17
terbatas. Pada kondisi demikian, maka principal menghadapi dua resiko yaitu risiko salah memilih agent yang sesuai dengan keinginan adverse selection of
risk pada ex ante sebelum kontrak dibuat dan risiko agent ingkar janji moral hazard pada ex post setelah kontrak disepakati.
2.4 Perusahaan Daerah Air Minum di Indonesia dan Kinerjanya
Pengembangan Sumber Daya Air SDA di Indonesia secara terpadu untuk memenuhi berbagai kepentingan telah dimulai sejak empat dekade yang
lalu, yaitu dicanangkannya pembangunan proyek serbaguna jatiluhur di Jawa Barat dan proyek pengendalian banjir kali brantas di Jawa Timur. Tujuan utama
pembangunan proyek adalah untuk meningkatkan penyediaan bahan pangan nasional yaitu beras dan penanggulangan bahaya banjir yang hampir setiap tahun
melanda daerah yang produktif. Di wilayah sungai kali brantas dan wilayah sungai kali citarum telah
dibentuk BUMN berbentuk Perusahaan Umum, yaitu berturut-turut Perum Jasa Tirta I dan Perum Jasa Tirta II. Kedua BUMN merupakan pilot pengembangan
dan penerapan pengusahaan pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai. Ketersediaan sumber air bersih alternatif bagi masyarakat adalah melalui
pelayanan PDAM. PDAM merupakan perusahaan milik daerah yang melayani ketersediaan air bersih yang layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Kinerja
PDAM dari tahun 2006 – 2010 mengalami peningkatan. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya persentase kategori PDAM sehat dari tahun ke tahun akan
tetapi jumlah kategori PDAM kurang sehat dan sakit di Indonesia masih sangat banyak. Berikut ini adalah daftar data kinerja PDAM seluruh Indonesia
berdasarkan data yang masuk ke BPPSPAM :
18
Tabel 1. Daftar Kinerja PDAM Seluruh Indonesia
Kategori PDAM
2006 2007
2008 2009
2010
SEHAT
18 44
26 79
27 89
31 103
41 141
KURANG SEHAT
43 110
37 113
37 119
34 115
38 129
SAKIT
39 99
37 114
36 117
35 119
21 171
Sumber: BPPSPAM
2.5 Penetapan Tarif Air PDAM
Sistem penetapan tarif air yang dipergunakan mempengaruhi tingkat efisiensi alokasi sumber daya air. Karakteristik sumber daya air yang memiliki
mobilitas antar waktu dan tempat, ketersediaan yang selalu berubah, nilai ekonomi yang melekat serta memiliki bobot yang besar dapat menimbulkan gejala
eksternalitas. Menurut Sudrajat 1997 Eksternalitas pada sumber daya air menimbulkan perbedaan manfaat dan biaya yang dinilai oleh swasta private
dengan manfaat dan biaya yang dinilai oleh masyarakat social.
Menurut Suparmoko 1995, ada dua cara untuk menentukan harga air yaitu atas dasar biaya marjinal MC dan atas dasar biaya rata-rata AC, selain itu
juga harus mempertimbangkan dua hal yakni faktor laba dan faktor distribusi agar lebih banyak barang atau air yang tersedia bagi masyarakat. Berkaitan dengan
penentuan harga air tersebut, metode-metode yang dapat digunakan adalah dengan:
1 Marginal Cost Pricing MCP Efisiensi alokasi penggunaan sumber daya menganjurkan bahwa komoditi
seharusnya diproduksi dan dialokasikan pada suatu titik dimana keuntungan
19
marjinal marginal benefit sama dengan biaya marjinalnya marginal cost, sehingga efisiensi ekonomi terjadi pada saat harga air ditetapkan sama dengan
biaya marjinal yang bertujuan memaksimumkan keuntungan bersih sosial Net Social Benefits. MCP memiliki dua tujuan yaitu :
a Memberikan sinyal mengenai biaya untuk memperoleh tambahan air kepada konsumen, sehingga konsumen dapat memutuskan untuk mengkonsumsi sejumlah
tambahan air dengan tambahan kepuasan yang setidaknya sama besar. b Memberikan sinyal kepada pengelola air mengenai seberapa banyak keinginan
konsumen untuk membeli dengan harga yang ditetapkan. Apabila harga ditetapkan dengan dasar Marginal Cost Pricing, maka harga
yang berlaku adalah sebesar OP1 = AS dan produksi yang dihasilkan adalah sebesar OA Gambar 1. Kondisi ini harga P1 = MC, yaitu sama dengan biaya
tambahan yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu satuan produksi air. Biaya rata-rata AC lebih rendah dari P1 karena harga yang bersedia dibayar oleh
konsumen lebih besar dari biaya per unit air, maka penerimaan total TR lebih tinggi dari biaya total TC sehingga perusahaan mendapat keuntungan.
Jika perusahaan menentukan harga atas dasar Average Cost Pricing, maka harga yang diberlakukan adalah sebesar OP2 dan jumlah produksi adalah sebesar
OA karena harga yang bersedia dibayar oleh konsumen adalah P2 sama dengan biaya per unit air AC maka perusahaan tidak mendapat keuntungan laba = nol.
20
Harga
MC
P1 ………………. S AC P2 ……………………… R
O Volume air
MR A B D=AR
Sumber: Suparmoko, 1995
Gambar 1. Penentuan Harga Air atas dasar Biaya Marjinal dan Biaya Rata-Rata
Berdasarkan uraian tersebut, secara teoritis jika perusahaan berorientasi pada perolehan profit, maka penentuan harga terbaik adalah atas dasar biaya
marjinal MC pricing karena pada saat itu perusahaan masih mengalami biaya yang semakin menurun decreasing cost yaitu pada daerah OB ke kiri dan artinya
perusahaan menikmati keuntungan. Apabila perusahaan menentukan harga atas pertimbangan distribusi lebih banyak barang yang tersedia di pasaran dengan
harga yang rendah atau serendah-rendahnya, maka penentuan harga terbaik adalah dengan dasar biaya rata-rata AC pricing walaupun perusahaan tidak
memperoleh keuntungan. 2 Full Cost Recovery Pricing FCRP
MCP hanya fokus pada kondisi biaya marjinal yang ditunjukkan saat keuntungan marjinal dari mengkonsumsi air sama dengan biaya marjinalnya dan
mengabaikan kondisi secara total. Kondisi keduanya baik biaya total dan marjinal perlu diaplikasikan saat menentukan tingkat harga dan kuantitas. Penetapan harga
21
atau tarif yang memperhatikan kondisi total adalah dengan FCRP. Hanemann 1998 membagi metode FCRP kedalam tiga bentuk :
a Ramsey Pricing : digunakan untuk menunjukkan sebuah kumpulan harga yang sama yang memaksimumkan keuntungan sosial bersih.
b Coase’s Two-part Tariff : menggunakan sebuah strategi tarif dua bagian untuk menemukan kondisi total dimana keuntungan total seharusnya melebihi total
biaya. Ketika harga air dibentuk berdasarkan tarif dua bagian, konsumen atau pelanggan harus membayar ongkos tetap atau biaya masuk dalam bentuk sewa
meteran dan bea administrasi dengan tujuan untuk menutupi biaya penggunaan air yang tidak berubah menurut jumlah penjualan.
c Decreasing and Increasing Block Rates : metode ini merupakan perluasan dari penetapan tarif dua bagian increasing atau decreasing block rates dibedakan
hanya pada tingkat urutan harga. Increasing block rate terjadi ketika p1p2p3…pn yakni harga akan semakin meningkat dengan meningkatnya
jumlah penggunaan air dan sebaliknya untuk decreasing block rate. Pemberlakuan sistem decreasing dan increasing block rate berbedabeda tergantung kondisi yang
dimiliki daerah. Decreasing block rate biasanya digunakan pada daerah atau negara yang memiliki jumlah sumber daya air yang melimpah. Sistem penentuan
harga yang berlaku di Indonesia adalah increasing block tariff yaitu konsep dimana tingkat harga yang sesuai dengan peningkatan jumlah air dengan tujuan
meningkatkan subsidi silang dari golongan masyarakat.
22
2.6 Penelitian Terdahulu