Simulasi Dispersi Gas Polutan SO2, H2S, dan CO dengan Menggunakan Program Computational Fluid Dynamics (CFD)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Industri merupakan salah satu sektor yang dominan mempengaruhi stabilitas perekonomian suatu negara. Perkembangan di sektor industri, telah mengakibatkan regulasi pemerintah dalam hal pemberdayaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan semakin ketat. Hal ini dilakukan untuk mengarahkan para pelaku industri agar berorientasi pada industri yang berteknologi ramah lingkungan dan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan SDA yang dikelolanya.
Untuk mewujudkan hal tersebut, maka dikenal istilah Produksi Bersih (Cleaner Production) sebagai pola berpikir dan konsep global dalam perancangan proses suatu industri secara keseluruhan. Produksi Bersih merupakan salah satu pendekatan untuk merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari solusi pengurangan produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara keseluruhan, dan menciptakan produk yang aman terhadap resiko pada manusia dan lingkungan. Strategi ini berfungsi untuk mengarahkan para pelaku industri memiliki orientasi pada pengembangan industri yang berpola ekoefisiensi dengan memanfaatkan SDA secara optimal dan mengurangi dampak resiko terhadap lingkungan.
Salah satu masalah yang terjadi di lingkungan industri adalah penurunan kualitas udara ambien yang diakibatkan oleh emisi gas polutan dari cerobong (stack). Tingginya konsentrasi polutan di udara ambien akan berdampak terhadap penerima khususnya manusia, hewan, tumbuhan dan material atau benda yang ada di lingkungan sumber pencemar.
Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan makhluk hidup dan keberadaan benda-benda lainnya. Sehingga udara merupakan sumber daya alam yang harus dijaga untuk kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Hal ini berarti bahwa pemanfaatannya harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang. Untuk mendapatkan udara sesuai dengan tingkat kualitas yang diinginkan maka pengendalian pencemaran udara menjadi sangat penting untuk dilakukan.
(2)
Salah satu upaya agar pengembangan industri dapat sejalan dengan upaya pengelolaan lingkungan adalah dengan studi simulasi dispersi gas polutan dari sebuah cerobong. Studi simulasi tersebut dapat memprediksi sebaran emisi gas polutan di udara ambien. Prediksi sebaran emisi gas polutan perlu dipelajari dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup untuk mengantisipasi dampak negatif yang ditimbulkan dari suatu kegiatan industri. Analisis studi simulasi dispersi gas polutan dapat dilakukan dengan menggunakan program Computational Fluid Dynamics (CFD).
B. Tujuan Penelitian
Beberapa tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan simulasi dispersi gas polutan (SO2, H2S dan CO) dari
cerobong ke lingkungan dengan menggunakan program CFD.
2. Mempelajari perbedaan model dispersi gas polutan pada udara ambien menggunakan model Gaussian dengan model CFD.
3. Menghitung konsentrasi gas polutan (SO2, H2S dan CO) di
(3)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A.Pencemaran Udara
1. Definisi Pencemaran Udara
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan manusia. Sedangkan pencemaran lingkungan hidup memiliki pengertian masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Menurut Soenarmo (1999), pencemaran merupakan hasil sampingan dari industrialisasi penghasil barang, dapat berupa padat, cair maupun gas, dan pencemaran udara adalah masuknya zat pencemar berupa partikel-partikel halus (debu, partikel-partikel halus, gas beracun atau toksit) ke dalam udara (atmosfer). Sedangkan menurut Supriyono (1999), pencemaran udara diartikan terdapatnya bahan kontaminan dalam udara ambien yang diakibatkan dari aktivitas manusia.
Sementara itu, udara ambien adalah udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfer yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya (PP No. 41 Tahun 1999). Kualitas udara ambien dipengaruhi oleh kandungan atau kadar zat, energi dan komponen lain yang terdapat di udara bebas (Syahputra, 2005). Beberapa parameter kualitas udara yang dianalisis meliputi sulfur dioksida, karbon monoksida, dan hidrogen sulfida. Standar kualitas udara ambien menurut EPA (Environmental Protection Agency) milik Amerika Serikat yang disebut sebagai NAAQS (National Ambient Air Quality and Standards) disajikan pada Tabel 1.
(4)
Tabel 1. Standard kualitas udara ambien.
No. Parameter Satuan Nilai Batas Waktu rata-rata
1 Carbon Monoxide (CO)
ppm 9
8 jam mg/m³ 10
ppm 35
1 jam mg/m³ 40
2 Nitrogen Dioxide (NO2) ppm 0,053 per tahun µg/m³ 100
3 Sulfur Dioxide (SO2)
ppm 0,03 per tahun
ppm 0,14 24 jam
ppm 0,5 3 jam
4 Partikel PM10 µg/m³ 150 24 jam
5 Partikel PM2,5 µg/m³ 15 per tahun
µg/m³ 35 24 jam
6 Ozon (O3) ppm 0,075 8 jam
ppm 0,12 1 jam
Sumber : The EPA Office of Air Quality Planning and Standards (OAQPS) 2008
Salah satu akibat dari tercemarnya lingkungan udara adalah timbulnya bau dari sumber bau atau zat odoran yang dapat menimbulkan rangsangan bau pada keadaan tertentu sehingga sangat mengganggu kesehatan manusia. Pemerintah telah menetapkan regulasi mengenai tingkat atau kadar kebauan di udara ambien untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan sehat dengan KEPMEN Negara Lingkungan Hidup No 50 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebauan yang terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Baku tingkat kebauan udara ambien.
No. Parameter Satuan Nilai Batas
1 Amoniak (NH3) ppm 2
2 Metil Merkaptan (CH3SH) ppm 0,002 3 Hidrogen sulfida (H2S) ppm 0,02 4 Metil Sulfida ((CH3)2S) ppm 0,01 5 Stirena (C6H8CHCH2) ppm 0,1 Sumber : KEPMEN Negara LH No. 50 Tahun 1996
2. Sumber Pencemaran Udara
Sumber pencemaran udara dapat berasal dari kegiatan yang bersifat alamiah, yang terjadi di alam seperti polusi akibat letusan gunung berapi, kebakaran hutan dan sebagainya yang secara umum terjadi secara alamiah,
(5)
juga yang bersifat antropogenik atau akibat dari kegiatan manusia, seperti aktivitas transportasi, industri dan domestik atau rumah tangga (Soedomo, 2001).
Berdasarkan pola atau model pancaran emisinya sumber pencemar dibagi menjadi (Tjasjono, 1999 dalam Soenarmo, 1999) :
a. Sumber titik (point source), dihasilkan oleh pabrik-pabrik atau industri yang mengeluarkan zat pencemar (polutan) ke udara melalui cerobong-cerobong pembuangan.
b. Sumber garis (line source), sumber pencemar ini mengeluarkan pancaran zat pencemar berupa garis yang memanjang, seperti jalan raya akibat aktivitas transportasi.
c. Sumber area (area source), merupakan sumber pancaran zat pencemar berupa area atau bidang di suatu wilayah, seperti kawasan industri atau areal kebakaran hutan.
Sumber pencemar dapat pula dikelompokan ke dalam sumber tidak bergerak atau diam (stationary source), seperti industri dan sumber bergerak (mobile source), seperti kendaraan bermotor (Septiyanzar, 2008).
B.Jenis Pencemar Udara
Secara umum jenis pencemar dapat dikelompokkan menjadi pencemar primer dan pencemar sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Karbon monoksida (CO) merupakan contoh dari pencemar udara primer karena merupakan hasil langsung dari pembakaran. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer (Septiyanzar, 2008).
Berdasarkan ciri fisiknya pencemaran udara dibagi menjadi tiga jenis, yaitu (Geiger, 2000 dalam Septiyanzar, 2008) :
a. Partikulat, yaitu campuran berbagai senyawa organik dan anorganik yang tersebar di udara dengan diameter 1- 500 mikron.
b. Gas, meliputi semua jenis pencemar udara yang berbentuk gas dan berukuran molekular seperti CO, SO2, dan H2S.
(6)
Karakteristik beberapa gas polutan yang tersebar di atmosfer adalah sebagai berikut :
1. Karbon Monoksida (CO)
Menurut Syahputra (2005), karbon monoksida (CO) timbul karena adanya proses pembakaran yang tidak sempurna. Sedangkan menurut Godish (2004), senyawa CO mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu hemoglobin Senyawa CO memiliki daya distribusi yang luas dan merupakan jenis senyawa polutan yang jumlah emisinya terbesar diantara nilai emisi jenis senyawa polutan lainnya. Karbon dan oksigen dapat bergabung membentuk senyawa CO sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna, seperti tergambar dalam reaksi berikut (Sax, 1974 dalam Septiyanzar, 2008).
2C + O2 2CO
Konsentrasi gas CO sampai dengan 100 ppm masih dianggap aman jika waktu kontak hanya sebentar. Gas CO sebanyak 30 ppm apabila dihisap oleh manusia selama 8 jam akan menimbulkan rasa pusing dan mual. Konsentrasi CO sebanyak 1000 ppm dan waktu paparan (kontak) selama 1 jam menyebabkan pusing dan kulit berubah menjadi kemerahan. Untuk paparan yang sama dengan konsentrasi CO 1300 ppm, kulit akan langsung berubah menjadi merah tua dan disertasi rasa pusing yang hebat. Untuk keadaan yang lebih tinggi, akibatnya akan lebih fatal, yaitu kematian (Syahputra, 2005).
2. Sulfur Dioksida (SO2)
Gas sulfur dioksida (SO2) merupakan gas yang berasal dari bahan
bakar fosil, terutama batubara. SO2 merupakan komponen gas yang tidak
berwarna dengan karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara (BAPEDAL, 2005).
Menurut Syahputra (2005), sulfur dioksida merupakan hasil emisi transportasi dan industri pada awalnya akan bertransformasi dengan atom tunggal oksigen akan membentuk formasi sulfur trioksida, dan formasi dari
(7)
sulfur trioksida (SO3) ketika bereaksi dengan uap air (H2O) di atmosfer akan
menyebabkan terjadinya hujan asam, seperti tergambar dalam reaksi kimiawi berikut :
SO2 + O SO3
SO3 + H2O H2SO4
Udara yang tercemar SOX menyebabkan manusia akan mengalami
gangguan pada sistem pernapasan. Hal ini karena gas SOX yang mudah
menjadi asam tersebut menyerang selaput lendir pada hidung, tenggorokan dan saluran napas lain sampai ke paru-paru. Serangan tersebut juga dapat menyebabkan iritasi pada bagian tubuh lain.
Gas SO2 merupakan bahan pencemar yang berbahaya bagi anak-anak,
orang tua dan orang penderita penyakit pernapasan kronis dan penyakit kardiovaskuler. Otot saluran pernapasan dapat mengalami kejang (spasme) bila teriritasi oleh SO2 lebih tinggi dari temperatur udara rendah. Apabila
waktu paparan gas dengan gas SO2 cukup lama maka akan terjadi
peradangan yang hebat pada selaput lendir yang diikuti oleh kelumpuhan sistem pernapasan (paralysis cilia), kerusakan lapisan epthilium yang pada akhirnya diikuti oleh kematian (Soeratmo, 1990).
3. Hidrogen Sulfida (H2S)
Hidrogen sulfida merupakan gas yang tidak berwarna dan menimbulkan bau busuk. Dalam KEPMEN LH No. 50 Tahun 1996 gas ini disebut sebagai zat odoran tunggal. Sekalipun gas ini bersifat iritan bagi paru-paru, tetapi ia digalongkan ke dalam asphyxiant karena efek utamanya adalah melumpuhkan pusat pernafasan, sehingga kematian disebabkan oleh terhentinya pernapasan. Hidrogen sulfida juga bersifat sangat korosif terhadap metal, dan dapat menghitamkan berbagai material. Karena H2S
lebih berat daripada udara, maka H2S ini sering didapat disumur-sumur,
saluran air buangan, dan biasanya ditemukan bersama-sama gas beracun lainnya seperti metan, karbon dioxide dan bersifat sangat mudah terbakar. Gas H2S mudah didapat secara alamiah pada gunung-gunung berapi, dan
(8)
kimia, industri minyak bumi, kilamg minyak, dan terutama pada industri yang memproduksi gas sebagai bahan bakar (Soemirat., 1994).
4. Oksida Nitrogen (NOx)
Menurut Supriyono (1999), oksida nitrogen merupakan salah satu komponen kimia pokok dalam reaksi fotokimia yang dapat mengakibatkan pembentukan oksidan fotokimia. Sebagian besar emisi gas oksida nitrogen berasal dari pembakaran bahan bakar pada kendaraan bermotor. Dampak negatif yang ditimbulkan jika seseorang menghisap gas oksida nitrogen di luar standar baku mutu kualitas udara dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada pernapasan dan bronkhitis.
Nitrogen oksida terbentuk dalam reaksi temperatur yang tinggi dari pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor, dimana komponen nitrogen yang bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa nitrogen oksida (NO) sebagai hasil emisi dari kendaraan bermotor seperti tergambar dalam reaksi kimia berikut (Wellburn, 1990 dalam Septiyanzar, 2008).
N2 + O2 2 NO
NO + O3 NO2 + O2
NO2 + O3 NO3 + O2
NO3 + NO2 N2O5
N2O5 + H2O 2HNO3
Emisi gas buang berupa oksida nitrogen (NO
x) adalah
senyawa-senyawa pemicu pembentukan ozon. Senyawa ozon di lapisan atmosfer bawah (troposfer bawah, pada ketinggian 0 – 2000 meter) terbentuk akibat adanya reaksi fotokimia senyawa NO
x dengan bantuan sinar matahari. Oleh
karena itu potensi produksi ozon troposfer di daerah beriklim tropis seperti Indonesia sangat tinggi. Karena merupakan pencemar sekunder, konsentrasi ozon di luar kota – di mana tingkat emisi senyawa pemicu umumnya lebih rendah dibanding di pusat kota – seringkali ditemukan lebih tinggi daripada di pusat kota (Anonim, 2006).
(9)
5. Partikulat (PM)
Partikulat adalah padatan atau cairan di udara dalam bentuk asap, debu dan uap, yang dapat berada di atmosfer dalam waktu yang lama. Selain mengganggu estetika, partikel berukuran kecil di udara dapat terhisap ke dalam sistem pernapasan dan menyebabkan penyakit gangguan pernapasan serta kerusakan paru-paru. Partikulat juga merupakan sumber utama haze (kabut asap) yang menurunkan jarak pandang. Partikel yang terhisap ke dalam sistem pernapasan akan di sisihkan tergantung dari diameternya. Partikel berukuran besar akan tertahan pada saluran pernapasan atas, sedangkan partikel kecil (inhalable) akan masuk ke paru-paru dan bertahan di dalam tubuh dalam waktu yang lama (Anonim, 2006).
Partikel yang terhirup (inhalable) juga dapat merupakan partikulat sekunder, yaitu partikel yang terbentuk di atmosfer dari gas-gas hasil pembakaran yang mengalami reaksi fisik-kimia di atmosfer, misalnya partikel sulfat dan nitrat yang terbentuk dari gas SO
2 dan NOx. Umumnya
partikel sekunder berukuran 2,5 mikron atau kurang. Partikel PM
2,5 bersifat
respirable karena dapat memasuki saluran pernapasan yang lebih bawah dan menimbulkan risiko yang lebih tinggi. Proporsi cukup besar dari PM
2,5
adalah amonium nitrat, amonium sulfat, natrium nitrat, dan karbon organik sekunder. Partikel-partikel ini terbentuk di atmosfer dengan reaksi yang lambat sehingga sering ditemukan sebagai pencemar udara lintas batas yang ditransportasikan oleh pergerakan angin ke tempat yang jauh dari sumbernya (Harrop, 2002, dalam Anonim, 2006). Partikel sekunder PM
2,5
dapat menyebabkan dampak yang lebih berbahaya terhadap kesehatan bukan saja karena ukurannya yang memungkinkan untuk terhisap dan masuk lebih dalam ke dalam sistem pernapasan tetapi juga karena sifat kimiawinya. Partikel sulfat dan nitrat yang inhalable dan bersifat asam akan bereaksi langsung di dalam sistem pernapasan, menimbulkan dampak yang lebih berbahaya daripada partikel kecil yang tidak bersifat asam. Partikel logam berat dan yang mengandung senyawa karbon dapat mempunyai efek karsinogenik, atau menjadi carrier pencemar toksik lain yang berupa gas
(10)
partikel inhalable adalah partikel timbel (Pb) yang diemisikan dari gas buang kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar mengandung Pb. Partikel ini berukuran lebih kecil dari 10 dan 2,5 mikrometer (Anonim, 2006).
Partikulat diemisikan dari berbagai sumber, termasuk pembakaran bahan bakar minyak, pencampuran dan penggunaan pupuk dan pestisida, konstruksi, proses-proses industri seperti pembuatan besi dan baja, pertambangan, pembakaran sisa pertanian (jerami), dan kebakaran hutan. Partikel debu yang berasal dari proses peleburan, telah terjadi akumulasi beberapa unsur kimia, sehingga akan sangat berbahaya sekali apabila tidak ditanggulangi. Gangguan partikel ini sangat berbahaya kepada kesehatan terutama dapat menimbulkan sesak napas, dan menimbulkan iritasi pada kulit (Syahputra, 2005).
6. Ozon (O 3)
Ozon termasuk pencemar sekunder yang terbentuk di atmosfer dari reaksi fotokimia NO
x dan HC. Ozon bersifat oksidator kuat, karena itu
pencemaran oleh ozon troposferik dapat menyebabkan dampak yang merugikan bagi kesehatan manusia. Laporan Badan Kesehatan Dunia menyatakan konsentrasi ozon yang tinggi (>120 µg/m3) selama 8 jam atau lebih dapat menyebabkan serangan jantung dan kematian atau kunjungan ke rumah sakit karena gangguan pada sistem pernapasan. Konsumsi pada konsentrasi 160 µg/m3 selama 6,6 jam dapat menyebabkan gangguan fungsi paru-paru akut pada orang dewasa yang sehat dan pada populasi yang sensitive (Anonim, 2006).
Percepatan produksi ozon dibantu dengan kehadiran senyawa lain selain NO
x yaitu hidrokarbon, CO, dan senyawa-senyawa radikal yang juga
diemisikan dari pembakaran bahan bakar fosil. Puncak pola fluktuasi harian ozon umumnya terjadi setelah terjadinya puncak konsentrasi NO
x, dan
(11)
kombinasi pencemar NO
x dan ozon yang menyebabkan penurunan fungsi
paru-paru (Hazucha, 1996, dalam Anonim 2006).
Selain menyebabkan dampak yang merugikan pada kesehatan manusia, pencemar ozon dapat menyebabkan kerugian ekonomi akibat ausnya bahan atau material (tekstil, karet, kayu, logam, cat, dan lain-lain), penurunan hasil pertanian, dan kerusakan ekosistem seperti berkurangnya keanekaragaman hayati. (Agrawal et al., 1999, dalam Anonim, 2006).
C.Mekanika Fluida
1. Dasar Mekanika Fluida
Mekanika adalah suatu studi yang mempelajari tentang cairan dan gas baik pada saat diam maupun saat bergerak (Okiishi et al., 2006). Dalam fluida bergerak, kemampuan untuk menyalurkan gaya geser suatu fluida dapat dikenali dengan adanya nilai viskositas dinamik µ, dimana fluida yang berada pada suatu bidang permukaan dianggap bergerak dengan kecepatan U paralel terhadap bidang permukaan yang diam stasioner.
Selain itu, viskositas dinamik µ juga digunakan dalam menentukan bilangan Reynolds yang dapat dilihat pada Persamaan 1.
... (1)
dimana L adalah jarak sepanjang permukaan x untuk aliran eksternal dan L adalah Dh = (4 x luas penampang) / (keliling terbasahi) untuk aliran pada saluran bukan silinder, serta L adalah diameter D untuk aliran internal dalam pipa silinder. Nilai bilangan Reynolds digunakan untuk menentukan jenis aliran fluida apakah aliran tersebut termasuk jenis aliran laminar atau aliran turbulen. Untuk aliran eksternal, aliran turbulen memiliki nilai ReL ≥ 5 x 105 disepanjang bidang permukaan tempat fluida itu mengalir dan ReL ≥ 2 x 104 jika fluida tersebut mengalir diseputar benda. Sedangkan untuk aliran internal aliran turbulen memiliki nilai ReDh ≥ 2300 (Tuakia, 2008).
Aliran turbulen dapat dikenali dengan adanya medan kecepatan yang berfluktuasi. Fluktuasi kecepatan tersebut membawa berbagai besaran
m rUL
L=
(12)
seperti momentum, energi, konsentrasi partikel, sehingga besaran tersebut juga ikut berfluktuasi (Tuakia, 2008).
Fluida yang bergerak dengan kecepatan U pada suatu bidang permukaan solid dipengaruhi oleh tekanan terhadap permukaan solid tersebut yaitu τ .A, dimana τ adalah tegangan geser dan A adalah luas permukaan solid yang dialiri fluida (Fletcher, 2006). Besarnya nilai tegangan geser τ dapat diketahui secara empirik dengan dipengaruhi oleh gradien kecepatan fluida ∂u/∂y, sebagaimana terlihat pada Persamaan (2)
y u
¶ ¶ = m
t ………. ... ……..(2)
dimana : τ : Tegangan geser ,N/m2 µ : Viskositas dinamik, kg/m.s u : Kecepatan parsial fluida, m/s
y : Jarak terhadap permukaan solid, m
Nilai viskositas dinamik µ dan konduktivitas panas k dapat mempengaruhi besarnya nilai momentum dan energi, maka dari itu nilai viskositas kinematik ν dan difusivitas panas α juga dapat dihitung dengan Persamaan (3) dan (4)
………(3) dan,
……….(4)
dimana, ν : viskositas kinematik, m2/s ρ : density, kg/m3
k : konduktivitas panas, W/m.K α : difusivitas panas, m2/s
Cp : panas jenis pada tekanan konstan, J/kg.K
Difusivitas α dan viskositas kinematik ν pada fluida jenis gas seperti udara akan meningkat sejalan dengan meningkatnya temperatur, sedangkan
r m =
v
p C k
. r
(13)
untuk fluida jenis cair seperti air, viskositas akan menurun secara signifikan dengan peningkatan temperatur namun difusivitas panas akan meningkat secara perlahan (Fletcher, 2006).
Difusivitas masa didefinisikan oleh hukum Fick’s I yang merupakan rasio fluks terhadap perubahan konsentrasi. Hal ini dapat dianalogikan seperti difusivitas panas dalam hukum Fourier’s dan viskositas kinematik dalam hukum Newton. Hubungan nilai difusivitas masa dengan nilai viskositas kinematik pada kondisi tekanan konstan dipengaruhi oleh nilai angka Schmith (Sc) sebagaimana dirumuskan pada Persamaan (5) (Kreith, 1998).
……….(5)
dimana, Di : koefisien difusivitas masa, m2/s
Sc : angka Schmith
2. Aliran di sekitar permukaan silinder
Fluida yang mengalir dengan kecepatan seragam jika berbenturan dengan suatu bidang permukaan solid akan mengakibatkan terjadinya perubahan pola aliran sehingga beberapa besaran seperti kecepatan, tekanan, momentum dan energi juga akan terbawa berubah atau berfluktuasi. Perubahan pola aliran fluida yang terjadi akan mengikuti karakteristik bentuk bidang permukaan solid tersebut (Okiishi et al., 2006). Untuk bidang permukaan yang berbentuk silinder, pola aliran fluidanya dapat dilihat pada ilustrasi Gambar 1.
Fungsi aliran stream ψ di sekitar permukaan silinder dapat ditentukan dengan Persamaan (6)
………(6)
Dan potensial kecepatan ϕ dirumuskan oleh Persamaan (7)
……….(7)
dimana : ψ : fungsi aliran stream, m2/s
q
y 1 2 sin
2 ÷÷ ø ö çç è æ -= r a Ur q
f 1 2 cos
2 ÷÷ ø ö çç è æ + = r a Ur c c i S v S
D = =
. r
(14)
ϕ : kec U : kec r : jara a : radi θ : sudut
Gambar 1. Ilustr
Komponen ke diidentifikasi dari besa terhadap jarak r, seba
Tepat pada perm fluida di titik jarak r komponen kecepatan l
Sebaran tekana persamaan Bernoulli, se
f 1 = ¶ ¶ = r r vr
q 2U s
v s =
-0 2 1 + = p ps q f q 1 = ¶ ¶ = r v
kecepatan potensial, m2/s kecepatan fluida seragam, m/s
rak titik aliran terhadap titik pusat silinder, m adius atau jari-jari silinder, m
sudut kemiringan jarak r terhadap arah aliran fluida
ustrasi aliran di sekitar silinder (Okiishi et al., 2006)
kecepatan aliran fluida di sekitar silinde besarnya perubahan kecepatan potensial dan fung
bagaimana dirumuskan oleh Persamaan (8).
…..………
……..………(
rmukaan silinder dimana (r = a), maka nilai ke r dan fungsi aliran ψ adalah (vr = ψ = 0), se an lainnya akan menjadi :
………..……… nan yang terjadi di permukaan silinder diturunka noulli, sehingga dapat dirumuskan dengan Persamaa
.……….. q q y cos 1 2 2 ÷÷ ø ö çç è æ -= ¶ ¶ r a U q sin
(
q)
r 2 2
sin 4 1 -U q y sin 1 2 2 ÷÷ ø ö çç è æ + -= ¶ ¶ -= r a U r uida 2006).
nder dapat ungsi aliran ………..(8.a) ……(8.b) kecepatan sedangkan ………….(9) unkan dari aan (10)
(15)
dimana, ps : tekanan pada permukaan silinder, N/m2 po : tekanan atmosfer, N/m2
Besaran gaya yang terjadi pada permukaan silinder dipengaruhi oleh faktor tekanan dan gaya gesek. Komponen gaya (Fx dan Fy) tersebut dapat
dianalisis dari resultan tegangan geser dan distribusi tekanan yang diintegrasikan terhadap luasan elemen permukaan silinder yang terlintasi aliran fluida (Okiishi et al., 2006), seperti diilustrasikan oleh Gambar 2.
Gambar 2. Ilustrasi faktor tekanan dan tegangan geser pada permukaan silinder tampak atas (Okiishi et al., 2006).
Komponen gaya yang terjadi pada permukaan silinder dituliskan pada Persamaan 11.
……….(11.a)
………(11.b)
Besaran gaya yang berpengaruh terhadap objek secara aksial atau horizontal disebut drag yang dinotasikan D, sedangkan besaran gaya yang berpengaruh terhadap objek secara vertikal disebut sebagai lift yang dinotasikan L. Drag dan lift diperoleh dari integral Persamaan 10, yaitu dituliskan pada Persamaan 12.
D ………..(12.a)
L ……….(12.b)
dimana, Re : Reynolds number ρ : densitas fluida, kg/m3 x
y
(
p.dA)
cosq
(
t
dA)
sinq
dFx = + w
(
p
.
dA
)
sin
q
(
t
dA
)
cos
q
dF
y=
-
+
wò
ò
ò
= += dFx pcos qdA tw sin qdA
ò
ò
ò
= - +(16)
U : kecepatan aliran fluida, m/s D : diameter silinder, m
µ : viskositas dinamik, kg/m.s
θ : sudut kemiringan dari searah aliran fluida, deg p : tekanan, Pa
w : tegangan geser pada dinding, N/m2 b : panjang permukaan silinder, m
dA : perubahan luasan elemen permukaan silinder, m2 dθ : perubahan sudut kemiringan, deg
dFx , dFy : komponen perubahan gaya yang terjadi sepanjang permukaan silinder, N
Selain itu, komponen gaya yang timbul pada permukaan silinder adalah gaya tekan dan gaya gesek. Gaya tekan adalah gaya normal yang tegak lurus terhadap bidang permukaan objek dan dipengaruhi oleh gradient kecepatan fluida dan separasi aliran fluida, sedangkan gaya gesek merupakan gaya yang sejajar bidang permukaan atau dinding objek dan dipengaruhi oleh besaran tegangan geser (Okishii et al., 2006). Sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 2, kedua gaya tersebut merupakan besaran gaya yang membentuk resultan gaya pada bidang koordinat x dan y, yaitu dinotasikan dengan Persamaan 13.
Gaya normal :
……….(13.a)
Gaya gesek :
……….(13.b)
Sehingga drag dari gaya normal (drag pressure), Dp, dan drag dari gaya gesek (drag friction), Df, dapat dituliskan :
Dp ………..(14.a)
Df ………(14.b)
dA p
N = cos q
dA Ff = tw sin q
ò
÷ò
ø ö ç è æ = = p q q q 0 cos 2 2
cos dA D b p d
p
ò
÷ò
ø ö ç è æ = = p q q t q t 0 sin 2 2
sin dA D b w d
(17)
fungsi drag f tegangan geser, namun objek yang menerima
Nilai koefisien dengan kecepatan rat Persamaan 15.
………
Dimana, N : Ff : Dp: Df : CD: 3. Ketebalan boundary
pada boundary layer Menurut Okiishi suatu aliran merupaka Gambar 3.
Gambar 3. Al
Momentum fluks kecepatan fluida ser Persamaan 16 dan Pe
D A U
CD 2
2 1 r = = Q 2 bU r r
friction tidak hanya besaran yang dipengaruhi mun dalam hal ini juga berorientasi terhadap pe
a aksi dari peristiwa fisika fluida yang mengalir sien drag pada permukaan silinder berbanding ata-rata dan densitas fluida, sebagaimana ditulisk
………
: gaya normal, N : gaya gesek, N : drag pressure : drag friction : koefisien drag
dary layer pada permukaan ground dan tegangan er
ishi et al. (2006), ketebalan momentum boundary akan pusat momentum fluks. Hal ini diilustrasika
3. Aliran pada boundary layer (Okiishi et al., 2006)
fluks yang terjadi di dalam lapisan layer seragam U dan ketebalan Ө, direpresentasika n Persamaan 17.
……..………
ò
¥
- )
(U u dy u
b
r
garuhi oleh permukaan
lir.
ng terbalik iskan pada
………..(15)
gan geser boundary layer sikan pada
., 2006).
er dengan sikan pada
(18)
atau
……….(17)
Besarnya nilai tegangan geser pada permukaan ground, secara empirik dapat diturunkan dari persamaan integral momentum untuk aliran boundary layer pada permukaan ground tersebut.
………(18)
dimana τw adalah tegangan geser pada permukaan tanah (N/m2), dan dӨ/dx
adalah perubahan ketebalan lapisan layer terhadap perubahan jarak yang searah dengan kecepatan udara. Sehingga tegangan geser pada permukaan tanah sangat dipengaruhi oleh besarnya perubahan ketebalan lapisan layer terhadap arah sumbu x. Tegangan geser pada permukaan tanah akan berbanding lurus terhadap peningkatan boundary layer (Okiishi et al., 2006)
4. Fenomena Pemisahan Aliran
Perubahan pola aliran terjadi jika medan aliran fluida terhalang oleh suatu benda, sehingga merubah kondisi stasioner fluida tersebut. Hal ini timbul akibat sifat fluida yang selalu mencari kondisi kesetimbangan baru ketika kondisi stasioner fluida tersebut tergangggu (Anonimous, 2003). Dalam kondisi aliran udara steady yang terhalang oleh sebuah silinder cerobong, akan terbentuk suatu pola aliran baru akibat adanya integral momentum volume udara yang melewati permukaan silinder cerobong. Kecepatan udara seragam yang dihembuskan searah dengan sumbu x pola alirannya akan terpecah atau terpisah pada saat melewati silinder cerobong dikenal dengan istilah creeping flow. Besarnya jarak pemisahan aliran fluida sangat dipengaruhi oleh nilai angka Reynold yang dimiliki aliran tersebut. Ketika terjadi pemisahan aliran, maka terjadi pula pusaran-pusaran lokal fluida yang disebut vortex. Vortex akan terbentuk pada rentang nilai Re tertentu, dimana semakin bertambah nilai Re yang dimiliki aliran fluida maka semakin banyak vortex yang terbentuk. Namun pada nilai Re tertentu juga pasangan vortices yang terbentuk akan tidak stabil sejalan dengan
ò
¥
-=
Q
0
) 1
( dy
U u U
u
dx d U
w
Q
= r 2
(19)
bertambahnya nilai R dari pada yang lainny pada suatu titik akan kemudian akan terbent Potensi pembent sebagaimana diilustra
Gambar 4. Skema ter akan m
Fenomena terle istilah vortex shedding kemudian terhalang ol Gambar 5.
Gambar 5. Ilustrasi ba
Re, sehingga salah satu vortex akan tumbuh lebi nnya dan memiliki kekuatan yang semakin besar se
kan terlepas bebas tanpa terikat terhadap silinde bentuk lagi vortex baru (Okishii et al., 2006). bentukan vortex dalam aliran dinamakan sebagai ustrasikan pada Gambar 4.
(a).
(b).
terbentuknya lapisan geser (shear layer) yang sela n membentuk vortex (Okiishi et al., 2006).
rlepasnya vortex dari permukaan silinder dikena dding. Bagi fluida yang mengalir di atas permuka
g oleh sebuah silinder secara ilustrasi dapat dili
rasi aliran vortex di atas permukaan solid pada sil bagian bawah (Okiishi et al., 2006).
lebih besar r sehingga inder yang
vorticity,
selanjutnya
nal dengan ukaan solid dilihat pada
(20)
D. Dispersi Udara
Secara umum tingkat kadar pencemaran udara dominan dipengaruhi oleh faktor kondisi yang terjadi di atmosfer. Parameter meteorologi akan mempengaruhi penyebaran (dispersi), pengenceran (dilusi), perubahan (transformasi) fisik dan kimia dari zat-zat pencemar udara yang diemisikan, serta proses transportasi atau perpindahan dan deposisi basah dan kering yang terjadi. Dalam Soedomo (2001), dijelaskan bahwa kondisi atmosfer sangat dinamik yang secara alami mampu melakukan dispersi, dilusi dan transformasi baik melalui proses fisika maupun kimia serta mekanismekinetik atmosfer terhadap zat-zat pencemar.
Menurut Davis et al. (2004), faktor pengaruh transportasi, dilusi dan dispersi gas polutan umumnya ditentukan oleh karakteristik titik emisi, bahan (material) polutan alam, kondisi meteorologi, dan struktur antropogenik wilayah tercemar. Dispersi pencemar terjadi karena ada tenaga yang membawa pencemar tersebut dari sumbernya ke udara ambien, sedangkan difusi terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
Menurut Vesilind et al. (1994), dispersi udara merupakan suatu proses pergerakan udara yang terkontaminasi dari sumber emisi (source of emission) menyebar melalui suatu luas area wilayah tertentu untuk mereduksi konsentrasi gas polutan yang terkandung dalam udara terkontaminasi tersebut. Pergerakan atau penyebaran udara terkontaminasi terjadi secara vertikal maupun horizontal.
Proses dispersi dan difusi akan menghasilkan dilusi (pengenceran) zat pencemar dari suatu sumber yang konsentrasinya sangat kental di udara ambien dengan hasil konsentrasi yang lebih rendah. Transformasi zat pencemar di atmosfer merubah zat tersebut menjadi zat lain yang berbeda sifatnya baik secara fisika maupun kimia dan juga kadar toksisitasnya. Proses transformasi yang dimaksudkan disini adalah proses transformasi zat-zat pencemar selama berada di udara yang mengalami perubahan fisik dan kimia yang dipengaruhi oleh difusi molekuler dan turbulen, terdapatnya uap air dan adanya radiasi matahari (Soedomo, 2001).
Pergerakan udara disebabkan oleh adanya radiasi surya dan bentuk permukaan bumi yang tidak rata, dimana daya serap panas permukaan bumi
(21)
terhadap radiasi surya terse ini menimbulkan adanya si dinamika panas atmosfer barometrik (Vesilind et al., 1994
1. Model Dispersi Pemodelan dispe yang berdasarkan dikembangkan diveri konsentrasi pencemar
a. Model Gaussian Model dispersi Gaussian yang terliha untuk point sourc konsentrasi polutan ke normal (Sugiyono, 1995) mengikuti asumsi :
- sumber emisi me - medan angin homo - perubahan bentuk tidak diperhitung - semua variabel di
Penyebaran be penyebaran dengan norGambar 6. Mode
rsebut berbeda dengan daya serap panas di atmos sistem pergerakan (dynamic sistem). Kemudian, er bumi juga menghasilkan perbedaan dalam
., 1994).
dispersi udara berasal dari model analitik semi n pada persamaan difusi. Persamaan difusi
rifikasi dengan data koefisien difusi di atmosfer aran udara yang diambil langsung lokasi penguku
an
rsi yang popular digunakan adalah model ihat pada Gambar 6. Model Extended Gaussian source, dibuat berdasarkan kenyataan bahwa di
n ke arah vertikal dan horisontal sesuai dengan di ono, 1995). Dalam model ini penyebaran polutan di
engeluarkan material secara kontinu.
n homogen baik ke arah vertikal maupun horisontal ntuk polutan secara fisik dan kimiawi selama ungkan.
l dianggap stasioner.
berdasarkan metoda difusi Gauss ganda, n normal (distribusi Gauss) arah-y dan arah-z, se
Ket :
Δh : tinggi kepulan (plume) h : tinggi stack actual H : tinggi stack effectiv ū : arah sebaran angin 6. Model dispersi Gaussian (Vesilind et al.,1994)
osfer. Hal udian, sistem m tekanan
mi empiris fusi yang er dan data ukuran.
l dispersi ian Plume distribusi n distribusi n dianggap
sontal.
a di udara
nda, adalah sedangkan Δh : tinggi kepulan (plume)
al tive in
(22)
arah-x didominasi oleh kecepatan angin. Beberapa model Gauss dibangun sesuai dengan macam sumber emisinya, salah satunya adalah persamaan difusi Gauss ganda untuk sumber tunggal kontinyu. Persamaan dasar untuk sumber tunggal kontinyu dalam keadaan steady (Soenarmo, 1999).
ò ò
¥¥
-= Cudydz
Q ... (19)
kemudian dikembangkan menjadi persamaan Gauss untuk sumber tunggal kontinyu ( Soenarmo, 1999), sebagai :
(
)
(
)
ïþ ï ý ü ïî ï í ì ú ú û ù ê ê ë é ÷÷ ø ö çç è æ + + ÷÷ ø ö çç è æ -ïþ ï ý ü ïî ï í ì ú ú û ù ê ê ë é -= 2 2 2 2 1 . exp 2 1 . exp 2 ) , , ( z z y z y H z H z y u Q z y x C s s s s sp ……..(20)
dimana, C : Konsentrasi Pencemaran udara pada titik (x,y,z), µg/m 3
Q : Laju emisi / laju pancaran, g/det
u : Kecepatan angin rata-rata (wind speed), m/det x : Jarak ke arah-x (downwind), m
y : Jarak ke arah-y (crosswind), m z : Jarak ke arah-z (vertikal), m H : Tinggi emisi efektif (h + ∆h), m h : Tinggi cerobong fisik, m
∆h : Penambahan tinggi kepulan (plume rise) oleh pengaruh angin dan kecepatan keluaran / emisi, m
σy : Koefisien dispersi arah sumbu-y
σ z : Koefisien dispersi arah sumbu-z
Notasi C menyatakan konsentrasi parameter kualitas udara di ambien dengan satuan masa per meter kubik (µg/m
3
). Notasi
y dalam literatur adalah konstanta deviasi standar dispersi horizontal dan
z untuk konstanta deviasi standar dispersi vertikal yang keduanya dinyatakan dalam satuan meter (m). Notasi u adalah kecepatan angin rata-rata dalam meter per detik (m/det), sedangkan notasi Q menyatakan kecepatan alir gas pada saat keluar dari cerobong yang dinyatakan dalam satuan gram per detik (g/det). Ketika
(23)
pengukuran konsentrasi polutan dilakukan pada ground level yang berarti bahwa z = 0, maka persamaannya menjadi :
ïþ ï ý ü ïî ï í ì ú û ù ê ë é -ïþ ï ý ü ïî ï í ì ú ú û ù ê ê ë é -= 2 2 2 1 . exp 2 1 . exp ) 0 , , ( z y z y H y u Q y x C s s s s
p ... (21)
Untuk mengetahui konsentrasi gas polutan di sepanjang garis pusat kepulan (plume centerline), yang berarti bahwa nilai y = 0, maka Persamaan (21) berubah menjadi :
ïþ ï ý ü ïî ï í ì ú û ù ê ë é -= 2 2 1 . exp ) 0 , , ( z z y H u Q y x C s s s
p ... (22)
Terakhir, untuk sumber emisi pada ground level dimana H = 0 ,maka Persamaan (22) menjadi :
z y u Q x C s s p = ) 0 , 0 ,
( ... (23)
Persamaan ini digunakan untuk tingkat dasar (ground level), yang mana konsentrasi garis pusat (center line concentration) dari sumber titik berada pada tingkat dasar.
Penentuan laju emisi Q untuk sumber tunggal kontinyu diperoleh dari data langsung yang diperoleh dari pengukuran emisi di lubang keluaran (stack) atau dihitung dari kapasitas produksi berdasarkan prosesnya. Sedangkan penentuan kecepatan udara rata-rata (wind speed) adalah dengan analisis mawar angin (wind rose), yaitu didasarkan pada perhitungan arah angin dominan dan kecepatan angin rata-rata pada arah dominan. Perhitungan koefisien dispersi diperoleh dari suatu formula yang menunjukkan hubungan antara koefisien dispersi dengan koefisien stabilitas atmosfer sebagai fungsi jarak x, y, dan z. Koefisien stabilitas atmosfer diperoleh dari pengukuran stabilitas atmosfer (empiris). Faktor yang menjadi indikasi stabilitas atmosfer antara lain lapse rate (penurunan temperatur udara terhadap ketinggian atmosfer) atau profil temperatur udara, profil arah dan kecepatan angin (Soenarmo,1999).
Albert H. Holland mengembangkan perhitungan tinggi kepulan (plume), yaitu bahwa tinggi kepulan akan menurun dengan bertambahnya
(24)
kecepatan angin, atau dengan kata lain tinggi kepulan ( Δh ) berbanding terbalik dengan ke
memperhitungkan mom
perhitungan tinggi kepulan (Δh) mengikuti Persamaan (24
ê ê ë é ç ç è æ + = D u d v h s 68 . 2 5 . 1
dimana : vs : kecep d : diam u : kecepa
: Teka
Ts : tempe Ta : tempe Persamaan (24) stabilitas netral (kela stabil (kelas A atau B 1,15 dan apabila tidak dikalikan 0,85.
b. Model Eulerian Konsep ini m dengan sifat-sifat fisi dan kecepatan. Kemudi ruang dan waktu sehi dalam ruang (Okiishi dalam Septiyanzar (200 diperhitungkan pada Dalam grid ini terjadi oleh faktor meteorol sebagai fungsi terhada c. Model Lagrangian
kecepatan angin, atau dengan kata lain tinggi kepulan ( Δh ) berbanding kecepatan angin (Davis et al., 2004).
momentum dan panas yang keluar dari cerobon perhitungan tinggi kepulan (Δh) mengikuti Persamaan (24):
ú ú û ù ÷ ÷ ø ö ÷÷ ø ö çç è æ -´ -d T T T P s a s ) ( 10
68 2 ...
epatan gas keluar stack, m/det meter atas stack, m
epatan angin rata-rata, m/det kanan atmosfer, kPa
peratur gas keluar stack, o
K peratur udara atmosfer (ambien),
o K
24) adalah untuk kondisi atmosfer dengan kelas C atau D), sedangkan untuk kondisi atmosf
u B) maka hasil tersebut di atas (Persamaan 24) di dak stabil (kelas E atau F) maka hasil pada Persa
menerangkan bahwa pergerakan fluida diga isik fluida tersebut seperti temperatur, tekanan, mudian sifat fisik tersebut di deskripsikan sebaga sehingga diperoleh informasi aliran fluida pada sua
ishi et al., 2006). Menurut Finlayson dan Pitts (2008), pada model Eulerian konsentrasi gas pe da lokasi tertentu yang disebut grid dalam setiap jadi proses transport dan reaksi kimia yang dipe orologi, sehingga menyebabkan konsentrasi adap waktu.
gian
kecepatan angin, atau dengan kata lain tinggi kepulan ( Δh ) berbanding . Dengan obong, maka
... (24)
an tingkat osfer yang 24) dikalikan samaan 24
gambarkan n, densitas bagai fungsi suatu titik s (1986), s pencemar iap waktu. dipengaruhi si berubah
(25)
Dasar dari konse fluida bergerak dan m fluida sebagai fungsi fluida dapat diidentif (Okiishi et al., 2006) lagrangian direfleksika pada lintasan tertentu konsentrasi pada par saat dalam model lagr Perbedaan ana lagrangian dapat dili seperti pada Gambar 7.
Gambar 7. Ilustrasi lagrangi
Pada metode eul bagian atas cerobong berbeda terdapat part diukur pada satu titik temperatur didefinisi temperatur dapat ditul alat ukur temperatur p temperatur temperatu sebuah partikel sebag dari partikel diketahui
konsep model ini yaitu dengan melibatkan partikel n menjelaskan sifat-sifat fluida dengan perubahan ungsi dari waktu. Karena itu dengan metode ini
ntifikasi dan dapat menjelaskan sifat-sifat fluida 2006). Dalam kasus percemar udara atmosfer ksikan dengan meninjau suatu parsel udara yang m
ntu yang dipengaruhi oleh faktor meteorologi. Pe parsel yang mengalir inilah yang diperhitungka
agrangian (Septiyanzar, 2008).
nalisa aliran fluida antara model eulerian dan dilihat dalam kasus kepulan gas polutan dari c bar 7.
asi pengambilan data temperatur aliran fluida gian dan eulerian (Okiishi et al., 2006)
eulerian, titik partikel fluida diukur temperaturn obong dan dicatat sebagai fungsi waktu. Pada wakt
partikel benda melintasi alat pengukur. Karena tem tik (x = xo, y = yo, dan z = zo) dan pada satu wakt nisikan sebagai fungsi waktu dan tempat, se dituliskan sebagai T = T (xo, yo, zo, t). Penggunaan
ur pada berbagai titik dapat memberikan informasi ratur field, dimana T = T (x, y, z, t). Tempera
bagai fungsi waktu tidak dapat diketahui sampa tahui sebagai fungsi waktu. Sedangkan pada
kel-partikel han partikel ni partikel da tersebut osfer, model g mengalir Perubahan kan setiap
dan model i cerobong
uida pada
urnya pada aktu yang temperatur aktu, maka , sehingga an banyak asi bidang peratur dari pai lokasi da metode
(26)
lagrangian temperatur diukur dari sebuah partikel hanya sebagai fungsi waktu, dimana TA = TA (t). Penggunaan banyak alat ukur temperatur saat partikel bergerak memberikan informasi bahwa temperatur dari partikel fluida merupakan fungsi dari waktu, sehingga temperatur tidak dapat diketahui sebagai fungsi dari posisi (lokasi partikel) sampai lokasi tiap partikel diketahui sebagai fungsi waktu (Okiishi et al., 2006).
2. Stabilitas Atmosfer Standar deviasi
y dan z menentukan penyebaran kepulan gas polutan pada arah angin lateral dan arah vertikal. Hal ini tergantung pada kondisi stabilitas atmosfer dan jarak dari sumber emisi. Tingkat stabilitas atmosfer yang digunakan ditentukan berdasarkan data meteorologi : penutupan awan, tinggi dasar awan, nomor kelas insolasi yang diperoleh dari data “solar altitude” dan tabel kategori stabilitas yang dikembangkan oleh Turner yang diklasifikasikan ke dalam kategori A hingga F yang disebut dengan kelas stabilitas (stability class), dimana hubungan antara stability class, kecepatan angin, dan kondisi sinar matahari dijelaskan pada Tabel 3.
Tabel 3. Stabilitas atmosfer Turner berdasarkan kecepatan angin, radiasi matahari dan penutupan awan (Soenarmo, 1999)
Kecep. Angin perm pada 10 m (m/det)
Siang hari Malam hari
Radiasi matahari datang Penutupan awan Kuat Moderat Ringan Overcast Clear
kelas 1 2 3 4 5
< 2 A A-B B E F
2 - 3 A-B B C E F
3 - 5 B B-C C D E
5 - 6 C C-D D D D
> 6 C D D D D
Nilai konstanta dispersi horizontal dan vertikal,
y dan z dapat ditentukan dengan persamaan yang telah dikembangkan oleh D.O. Martin (1976) dalam Davis et al. (2004), yaitu :
894 . 0 ax
y =
s ... (25.a) f
cxd
z = +
s ... (25.b) dimana konstanta a, c, d, dan f didefinisikan pada Tabel 4.
(27)
Tabel 4. Nilai konstanta a, c, d, dan f untuk menghitung y dan z sebagai fungsi dari jarak (Davis et al., 2004)
Kelas stabilitas
x < 1 km x > 1 km
a c d F c d f
A 213 440.8 1.941 9.27 459.7 2.094 -9.6 B 156 100.6 1.149 3.3 108.2 1.098 2
C 104 61 0.911 0 61 0.911 0
D 68 33.2 0.725 -1.7 44.5 0.516 -13 E 50.5 22.8 0.678 1.3 55.4 0.305 -34 F 34 14.35 0.74 -0.35 62.6 0.18 -48.6
Sumber : Martin,D.O.,”Comment on the change of concentration standard deviations with distance,” Journal of the Air Pollution Control Association, vol. 26, pp. 145-146, 1976.
Variasi diurnal radiasi matahari yang mempengaruhi temperatur udara memiliki peranan penting dalam menentukan kestabilan atmosfer. Pada malam hari kondisi udara stabil karena temperatur permukaan tanah lebih rendah dari pada temperatur udara. Pada saat matahari terbit dan kondisi udara cerah, radiasi matahari memanaskan permukaan tanah lebih cepat dibandingkan udara, kondisi ini memicu timbulnya turbulensi udara. Ketebalan lapisan konveksi semakin meningkat pada siang hari akibat pemanasan lapisan permukaan tanah, sehingga kondisi atmosfer menjadi tidak stabil karena pergerakan udara menjadi sangat dinamis. Pada sore hari temperatur udara sama dengan temperatur permukaan tanah, sehingga profil temperatur udara menjadi adiabatik karena tidak adanya fluks bahang dari permukaan tanah (Seinfeld, 1986).
4. Kecepatan Angin
Arah angin dan kecepatan angin memegang peranan penting dalam proses pengenceran (dilution) dan pemindahan (transportation). Peningkatan kecepatan angin akan menyebabkan penambahan jumlah volume udara bersama gas-gas polutan yang terkandung dalam suatu kurun waktu tertentu. Proses penyebaran (dispersi) banyak dipengaruhi oleh variasi arah angin jika arah angin secara kontinu menyebar ke berbagai arah maka area sebaran polutan semakin luas, sedangkan apabila arah angin dominan tetap bergerak hanya ke satu arah tertentu, maka daerah tersebut akan memiliki tingkat paparan polutan yang tinggi (Liptak et al., 2000).
(28)
Menurut Davis et al. (2004), arah angin menentukan ke mana arah mengalir atau bergeraknya gas yang terkontaminasi di atas permukaan. Kecepatan angin mempengaruhi ketinggian kepulan dan nilai campuran atau pengenceran (dilution) gas-gas pencemar yang telah diemisikan dari titik keluaran. Peningkatan kecepatan angin akan menurunkan ketinggian kepulan dengan membelokkan kepulan tersebut lebih cepat dari titik keluarannya, dan penurunan ketinggian kepulan cenderung akan meningkatkan konsentrasi polutan di permukaan tanah (ground level).
Menurut Davis et al. (2004), koreksi kecepatan angin berdasarkan ketinggian dapat menggunakan Persamaan (26).
n
o z o z
h h u
u ÷÷
ø ö çç è æ
= ... (26)
dimana :
uz = Kecepatan angin pada ketinggian z yang diinginkan, m/det uo = Kecepatan angin pada ketinggian standar, m/det
ho = Ketinggian alat ukur anemometer, m
hz = Ketinggian kecepatan angin yang diinginkan, m
n = Konstanta yang ditentukan berdasarkan stabilitas atmosfer
EPA (Environmental Protection Agency) United State, membedakan kondisi stabilitas atmosfer di daerah pedesaan dan kota untuk menentukan nilai eksponen n yang tersaji dalam Tabel 5 (Davis et al., 2004), sebagai berikut :
Tabel 5. Aturan nilai eksponen n untuk pedesaan dan kota
Kelas
stabilitas Pedesaan Kota
Kelas
stabilitas Pedesaan Kota
A 0.07 0.15 D 0.15 0.25
B 0.07 0.15 E 0.35 0.30
C 0.10 0.20 F 0.55 0.30
Sumber : User’s Guide for ISC3 Dispersion Models, Vol.II, EPA-454/B-95-003b,U.S, September, 1995
Pergerakan atmosfer dalam bentuk parsel udara atau angin disebabkan oleh ketidakseimbangan radiasi bersih,kelembaban dan momentum diantara
(29)
lintang rendah dan lintang tinggi di satu pihak serta diantara permukaan bumi dan atmosfer dilain pihak (Prawirowardoyo, 1996). Perbedaan penerimaan radiasi matahari akan menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan udara. Semakin tinggi gradien tekanan maka kecepatan angin akan semakin tinggi.
E. Dasar-dasar Simulasi
Menurut Syamsa (2003), simulasi komputer adalah usaha mengeksplorasi model-model matematika dari suatu proses atau fenomena fisik dengan menggunakan komputer dalam rangka memberikan gambaran situasi nyata dengan sebagian besar rinciannya. Sedangkan simulasi proses adalah penggunaan model matematika untuk menggambarkan secara realistik perilaku nyata dari sistem dengan mengukur tanggap dinamik variabel-variabel proses yang dipantau, misalnya temperatur tekanan, dan komposisi bahan. Dengan memanipulasi atau bekerja dengan model diharapkan :
1. Dapat meramalkan hasil atau keluaran.
2. Lebih memahami model fisik dan matematik dari fenomena dan proses.
3. Bereksperimen dengan model. 4. Melakukan pengujian dengan model.
5. Menggunakan model untuk tujuan pendidikan dan pelatihan.
Secara garis besar, simulasi proses dapat dikategorikan menjadi dua kategori berdasarkan kondisinya yaitu simulasi pada keadaan tunak dan simulasi keadaan dinamik (Syamsa, 2003). Simulasi keadaan tunak biasanya terdiri dari sejumlah persamaan aljabar yang diselesaikan secara iteratif, misalnya untuk menghitung kalkulasi panas dan keseimbangan bahan dari suatu proses dibawah kondisi keadaan tunak yang berubah-ubah. Program simulasi keadaan tunak umum digunakan dalam proses industri seperti pengukuran boiler dan peralatan turbin untuk laju panas tertentu. Sedangkan simulasi keadaan dinamik tidak hanya memperhatikan kalkulasi panas dan keseimbangan bahan dalam keadaan tunak, tetapi juga kondisi transien dari perubahan proses. Simulasi dilakukan dengan
(30)
menyelesaikan persamaan persamaan diferensial non-linier berjumlah besar dalam waktu nyata, untuk menggambarkan keseimbangan dinamik bahan dan energi dari proses yang disimulasikan. Laju akumulasi masa dan energi dihitung secara kontinyu dan diintegrasikan sepanjang interval waktu yang relatif kecil, yaitu untuk menghasilkan proses tiruan dari tanggap dinamik yang realistik seperti temperatur, tekanan dan komposisi bahan.
F. Pemodelan Matematik
Menurut Syamsa (2003), model matematik adalah gambaran dari karakteristik dinamik suatu sistem. Agar dapat diselesaikan dengan komputer, maka fenomena atau proses fisik harus dapat dimodelkan dengan persamaan matematika. Dengan pemodelan diharapkan dapat melakukan :
1. Idealisasi dari proses dan fenomena.
2. Memahami pengaruh dan kendali lingkungan.
3. Menganalisis eksperimen yang sulit atau tidak mungkin dapat dilakukan. 4. Mempertajam pemahaman dan mengurangi pemborosan akibat
eksperimen yang tidak terarah (trial and error). 5. Meningkatkan potensi dan keamanan sistem. G. Metode Komputasi Dinamika Fluida
Computational Fluid Dynamics (CFD) merupakan pemanfaatan program komputer untuk membuat suatu prediksi apa yang akan terjadi secara kuantitatif saat fluida mengalir. Dengan menggunakan CFD prediksi aliran fluida diberbagai sistem dapat dilakukan dengan biaya yang relatif murah dan waktu yang singkat dibandingkan dengan metode eksperimen (Nugraha, 2005).
Menurut Tuakia (2008), CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika (model matematika). Secara istilah CFD bisa berarti suatu teknologi komputasi yang memungkinkan untuk mempelajari dinamika dari benda-benda atau zat-zat yang mengalir. Menurut Zhang (2005), pada dasarnya persamaan-persamaan dalam fluida dibangun dan dianalisis berdasarkan persamaan-persamaan parsial (PDE = Partial
(31)
Differential Equation) yang merepresentasikan hukum-hukum konservasi massa, momentum, dan energi.
Untuk memprediksi aliran fluida pada kondisi tertentu, program CFD harus dapat menyelesaikan persamaan yang mengatur aliran-aliran fluida sehingga pemahaman tentang sifat-sifat dasar aliran fluida sangatlah penting. Persamaan pengaturan aliran fluida adalah persamaan-persamaan diferensial parsial, komputer digital tidak dapat langsung digunakan untuk menyelesaikan persamaan tersebut secara langsung. Oleh karena itu persamaan diferensial ini harus ditransformasikan kedalam persamaan aljabar yang sederhana dan disebut dengan metode diskritisasi (Versteeg and Malalasekera, 1995).
Secara umum, proses dalam CFD dibagi kedalam tiga tahapan yaitu prapemrosesan (pre-processing), pencarian solusi (solving), dan pascapemrosesan (post-processing) (Purabaya dan Asmara, 2003).
1. Prapemrosesan
Pada tahap prapemrosesan dilakukan pendefinisian masalah dengan membentuk geometri, dapat berupa geometri dua dimensi maupun tiga dimensi. Dalam pembentukan geometri ini didefinisikan topologi yang akan dibangun mulai dari pembentukan titik (point), garis (curve, edge), bidang (face) atau volume sehingga menjadi model yang diinginkan (Purabaya dan Asmara, 2003).
Setelah geometri terbentuk dilakukan diskritisasi menjadi sejumlah grid dimana persamaan atur akan dicari solusinya di masing-masing grid tersebut. Bila menggunakan diskritisasi grid berstruktur diusahakan sisi yang membentuk grid tetap tegak lurus atau memliki skewness dengan toleransi tertentu. Pada grid tak berstruktur diperhatikan perbandingan antara panjang dan lebar (aspect ratio) bentuk grid (Parwatha, 2003).
Menurut Tuakia (2008), Tahapan ini merupakan langkah pertama dalam membangun dan menganalisis sebuah model CFD. Pre-processing terdiri dari input masalah aliran ke dalam program CFD dengan memakai interface yang memudahkan operator dan transformasi input berikutnya ke dalam bentuk yang sesuai dengan pemecahan oleh solver. Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini meliputi:
(32)
- Mendifinisikan geometri dari daerah yang dianalisis. - Pembentukan grid.
- Pemilihan fenomena kimia dan fisik yang diperlukan.
- Menentukan sifat-sifat fluida (konduktivitas, viskositas, massa jenis, panas jenis dan sebagainya).
- Menentukan kondisi batas yang sesuai.
Pemecahan masalah aliran (kecepatan, tekanan, temperatur dan lain-lain) didefinisikan pada titik (nodal) di dalam tiga sel. Ketepatan CFD dibentuk oleh sejumlah sel dalam grid. Secara umum semakin besar jumlah sel, ketelitian hasil pemecahan semakin baik. Mesh optimal tidak selalu seragam, semakin halus pada bagian yang memiliki variasi cukup besar dan semakin kasar untuk bagian yang relatif tidak banyak perubahan (Tuakia, 2008).
2. Pencarian Solusi
Setelah geometri masalah didefinisikan secara numerik melalui grid-grid, tahap selanjutnya adalah pencarian solusi. Pada tahap ini persamaan atur yang diterapkan untuk memodelkan medan aliran didiskritisasi untuk masing-masing grid dan dicari solusinya. Persamaan atur yang digunakan dalam CFD tergantung dari permasalahan yang akan dimodelkan (Purabaya dan Asmara, 2003).
Proses pencarian solusi menggunakan metode finite volume, dimana metode ini dikembangkan dari finite difference khusus (Tuakia, 2008). Algoritma numerik metoda ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
- Aproksimasi variabel aliran yang tidak diketahui menggunakan fungsi sederhana
- Diskritisasi dengan mensubtitusi hasil aproksimasi ke dalam persamaan aliran dan manipulasi matematis berikutnya
- Penyelesaian persamaan aljabar.
(33)
Tahap terakhir dalam proses simulasi dengan menggunakan CFD adalah pasca-pemrosesan. Pada tahap ini semua solusi dari parameter aliran yang telah diperoleh untuk setiap grid akan dibentuk visualisasi. Visualisasi solusi ini bertujuan untuk mempermudah memahami solusi yang dihasilkan oleh sotfware CFD (Purabaya dan Asmara, 2003).
H. Penelitian Terdahulu yang Terkait
Hargreaves (1997), pernah melakukan penelitian tentang simulasi dispersi gas polutan yang bersumber dari kendaraan bermotor atau sumber yang bergerak kontinyu. Dengan menggunakan program CFD simulasi yang dilakukannya terfokus pada analisis pola aliran gas polutan yang diemisikan oleh kendaraan bermotor di sekitar jalan raya. Bangunan-bangunan gedung di sekitar jalan raya merupakan objek yang terkena dampak langsung dari sumber polutan yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Sedangkan bangunan tersebut merupakan tempat yang strategis dimana manusia melakukan aktivitas kesehariannya.
Beberapa perangkat software yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah Fluent yang digunakan untuk menganalisis aliran fluida, software SCALAR yang digunakan untuk membangun geometri bangunan yang akan disimulasikan dan software CHENSI yang digunakan untuk menganalisis pola aliran udara yang berupa olakan atau yang disebut vortices pada dinding-dinding bangunan di sekitar jalan raya.
Berbeda dengan penelitian ini, simulasi yang dirancang adalah simulasi dispersi gas polutan yang bersumber dari sebuah cerobong di kawasan perindustrian. Sedangkan fokus area yang diamati adalah pola aliran dispersi gas polutan dan sebaran konsentrasi gas polutan dari sumber pencemar terhadap area permukaan tanah di sekitar kawasan industri dimana umumnya makhluk hidup berpijak. Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah software EFD (Enginering Fluid Dynamics).
(34)
BAB III METODOLOGI A. Pendekatan Permasalahan
Simulasi komputer adalah penggunaan model matematika untuk menggambarkan secara realistik perilaku nyata dari sistem dengan mengukur tanggap dinamik dari variabel-variabel proses yang dipantau, seperti kecepatan, temperatur, tekanan, dan komposisi bahan termasuk didalamnya adalah konsentrasi bahan. Dalam melakukan simulasi, model yang dikembangkan idealnya harus dapat memberikan tanggap dinamik sesuai dengan yang sebenarnya (Syamsa, 2003). Maka dari itu, dibutuhkan pemodelan matematis yang tepat dan intuisi serta pertimbangan-pertimbangan yang matang dalam melakukan simulasi. Intuisi yang baik dibutuhkan untuk menentukan asumsi dasar, korelasi antara variabel-variabel kunci serta pendekatan awal sebuah model simulasi. Sedangkan pertimbangan dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara tingkat ketelitian dan kelengkapan terhadap batasan yang tersedia, baik dari segi biaya maupun kompleksitasnya.
Dalam penelitian ini, model simulasi yang digunakan untuk menentukan nilai konsentrasi gas polutan di suatu titik tertentu adalah model persamaan dispersi Gaussian dengan menggunakan program visual basic dan model CFD yang direpresentasikan oleh software Solidworks Office 2007 dengan menggunakan metode finite volume. Model Gaussian dipengaruhi oleh parameter laju emisi gas yang diemisikan dari cerobong, kecepatan udara di sekitar sumber emisi atau ambien, dan faktor stabilitas atmosfer hingga titik acuan. Sedangkan model CFD dipengaruhi oleh parameter laju emisi gas yang diemisikan dari cerobong, kecepatan udara di sekitar sumber emisi atau ambien, sifat karakteristik kimia dari gas polutan, dan batsan kondisi yang didefinisikan ke dalam software. Oleh karena itu, parameter tersebut dijadikan sebagai parameter input dalam simulasi ini. Sedangkan output yang diharapkan adalah visualisasi sebaran konsentrasi gas polutan berupa bidang 2 dimensi . Visualisasi ini dapat digunakan untuk menganalisa karakteristik aliran sebaran konsentrasi gas polutan yang terdispersi.
(35)
Selain itu juga menggunakan program Visual Basic untuk perhitungan model dispersi secara manual dari persamaan model Gaussian dalam penentuan nilai konsentrasi gas polutan. Persamaan Gaussian yang digunakan dipresentasikan oleh Persamaan (20). Nilai konsentrasi gas polutan yang dihasilkan dari perhitungan bersifat diskrit.
Program CFD digunakan sebagai support simulator atau tools untuk mendapatkan visualisasi sebaran gas terdispersi dari hasil perhitungan. Sotfware yang akan digunakan adalah sotfware Solidworks Office 2007 yang memiliki kemampuan untuk membuat model geometri, batasan lingkungan simulasi atau domain, meshing model geometri yang akan disimulasikan, solver atau pencarían solusi dengan menyediakan fleksibilitas mesh automatis berbentuk tetahedral yang dapat diatur mudah kerapatan meshnya. Software ini menghitung persamaan fluida dinamik dengan menggunakan metode finite volume, sehingga dapat mempresentasikan data dan memvisualisasikan berbagai kasus aplikasi dinamika fluida secara detail.
Namun, dalam penelitian ini simulasi yang dilakukan adalah untuk memonitoring fenomena dispersi gas polutan dari cerobong ke atmosfer pada kondisi unsteady state, dimana monitoring kondisi penyebaran gas polutan yang akan divisualisasikan adalah pada saat setelah 1 jam (3600 detik) menyebarnya gas polutan dari cerobong. Dengan kata lain, pada waktu t = 0 itu adalah posisi dimana gas polutan belum menyebar ke udara atau masih dalam cerobong dan siap di permukaan lubang cerobong untuk bergerak ke atmosfer.
Dalam proses numerik baik meshing maupun iterasi, persamaan-persamaan yang digunakan adalah persamaan atur fluida, dimana berawal dari hukum kekekalan fisika seperti kekekalan massa, transformasi massa dan persamaan atur kontinuitas fluida. Pemodelan matematis yang digunakan dalam simulasi ini diperoleh dari persamaan atur fluida yang menyatakan hukum–hukum fisika yang terdiri dari :
1. Persamaan Kontinuitas 3 Dimensi
Dalam metode finite control volume, perubahan spesies massa pada fenomena aliran fluida terjadi sejalan dengan adanya pergerakan elemen
(36)
massa fluida sebagai fungsi waktu ke dalam suatu volume terbatas (Anderson, 1995). Dituliskan dalam betuk matematis :
t z w y v x u Dt D ¶ ¶ + ¶ ¶ + ¶ ¶ + ¶ ¶
= r r r r
r ( ) ( ) ( )
...(27)
2. Persamaan Momentum 3 Dimensi
Persamaan momentum yang digunakan adalah persamaan Navier-Stokes yang dikembangkan dalam bentuk metode finite volume (Heinsohn and Cimbala, 2003):
Arah sumbu x
..(28.a)
Arah sumbu y
(28.b)
Arah sumbu z
(28.c)
3. Persamaan Energi 3 Dimensi
Persamaan energi diturunkan dari hukum pertama termodinamika yang menyatakan bahwa laju perubahan energi partikel fluida = laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambahkan dengan laju kerja yang diberikan pada partikel (Anderson, 1995).
...(29)
4. Persamaan Spesies Transport Material Fluida
Persamaan spesies transport dapat digunakan untuk memprediksi fraksi massa masing-masing spesies material yang memiliki karakteristik
V f z y x w z y x v z y x u z w y v x u p z T k z y T k y x T k x q V e Dt D zz yz xz zy yy xy zx yx xx × + ú û ù ê ë é ¶ ¶ + ¶ ¶ + ¶ ¶ + ú û ù ê ë é ¶ ¶ + ¶ ¶ + ¶ ¶ + ú û ù ê ë é ¶ ¶ + ¶ ¶ + ¶ ¶ + ú û ù ê ë é ¶ ¶ + ¶ ¶ + ¶ ¶ -÷ ø ö ç è æ ¶ ¶ ¶ ¶ + ÷÷ ø ö çç è æ ¶ ¶ ¶ ¶ + ÷ ø ö ç è æ ¶ ¶ ¶ ¶ + = ÷÷ ø ö çç è æ + r t t t t t t t t t r r 2 2 ÷÷ ø ö çç è æ ¶ ¶ + ¶ ¶ + ¶ ¶ + + ¶ ¶ -= ÷÷ ø ö çç è æ ¶ ¶ + ¶ ¶ + ¶ ¶ + ¶ ¶ 2 2 2 2 2 2 z u y u x u g x p z u w y u v x u u t u x m r r ÷÷ ø ö çç è æ ¶ ¶ + ¶ ¶ + ¶ ¶ + + ¶ ¶ -= ÷÷ ø ö çç è æ ¶ ¶ + ¶ ¶ + ¶ ¶ + ¶ ¶ 2 2 2 2 2 2 z v y v x v g y p z v w y v v x v u t v y m r r ÷÷ ø ö çç è æ ¶ ¶ + ¶ ¶ + ¶ ¶ + + ¶ ¶ -= ÷÷ ø ö çç è æ ¶ ¶ + ¶ ¶ + ¶ ¶ + ¶ ¶ 2 2 2 2 2 2 z w y w x w g z p z w w y w v x w u t w z m r r
(37)
kimiawi berbeda dengan pendekatan prinsip difusi-konveksi masing-masing material (Anonim, 2003).
...(30)
dimana, Yi merupakan fraksi massa masing-masing spesies i, Ri adalah nilai net spesies hasil reaksi kimia dan Si adalah nilai net spesies yang disebarkan ke dalam sistem simulasi yang didefinisikan oleh user. Selain itu, nilai fluks difusi massa dari masing-masing spesies material dipengaruhi oleh tipe aliran yang terjadi dalam sistem, yaitu laminar atau turbulen, dimana secara berturut-turut dituliskan pada Persamaan 31 dan 32.
………..(31)
……….(32)
dimana, Di,m adalah difusivitas massa masing-masing spesies material dan
t
Sc merupakan nilai angka Schmidt. B. Bahan dan Alat
1) Personal Computer (PC)
PC yang dipergunakan minimal memiliki spesifikasi Pentium 4, RAM 1GB. Hal ini untuk mensupport pengoperasian program sotfware yang akan digunakan.
2) Sotfware Visual Basic
Sotfware Visual Basic digunakan untuk mengoperasikan perhitungan analisis kadar gas polutan dengan metoda dispersi.
3) Program Computational Fluid Dynamic (CFD)
Program CFD disupport oleh sotfware EFD (Engineering Fluid Dynamics), dimana dalam penelitian ini menggunakan sotfware Solidworks office 2007 yaitu merupakan sotfware engineering yang digunakan untuk mensimulasikan dan menganalisi berbagai kasus aliran fluida beserta sifat-sifat fisik dan sifat-sifat material fluida yang disimulasikan. Sotfware Solidworks Office 2007 juga dapat digunakan untuk membangun geometri atau desain
( )
Yi(
Yi)
Ji Ri Sit +Ñ× =-Ñ× + +
¶
¶ v r
u r r
i m i
i D Y
J =-r , Ñ
r
i t t m i
i Y
Sc D
J ÷÷Ñ
ø ö çç
è æ
+
-= r , m r
(38)
teknik struktur dari kasus yang akan disimulasikan, sehingga sotfware ini mempermudah pengguna (user) dalam memecahkan masalah yang akan dikaji. Karena dalam sotfware ini sudah terintegrasi menjadi satu paket antara perangkat untuk membangun penggambaran geometri dan perangkat untuk menganalisa kasus aliran fluida tersebut, sehingga dapat memvisualisasikan distribusi fluida secara numerik.
Geometri yang akan disimulasikan berbentuk outdoor dan sumber pencemar diasumsikan tunggal yang berupa cerobong (stack) dari suatu industri. Prinsip kerja perhitungan yang dilakukan oleh sotfware ini menggunakan metode finite volume dengan mengintegrasikan persamaan model Navier-Stokes sebagai dasar perhitungan kasus mekanika fluida yang akan dianalisis. Pendekatan numerik dengan model Navier-Stokes merupakan jenis model persamaan mekanika fluida yang dianggap paling otentik diantara model lainnya. Hasil running dari proses simulasi direpresentasikan secara otomatis dalam bentuk data dan grafik dengan tipe file Excel Office, *.JPEG untuk gambar dan tipe file *.avi untuk file jenis animasi video.
C. Parameter Input
Parameter input untuk simulasi ini adalah : 1) Debit emisi gas polutan
Debit emisi gas polutan sebagai input diperoleh dari cerobong yang mengemisikan polutan dengan satuan kilogram per detik (kg/s).
2) Kecepatan Angin
Kecepatan angin yang akan diinput berupa aliran seragam dan diasumsikan pengambilan data kecepatan angin ini dengan metode wind rose, yaitu berdasarkan arah angin dominan. Besarnya nilai kecepatan angin ditentukan dengan asumsi dari penulis.
3) Jarak
Jarak (x, y, z) yang dimaksud, merupakan jarak yang diperkirakan dari sumber emisi (source of emission) sampai titik dimana kadar gas polutan itu ingin diketahui, dalam aplikasi ini adalah titik posisi receptor dari sumber emisi. Untuk mendapatkan nilai standar deviasi kepulan emisi terhadap
(39)
jarak y dan z ( y, z) maka jarak pada pada koordinat x ditransformasikan pada Persamaan (24).
4) Sifat-sifat spesifik kimia gas polutan
Gas polutan yang menjadi objek simulasi adalah hydrogen sulfide (H2S), sulfur dioxide (SO2), dan carbon monoxide (CO). Spesifikasi sifat
kimia dari masing-masing fluida yang diinput ke dalam database software adalah molecular weight, panas jenis, viskositas dinamik dan konduktivitas panas. Parameter ini yang akan mempengaruhi karakteristik aliran dispersi fluida dalam simulasi.
D. Data Input
Data input dalam simulasi ini menggunakan data fiktif sesuai dengan skenario rancangan penulis, namun untuk data emisi gas polutan yang diinput diambil dari hasil perhitungan kasus di beberapa industri yang berbeda. Penentuan data fiktif dilakukan dengan perkiraan terhadap keadaan di beberapa industri. Beberapa data input fiktif yang akan disimulasikan terdapat pada Tabel 6.
Tabel 6. Data input fiktif.
No. Parameter Satuan Kuantitas
1 Kecepatan angin m/s 2
2 Temperatur lingkungan º C 27
3 Temperatur emisi di cerobong º C 200
4 Tekanan udara Pa 101325
5 Jarak-x m -20 s.d. 300
6 Jarak-y m 0 s.d. 100
7 Jarak-z m -50 s.d. 50
8 Dimensi cerobong
tinggi m 20
diameter luar m 4
diameter dalam m 3,8
kemiringan permukaan dinding deg 1
Dimensi struktur cerobong secara detail disajikan pada Lampiran 1. Sedangkan untuk mendapatkan data input polutan yang akan menjadi inlet pada proses simulasi dihitung berdasarkan jumlah bahan bakar yang dikonsumsi dengan menggunakan data faktor emisi dari EPA (Environmental Protection
(1)
Lampiran 5. Data sebaran tegangan geser dan koefisien gesek pada permukaan
silinder (lanjutan).
No. jarak sepanjang garis plot (m)
koefisien gesek
39 4,047 1,511E-02
40 4,101 1,610E-02
41 4,156 1,701E-02
42 4,214 1,791E-02
43 4,248 1,835E-02
44 4,282 1,863E-02
45 4,333 1,812E-02
46 4,384 1,751E-02
47 4,478 1,616E-02
48 4,520 1,546E-02
49 4,541 1,523E-02
50 4,621 1,556E-02
51 4,661 1,580E-02
52 4,702 1,613E-02
53 4,785 1,694E-02
54 4,841 1,730E-02
55 4,931 1,809E-02
56 5,059 1,925E-02
57 5,142 2,022E-02
58 5,188 2,088E-02
59 5,307 2,279E-02
60 5,355 2,344E-02
61 5,402 2,402E-02
62 5,449 2,454E-02
63 5,562 2,647E-02
64 5,649 2,798E-02
65 5,703 2,854E-02
66 5,842 2,995E-02
67 5,972 2,909E-02
68 5,996 2,893E-02
69 6,014 2,876E-02
No. jarak sepanjang garis plot (m)
koefisien gesek
1 0,000 4,048E-05
2 0,023 1,715E-04
3 0,047 4,852E-04
4 0,070 9,560E-04
5 0,093 1,456E-03
6 0,140 2,467E-03
7 0,217 4,110E-03
8 0,410 9,383E-03
9 0,461 9,385E-03
10 0,610 9,252E-03
11 0,704 8,393E-03
12 0,784 7,591E-03
13 0,939 5,996E-03
14 0,988 5,545E-03
15 1,037 5,126E-03
16 1,178 4,695E-03
17 1,360 4,018E-03
18 1,538 3,461E-03
19 1,764 3,041E-03
20 2,003 2,520E-03
21 2,226 1,860E-03
22 2,437 1,383E-03
23 2,639 1,003E-03
24 2,857 4,408E-04
25 2,914 3,271E-04
26 3,029 9,977E-05
27 3,129 1,214E-03
28 3,224 2,266E-03
29 3,364 3,127E-03
30 3,420 3,469E-03
31 3,577 3,057E-03
32 3,621 2,944E-03
33 3,667 3,649E-03
34 3,713 4,463E-03
35 3,759 5,386E-03
36 3,798 6,299E-03
37 3,829 7,070E-03
(2)
Lampiran 6. Hasil iterasi kecepatan rata-rata dan tekanan udara dinamik.
Iterations Av Dynamic Pressure (Pa) Av Velocity (m/s)1 2,18023 1,85419
2 2,18015 1,85415
3 2,18009 1,85412
4 2,17999 1,85408
5 2,17993 1,85405
6 2,17983 1,85400
7 2,17971 1,85395
8 2,17958 1,85389
9 2,17946 1,85383
10 2,17933 1,85377
11 2,17915 1,85368
12 2,17896 1,85359
13 2,17879 1,85350
14 2,17862 1,85342
15 2,17846 1,85333
16 2,17823 1,85321
17 2,17800 1,85310
18 2,17778 1,85299
19 2,17757 1,85288
20 2,17737 1,85277
21 2,17707 1,85262
22 2,17680 1,85247
23 2,17653 1,85233
24 2,17629 1,85220
25 2,17605 1,85207
26 2,17573 1,85189
27 2,17544 1,85173
28 2,17517 1,85158
29 2,17493 1,85144
30 2,17472 1,85131
31 2,17444 1,85114
32 2,17421 1,85101
33 2,17402 1,85089
34 2,17388 1,85079
35 2,17379 1,85071
36 2,17375 1,85065
37 2,17375 1,85062
38 2,17383 1,85062
39 2,17394 1,85064
(3)
Lampiran 6. Hasil iterasi kecepatan rata-rata dan tekanan dinamik (lanjutan).
Iterations Av Dynamic Pressure (Pa) Av Velocity (m/s)41 2,17424 1,85072
42 2,17436 1,85075
43 2,17445 1,85077
44 2,17451 1,85077
45 2,17455 1,85077
46 2,17460 1,85077
47 2,17464 1,85077
48 2,17467 1,85077
49 2,17470 1,85077
50 2,17473 1,85077
51 2,17475 1,85077
52 2,17479 1,85078
53 2,17483 1,85078
54 2,17486 1,85079
55 2,17488 1,85079
56 2,17490 1,85079
57 2,17492 1,85079
58 2,17494 1,85079
59 2,17495 1,85079
60 2,17494 1,85077
61 2,17496 1,85077
62 2,17498 1,85077
63 2,17501 1,85077
64 2,17506 1,85078
65 2,17511 1,85081
66 2,17518 1,85082
67 2,17521 1,85084
68 2,17526 1,85086
69 2,17530 1,85087
70 2,17536 1,85089
71 2,17542 1,85091
72 2,17546 1,85093
73 2,17548 1,85094
74 2,17548 1,85094
75 2,17549 1,85093
76 2,17548 1,85092
77 2,17547 1,85092
78 2,17542 1,85090
79 2,17537 1,85088
(4)
Lampiran 6. Hasil iterasi kecepatan rata-rata dan tekanan dinamik (lanjutan).
Iterations Av Dynamic Pressure (Pa) Av Velocity (m/s)81 2,17525 1,85080
82 2,17518 1,85076
83 2,17514 1,85074
84 2,17510 1,85071
85 2,17505 1,85069
86 2,17503 1,85067
87 2,17504 1,85067
88 2,17506 1,85067
89 2,17510 1,85068
90 2,17513 1,85070
91 2,17517 1,85072
92 2,17518 1,85073
93 2,17515 1,85071
94 2,17518 1,85072
95 2,17522 1,85074
96 2,17523 1,85076
97 2,17519 1,85075
98 2,17517 1,85075
99 2,17516 1,85074
100 2,17514 1,85075
101 2,17509 1,85074
102 2,17507 1,85073
103 2,17505 1,85072
104 2,17503 1,85072
105 2,17498 1,85071
106 2,17494 1,85068
107 2,17493 1,85068
108 2,17492 1,85068
109 2,17492 1,85068
110 2,17492 1,85068
111 2,17494 1,85069
112 2,17495 1,85069
113 2,17496 1,85069
114 2,17496 1,85069
115 2,17497 1,85069
116 2,17499 1,85069
117 2,17501 1,85070
118 2,17501 1,85070
(5)
Lampiran 7. Sebaran konsentrasi gas SO
2sepanjang
centerline.
No. jarak (m) konsentrasi (ppm)1 0 0
2 1,967008847 0
3 1,967664473 -0,072578423
4 2,001256242 -0,080463355
5 8,001256242 -0,046281261
6 20,00125624 -1,988748553
7 24,00125624 10,45271961
8 28,00125624 78,28918309
9 32,00125624 499,0306873
10 36,00125624 1811,742645
11 40,00125624 4218,237549
12 44,00125624 6962,2904
13 48,00125624 9017,366777
14 52,00125624 10170,99841
15 56,00125624 10690,99908
16 60,00125624 10721,64404
17 64,00125624 10327,93914
18 68,00125624 9623,736218
19 72,00125624 8739,263268
20 76,00125624 7718,554041
21 80,00125624 6788,766956
22 88,00125624 5278,931261
23 92,00125624 4606,94016
24 96,00125624 4025,644814
25 100,0012562 3527,375472
26 104,0012562 3100,376138
27 109,0012562 2656,313427
28 113,0012562 2353,068151
29 117,0012562 2091,255549
30 122,0012562 1815,509427
31 128,0012562 1542,262019
32 136,0012562 1262,081132
33 145,0012562 1024,966028
34 151,0006281 902,9889646
35 164,0012562 700,317099
36 182,0012562 522,7727875
37 202,0012562 406,4166275
38 237,0012562 287,0509381
(6)