commit to user
20
BAB II GAMBARAN UMUM KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN
A. Sejarah Singkat Kabupaten Klaten
Daerah yang sekarang menjadi wilayah Kabupaten Klaten merupakan daerah-daerah kuno, dalam arti sudah dihuni oleh manusia sejak peradaban Hindu
dimulai di tanah Jawa. Posisi daerah Klaten secara geografis memang sangat menguntungkan bagi pemukiman, karena Gunung Merapi yang menjadi batas alami
telah memberikan sumber penghidupan bagi manusia yang tinggal di sekitarnya. Gunung Merapi yang oleh masyarakat Jawa-Hindu dianggap sebagai gunung suci
tidak saja menyediakan tanah yang subur karena debu vulkaniknya, tetapi dari gunung paling aktif di dunia ini juga mengalir sungai-sungai yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Pada masa awal berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu Jawa, Klaten tampil ke
muka, terbukti ditemukannya peninggalan-peninggalan Hindu-Budha didaerah ini, seperti candi, prasasti, dan benda-benda logam. Ditemukannya benda-benda
peninggalan jaman Hindu ini menunjukkan, bahwa pada masa itu daerah Klaten telah memiliki posisi penting dalam kerajaan. Hal ini dapat dilihat dari nama-nama
desa daerah di wilayah Kabupaten Klaten yang keberadaannya dapat dirunut hinga pada masa kerajaan Hindu-Budha, karena desa daerah ini merupakan perdikan
atau sima yang diberikan raja kepada pemuka-pemuka masyarakat daerah Klaten. Pu Para dari Puluwatu sekarang desa ini tetap bernama Puluhwatu, Pu Mandita
dari Gumulan sekarang desa Gumulan Kecamatan Kalikotes, juga daerah seperti
commit to user
Wadihati desa Wedi, dan Mirah-Mirah desa Muruh, merupakan beberapa contoh dari beberapa contoh dari begitu pentingnya peran daerah Klaten pada masa itu.
Daerah lain di wilayah Klaten yang memiliki peran penting pada masa kerajaan Hindu Jawa adalah daerah Upit Ngupit, terbukti dengan dikeluarkannya
piagam raja Rakai Kayuwangi yang menetapkan desa ini sebagai desa perdikan atau sima, yang kemudian dikenal sebagai Prasasti Upit. Ada dua buah prasasti yang
ditemukan berkaitan dengan desa Upit, yaitu Prasasti Upit I yang ditemukan di Dukuh Sarawaden, Desa Kahuman, Kecamatan Ngawen pada tahun 1970, dan
Prasasti Upit II yang ditemukan di Dukuh Sogaten Desa Ngawen Kecamatan Ngawen pada tahun 1990.
Ada dua versi yang menyebut tentang asal muasal nama Klaten. Versi pertama mengatakan bahwa Klaten berasal dari kata kelati atau buah bibir. Kata
kelati ini kemudian mengalami disimilasi menjadi Klaten. Klaten sejak dulu merupakan daerah yang terkenal karena kesuburannya. Versi kedua menyebutkan
Klaten berasal dari kata Melati. Kata Melati kemudian berubah menjadi Mlati berubah lagi jadi kata Klati, sehingga memudahkan ucapan kata Klati berubah
menjadi kata Klaten. Melati adalah nama seorang Kyai yang pada kurang lebih 560 tahun yang lalu datang di suatu tempat yang masih berupa hutan belantara. Kyai
Melati Sekolekan nama lengkap dari Kyai Melati, menetap di tempat itu. Semakin lama semakin banyak orang yang tinggal di sekitarnya, dan daerah itulah yang
menjadi Klaten yang sekarang. Nama Klaten diambilkan dari nama Kyai Melati tersebut. Kyai dan Nyai
Melati adalah seorang abdi dalem kerajaan Mataram yang ditugaskan untuk
commit to user
menyerahkan bunga melati dan buah joho untuk keputren menghitamkan gigi ke istana. Sebagai daerah Panekar, KlatenKyai dan Nyai Melati diberi tugas oleh
istana untuk mencari tukang gending, mencari gadis cantik untuk dayang-dayang di istana, bunga-bungaan untuk kepentingan para putri istana , menghaturkan
dedaunan untuk pembungkus membuat makanan tradisional, seperti jadah, jenang, wajik, dan sebagainya. Hal ini terjadi sejak masa Sunan Paku Buwono II, dan diatur
kembali pada jaman Paku Buwono IV Narpawadawa, 1919; 1921. Sebagai abdi dalem, Kyai dan Nyai Melati memiliki sawah yang luas sebagian itu ditanami
bunga melati untuk kepentingan istana. Kekurangannya diambilkan dari desa-desa disekitarnya, dimana masyarakatnya juga diperintahkan menanam bunga melati,
misalnya Desa Tegal Anom dan Sekolekan. Sumber : www.wikipedia.com, 28 Mei 2010
B. Gambaran Umum Kabupaten Klaten