan harian 60.48 mm. Kabupaten bekasi
memiliki ketinggian lokasi antara 6 – 116
mdpl dengan kemiringan 0° - 25° dengan luas wilayah
1.484,37 km²
dengan jumlah
penduduk sebanyak 2.7 juta jiwa.
2.3 Weather Research and Forecasting
Environmental Model System WRF- EMS
WRF merupakan salah satu model Numerical
Weather Prediction
NWP berbasiskan windows dan linux. Model WRF-
EMS merupakan model atmosfer atau model cuaca yang dikembangkan oleh National
Cooperation Atmospheric Research NCAR Mohan dan Bhati 2011.
Model WRF-EMS termasuk dalam model generasi lanjutan sistem simulasi cuaca
numerik skala meso yang didesain untuk simulasi operasional dan kebutuhan penelitian
atmosfer. Model ini mempunyai kelebihan inti dinamik yang berlipat, variasi 3D sistem
asimilasi data, dan arsitektur perangkat lunak yang dapat melakukan komputasi secara
paralel dan sistem ekstensibel. WRF-EMS cocok untuk aplikasi yang luas dari skala
meter maupun ribuan meter Subarna 2008.
2.4 Hybrid
Single-Particle Lagrangian
Integrated Trajectory HYSPLIT HYSPLIT
merupakan salah
satu pemodelan yang digunakan dalam bidang
meteorologi untuk memprediksi trajektori, dispersi, dan konsentrasi polutan baik secara
sederhana maupun secara kompleks. Model HYSPLIT berbasiskan PC yang digunakan
untuk penelitian bidang polusi udara. Model ini mengkaitkan hubungan antara dispersi
polutan
dengan komponen
meteorologi wilayah kajian yang dikembangkan oleh
NOAA. Menurut Draxler 1998 pendekatan yang
digunakan pada model HYSPLIT yaitu lagrangian
dan eularian.
Pendekatan lagrangian yaitu didasarkan pada parsel udara
yang mengalir pada suatu lintasan yang dipengaruhi
oleh faktor
meteorologi. Perubahan pergerakan polutan dari lokasi
awal inilah yang diperhitungkan setiap saat dalam
pendekatan lagrangian.
Secara matematis dapat dituliskan persamaan :
...1 …2
Pendekatan eularian yaitu didasarkan pada penggunaan grid di dalam model, di mana
perubahan konsentrasi polutan diperhitungkan dalam pendekatan ini. Dalam grid terjadi
proses transport dan reaksi kimiawi yang dipengaruhi
faktor meteorologi.
Proses tersebut menyebabkan konsentrasi polutan
berubah setiap waktu. Sehingga konsentrasi polutan disebut juga sebagai fungsi waktu.
Persamaan tersebut dapat dituliskan ssebagai berikut :
…3
Beberapa penelitian mengenai prediksi trajektori dan dispersi polutan di beberapa
Negara dengan
menggunakan model
HYSPLIT, antara
lain yaitu
untuk memprediksi lintasan dan konsentrasi polutan.
Seperti yang dilakukan oleh Segal et al tahun 1988 yaitu melihat konsentrasi SO
2
dari sumber utamanya di Florida. Selain itu
penelitian yang dilakukan oleh Draxler tahun 2006 yaitu menggunakan model HYSPLIT
untuk memprediksi arah lintasan dan dispersi gas buang yang berlebih dari Washington,
DC. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Chen et al tahun 2002 yang menggunakan
HYSPLIT untuk memprediksi arah lintasan dan dispersi SO
2
dan NO
2
dari sumber titik dengan mempertimbangkan sumber non
biogenik Draxler 1998 .
III. BAHAN DAN METODE 3.1
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan
pada bulan
Februari sampai dengan Juni tahun 2012 bertempat di Laboratorium Meteorologi dan
Pencemaran Atmosfer Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB dan di Pusat Penelitian
dan Pengembangan PUSLITBANG, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
BMKG, Jakarta.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan Perangkat Lunak
1. Model WRF-EMS
2. Model HYSPLIT versi 4.9
3. GrADS versi 2.0
4. Google Earth
3.2.2 Alat Perangkat Keras
Alat perangkat keras yang digunakan yaitu Personal Computer berbasis Windows
dan Linux.
3.3 Parameter Input
Parameter input yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yaitu data
NOAA, data fisik cerobong, dan data titik koordinat studi kasus.
3.3.1 Data NOAA
Data ini merupakan data yang berasal dari NOAA yaitu berupa data reanalisis NCEP
FNL National Centers for Environmental Prediction
Final yang
merupakan operasional data global dengan resolusi 1.0°
tiap enam jam-an. Data ini digunakan sebagai input model WRF dan outputnya akan
digunakan sebagai data input Hysplit. Data analisis yang tersedia yaitu beberapa data
dipermukaan seperti temperatur, tekanan, kelembaban, arah dan kecepatan angin, suhu
permukaan laut, serta beberapa parameter atmosfer
lainnya sumber
: http:www.esrl.noaa.govpsddatagriddeddat
a.ncep.reanalysis. 3.3.2
Data Fisik Cerobong
Data ini merupakan data input HYSPLIT yang digunakan untuk menghasilkan pola
trajektori, dispersi, dan konsentrasi polutan berdasarkan waktu simulasi yang telah
ditentukan. Data tersebut meliputi jenis cerobong, tinggi dan diameter cerobong,
temperatur cerobong, serta laju emisi NO
2
dan SO
2
lampiran 2 dan 3.
3.3.3 Data Titik Koordinat Studi Kasus
Data titik
pengamatan diambil
berdasarkan posisinya terhadap lintang dan bujur dengan menggunakan Google Earth.
Titik pengamatan diambil berdasarkan studi kasus, di mana untuk PT. X yaitu 6°
16.8’ LU dan 107°
9’ BT serta PT. Y yaitu 6°17.4’ LU dan 107°
7.8’ BT. Data titik koordinat digunakan sebagai titik pusat simulasi.
Gambar 2 Lokasi wilayah penelitian