Drip Irrigation Technique DIT

terlebih dahulu sebelum mengering dan mati. Mati pucuk die back bisa pula terjadi pada tanaman yang mengalami kekurangan unsur hara ini. C.7 Kekurangan Unsur Si, Cl Dan Na Unsur Si atau silisium hanya diperlukan oleh tanaman serelia misalnya padi-padian. Akan tetapi, kekurangan unsur ini belum diketahui dengan jelas akibatnya bagi tanaman. Defisiensi unsur Cl atau klorida dapat menimbulkan gejala pertumbuhan daun yang kurang abnormal terutama pada tanaman sayur-sayuran, daun tampak kurang sehat dan berwarna tembaga. Kadang- kadang pertumbuhan tanaman tomat, gandum dan kapas menunjukkan gejala seperti itu. Defisiensi unsur Na atau natrium bagi pertumbuhan tanaman yang baru diketahui pengaruhnya yaitu mengakibatkan resistensi tanaman akan merosot terutama pada musim kering. Tanpa unsur Na, tanaman dalam pertumbuhannya tidak dapat meningkatkan kandungan air.

D. Drip Irrigation Technique DIT

Teknik budidaya menggunakan fertigasi Drip Irrigation Technique atau irigasi tetes ini adalah cara yang paling umum digunakan di dalam greenhouse. Satu set sistem ini terdiri dari pipa PVC sebagai pipa utama, kemudian pipa cabang atau lateral dengan diameter 1 cm dari bahan PE polyetilen berwarna hitam untuk mencegah tumbuhnya jamur dan lumut, selang penetes drip tube yang berukuran 5 mm, dan terakhir adalah emiter yaitu alat berupa regulating stick atau dripper yang berfungsi untuk menyumbat bagian ujung selang penetes. Cara kerjanya adalah air yang sudah dicampur nuitrisi AB Mix dalam tangki dialirkan menuju screen filter untuk disaring, lalu aliran pupuk akan menuju dripper untuk menalirkan nutrisi ke tanaman. Tanaman ditanam dengan media substrat seperti arang sekam dan larutan nutrisi diteteskan di sekitar daerah perakaran. Beberapa kali dalam sehari dilakukan penyiraman tergantung dari kebutuhan tanaman yang berkorelasi positif terhadap umur dan besar tanaman selain jenis media dan faktor cuaca Chadirin, 2007. Dari sumber yang sama disebutkan bahwa irigasi tetes memiliki beberapa kelebihan antara lain : 1. Irigasi tetes dapat digunakan untuk berbagai tipe permukaan lahan. Irigasi tetes dapat berfungsi lebih baik dari sistem irigasi lainnya pada keadaan lahan yang memiliki laju infiltrasi tinggi. 2. Penggunaan air yang efisien. Apabila nilai guna air di suatu daerah sangat mahal dan air juga relatif sulit untuk diperoleh, maka irigasi tetes merupakan pilihan terbaik. Dengan aplikasi sistem irigasi tetes, kehilangan air akibat evaporasi, perkolasi, runoff, dapat dikurangi sehingga tanaman dapat memperoleh air secara optimal. 3. Dapat menghemat biaya tenaga kerja karena nutrisi diberikan bersama- sama dengan larutan nutrisi dalam bentuk air irigasi. Pemberian nutrisi inipun dapat dilakukan dengan bantuan timer digital untuk mengurangi jumlah tenaga kerja. Beberapa kendala berhubungan dengan faktor lingkungan serta hama dan penyakit tanaman yang menyerang pada sistem drip irrigation technique. Hal ini sangat mengganggu karena mengurangi kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara yang telah diberikan melalui emiter. Dalam prosesnya, serangan terjadi relatif cepat. Upaya penanggulangan hanya berupa usaha preventif dengan bahan kimia sesuai dosis anjuran. Walaupun belum ada data secara rinci dan lengkap mengenai kehilangan hasil tomat akibat serangan hama dan penyakit, tetapi kehilangan hasil tersebut ternyata cukup besar. Sebagai contoh, kehilangan hasil akibat serangan ulat buah Helicoverpa armigera Hubn. diperkirakan dapat mencapai 56 Setiawati, 1990. Keadaan tersebut mendorong para petani tomat melakukan upaya pengendalian secara preventif dengan menggunakan pestisida secara intensif. Hasil penelitian Gunawan 1997 menunjukkan, bahwa petani tomat di Lembang dan Pangalengan melakukan aplikasi penyemprotan pestisida sebanyak 21 25 kali per musim tanam, dengan konsentrasi di atas anjuran. Hal tersebut disebabkan karena menurut petani kegagalan panen yang diakibatkan serangan hama dan penyakit mempunyai probabilitas yang cukup tinggi. Beberapa gejala kelayuan menurut Setiawati 1997 termasuk serangan hama dan penyakit tanaman yang ditemukan selama melakukan penelitian yang banyak menyerang tanaman tomat adalah sebagai berikut : D.1. Proses Pelayuan Pada Tanaman Kebutuhan nutrisi serta air pada pertumbuhan tanaman akan berkorelasi positif terhadap proses kelayuan pada tanaman. Dengan cukupnya ketersediaan air dalam media tanam akan memelihara tekanan turgor yang menyebabkan daun tumbuh tegak atau tidak layu. Kebutuhan air tanaman tiap harinya bergantung pada tingkat evaporasi dan transpirasi dari tanaman itu sendiri. Pada dasarnya evaporasi ditentukan oleh besarnya radiasi matahari yang sampai pada permukaan tanah yang menguapkan air yang disimpan dalam media tanam. Proses ini akan terus berkurang seiring dengan tahap pertumbuhan tanaman dimana daun yang melebar akan membentuk kanopi yang mengurangi radiasi yang sampai di permukaan tanah. Oleh karena itu, saat tanaman tumbuh besar, transpirasi dari tanaman yang lebih berpengaruh. Dengan adanya gejala evaporasi dan transpirasi ini maka pemberian nutrisi harus dilakukan untuk menjaga keseimbangan neraca air dalam media tanam. Laju evapotranspirasi ini dilambangkan dengan satuan milimeter mm per satuan waktu. Satuan waktu dapat berupa jam, hari, bulan, atau periode pertumbuhan tanaman dalam setahun. Dari hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa kebutuhan air tanaman harus memenuhi keseimbangan evapotraspirasi tanaman yaitu sebesar 0-22.5 mm per hari atau ekuivalen dengan 0-1200 ml per tanaman per hari. Dengan demikian, pemberian nutrisi yang sesuai kebutuhan tanaman dilakukan dengan takaran yang sudah ditentukan tidak sekaligus, melainkan bertahap sampai mencapai batas keseimbangan evapotranspirasi tanaman. Pemberian air dan nutrisi yang berlebih akan menyebabkan terjadinya penguapan dan pemborosan. D.2. Layu Bakteri Penyebab : Bakteri Ralstonia solanacearum Gejala antara lain adalah sebagai berikut : 1. Daun layu disertai dengan warna menguning, diawali dari salah satu pucuk daun atau cabang tanaman. Umumnya terjadi pada tanaman berumur sekitar enam minggu. 2. Gejala lanjut berupa daun layu secara menyeluruh dan berwarna coklat diikuti dengan matinya tanaman. 3. Bila batang tanaman terserang, bila dipotong akan tampak garis vaskuler berwarna gelap. Saat potongan batang tersebut dimasukkan ke dalam air bening, akan keluar eksudat berupa lendir berwarna putih keabu-abuan. Pada fase serangan ringan keadaan tersebut tidak tampak. 4. Eksudat dapat ditemukan pada akar ditandai dengan menempelnya tanah pada bagian akar tersebut. 5. Kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan patogen adalah suhu 27°C, cuaca kering dan curah hujan yang banyak. Pengamatan dilakukan pada 5 populasi tanaman. Jika pada tanaman terdapat gejala serangan, pengendalian dapat dilakukan dengan biologis yaitu memanfaatkan musuh alami patogen antagonis, seperti Pseudomonas flurescens yang diaplikasikan pada permukaan bedengan secara merata saat tanaman berumur 15 hari setelah tanam. Atau dengan memanfaatkan aneka tanaman biopestisida selektif. Pada penelitian ini dilakukan pengendalian dengan cara kimia yaitu dengan memberi perlakuan benih sebelum ditanam dengan bakterisida selektif dan efektif. Apabila cara pengendalian lainnya tidak mampu menekan serangan layu bakteri sampai mencapai 5, aplikasi bakterisida selektif dan efektif dilakukan sesuai dosiskonsentrasi yang direkomendasi, contohnya menggunakan bakterisida merk Agrept. Contoh tanaman yang terserang penyakit ini dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Gejala akibat penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum D.3. Layu Fusarium Penyebabnya adalah cendawan Fusarium solani dan gejala yang ditemukan selama penelitian berlangsung antara lain : 1. Daun tampak layu dimulai dari daun bawah berkembang ke daun atas. Kemudian menguning dan akhirnya mengering kecuali pucuk yang tetap berwarna hijau dan pertumbuhan tanaman tidak normal. 2. Batang tanaman yang terserang bila dipotong akan tampak kambiumnya berwarna coklat. Warna coklat serupa kadang dijumpai juga pada pembuluh tangkai daun. 3. Pada tanah basah atau dingin, batang di bawah permukaan tanah menjadi busuk, tanaman layu dan mati. Pengendalian dilakukan dengan cara biologis antara lain dengan memanfaatkan musuh alami patogen antagonis, seperti Trichoderma sp. atau memanfaatkan aneka tanaman biopestisida selektif. Dalam penelitian ini dilakukan dengan cara kimia yaitu dengan memberi perlakuan benih sebelum ditanam dengan fungisida selektif dan efektif. Apabila cara pengendalian lainnya tidak mampu menekan serangan layu fusarium sampai mencapai 5, aplikasi fungisida selektif dan efektif dilakukan sesuai dengan dosiskonsentrasi yang direkomendasi. Gejala serangan seperti telihat pada Gambar 4. Gambar 4. Gejala akibat penyakit layu fusarium Fusarium solani D.4. Ulat Grayak Spodoptera litura F. Gejala yang timbul dari serangan ulat grayak dimana hama ini menyerang epidermis yaitu dengan meninggalkan bagian atas daun hingga berupa bercak-bercak putih transparan. Serangan larva dewasa menyebabkan daun sampai berlubang, bahkan sampai tulang daun. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara biologis yaitu memanfaatkan musuh alami parasitoid, seperti Telenomus spodopterae Dodd Sceliomidae dan Peribaea sp. Tachinidae. Atau dapat pula dengan memanfaatkan aneka tanaman biopestisida selektif. Aplikasi insektisida secara efektif sesuai konsentrasi yang direkomendasikan. D.5. Kutu Daun Myzus persicae Sulz. Secara umum, hama kutu daun berbentuk nimfa dan imago dan hidup bergerombol, pada permukaan bawah daun atau pada pucuk tanaman tomat. Bentuknya ada yang tidak bersayap, dan ada yang bersayap. Warnanya umumnya hijau atau hijau kehitaman, kadang-kadang coklat. Hama terkadang memiliki populasi tinggi, tetapi biasanya dapat dikendalikan oleh musuh alaminya. Hama ini dapat menjadi vektor penyakit virus tanaman. Musuh alami hama ini adalah Kumbang predator Coccinelidae, Lalat predator Syrphidae, Chamaemyiidae. Dalam penelitian ini tidak terjadi serangan masif, karena begitu ada gejala, maka tanaman yang terkena langsung dikarantina dan dibakar. Contohnya seperti pada Gambar 5 dibawah ini. Gambar 5. Hama kutu daun, Myzus persicae Sulz.

E. Citra Digital