26
B. Inokulasi Susu dengan Kultur Murni Salmonella Typhimurium dan Shigella
sonnei Sampel Susu UHT spike
Hasil hitungan secara mikroskopi dengan menggunakan petroff-hausser terhadap suspensi Salmonella
Typhimurium pada larutan pengencer NaCl 0,85 yaitu sebesar 1,4 x 10
8
selml Salmonella
Typhimurium untuk proses isolasi DNA dengan metode kit komersial dan 1,6 x 10
7
selml Salmonella
Typhimurium untuk proses isolasi DNA dengan metode pendidihan, sedangkan penghitungan terhadap Shigella sonnei yaitu sebesar 2,5 x 10
7
selml. Ketiga penghitungan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5. Karena konsentrasi suspensi lebih besar dari 10
5
selml maka dilakukan pengenceran terhadap suspensi tersebut hingga diperoleh konsentrasi suspensi sekitar
10
5
selml. Setelah dilakukan pengenceran, jumlah Salmonella Typhimurium pada susu UHT yang akan diisolasidiekstraksi dengan metode kit komersial yaitu sebanyak 7,0 x 10
4
atau 0,7 x 10
5
selml, pada susu UHT yang akan diisolasidiekstraksi dengan metode pendidihan sebanyak 8,0 x 10
4
atau 0,8 x 10
5
selml Salmonella Typhimurium, dan jumlah Shigella sonnei pada susu UHT yang akan diisolasidiekstraksi dengan metode kit komersial sebanyak 1,2 x 10
5
selml. Hasil penghitungan konsentrasi akhir Salmonella Typhimurium pada sampel susu UHT spike dan
penghitungan awal mikroba natural pada susu UHT dengan metode konvensional dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sampel susu UHT tidak mengandung mikroba
Salmonella Typhimurium dan ketika diinokulasi dengan Salmonella Typhimurium maka sampel susu
UHT spike tersebut mengandung 3,9 x 10
4
CFUml penghitungan ke-1 dan 2,6 x 10
4
CFUml penghitungan ke-2 Salmonella Typhimurium yang tumbuh dan hidup di dalamnya. Penghitungan
ke-1 merupakan tahapan inokulasi Salmonella Typhimurium ke dalam susu yang akan disolasi diekstraksi dengan metode kit komersial dan penghitungan ke-2 merupakan tahapan inokulasi
Salmonella Typhimurium yang akan disolasidiekstraksi dengan metode pendidihan.
Konsentrasi Salmonella Typhimurium yang terkandung di dalam sampel susu UHT spike 10
4
CFUml tidak sama dengan konsentrasi Salmonella Typhimurium yang ditambahkan dimana diukur dengan menggunakan pengukuran mikroskopi pada petroff-hausser 10
5
selml. Hal tersebut dikarenakan penghitungan dengan petroff-hausser tidak dapat membedakan mikroba yang hidup dan
yang telah mati sehingga Salmonella Typhimurium yang telah mati juga ikut terhitung bersama dengan sel yang hidup. Sedangkan metode konvensional pada media XLDA, Salmonella
Typhimurium yang terhitung adalah mikroba yang hidup saja. Sehingga hitungan konsentrasi Salmonella
Typhimurium yang ditambahkan lebih besar dibandingkan konsentrasi akhir pada sampel susu UHT spike.
C. IsolatTemplate DNA yang Dihasilkan
Satu hal penting yang dibutuhkan untuk mendeteksi suatu mikroba dengan menggunakan real- time
PCR adalah DNA mikroba tersebut yang murni tanpa pengotor. Cara memperolehnya adalah dengan mengisolasimengekstraksi DNA dari dalam sel. Berbagai teknik ekstraksi DNA salah satunya
metode pendidihan telah dikembangkan dari prinsip dasar tersebut, sehingga saat ini muncul berbagai teknik ekstraksi dan purifikasi DNA dalam bentuk kit, dimana prosesnya cukup mudah, cepat, dan
sederhana Sulandari dan Zein 2003.
1. IsolasiEkstraksi DNA dengan Metode Pendidihan
DNA yang berasal dari bakteri Gram negatif contohnya: Salmonella dapat dengan mudah diisolasidiekstraksi dengan menggunakan metode pendidihan atau mendidihkan sel bakteri di
dalam air Lee et al. 2006. Kemurnian isolat DNA yang dihasilkan dapat diketahui dengan mengukurnya pada UV-VIS spektrofotometer. Isolat DNA dikatakan murni jika rasio diantara
nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 dan 280 berada pada selang 1,8 hingga 2,0 Nolan
27 et al
. 2007. Di bawah ini merupakan hasil pengukuran kemurnian isolattemplate DNA yang diperoleh dengan metode pendidihan Tabel 2..
Tabel 2. Kemurnian isolat DNA Salmonella Typhimurium dan Shigella sonnei dengan metode pendidihan
Sampel A1
260 A2
280 Rasio
A1A2 [DNA]
ngµl [Protein]
ngµl
Spike ST1
0,068 0,097
0,6 0,367
86,964 Spike
ST2 0,068
0,096 0,6
0,356 82,964
Spike SS1
0,071 0,100
0,6 0,360
85,708 Spike
SS2 0,062
0,089 0,6
0,329 81,386
KM ST1 0,127
0,077 1,6
5,188 23,002
KM ST2 0,098
0,059 1,7
4,009 16,948
KM SS1 0,079
0,057 1,4
2,909 28,399
KM SS2 0,105
0,076 1,4
3,871 36,948
Ket: Spike ST1 2 Sampel susu UHT spike Salmonella Typhimurium ulangan 1 dan 2; Spike SS1 2 Sampel susu UHT spike Shigella sonnei ulangan 1 dan 2; KM ST1 2 Kultur Murni Salmonella
Typhimurium ulangan 1 dan 2; KM SS1 2 Kultur Murni Shigella sonnei ulangan 1 dan 2. A1 adalah nilai absorbansi pada panjang gelombang 260; A2 adalah nilai absorbansi pada panjang
gelombang 280.
Berdasarkan hasil pengukuran spektrofotometri tersebut menunjukkan bahwa isolat DNA yang dihasilkan dari metode pendidihan belum murni yang artinya selain DNA, masih terdapat
pengotor yang terkandung di dalam isolat tersebut salah satunya adalah protein. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rasio yang tidak berada pada selang 1,8-2,0 baik pada sampel susu UHT
spike Salmonella Typhimurium dan Shigella sonnei maupun sampel kultur murni Salmonella
Typhimurium dan Shigella sonnei yang diambil dari media pengayaan HIB. Adanya pengotor pada isolat tersebut ditunjukkan pula dengan tingginya nilai konsentrasi protein yang dihasilkan.
Nilai konsentrasi protein yang dihasilkan pada sampel susu UHT spike jauh lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi protein yang diperoleh dari sampel kultur murni mikroba
spesifik. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlu adanya modifikasi metode pendidihan khusus untuk sampel pangan yang mengandung protein tinggi seperti susu. Selain mengandung protein,
susu juga mengandung lemak, kation kalsiumCa
2+
, dan pengkelat yang tinggi dimana komponen pangan tersebut menjadi inhibitor pada pengujian dengan menggunakan real-time
PCR. Inhibitor tersebut dapat mengikat dan menurunkan aktivitas enzim polimerase, menyebabkan perubahan konformasi dalam DNA target, atau bersaing dengan primer untuk
menempati primer binding sites Lee et al. 2006 dan Siebert 1999. Hasil spektrofotometri tersebut membuktikan bahwa tahap pengisolasian DNA dari suatu
matriks pangan merupakan hal yang sangat kritis dan kompleks dalam menjalankan pengujian dengan menggunakan real-time PCR. Keberadaan komponen gizi pada pangan dapat menjadi
inhibitor PCR dimana dapat memberikan efek yang bervariasi, tetapi secara umum inhibitor tersebut dapat mempersulit pendeteksian DNA bakteri yang memiliki konsentrasi rendah Lee et
al. 2006.
Hasil isolasiekstraksi DNA pada penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Amagliani et al. 2006 yang membandingkan metode isolasiekstraksi DNA dengan cara
pendidihan dan dengan kit komersial DNeasy Tissue Kit Qiagen berdasarkan pengukuran rasio
28 A260A280 pada UV-1700 spektrofotometer di dalam sampel pangan keju mozarela yang kaya
akan lemak dan kalsium sebagai inhibitor dimana inhibitor tersebut juga terkandung pada susu UHT sebagai sampel pangan yang diuji pada penelitian ini. Penelitian Amagliani et al. 2006
tersebut menunjukkan bahwa metode pendidihan menghasilkan kemurnian isolat DNA yang kurang baik dimana nilai rasio A260A280 lebih rendah dari 1,8.
Hal tersebut terbukti pada pengujian kuantifikasi Salmonella Typhimurium dengan real-time PCR yang akan dibahas pada sub bab selanjutnya. Walaupun terdapat inhibitor di dalam isolat
DNA yang diisolasidiekstraksi dengan metode pendidihan, tetapi isolat tersebut masih dapat teramplifikasi contohnya pada pengujian penentuan spesifisitas primer InvA yang digunakan dan
juga pada pengujian penentuan konsentrasi primer yang tepat dimana akan dibahas pada sub bab selanjutnya.
2. IsolasiEkstraksi DNA dengan Kit Komersial