Analisis harga pokok air bersih PDAM dan komponen biaya transaksi terhadap penetapan harga air PDAM PT Aetra Jakarta

(1)

ANALISIS HARGA POKOK AIR BERSIH PDAM

DAN KOMPONEN BIAYA TRANSAKSI TERHADAP

PENETAPAN HARGA AIR PDAM PT. AETRA JAKARTA

HEZRON LASTOGAR SITUMORANG

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013


(2)

ANALISIS HARGA POKOK AIR BERSIH PDAM

DAN KOMPONEN BIAYA TRANSAKSI TERHADAP

PENETAPAN HARGA AIR PDAM PT. AETRA JAKARTA

Hezron Lastogar Situmorang H44070110

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013


(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Harga Pokok air Bersih PDAM dan Komponen Biaya Transaksi Terhadap Penetapan Harga Air PDAM PT. AETRA Jakarta adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2013

Hezron Lastogar Situmorang H44070110


(4)

iii

RINGKASAN

HEZRON LASTOGAR SITUMORANG. Analisis Harga Pokok Air Bersih PDAM dan Komponen Biaya Transaksi Terhadap Penetapan Harga Air PDAM PT. Aetra Jakarta. Dibimbing oleh AHYAR ISMAIL.

Indonesia memiliki jumlah air yang relatif banyak. Namun peningkatan penduduk dan penyebarannya yang tidak merata menjadi suatu kendala bagi ketersediaan sumber daya air. Jumlah penduduk yang semakin meningkat akan berpengaruh terhadap ketersediaan air, dimana jumlahnya relatif tetap sedangkan jumlah permintaan air terus mengalami peningkatan. Hal ini akan menyebabkan sumber daya air menjadi langka. Sumber air yang diperlukan oleh masyarakat perkotaan dalam mencukupi kebutuhan air bersih yang layak untuk dikonsumsi diperoleh dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). PDAM merupakan kesatuan usaha milik pemerintah daerah yang memberikan jasa pelayanan yang bermanfaat bagi masyarakat umum di bidang air minum.

Kebutuhan air bersih warga Jakarta merupakan yang tertinggi di antara kota-kota besar lain di Indonesia. Kebutuhan air bersih sebanding dengan tingkat penggunaannya, semakin tinggi tingkat keragaman penggunaan air untuk berbagai kebutuhan maka semakin besar tingkat konsumsi air yang dibutuhkan. Jakarta merupakan kota dengan tingkat keragaman aktivitas manusia dengan penggunaan air yang tinggi. Mulai dari kebutuhan industri, hotel, dan rumah tangga. Pasokan air bersih kota Jakarta dikelola oleh dua perusahaan asing yaitu PT Palyja dan PT Aetra yang diharapkan dapat mengenalkan sistem manajemen professional dan meningkatkan efisiensi yang akan menguntungkan konsumen.

Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengkaji perkembangan biaya produksi di PDAM PT Aetra. 2) Menganalisis penentuan harga pokok produksi dan mengetahui harga pokok air bersih PDAM PT Aetra. 3) Menganalisis kebijakan tarif serta 4) Menganalisis komponen biaya transaksi dalam penetapan harga pokok air. Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuesioner dengan pelanggan dan data sekunder yang diperoleh dari perusahaan, text book, dan internet. Data yang didapat diolah menggunakan Microsoft excel .

Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya tetap PT Aetra terdiri dari biaya pegawai, biaya umum dan administrasi, biaya keuangan serta biaya penyusutan dan biaya variabelnya terdiri dari biaya produksi dan distribusi, biaya bahan baku dan biaya pelayanan pelanggan. Komponen biaya langsung yang memiliki proporsi paling tinggi ialah biaya produksi dan distribusi yang rata-rata diatas 50 persen. Biaya produksi dan distribusi mengeluarkan rata- rata biaya diatas Rp 120.000.000.000,00 dari tahun 2007 hingga 2011. Komponen biaya tidak langsung yaitu biaya umum dan administrasi memiliki share yang besar rata-rata 56 persen atau Rp 200.000.000.000,00 dari tahun 2007 hingga 2011. Hasil perhitungan harga pokok produksi menunjukkan harga pokok produksi yang berfluktuasi hal ini dikarenakan pengeluaran biaya langsung dan tidak langsung pun fluktuatif. Penetapan tarif air PDAM ditetapkan melalui kerjasama antara PT Aetra, PAM Jaya dan Pemerintah. Komponen biaya transaksi dalam penetapan harga pokok air PDAM PT Aetra meliputi biaya perjalanan dinas dan biaya iklan dan promosi. Saran yang dapat diberikan adalah 1) Agar beban biaya yang dikeluarkan tidak terlalu tinggi, selain melakukan efisiensi pengeluaran


(5)

iv

operasional PT Aetra juga harus terus menekan tingkat kebocoran air yang masih tinggi sehingga seluruh air yang diproduksi dapat terdistribusikan dan terjual dan keuntungan PT Aetra bisa meningkat 2) Pemerintah harus meningkatkan pengawasan dan pengontrolan terhadap penetapan tarif air agar dapat melindungi masyarakat dan menjamin keberlangsungan perusahaan


(6)

Judul Skripsi : Analisis Harga Pokok Air Bersih PDAM dan Komponen Biaya Transaksi terhadap Penetapan Harga Air PDAM PT Aetra Jakarta Nama : Hezron Lastogar Situmorang

NRP : H44070110

Disetujui Pembimbing,

Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr NIP. 19620604 199002 1 001

Diketahui Ketua Departemen,

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003


(7)

vii

UCAPAN TERIMAKASIH

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Yang tercinta kedua orang tuaku Bapak (Hotma Parulian Situmorang ) dan Mama (Megawati Sihombing S.Kep) terimakasih atas doa, dukungan dan semangat serta kasih sayang yang diberikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Adik-adikku yang tercinta Wahyuni Putri dan Yosephine Puspita serta keluarga besar untuk doa dan kasih sayangnya.

2. Dr.Ir. Ahyar Ismail, M.Agr sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan pengarahan kepada penulis. 3. Ibu Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc sebagai dosen penguji utama dan Bapak

Novindra, SP, MSi sebagai dosen wakil Komisi Pendidikan

4. Ir. Ujang Sehabudin sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dalam bidang akademik.

5. Seluruh staf pengajar dan karyawan di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB.

6. Seluruh pimpinan dan Staff Pusat PT. Aetra Jakarta khususnya Bpk. Oktoberiah dan Bpk. Hernowo yang telah membantu memberikan informasi data dalam penyusunan skripsi ini.

7. Teman-teman satu bimbingan Devina Marcia, Fachrunnisa, Fiandra, Rianah, Pristy dan Suci terimakasih atas segala dukungan dan motivasi yang telah diberikan.


(8)

viii

8. Keluarga ESL angkatan 44, terimakasih atas segala doa, perhatian dan kebersamaan selama ini.

9. Sahabatku Van Basten, Hermanto, Daniel, Bambang, Krisna, Adit, Yesika, Viva, Esti, Vera, Ribkha, Mega, ka Diana, ka Yomi, ka Cory, bang eko, bang mada, Sintong, Isan dan emperor terimakasih atas segala doa, semangat, dan perhatian serta kebersamaan selama ini.

10.Teman-teman KPAnies’ 44 serta KPA 43,45 dan juga teman-teman BP PMK periode 2010/2011 terimakasih atas doa dan kebersamaan untuk saling bertumbuh. To God be the glory, Amen.

11.Semua pihak yang telah membantu dalam proses persiapan hingga

penyusunan skripsi ini

Bogor, Maret 2013


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Kasih-Nya dan Anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Penelitian ini berjudul “ Analisis Harga Pokok Air Bersih PDAM dan Komponen Biaya Transaksi Terhadap Penetapan Harga Air PDAM PT. Aetra Jakarta.”

Skripsi ini mengkaji perkembangan biaya produksi, harga pokok air minum, kebijakan tarif air serta komponen biaya transaksi dalam penetapan harga air di PDAM PT Aetra Jakarta. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna, sehingga saran dan kritik yang dapat memperbaiki penyusunan skripsi sangat diharapkan oleh penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Maret 2013


(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN……….. xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 5

1.3. Tujuan Penelitian... 8

1.4. Manfaat Penelitian... 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian……….. 9

II. TINJAUAN PUSTAKA... 10

2.1. Karakteristik Sumberdaya Air... . 10

2.2. Konsep Ekonomi dan Efisiensi Alokasi Sumberdaya Air…..…… 13

2.3. Biaya Transaksi………... 14

2.4. PDAM di Indonesia dan Kinerjanya……. ... . 17

2.5. Penetapan Tarif Air PDAM... ... 18

2.6. Penelitian Terdahulu ... 22

III. KERANGKA PEMIKIRAN………..…………... 24

IV. METODE PENELITIAN………….…..………... 27

4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 27

4.2. Jenis dan Sumber Data... 27

4.3. Penentuan Jumlah Sampel……….. 27

4.4. Metode Analisis Data….………...…. ... 28

4.4.1. Analisis Harga Pokok Air PDAM………... . 28

4.4.2. Analisis Deskriptif Kebijakan Tarif PDAM……… 29

4.4.3. Analisis Biaya Transaksi ………. 29

V. GAMBARAN UMUM…….…….... ... 31

5.1. Sejarah dan Perkembangan PDAM PT Aetra…………... 31

5.1.1. Maksud dan Tujuan PDAM PT Aetra……….. ... 31

5.1.2. Visi dan Misi PDAM PT Aetra………. .. 32

5.1.3. Administrasi dan Manajemen………... ... 32

5.1.4. Struktur Organisasi……… .. 33

5.1.5. Kegiatan Produksi dan Pelayanan PDAM PT Aetra……. .. 35

5.2. Keadaan Geografis Kelurahan Kelapa Gading Barat ………... . 36

5.3. Kondisi Kependudukan…….….………... .... 37

5.4 Karakteristik Responden………. .. 37

5.4.1. Jenis Kelamin Responden……… .... 37


(11)

xi

5.4.3. Jenis Pekerjaan……….. .. 39

5.4.4. Tingkat Pendapatan………... .. 39

5.4.5. Rata-Rata Pengeluaran Air……… .. 40

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ...….……... ... 42

6.1. Analisis Harga Pokok Produksi Air PDAM PT Aetra Jakarta… ... 42

6.2. Kebijakan Tarif Air PDAM PT Aetra Jakarta……….... 46

6.2.1. Struktur Tarif Air PDAM PT Aetra Jakarta………. .... 46

6.2.2 Respon Pelanggan Terhadap Kebijakan Tarif Air PDAM Jakarta Studi Kasus Kelurahan Kelapa Gading Barat Jakarta Utara………... 51

6.3. Analisis Komponen Biaya Transaksi……….. ... 52

SIMPULAN DAN SARAN……… ... 54

7.1. Simpulan………. ... 54

7.2. Saran………. .. 55

DAFTAR PUSTAKA ………..………... 56

LAMPIRAN ... 58

RIWAYAT HIDUP……….. .. 74


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Daftar Kinerja PDAM Seluruh Indonesia... 18

2. Matriks Metode Analisis Data... 28

3. Komposisi Karyawan Menurut Jenjang Pendidikan…………... 34

4. Kapasitas Produksi Instalasi Pengolahan Air... . 35

5. Share Komponen Biaya Langsung pada Pengolahan Air PDAM PT Aetra Jakarta Tahun 2007-2011 dalam Persentase... 42

6. Share Komponen Biaya Tidak Langsung PDAM PT Aetra Jakarta Tahun 2007-2011 dalam Persentase... 44

7. Harga Pokok Produksi Air PDAM PT Aetra Jakarta Berdasarkan Jumlah Air yang Terjual Tahun 2007-201... 45

8. Struktur Tarif Air PDAM DKI Jakarta Berdasarkan Tingkat Biaya... 49

9. Variasi Tarif Air PDAM DKI Jakarta ... .... 49

10.Struktur Tarif Air PDAM PT Aetra Jakarta... 50

11.Bentuk Komponen Biaya Transaksi PDAM PT Aetra Jakarta Tahun 2004-2011 ... 53


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Penentuan Harga Air atas dasar Biaya Marginal dan

Biaya Rata-Rata ………... 20

2. Alur Kerangka Pemikiran………... 26

3. Struktur Organisasi PT Aetra………... 34

4. Sebaran Responden Menurut Jenis kelamin……….. 38

5. Sebaran Responden Menurut Umur………... 38

6. Sebaran Responden Menurut Jenis Pekerjaan……… 39

7. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatan……… 40

8. Sebaran Responden menurut Rata-Rata Pengeluaran Air………. 41

9. Pengeluaran Biaya Langsung PDAM PT Aetra Jakarta Tahun 2007-2011……… 43

10.Pengeluaran Biaya Tidak Langsung PDAM PT Aetra Jakarta Tahun 2007-2011……….. 45

11.Konsep Perjanjian Kerjasama Mengenai Tarif Air………... 47


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuisioner Pelanggan PT Aetra ...……….… 58

2. Neraca Keuangan……….……… 61

3. Laporan Laba Rugi………. 63

4. Laporan Laba Rugi Tahun 2005-2009……….. 65

5. Laporan Keuangan Beban Usaha………... 67

6. Perhitungan Rata-Rata Biaya Akunting dan Rata-Rata Biaya Finansial……… 72


(15)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang. Aspek penghematan dan pelestarian sumber daya air harus ditanamkan pada segenap pengguna air.

Saat ini, masalah yang utama dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan dan perlindungan sumber daya air secara seksama.

Hingga saat ini, Indonesia telah memiliki Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri. Pemerintah juga telah mencanangkan program-program penataan lingkungan yang pada dasarnya berkaitan dengan upaya pengelolaan sumber daya air dan sumber daya alam lainnya, dalam rangka pengendalian


(16)

2

dampak lingkungan. Program-program tersebut mencakup Program Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER), Program Kali Bersih (PROKASIH), Adipura, Produksi Bersih, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Pantai Lestari dan Langit Biru.

Indonesia memiliki jumlah air yang relatif banyak. Namun peningkatan penduduk dan penyebarannya yang tidak merata menjadi suatu kendala bagi ketersediaan sumber daya air. Jumlah penduduk yang semakin meningkat akan berpengaruh terhadap ketersediaan air, dimana jumlahnya relatif tetap sedangkan jumlah permintaan air terus mengalami peningkatan. Hal ini akan menyebabkan sumber daya air menjadi langka.

Pengelolaan sumber daya air sangat penting, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan. Salah satu langkah pengelolaan yang dilakukan adalah pemantauan dan intepretasi data kualitas air, mencakup kualitas fisika, kimia dan biologi. Namun, sebelum melangkah pada tahap pengelolaan, diperlukan pemahaman yang baik tentang terminologi, karakteristik, dan interkoneksi parameter-parameter kualitas air.

Sumber air yang diperlukan oleh masyarakat perkotaan dalam mencukupi kebutuhan air bersih yang layak untuk dikonsumsi diperoleh dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). PDAM merupakan kesatuan usaha milik pemerintah daerah yang memberikan jasa pelayanan yang bermanfaat bagi masyarakat umum di bidang air minum. Aktifitas PDAM antara lain mengumpulkan, mengolah dan menjernihkan sampai ke mendistribusikan kepada pelanggan. Namun, penyediaan air bersih melalui PDAM ini masih menghadapi berbagai kendala, baik dari sisi teknis (air baku, umur unit pengolahan serta jaringan distribusi, atau tingkat


(17)

3

kebocoran air) dan non teknis (kelembagaan, permodalan, dan tarif). PDAM dihadapkan oleh permasalahan ketidaktersediaan dana dan meningkatnya biaya operasional unit-unit pengolahan, serta menurut studi yang dilakukan oleh Bapenas dan Persatuan Perusahaan Air Minum (Perpamsi) bahwa 87 dari 303 PDAM seluruh Indonesia berada pada kondisi kritis dalam hal manajemen pengelolaannya. Kendala-kendala ini berdampak terhadap kegiatan operasional PDAM sebagai penyedia pelayanan air bersih sehingga bermasalah dalam memberikan pelayanan yang optimal.

Sebagai suatu usaha milik pemerintah yang melayani kepentingan umum, maka penentuan tarif air minum menjadi hal yang penting bagi PDAM. Di satu sisi, tarif air minum yang diberlakukan oleh PDAM harus mampu menutup biaya produksi dan memberikan keuntungan bagi perusahaan, namun di sisi lain tarif yang diberlakukan juga harus terjangkau dengan daya beli dan kemampuan masyarakat.

Penentuan besarnya tarif air yang diberlakukan di wilayah DKI Jakarta tidak hanya menjadi wewenang pihak PDAM DKI Jakarta, tetapi juga dipengaruhi oleh keputusan pemerintah daerah setempat, yaitu melalui keputusan Gubernur DKI Jakarta. Tujuannya adalah untuk melindungi para pelanggan PDAM agar tidak terlalu diberatkan dengan harga air yang tinggi dengan pertimbangan bahwa pendapatan masyarakat tidaklah merata, hanya lapisan masyarakat yang mampu saja yang tidak merasa begitu terbebani dalam menikmati fasilitas air PDAM. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menetapkan tarif air yang berbeda terhadap kelompok pelanggan yang berbeda menurut besarnya pendapatan dan pemakaian air. Kebijakan harga air PDAM yang dikeluarkan


(18)

4

pemerintah DKI Jakarta ternyata masih terlalu tinggi bagi sebagian masyarakat, khususnya masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah dan masyarakat juga masih belum puas dengan kualitas dan kuantitas air yang didistribusikan.

Pelayanan air untuk wilayah DKI Jakarta dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum Jakarta, yaitu PAM Jaya. Sejak tahun 1966 PAM Jaya telah melakukan kerjasama dengan dua mitra asing yang berasal dari Inggris, yaitu Thames Water International dan dari Perancis, yaitu Lyonnaise des Eaux. Saat ini mitra PAM Jaya tersebut berganti nama menjadi PT Palyja dan PT Aetra. PT Palyja hadir di Jakarta untuk meningkatkan penyediaan dan pelayanan air bersih kepada masyarakat di wilayah Barat DKI Jakarta. PT Palyja merupakan bagian dari usaha grup GDF SUEZ, Perancis dan juga merupakan bagian usaha dari PT Astratel. Sumber air baku yang digunakan PT Palyja berasal dari banjir kanal barat, air curah dari tanggerang dan dari berbagai sumber sungai lain. PT Aetra dikenal sebagai penyedia jasa air bersih bagi area industri, area bisnis maupun pemukiman penduduk. Wilayah operasional PT Aetra meliputi Jakarta Timur, sebagian Jakarta Pusat dan Jakarta Utara. PT Aetra mendapat konsesi untuk melakukan usaha selama 25 tahun berdasarkan perjanjian kerja sama dengan Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta (PAM Jaya). Kerjasama ini berlaku efektif sejak Februari 1998 hingga Januari 2023. PT Aetra bertanggung jawab untuk mengelola, mengoperasikan, memelihara serta melakukan investasi untuk mengoptimalkan, menambah dan meningkatkan pelayanan air bersih di DKI Jakarta yang menjadi wilayah operasional PT Aetra.


(19)

5

1.2 Perumusan Masalah

Kebutuhan air bersih warga Jakarta merupakan yang tertinggi di antara kota-kota besar lain di Indonesia. Kebutuhan air bersih sebanding dengan tingkat penggunaannya, semakin tinggi tingkat keragaman penggunaan air untuk berbagai kebutuhan maka semakin besar tingkat konsumsi air yang dibutuhkan. Jakarta merupakan kota dengan tingkat keragaman aktivitas manusia dengan penggunaan air yang tinggi. Mulai dari kebutuhan industri, hotel, dan rumah tangga.

Masalah air di Jakarta semakin hari semakin rumit. Penduduk semakin sulit memperoleh air bersih dan sehat. Selain air tanahnya yang tercemar, Jakarta yang jumlah penduduknya hampir 12 juta jiwa juga mempunyai masalah serius dengan ketersediaan air tanah di beberapa wilayah. Pelayanan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jaya belum maksimal. Kebutuhan air bersih yang bisa dipenuhi dari air PAM Jaya hanya 51 persen, sisanya sebesar 49 persen dipenuhi air bawah tanah dan air permukaan.

Pasokan air bersih kota Jakarta dikelola oleh PAM Jaya. Akibat adanya permasalahan teknis dan organisasi yang dialami PAM Jaya maka untuk memperbaiki pelayanan pemerintah mengundang dua perusahaan swasta asing, RWE Thames Water (Inggris) dan Suez Lyonnaise (Prancis) untuk berpartisipasi dalam suplai air minum Jakarta. Dua mitra swasta tersebut diharapkan mengenalkan sistem manajemen professional dan meningkatkan efisiensi yang akan menguntungkan konsumen. Sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No 249/KPTS/1995 mengenai kerjasama pemerintah dan swasta, suplai air Jakarta dibagi dalam dua


(20)

6

daerah konsesi yaitu Timur Jakarta dan Barat Jakarta dengan sungai Ciliwung sebagai batasnya. PT Thames PAM Jaya (TPJ) sebagai suatu konsorsium dari RWE Tames Water bertanggung jawab atas daerah Timur Jakarta dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) bertanggung jawab atas daerah barat.

Produksi air bersih membutuhkan biaya-biaya seperti biaya bahan baku, biaya umum dan administrasi, biaya pegawai dan lainnya. Biaya-biaya untuk memproduksi air bersih tersebut memberikan pengaruh yang sangat besar dalam penetapan harga air oleh karena itu pengeluaran biaya-biaya produksi harus tetap dijaga agar penetapan tarif air tidak terlalu mahal. Penetapan harga air juga dipengaruhi oleh jumlah air bersih yang diproduksi per satuan biaya yang dikeluarkan. Semakin banyak air yang diproduksi per satuan biaya maka akan semakin rendah biaya produksinya dan akan semakin murah pula harga yang akan dibebankan kepada pelanggan. Tarif air minum yang ditetapkan oleh PDAM PT Aetra harus mampu menutup biaya produksi dan memberikan keuntungan bagi perusahaan namun karena PT Aetra memiliki misi sosial maka dalam menentukan tarif airnya harus memperhatikan daya beli dan kemampuan masyarakat Kota Jakarta.

Tarif air yang ditetapkan oleh PT Aetra berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta selalu mengalami peningkatan. Tarif air yang ditetapkan kepada golongan pelanggan kelompok I pada tahun 2004 masih Rp 375 namun pada tahun 2007 hingga sekarang tarif yang dikenakan kepada golongan pelanggan kelompok I meningkat menjadi Rp 1.050. Pada umumnya peningkatan tarif air dilakukan untuk perbaikan pelayanan dari PDAM itu sendiri namun peningkatan tarif air akan berpengaruh terhadap masyarakat dalam mengkonsumsi


(21)

7

air PDAM karena mereka akan membayar harga air yang lebih tinggi dari biasanya tetapi tetap harus memenuhi kebutuhan air untuk keberlangsungan hidupnya. Disisi lain, masyarakat terus terbebani dengan tarif air yang selalu meningkat, namun hasil yang didapatkan masih belum sesuai seperti kualitas air yang kurang baik, kuantitas air yang tidak menentu dan sebagainya. Kebijakan tarif air ditentukan berdasarkan pada prinsip-prinsip subsidi silang antara masyarakat berpenghasilan tinggi dan rendah dan tarif progresif atau sistem tarif blok (block tariff system).

Biaya transaksi menurut Williamson (1985) adalah biaya untuk menjalankan sistem ekonomi. Keuangan perusahaan akan membaik apabila biaya transaksi bisa ditekan sebaliknya apabila pengeluaran untuk biaya transaksi sangat besar maka keuangan perusahaan bisa dikatakan kurang baik. Pengelolaan air bersih PDAM membutuhkan biaya-biaya mulai dari biaya untuk proses pengelolaan air menjadi air bersih hingga biaya pendistribusian kepada para pelanggan PDAM. Biaya pengelolaan tersebut memberikan pengaruh yang besar dalam penetapan harga air oleh karena itu diharapkan biaya transaksi dalam pengelolaan air bersih PDAM bisa ditekan sehingga pengeluaran biaya pengelolaan air tidak terlalu besar dan kondisi keuangan perusahaan tetap sehat.

PT Aetra merupakan mitra PAM Jaya untuk mengelola, mengoperasikan serta melakukan investasi dalam mengoptimalkan pasokan air bersih bagi warga sebagian Jakarta Utara, sebagian Jakarta Pusat dan seluruh Jakarta Timur dengan kali ciliwung sebagai perbatasan wilayah operasionalnya. Tantangan yang terkait dengan kegiatan distribusi PT Aetra adalah Non Revenue for Water (NRW) yaitu kebocoran fisik, kebocoran komersil dan zero consumption. Dalam menghadapi


(22)

8

permasalahan ini, PT Aetra harus terus memperbaiki kualitas jaringan secara fisik agar tidak terjadi penggunaan air secara illegal dan zero consumption.

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka menimbulkan beberapa pertanyaan penelitian di bawah ini :

1. Bagaimana penentuan harga pokok produksi di PDAM PT Aetra Jakarta dan berapa harga pokok air minum yang dikelola oleh PDAM PT Aetra Jakarta? 2. Bagaimana kebijakan tarif di PDAM PT Aetra Jakarta?

3. Bagaimana komponen biaya transaksi terhadap penetapan harga pokok produksi air?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Menganalisis penentuan harga pokok produksi dan mengetahui harga pokok air bersih PDAM PT Aetra Jakarta.

2. Menganalisis kebijakan tarif yang dilakukan oleh PDAM PT Aetra Jakarta. 3. Menganalisis komponen biaya transaksi dalam penetapan harga pokok air. 1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini berguna bagi penulis sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari sehingga dapat bermanfaat bagi perkembangan pengetahuan penulis. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan dalam rangka pengoptimalan pelayanan penyediaan air bersih serta sebagai pertimbangan dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan air bersih dan informasi bagi penelitian selanjutnya.


(23)

9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini dilakukan di PDAM PT Aetra Kota Jakarta.

2. Penyedia jasa air bersih bagi area industri, area bisnis maupun pemukiman penduduk di daerah Jakarta Timur, sebagian Jakarta Pusat dan Jakarta Utara ialah PT Aetra Air Jakarta (Aetra).

3. Data sekunder yang diambil merupakan data terkini dari tahun 2007 hingga 2011.


(24)

10

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Sumber daya Air

Sumber daya air mempunyai karakteristik yang sangat spesifik, sehingga mempunyai implikasi khusus dalam penggunaannya. Sumber daya air yang merupakan sumber daya paling penting dalam kehidupan manusia di beberapa negara masih dianggap barang anugerah Tuhan yang bebas digunakan oleh siapa saja atau bersifat bebas (free good). Air bisa diperoleh tanpa membayar, sehingga mengarah kepada sumber daya milik bersama (common property resource). Karena bersifat terbuka dan menjadi milik umum, maka sumber daya air mudah sekali mengalami perubahan dalam kuantitas dan kualitasnya sebagai akibat dari ketidakjelasan hak-hak atas pengelolaan dan pemanfaatannya.

Menurut Sanim (2003), air sebagai sumber daya alam dapat berupa persediaan dan sekaligus sebagai aliran. Air tanah, misalnya merupakan persediaan yang biasanya memerlukan aliran dan pengisian kembali oleh air hujan. Pemasukan air tergantung pada topografi dan kondisi meteorologi, karena keduanya mempengaruhi proses peresapan dan penguapan air. Akibatnya maka pengambilan keputusan dalam mengembangkan sumber daya air didasarkan atas distribusi kemungkinan.

Menurut Kusuma (2006) sumber daya air memiliki karakteristik-karakteristik khusus, yaitu:

1. Mobilitas air. Air yang bersifat cair mudah mengalir, menguap, dan meresap di berbagai media sehingga sulit untuk melaksanakan penegasan hak atas sumber daya ini secara eksklusif agar dapat dipertukarkan dalam sistem ekonomi pasar.


(25)

11

2. Sifat skala ekonomi yang melekat. Dalam penyimpanan, penyampaian dan distribusi air terjadi skala ekonomi yang melekat pada komoditas air. Adanya sifat yang demikian menyebabkan penawaran air bersifat monopoli alami (natural monopoly), semakin besar jumlah air yang ditawarkan maka semakin rendah biaya persatuan yang ditanggung oleh produsen.

3. Penawaran air berubah-ubah menurut waktu, ruang dan kualitasnya. Dalam keadaan kekeringan dan banjir sumber daya air ini hanya dapat ditangani oleh pemerintah untuk kepentingan umum.

4. Kapasitas dan daya asimilasi dari badan air. Zat cair mempunyai daya larut untuk mengasimilasi berbagai zat-zat padat (pencemar) tertentu selama daya asimilasinya tidak terlampaui. Akibatnya komoditas air mengarah ke komoditas yang bersifat umum dimana setiap orang bisa menganggapnya sebagai keranjang sampah.

5. Penggunaannya bisa dilakukan secara berurutan (sequential use). Penggunaan secara beruntun ini terjadi ketika air mengalir dari hulu ke hilir sampai ke laut dan dengan beruntunnya penggunaan air selama perjalanan aliran akan merubah kuantitas dan kualitasnya, sehingga sering menimbulkan eksternalitas.

6. Penggunaannya yang serbaguna (multiple use). Dengan kegunaannya yang banyak tersebut maka pihak individu (swasta) dapat memanfaatkan dan sisanya menjadi barang umum yang dapat menimbulkan eksternalitas.


(26)

12

7. Berbobot besar dan memakan tempat (bulkiness). Ditambah dengan biaya yang tinggi untuk mewujudkan hak-hak kepemilikannya, menjadikan sumber daya air bersifat open access.

8. Nilai kultural yang melekat pada sumber daya air. Sebagian besar masyarakat masih mempunyai nilai-nilai yang menganggap air sebagai barang bebas anugerah Tuhan yang tidak patut untuk dikomersilkan sehingga menjadi kendala dalam alokasinya ke dalam sistem pasar.

Pengelolaan sumber daya air dianggap sangat penting karena menghadapi berbagaitantangan. Menurut Rajasa (2002) terdapat tujuh tantangan pokok dalam pengelolaan air yaitu:

1. Mengutamakan penggunaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia akan air minum yang bersih.

2. Menjamin tersedianya air bagi produksi pangan.

3. Melindungi fungsi air dalam mendukung berlanjutnya kehidupan ekosistem.

4. Mengusahakan pembagian sumber air seadil mungkin bagi sebanyak mungkin manusia yang memerlukan air.

5. Mengelola risiko yang berkaitan guna menjamin keberlanjutan air bersih. 6. Memberi nilai kepada air agar dapat secara jelas diketahui biayanya

7. Membangun govenance yang mengelola air secara berkelanjutan memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa mengurangi generasi masa depan untuk bisa memanfaatkannya.


(27)

13

2.2 Konsep Ekonomi dan Efisiensi Alokasi Sumber daya Air

Menurut Salim (1990) sumber daya air dianggap sebagai sumber daya yang bebas biaya, sehingga dianggap sebagai sumber daya milik bersama. Kecenderungan yang terjadi untuk sumber daya air ini adalah orang akan menguras sumber seperti itu secara berlebihan, selain itu eksploitasinya akan menjadi lebih ekstensif, lebih intensif, atau kedua-duanya yang dipengaruhi oleh permintaan akan sumber daya tersebut.

Menurut Rajasa (2002) air perlu dipandang sebagai barang ekonomi (economic goods) sehingga pengguna air harus membayar harga air setiap unit yang digunakannya. Penetapan harga air perlu diikuti dengan upaya meningkatkan kesadaran (awareness rising) masyarakat bahwa air tersedia secara terbatas dan penggunaannya perlu dihemat.

Menurut Tietenberg (1984) syarat sumber daya dapat dikelola secara efisien yaitu jika kepemilikan terhadap sumber daya itu dibangun atas sistem property right yang efisien.diantaranya :

1. Universality, semua sumber daya adalah dimiliki secara pribadi (private owned) dan seluruh hak-haknya dirinci dengan lengkap dan jelas.

2. Exclusivity, semua keuntungan dan biaya yang dibutuhkan sebagai akibat dari pemilikan dan pemanfaatan sumber daya harus dimiliki hanya oleh pemilik tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dalam transaksi atau penjualan ke pihak lain.

3. Transferability, seluruh hak pemilikan itu bisa dipindahtangankan dari satu pemilik ke pihak lainnya dengan transaksi yang bebas dan jelas.


(28)

14

4. Enforceability, hak pemilikan tersebut harus aman dari perampasan atau pengambilalihan secara tidak baik dari pihak lain.

Efisiensi alokasi sumber daya air itu sendiri sangat tergantung pada jenis sumber air tersebut, yaitu sumber air permukaan atau sumber air bawah tanah. Sumber air permukaan, efisiensi alokasi yang berhubungan dengan pengalokasian supply air yang dapat diperbaharui diantara penggunanya, sedangkan efek antar generasi dianggap kurang penting. Ketersediaan air untuk generasi mendatang ditentukan oleh fenomena alami. Kebalikan untuk sumber air tanah yang menganggap bahwa keberlangsungan sumber daya air antar generasi (alokasi sepanjang masa) merupakan bagian yang penting (Tietenberg,2001)

Efisiensi alokasi sumber daya air permukaan meliputi dua hal pokok, yaitu (a) menyeimbangkan alokasi diantara penggunaan yang bersaing, (b) variabilitas aliran permukaan dari waktu ke waktu harus dapat memenuhi kebutuhan. Sumber daya air harus dialokasikan dengan baik sehingga manfaat bersih marjinal (marginal net benefit) adalah sama untuk semua penggunaannya.

2.3 Biaya Transaksi

Biaya transaksi menurut Bijman (2008) yaitu berhubungan dengan biaya dalam mencari pasar/konsumen, negosiasi, penandatanganankontrak, mengontrol pelaksanaan kontrak, switching cost dalam kasus penghentian dini kontrak dan semua peluang/imbangan yang hilang. Biaya transaksi memiliki bentuk beragam yang hampir selalu disebabkan oleh ketidakpastian dan informasi asimetris. Biaya transaksi ditentukan oleh karakteristik perilaku manusia dan atribut transaksi. Perilaku manusia dicirikan dengan kognisi mengikat dan opportunism. Dalam bentuk klasik dari Transaction Cost Economics, atribut utama transaksi yang


(29)

15

menentukan besaran biaya transaksi adalah spesifitas aset dan ketidakpastian. Spesifitas aset menunjukkan yang secara khusus dibuat untuk hubungan yang nilainya nyata lebih rendah dari hubungan tersebut. Ketidakpastian umumnya dibagi menjadi ketidakpastian lingkungan yang berhubungan dengan keterbatasan informasi mengenai pasar dan lingkungan alam dan ketidakpastian perilaku berhubungan dengan partner transaksi.

Biaya transaksi menurut Williamson (2008) berkaitan dengan kelembagaan. Berdasarkan teori ekonomi neoklasik dan ekonomi modern, biaya transaksi berhubungan dengan biaya bukan harga dalam pertukaran komersial. Biaya-biaya tersebut mencakup biaya dalam memasarkan, waktu negosiasi, dan biaya-biaya jaminan dalam kontrak seperti biaya honor. Dalam pengertian sempit pemasaran pertanian menunjukkan aktivitas distribusi suatu produk dari tingkat usaha tani sampai ke tangan konsumen akhir. Dalam hal ini terdapat biaya penanganan, biaya transport, biaya penyimpanan, biaya prosesing, biaya pengepakan, biaya pasar, biaya manajemen risiko dan biaya perantara.

Berdasarkan pengertian diatas, biaya transaksi dapat diklasifikasikan sebagai biaya yang nyata (tangible) dan biaya tidak nyata (intangible). Biaya yang nyata menyangkut biaya transportasi, biaya penanganan, penyimpanan, prosesing, pengepakan, biaya pasar, manajemen risiko, upah perantara, biaya komunikasi dan biaya legal lainnya. Sedangkan biaya tidak nyata menyangkut biaya ketidakpastian dan moral hazard. Besar kecilnya biaya transaksi tergantung dari pasar, kebijakan, jasa pendukung serta informasi. Selanjutnya biaya tersebut dapat mempengaruhi keputusan rumahtangga. Biaya transaksi mempengaruhi perilaku


(30)

16

ekonomi rumahtangga. Perilaku ekonomi rumah tangga dapat menyangkut keputusan produksi, konsumsi juga keputusan dalam investasi dan pemasaran.

Menurut Ostrom, Schroeder dan waynee (1993) biaya transaksi meliputi: 1. Biaya informasi (information cost)

Biaya informasi (information cost) adalah biaya yang diperlukan untuk mencari dan mengorganisasi data, termasuk biaya atas kesalahan informasi sebagai akibat kesenjangan pengetahuan tentang variable waktu dan tempat serta ilmu pengetahuan.

2. Biaya koordinasi (coordination cost)

Biaya koordinasi (coordination cost) adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk waktu, modal, dan personil yang diinvestasikan dalam negoisasi, pengawasan, dan kesepakatan antara pelaku.

3. Biaya Strategis (strategic cost)

Biaya strategis (strategic cost) adalah biaya-biaya yang akan dikeluarkan sebagai akibat informasi, kekuasaan, dan sumber daya lainnya tidak sepadan diantara pelaku, umumnya berupa pengeluaran untuk membiayai free riding, rent seeking, dan corruption.

Hubungan principal-agent yang efisien menjadi sesuatu yang kompleks untuk dipecahkan. Besarnya biaya transaksi sangat dipengaruhi oleh derajat ketidaksepadanan informasi (asymmetric information), Kekuasaan, kepemilikan asset (endowment) yang dimiliki oleh pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut. Assymetric information muncul karena pada umumnya pihak agent menguasai informasi tentang keragaan (work effort) yang ada pada dirinya, sedangkan informasi tentang keragaan agent yang dimiliki oleh principal umumnya sangat


(31)

17

terbatas. Pada kondisi demikian, maka principal menghadapi dua resiko yaitu risiko salah memilih agent yang sesuai dengan keinginan (adverse selection of risk) pada ex ante (sebelum kontrak dibuat) dan risiko agent ingkar janji (moral hazard) pada ex post (setelah kontrak disepakati).

2.4 Perusahaan Daerah Air Minum di Indonesia dan Kinerjanya

Pengembangan Sumber Daya Air (SDA) di Indonesia secara terpadu untuk memenuhi berbagai kepentingan telah dimulai sejak empat dekade yang lalu, yaitu dicanangkannya pembangunan proyek serbaguna jatiluhur di Jawa Barat dan proyek pengendalian banjir kali brantas di Jawa Timur. Tujuan utama pembangunan proyek adalah untuk meningkatkan penyediaan bahan pangan nasional yaitu beras dan penanggulangan bahaya banjir yang hampir setiap tahun melanda daerah yang produktif.

Di wilayah sungai kali brantas dan wilayah sungai kali citarum telah dibentuk BUMN berbentuk Perusahaan Umum, yaitu berturut-turut Perum Jasa Tirta I dan Perum Jasa Tirta II. Kedua BUMN merupakan pilot pengembangan dan penerapan pengusahaan pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai. Ketersediaan sumber air bersih alternatif bagi masyarakat adalah melalui pelayanan PDAM. PDAM merupakan perusahaan milik daerah yang melayani ketersediaan air bersih yang layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Kinerja PDAM dari tahun 2006 – 2010 mengalami peningkatan. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya persentase kategori PDAM sehat dari tahun ke tahun akan tetapi jumlah kategori PDAM kurang sehat dan sakit di Indonesia masih sangat banyak. Berikut ini adalah daftar data kinerja PDAM seluruh Indonesia berdasarkan data yang masuk ke BPPSPAM :


(32)

18

Tabel 1. Daftar Kinerja PDAM Seluruh Indonesia Kategori

PDAM

2006 2007 2008 2009 2010

SEHAT 18% (44) 26% (79) 27% (89) 31% (103) 41% (141) KURANG SEHAT 43% (110) 37% (113) 37% ( 119) 34% (115) 38% (129) SAKIT 39% (99) 37% (114) 36% (117) 35% (119) 21% (171) Sumber: BPPSPAM

2.5 Penetapan Tarif Air PDAM

Sistem penetapan tarif air yang dipergunakan mempengaruhi tingkat efisiensi alokasi sumber daya air. Karakteristik sumber daya air yang memiliki mobilitas antar waktu dan tempat, ketersediaan yang selalu berubah, nilai ekonomi yang melekat serta memiliki bobot yang besar dapat menimbulkan gejala eksternalitas. Menurut Sudrajat (1997) Eksternalitas pada sumber daya air menimbulkan perbedaan manfaat dan biaya yang dinilai oleh swasta (private) dengan manfaat dan biaya yang dinilai oleh masyarakat (social).

Menurut Suparmoko (1995), ada dua cara untuk menentukan harga air yaitu atas dasar biaya marjinal (MC) dan atas dasar biaya rata-rata (AC), selain itu juga harus mempertimbangkan dua hal yakni faktor laba dan faktor distribusi agar lebih banyak barang atau air yang tersedia bagi masyarakat. Berkaitan dengan penentuan harga air tersebut, metode-metode yang dapat digunakan adalah dengan:

1) Marginal Cost Pricing (MCP)

Efisiensi alokasi penggunaan sumber daya menganjurkan bahwa komoditi seharusnya diproduksi dan dialokasikan pada suatu titik dimana keuntungan


(33)

19

marjinal (marginal benefit) sama dengan biaya marjinalnya (marginal cost), sehingga efisiensi ekonomi terjadi pada saat harga air ditetapkan sama dengan biaya marjinal yang bertujuan memaksimumkan keuntungan bersih sosial (Net Social Benefits). MCP memiliki dua tujuan yaitu :

a) Memberikan sinyal mengenai biaya untuk memperoleh tambahan air kepada konsumen, sehingga konsumen dapat memutuskan untuk mengkonsumsi sejumlah tambahan air dengan tambahan kepuasan yang setidaknya sama besar.

b) Memberikan sinyal kepada pengelola air mengenai seberapa banyak keinginan konsumen untuk membeli dengan harga yang ditetapkan.

Apabila harga ditetapkan dengan dasar Marginal Cost Pricing, maka harga yang berlaku adalah sebesar OP1 = AS dan produksi yang dihasilkan adalah sebesar OA (Gambar 1). Kondisi ini harga P1 = MC, yaitu sama dengan biaya tambahan yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu satuan produksi air. Biaya rata-rata (AC) lebih rendah dari P1 karena harga yang bersedia dibayar oleh konsumen lebih besar dari biaya per unit air, maka penerimaan total (TR) lebih tinggi dari biaya total (TC) sehingga perusahaan mendapat keuntungan.

Jika perusahaan menentukan harga atas dasar Average Cost Pricing, maka harga yang diberlakukan adalah sebesar OP2 dan jumlah produksi adalah sebesar OA karena harga yang bersedia dibayar oleh konsumen adalah P2 sama dengan biaya per unit air (AC) maka perusahaan tidak mendapat keuntungan (laba = nol).


(34)

20

Harga

MC

P1 ………. S AC P2 ……… R

O Volume air

MR A B D=AR Sumber: Suparmoko, 1995

Gambar 1. Penentuan Harga Air atas dasar Biaya Marjinal dan Biaya Rata-Rata

Berdasarkan uraian tersebut, secara teoritis jika perusahaan berorientasi pada perolehan profit, maka penentuan harga terbaik adalah atas dasar biaya marjinal (MC pricing) karena pada saat itu perusahaan masih mengalami biaya yang semakin menurun (decreasing cost) yaitu pada daerah OB ke kiri dan artinya perusahaan menikmati keuntungan. Apabila perusahaan menentukan harga atas pertimbangan distribusi (lebih banyak barang yang tersedia di pasaran dengan harga yang rendah atau serendah-rendahnya), maka penentuan harga terbaik adalah dengan dasar biaya rata-rata (AC pricing) walaupun perusahaan tidak memperoleh keuntungan.

2) Full Cost Recovery Pricing (FCRP)

MCP hanya fokus pada kondisi biaya marjinal yang ditunjukkan saat keuntungan marjinal dari mengkonsumsi air sama dengan biaya marjinalnya dan mengabaikan kondisi secara total. Kondisi keduanya baik biaya total dan marjinal perlu diaplikasikan saat menentukan tingkat harga dan kuantitas. Penetapan harga


(35)

21

atau tarif yang memperhatikan kondisi total adalah dengan FCRP. Hanemann (1998) membagi metode FCRP kedalam tiga bentuk :

a) Ramsey Pricing : digunakan untuk menunjukkan sebuah kumpulan harga yang sama yang memaksimumkan keuntungan sosial bersih.

b) Coase’s Two-part Tariff : menggunakan sebuah strategi tarif dua bagian untuk menemukan kondisi total dimana keuntungan total seharusnya melebihi total biaya. Ketika harga air dibentuk berdasarkan tarif dua bagian, konsumen atau pelanggan harus membayar ongkos tetap atau biaya masuk dalam bentuk sewa meteran dan bea administrasi dengan tujuan untuk menutupi biaya penggunaan air yang tidak berubah menurut jumlah penjualan.

c) Decreasing and Increasing Block Rates : metode ini merupakan perluasan dari penetapan tarif dua bagian increasing atau decreasing block rates dibedakan hanya pada tingkat urutan harga. Increasing block rate terjadi ketika p1<p2<p3…<pn yakni harga akan semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah penggunaan air dan sebaliknya untuk decreasing blockrate. Pemberlakuan sistem decreasing dan increasing block rate berbedabeda tergantung kondisi yang dimiliki daerah. Decreasing block rate biasanya digunakan pada daerah atau negara yang memiliki jumlah sumber daya air yang melimpah. Sistem penentuan harga yang berlaku di Indonesia adalah increasing block tariff yaitu konsep dimana tingkat harga yang sesuai dengan peningkatan jumlah air dengan tujuan meningkatkan subsidi silang dari


(36)

22

2.6 Penelitian Terdahulu

Mira (2005) menganalisis harga pokok air bersih PDAM dan respon konsumen terhadap kebijakan tarif air minum di PDAM kabupaten bogor. Dari hasil analisis struktur biaya dan harga pokok air PDAM , komponen biaya langsung yang memiliki proporsi tertinggi adalah biaya transmisi dan distribusi yaitu mencapai 44-50 % dari total biaya langsung. Biaya transmisi dan distribusi tersebut meliputi biaya operasi yaitu biaya pegawai dan biaya pemakaian bahan, biaya pemeliharaan bangunan dan instalasi transmisi dan distribusi, biaya penyusutan distribusi serta rupa-rupa biaya transmisi dan distribusi lainnya. Komponen biaya terkecil dari biaya langsung adalah biaya sumber yaitu sebesar 17-19% dari biaya langsung. Biaya sumber meliputi biaya pegawai, biaya bahan kimia dan listrik serta biaya pemeliharaan. Biaya tidak langsung dalam proses pengolahan air di PDAM Kabupaten Bogor ialah biaya administrasi dan umum.

Penghitungan harga pokok air PDAM hasil penelitian Mira (2005) dilakukan dengan metode pembagian (Dealing Method), yaitu membagi total biaya dengan banyaknya air yang dijual kepada konsumen. Memasukkan jumlah air yang dijual sebagai pembagi berarti juga memasukkan inefisiensi operasional pihak PDAM (kebocoran) sebagai biaya yang harus ditanggung oleh konsumen. Harga pokok air PDAM mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.

Angke (2007) melakukan penelitian yang berjudul analisis ekonomi kebijakan tarif air PDAM Kota Bandung serta respon pelanggan terhadap peningkatan tarif. Dari hasil penelitian, perkembangan total biaya produksi PDAM Kota Bandung cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dalam kurun waktu tahun 2003 hingga tahun 2006 laju pertumbuhan total biaya produksi bernilai positif yaitu sebesar 106.97%. Peningkatan yang terjadi disebabkan oleh


(37)

23

adanya peningkatan biaya pada komponen-komponen biaya produksi seperti penyesuaian upah pegawai, peningkatan biaya untuk pembayaran peminjaman, peningkatan harga bahan bakar minyak dan tarif dasar listrik, serta peningkatan harga-harga secara umum akibat kenaikan tingkat inflasi.

Harga pokok produksi (HPP) air PDAM Kota Bandung pada tahun 2000 hingga tahun 2006 cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya. Dalam kurun waktu tahun 2003 hingga tahun 2006 harga air rata-rata yang diperoleh PDAM Kota Bandung dari pendapatan air bersih memiliki laju pertumbuhan yang negatif, sehingga tidak mampu menutupi harga pokok produksinya dan memberikan keuntungan yang semakin menurun. Marginal cost PDAM Kota Bandung sangat berfluktuatif dan belum mencerminkan adanya investasi untuk peningkatan kapasitas produksinya, sehingga kebijakan penetapan tarif air PDAM yang sesuai untuk wilayah Kota Bandung didasarkan pada penetapan harga pokok produksi atau pendekatan secara finansial yang dikombinasikan dengan konsep increasing block tariff.

PDAM Kota Bandung menerapkan kebijakan peningkatan tarif sebesar 50% yang berlaku mulai april 2007 untuk mengatasi permasalahan peningkatan biaya dan kerugian perusahaan. Peningkatan tarif tersebut memberikan dampak yang positif yaitu berupa peningkatan harga air rata-rata sehingga dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan. Pada penelitian ini, yang membedakan dengan penelitian-penelitian sebelumnya ialah penelitian ini dilakukan pada PDAM yang telah diprivatisasi dan meneliti tentang komponen biaya transaksi dalam penetapan harga air serta kebijakan tariff air yang dilakukan oleh PDAM tersebut.


(38)

24

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan selama melaksanakan proses produksi. Menurut Suparmoko (1989) biaya produksi air bervariasi dalam tiga dimensi yaitu jumlah pelanggan, kapasitas untuk menyediakan dalam arti kapasitas yang berbeda-beda untuk melayani daerah yang berbeda-beda dan jarak pengiriman atau penyerahan air ke tempat pemakai. Atas dasar klasifikasi tersebut, biaya produksi air dibagi kedalam biaya kapasitas, biaya langganan dan biaya penyerahan.

Biaya kapasitas berkaitan dengan ukuran perusahaan seperti instalasi air minum. Biaya langganan berkaitan dengan jumlah dan penyebaran para pelanggan yang meliputi biaya penagihan, biaya meteran dan biaya pelayanan atau biaya perbaikan, pemberian nama pada rekening serta biaya untuk membaca meteran dan rekening. Biaya penyerahan berkaitan dengan volume pengiriman air seperti biaya transpor dan biaya penyaluran.

Biaya produksi yang dikeluarkan akan mempengaruhi harga pokok yang ditetapkan oleh suatu perusahaan. Untuk perusahaan yang memproduksi satu jenis barang seperti PDAM, penetapan harga pokok air PDAM dapat dilakukan dengan metode pembagian, yaitu membagi seluruh biaya produksi dengan jumlah satuan air yang diproduksi pada periode tertentu. Selain penetapan harga pokok, pengefisienan alokasi sumber daya air juga sangat tergantung pada sistem penetapan tarif yang digunakan. Beberapa cara dapat dilakukan untuk menetapkan tarif air, tergantung dari tujuan utamanya dalam alokasi sumber daya air. Sebagai suatu usaha milik pemerintah yang melayani kepentingan umum, maka penentuan tarif air minum menjadi hal yang penting bagi PDAM. Di satu sisi, tarif air


(39)

25

minum yang diberlakukan oleh PDAM harus menutup biaya produksi dan memberikan keuntungan bagi perusahaan, namun di sisi lain tarif yang diberlakukan juga harus terjangkau dengan daya beli dan kemampuan masyarakat. Oleh karena itu, menurut Suparmoko (1995) dalam penentuan tarif air harus dipertimbangkan dua hal yaitu pertimbangan laba dan pertimbangan distribusi untuk lebih banyak barang yang tersedia di masyarakat.

Adapun yang diperhitungkan kedalam komponen biaya produksi air PDAM adalah : biaya pengadaan bahan baku, biaya pengolahan, biaya transmisi, biaya distribusi, biaya umum, biaya administrasi, biaya penyusutan dan biaya amortisasi instalasi non pabrik. Menurut Mc Neill dan Tate (1991) biaya produksi PDAM terdiri atas biaya ekspansi (expansion cost), biaya tetap (fixed cost), dan biaya variabel (variabel cost). Biaya ekspansi adalah biaya yang dikeluarkan dalam rangka pengembangan kapasitas pelayanan PDAM kepada masyarakat pelanggan contohnya biaya sambungan baru. Biaya tetap adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan air PDAM yang tidak berubah-ubah dalam waktu yang pendek terlepas dari volume air yang disalurkan. Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya tetap antara lain biaya gaji karyawan yang tidak berhubungan dengan proses produksi air, biaya penyusutan peralatan, biaya beban kantor, biaya perjalanan dinas dan lain-lain. Komponen biaya terakhir yaitu biaya variabel yang merupakan biaya-biaya yang berubah-ubah atau bervariasi sesuai dengan jumlah (volume) air yang disalurkan kepada pelanggan dan yang terbuang dalam waktu jangka pendek. Contohnya adalah biaya produksi air, biaya distribusi air, gaji karyawan bagian produksi, biaya pemeliharaan alat, biaya penelitian dan


(40)

26

pengembangan, dan lain-lain. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Alur Kerangka Pemikiran

Pengelolaan air oleh PDAM

Perkembangan biaya produksi PDAM

Harga Pokok Produksi air PDAM

Biaya Transaksi

Estimasi harga pokok produksi (HPP)

Analisa biaya transaksi

Kebijakan tarif air PDAM yang lebih efisien

Pengaruh biaya transaksi terhadap penetapan harga air Biaya langsung dan


(41)

27

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian mengenai harga pokok dan komponen biaya transaksi terhadap penetapan harga air PDAM ini dilakukan di PDAM PT Aetra Jakarta yang areanya mencakup seluruh wilayah Jakarta Timur, sebagian Jakarta Pusat dan sebagian Jakarta Utara. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa konsumsi air di Jakarta mengalami peningkatan yang pesat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan industri serta ingin mengetahui komponen biaya transaksi terhadap kebijakan tarif air. Pengambilan data di lapangan dilakukan mulai bulan Februari - Mei 2012

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder yang diolah baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan diinterpretasikan secara deskriptif. Data primer digunakan sebagai pendukung untuk melengkapi data sekunder melalui wawancara dengan pihak-pihak yang mengetahui informasi penting mengenai penelitian ini. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi keadaan umum lokasi, biaya langsung dan biaya tidak langsung yang diperoleh dari PDAM PT Aetra Jakarta, Badan Pusat Statistik Kota Jakarta dan studi literatur terkait lainnya.

4.3 Penentuan Jumlah Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mewawancarai pelanggan PDAM PT Aetra. Pada penelitian ini objek yang dijadikan sampel adalah masyarakat di daerah Kelurahan Kelapa Gading Barat sebanyak 60 orang.


(42)

28

4.4 Metode Analisis data

Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dipahami dan diinterpretasikan. Metode analisis data yang dilakukan untuk penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2 yang menjelaskan keterkaitan antara sumber data dan metode analisis data yang digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan dalam penelitian ini.

Tabel 2. Matriks Metode Analisis Data

No Tujuan Penelitian Jenis Data Metode Analisis Data

1

2

3

Menganalisis harga pokok air bersih PDAM

Menganalisis kebijakan tarif yang dilakukan oleh PDAM

Menganalisis komponen biaya transaksi dalam penetapan harga pokok air

Data sekunder dari PDAM

Data sekunder dan data primer (wawancara dengan

kuisioner)

Data sekunder dari PDAM

Analisis dealing method/ metode pembagian

Analisis deskriptif

Analisis komponen biaya transaksi

4.4.1 Analisis Harga Pokok Air PDAM

Biaya produksi akan membentuk harga pokok produksi. Penentuan harga pokok produksi ini menggunakan metode pembagian (dealing method) dengan alasan bahwa PDAM hanya memproduksi satu jenis barang dalam satu periode produksi dan barang tersebut homogen. Cara menentukan harga pokok produksi dengan metode pembagian adalah dengan membagi seluruh biaya produksi air PDAM dengan seluruh air PDAM yang dijual kepada konsumen dalam satu kurun waktu tertentu.


(43)

29 Harga Pokok Produksi = Total Biaya Produksi

Jumlah Air yang diproduksi

4.4.2 Analisis Deskriptif Kebijakan Tarif PDAM

Analisis data pada dasarnya digunakan dalam rangka mengungkap informasi yang relevan di dalam data dan menyajikan hasil dalam bentuk yang lebih ringkas dan sederhana. Analisis deskriptif diperlukan dalam melakukan analisis data dengan menggunakan berbagai cara misalnya dengan menampilkan grafik, diagram serta rekapitulasi data dalam bentuk tabel. Analisis deskriptif bersifat eksploratif berupaya menelusuri dan mengungkapkan struktur dan pola data tanpa mengaitkan secara kaku asumsi-asumsi tertentu (Juanda, 2007). Analisis deskriptif dalam penelitian ini adalah menggambarkan kebijakan variasi tarif yang ditetapkan pemerintah dengan pihak PT Aetra yang secara finansial menerapkan metode full cost recovery sehingga membentuk variasi tarif PDAM berdasarkan kelompok pelanggan.

4.4.3 Analisis Komponen Biaya Transaksi

Menurut Wang (2003) biaya transaksi (transaction cost) (TrC) mencakup biaya pencarian (search cost) yaitu biaya untuk mendapatkan informasi pasar (Z1);

biaya negosiasi (negotiation costs) yaitu biaya merundingkan syarat-syarat suatu transaksi/pertukaran (costs of negotiating the terms of the exchange) (Z2); biaya

pelaksanaan (enforcement costs) yaitu biaya untuk melaksanakan suatu kontrak/transaksi (costs of enforcing the contract) (Z3). Selain itu, Abdullah et al.,

(1999) dalam konteks pengelolaan sumber daya alam memasukkan biaya monitoring (monitoring cost) (Z4). Beberapa literatur juga memasukkan biaya


(44)

30

pemburuan rente (rent seeking cost) (Z6j) sebagai biaya transaksi bila dalam


(45)

31

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Sejarah dan Perkembangan PDAM PT Aetra

Pada awalnya PT Aetra adalah Thames PAM Jaya (TPJ) perusahaan yang berada di bawah RWE Thames Water yang berpusat di Inggris. TPJ menandatangani 25 tahun perjanjian kerja sama dengan PAM JAYA pada bulan Juni 1997, dan mulai beroperasi pada tanggal 1 Februari 1998 untuk mengelola, mengoperasikan, memelihara serta melakukan investasi guna mengoptimalkan sistem pasokan air bersih bagi warga sebagian Jakarta Utara, sebagian Jakarta Pusat dan seluruh Jakarta Timur dengan kali Ciliwung sebagai perbatasan wilayah operasionalnya. Pada tahun 2007, Acuatico Pte. Ltd. Mengambil alih kepemilikan Thames water untuk melanjutkan konsesi dan sejak 15 April 2008 TPJ hadir dengan nama baru PT Aetra Air Jakarta.

5.1.1. Maksud dan Tujuan PDAM PT Aetra

PT Aetra mendapat konsesi untuk melakukan usaha selama 25 tahun berdasarkan perjanjian kerjasama dengan Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta (PAM JAYA). Kerjasama ini berlaku efektif sejak tanggal 1 Februari 1998 hingga tanggal 31 Januari 2023. PT Aetra bertanggung jawab untuk mengelola, mengoperasikan, memelihara serta melakukan investasi untuk mengoptimalkan, menambah dan meningkatkan pelayanan air bersih di wilayah operasional PT Aetra, yaitu sebelah timur Sungai Ciliwung yang meliputi sebagian wilayah Jakarta Utara, sebagian wilayah Jakarta Pusat dan seluruh wilayah Jakarta Timur. Pemegang saham PT Aetra adalah Acuatico Pte.Ltd dengan kepemilikan sebesar 95 % dan PT Alberta Utilities 5%.


(46)

32

5.1.2. Visi dan Misi PDAM PT Aetra

PT Aetra memiliki visi meningkatkan kehidupan masyarakat setiap saat dengan misinya yaitu secara konsisten menyediakan pelayanan yang terbaik dengan melakukan perbaikan yang berkesinambungan dalam segala hal yang dilakukan. Nilai-nilai yang ada dalam PT Aetra yaitu orientasi terhadap pelanggan, profesionalisme dan respek terhadap komunitas dan lingkungan.

5.1.3. Administrasi dan Manajemen

Upaya Pencapaian pertumbuhan dan peningkatan kinerja perusahaan untuk menjadi satu entitas bisnis yang lebih baik dari tahun sebelumnya membutuhkan kerja keras dan fokus pada pencapaian target. PT Aetra telah menjalankan tugas-tugasnya sebagai sebuah entitas bisnis yang tidak hanya bertujuan memperoleh laba dan memberikan manfaat serta nilai bagi pemegang saham dan pemangku kepentingannya, melainkan juga melaksanakan amanat dari pemerintah DKI Jakarta untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat dengan rasa tanggung jawab dan kepedulian.

PT Aetra juga memelihara standar kinerja yang tinggi pada setiap unsur organisasi yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dengan menetapkan sasaran dan target untuk peningkatan kinerja di seluruh unit kerja yang secara berkala dilakukan kaji ulang atas pencapaiannya telah menjadikan sumber daya manusia PT Aetra yang berorientasi pada hasil. Penerapan sistem manajemen mutu terpadu dan sumber daya manusia dengan kompetensi yang tepat menjadikan PT Aetra berhasil membuat kinerja yang lebih baik.

Dalam menjalankan usahanya PT Aetra senantiasa bertekad untuk selalu memberikan kepuasan kepada seluruh pelanggannya dengan cara menghasilkan


(47)

33

air bersih bermutu sekaligus menjaga kelestarian lingkungan dan melindungi keselamatan serta kesehatan bagi karyawan, pelanggan, pemasok dan semua aset yang berada di sekitar lingkungan perusahaan. PT Aetra telah menerapkan sistem manajemen ISO untuk kegiatan produksi dan pelayanan serta sistem manajemen yang ramah lingkungan. PT Aetra secara terpadu juga menerapkan, mendokumentasikan dan meningkatkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

5.1.4. Struktur organisasi

Susunan Organisasi PT Aetra terdiri atas Pemegang Saham, Dewan komisaris dan Dewan Direksi. Dewan komisaris terdiri atas Presiden Komisaris, Komisaris dan Komisaris Independent. Dewan Direksi terdiri atas Presiden Direktur, Direktur Keuangan dan TI, Direktur Business Services dan Direktur Operasional.

Dewan Komisaris merupakan badan pengawas dan pemberi nasihat kepada Direksi dalam menjalankan pengelolaan PT Aetra. Dalam melakukan aktivitas fungsi pengawasannya, Dewan komisaris dibantu oleh Komite Audit, Komite Manajemen Risiko, Komite Investasi dan Keuangan dan Komite Nominasi dan Remunerasi. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan Aetra untuk kepentingan dan tujuan serta mewakili PT Aetra baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.


(48)

34

Sumber: PDAM PT Aetra Jakarta

Gambar 3. Struktur Organisasi PT Aetra

PT Aetra berpedoman pada ketentuan pemerintah di bidang ketenagakerjaan dalam mengelola besaran upah yang diberikan kepada karyawan yaitu di atas ketentuan upah minimum regional Provinsi DKI Jakarta. Sampai dengan tahun 2010 jumlah karyawan PT Aetra 1336 orang dengan komposisi menurut jenjang jabatan dan pendidikan sebagai berikut:

President Director Corporate Secretary Strategic Management office Audit and Inspection Business Services Director

Finance and IT Director

Operation Director

Central Division

North Division South Division

Production & Trunk Main Customer Management Project Management Group Information Technology Finance & Accounting Procurement &General Affairs Human Capital Management Support Services Group Performance Evaluation Group


(49)

35

Tabel 3. Komposisi Karyawan menurut Jenjang Pendidikan Pendidikan Karyawan

Langsung

% Karyawan yang Diperbantukan

% Grand

Total

% Total

S2 Master 25 1,83 14 1,02 39 2,86

S1- Bachelor

197 14,42 151 11,05 348 25,48

D3- Academy

92 6,73 40 2,93 132 9,66

SLA 217 15,89 421 30,82 637 46,63

SLP 20 1,46 71 5,20 91 6,66

SD 32 2,34 86 6,30 118 8,71

Grand Total

583 42,68 783 57,31 1366 100,00

Sumber : PDAM PT Aetra Jakarta

5.1.5. Kegiatan Produksi dan Pelayanan PDAM PT Aetra

Air bersih perpipaan adalah produk utama PT Aetra. Melalui jaringan perpipaan, PT Aetra menyalurkan air bersih kepada pelanggan rumah tangga dan industri yang berada di area operasionalnya. Saat ini PT Aetra memiliki jaringan perpipaan 5.893 km dan kapasitas air mencapai 9.000 liter/detik. Untuk memenuhi pasokan air bersih bagi pelanggan, PT Aetra memproduksi air dengan standar kualitas air minum di tiga Instalasi Pengolahan Air (IPA) dengan kapasitas produksi sebagai berikut:

Tabel 4 Kapasitas Produksi Instalasi Pengolahan Air

IPA (Instalasi Pengolahan Air) Produksi ( liter/detik)

IPA Buaran I 2000

IPA Buaran II 3000

IPA Pulo Gadung 4000

Sumber : PDAM PT Aetra Jakarta

Dalam mendukung kegiatan penjualannya, PT Aetra memiliki Pusat Distribusi Cilincing dan enam pompa tekan yang berlokasi di Pasar Rebo, Sumur


(50)

36

Batu, Sungai Bambu, Tugu, Kiwi dan Halim. PT Aetra secara kontinyu mengoptimalkan kapasitas produksi dengan optimalisasi kerja, mengurangi kebocoran pada jaringan dan berinvestasi pada pengembangan jaringan baru. Tantangan yang terkait dengan kegiatan distribusi PT Aetra adalah Non Revenue for Water yaitu kebocoran fisik, kebocoran komersil. Bersama dengan tokoh masyarakat, kepolisian dan kejaksaan. PT Aetra terus mengkampanyekan perang terhadap pencurian air bersih.

5.2 Keadaan Geografis Kelurahan Kelapa Gading Barat

Kelapa Gading merupakan wilayah kecamatan di Indonesia yang terletak di kota Jakarta Utara. Kecamatan ini merupakan daerah yang dikembangkan oleh perusahaan properti Summarecon Agung sejak tahun 1975. Tahun 1970 Kecamatan Kelapa Gading masih dikenal sebagai daerah rawa dan persawahan. Kini Kelapa Gading telah berubah menjadi kawasan yang tertata baik dan berkembang pesat. Wilayah Kelapa gading terletak pada ketinggian kurang lebih 5 meter di atas permukaan laut, sehingga daerah ini sangat sering terkena banjir, terutama saat terjadi siklus banjir 5 tahun. Namun, sejak rampungnya pembangunan dua kanal di Jakarta kemungkinan besar Kelapa Gading tidak akan terkena banjir lagi.

Kelurahan Kelapa Gading Barat merupakan salah satu kelurahan yang terletak di kecamatan Kelapa Gading. Luas wilayahnya yaitu 503.12 Ha meliputi 21 Rukun Warga dan 204 Rukun Tetangga. Batas-batas wilayah yang mengelilingi kelurahan Kelapa Gading Barat adalah:

Sebelah Utara : Kali Pertamina Pelumpang Kelurahan Rawa Badak dan Keluruhan Tugu Selatan dari jalan Yos Sudarso sampai jalan Boulevard Raya.


(51)

37

Sebelah Timur : Jalan Dolog Jaya – Jalan Pelepah Raya – Jalan Boulevard Utara, Kelurahan Kelapa Gading Timur – Pegangsaan. Sebelah Selatan : Jalan Perintis Kemerdekaan dari perempatan Coca-Cola sampai dengan jalan Dolog/ PT Goro

Sebelah Barat : Jalan Yos Sudarso (Kali Sunter) dari perempatan Coca-Cola sampai dengan Jembatan PT Pertamina.

5.3 Kondisi Kependudukan

Kelurahan Kelapa Gading Barat memiliki jumlah penduduk 28.396 jiwa. Jumlah kepala keluarga di keluruhan Kelapa Gading Barat adalah 9.119 kepala keluarga yang terdiri dari jumlah kepala keluarga laki-laki sebesar 7.535 kepala keluarga dan jumlah kepala keluarga perempuan sebesar 1.584 kepala keluarga. Rata-rata kepadatan penduduk di kelurahan Kelapa Gading Barat adalah 56 jiwa/Ha dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.01 persen.

5.4 Karakteristik Responden

Karakteristik responden pelanggan PDAM PT Aetra didapatkan dari masyarakat di daerah Kelurahan Kelapa Gading Barat melalui wawancara kepada 60 orang pelanggan. Karakteristik umum pelanggan dilihat dari jenis kelamin, usia, pekerjaan, total pendapatan per bulan dan rata-rata pengeluaran air dalam sebulan.

5.4.1 Jenis Kelamin Responden

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, diperoleh responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 23 orang dan responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 34 orang. Persentase jumlah responden laki-laki berbanding perempuan yaitu 43 persen berbanding 57 persen. Sebaran jenis kelamin responden dapat dilihat pada Gambar 4.


(52)

38

Sumber: Data Primer Diolah 2012

Gambar 4. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin 5.4.2 Umur

Berdasarkan karakteristik umur, responden yang berumur kurang dari 30 tahun sebanyak 4 orang yaitu 7 persen. Responden yang berumur 30-40 tahun sebanyak 22 orang yaitu 37 persen. Responden yang berumur 41-50 tahun sebanyak 12 orang yaitu 12 persen dan responden yang berumur lebih dari 50 tahun sebanyak 22 orang yaitu 37 persen. Sebaran umur responden dapat dilihat pada Gambar 5 dibawah ini.

Sumber: Data Primer Diolah 2012


(53)

39

5.4.3 Jenis Pekerjaan

Jenis pekerjaan yang menjadi mata pencaharian responden cukup bervariasi diantaranya adalah Wiraswasta, Pegawai Swasta, ABRI, PNS, Ibu Rumah Tangga, Pengangguran, Buruh Pabrik, Mahasiswa, Pensiunan dan lainnya. Jenis Pekerjaan Wiraswasta sebesar 7 persen, Pegawai Swasta sebesar 22 persen, ABRI sebesar 3 persen, PNS sebesar 42 persen, Ibu Rumah Tangga sebesar 5 persen, pengangguran sebesar 3 persen, Buruh Pabrik sebesar 2 persen, Mahasiswa sebesar 2 persen, Pensiunan sebesar 10 persen dan lainnya sebesar 5 persen. Sebaran jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada Gambar 6.

Sumber: Data Primer Diolah 2012

Gambar 6. Sebaran Responden Menurut Jenis Pekerjaan 5.4.4 Tingkat Pendapatan

Berdasarkan tingkat pendapatan, responden yang memiliki pendapatan kurang dari Rp1.500.000,00 adalah sebanyak 15 orang yaitu 25 persen. Responden yang pendapatannya Rp1.500.000,00 – Rp 3.000.000,00 sebanyak 16 orang yaitu 27 persen. Responden yang pendapatannya berkisar Rp3.000.000,00 – Rp 5.000.000,00 sebanyak 14 orang yaitu 23 persen dan responden yang memiliki tingkat pendapatan lebih besar dari Rp5.000.000,00 sebanyak 15 orang yaitu 25


(54)

40

persen. Sebaran tingkat pendapatan responden dapat dilihat pada Gambar 7 dibawah ini.

Sumber: Data Primer Diolah 2012

Gambar 7. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatan 5.4.5 Rata-rata Pengeluaran Air Setiap Bulan

Berdasarkan rata-rata pengeluaran air dalam sebulan, responden yang mengeluarkan biaya kurang dari Rp100.000,00 dalam satu bulan sebanyak 13 orang yaitu 22 persen. Responden yang mengeluarkan biaya untuk air Rp 100.000,00 - Rp199.999,00 dalam sebulan sebanyak 21 orang yaitu 35 persen. Responden yang mengeluarkan biaya untuk pemakaian air Rp200.000,00 – Rp 300.000,00 sebanyak 18 orang atau 30 persen dan responden yang mengeluarkan biaya pemakaian air lebih besar dari Rp 300.000,00 dalam sebulan sebanyak 8 orang atau 13 persen. Sebaran rata-rata pengeluaran air setiap bulan dapat dilihat pada Gambar 8.


(55)

41

Sumber: Data Primer Diolah 2012

Gambar 8. Sebaran Responden Menurut Rata-Rata Pengeluaran Air Setiap Bulan


(56)

42

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Analisa Harga Pokok Produksi Air PDAM PT Aetra Jakarta

Struktur biaya yang membentuk harga pokok produksi dalam proses pengelolaan air PDAM digolongkan menjadi biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung adalah biaya yang berpengaruh secara langsung terhadap produksi air PDAM yang terdiri atas biaya bahan baku dan biaya produksi dan distribusi. Share dari masing-masing komponen biaya langsung dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Share Komponen Biaya Langsung pada Pengolahan Air PDAM PT Aetra Kota Jakarta Tahun 2007- 2011 dalam Persentase

Komponen Biaya Langsung

Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

dalam jutaan rupiah % dalam jutaan rupiah % dalam jutaan rupiah % dalam jutaan rupiah % dalam jutaan rupiah % Biaya Bahan Baku

68362 31,91 78672 33,08 81083 35,29 86771 33,26 87712 30,24 Biaya

Produksi dan Distribusi

145842 68,09 159135 66,92 148679 64,71 174108 66,74 202368 69,76

Total 214204 100 237807 100 229762 100 260879 100 290080 100

Sumber : PDAM PT Aetra Jakarta (diolah)

Komponen biaya langsung yang memiliki proporsi paling tinggi ialah biaya produksi dan distribusi yang rata-rata diatas 50 persen. Fluktuasi dari biaya langsung tergantung pada jumlah air yang diproduksi oleh PDAM PT Aetra. Komponen biaya langsung yang memiliki proporsi lebih kecil adalah biaya bahan baku yang rata-rata dibawah 50 persen. Biaya produksi dan distribusi mengeluarkan rata- rata biaya diatas Rp 120.000.000.000,00 dari tahun 2007 hingga 2011 namun peningkatan yang signifikan terjadi pada tahun 2009 hingga 2011. Hal ini dikarenakan perusahaan melakukan revitalisasi proses internal yaitu peningkatan produktivitas perusahaan. Biaya bahan baku mengeluarkan rata-rata biaya diatas Rp 50.000.000.000,00 dan meningkat setiap tahunnya dari tahun


(57)

43

2007 hingga 2011. Biaya bahan baku meningkat karena pengeluaran biaya produksi juga meningkat. Biaya bahan baku meliputi biaya air baku, biaya bahan kimia serta biaya air olahan. Pengeluaran biaya langsung PDAM PT Aetra Jakarta dapat dilihat pada gambar 9.

Sumber: PDAM PT Aetra Jakarta (diolah)

Gambar 9. Pengeluaran Biaya Langsung PDAM PT Aetra Jakarta Tahun 2007-2011

Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak berpengaruh secara langsung terhadap produksi air PDAM PT Aetra. Biaya tidak langsung ini terdiri dari biaya pegawai, biaya umum dan administrasi, biaya keuangan dan biaya penyusutan. Share dari masing-masing komponen biaya tidak langsung dapat dilihat dari Tabel 6.


(58)

44

Tabel 6. Share Komponen Biaya Tidak langsung PDAM PT Aetra Jakarta Tahun 2007- 2011 dalam Persentase

Komponen Biaya Tidak

Langsung

Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

dalam jutaan rupiah % dalam jutaan rupiah % dalam jutaan rupiah % dalam jutaan rupiah % dalam jutaan rupiah % Biaya Umum dan Administrasi

249550 65,88 188667 53,89 183800 54,46 191095 54,67 192682 52,10

Biaya Pegawai 61198 16,16 73725 21,06 63344 18,77 66632 19,06 72486 19,60 Biaya

Keuangan

59386 15,68 76801 21,93 75703 22,43 77792 22,26 87619 23,69 Biaya

Penyusutan

8634 2,28 10939 3,12 14647 4,34 14020 4,01 17051 4,61 Total 463412 100 435542 100 422829 100 457015 100 499720 100

Sumber : PDAM PT Aetra Jakarta (diolah)

Share dari masing-masing komponen berfluktuasi. Rata-rata yang memiliki share terbesar adalah biaya umum dan administrasi yaitu rata-rata 56 persen atau sekitar Rp 200.000.000.000,00 dari tahun 2007 hingga 2011. Hal ini karena PDAM PT Aetra Jakarta melakukan revitalisasi proses internal, yaitu meliputi peningkatan produktivitas, perbaikan layanan pelanggan dan internalisasi budaya kinerja baru kepada seluruh karyawan perusahaan dan produktivitas perusahaan di tahun 2010 mengalami peningkatan yang signifikan. Biaya pegawai juga memiliki share yang cukup besar yaitu rata- rata 19 persen atau sekitar Rp 67.000.000.000,00 dikarenakan PDAM PT Aetra menerapkan sistem manajemen sumber daya manusia berbasis kinerja dan perusahaan terus melakukan pengembangan sumber daya manusia pada posisi dan waktu yang tepat. Berdasarkan kinerja tiap individu yang berpedoman pada target perusahaan, pada tahun 2010 PDAM PT Aetra Jakarta berhasil mencapai target kinerja yang ditetapkan. Pengeluaran biaya tidak langsung PDAM PT Aetra Jakarta dapat dilihat pada gambar 10.


(59)

45

Sumber: PDAM PT Aetra Jakarta (diolah)

Gambar 10. Pengeluaran Biaya Tidak Langsung PDAM PT Aetra Jakarta Tahun 2007-2011

Setelah diketahui besarnya share dari keseluruhan unsur-unsur pembentuk harga pokok, maka selanjutnya dapat dilakukan perhitungan harga pokok produksi. PDAM merupakan perusahaan yang memproduksi satu jenis barang yaitu air, maka metode yang digunakan dalam menghitung harga pokok produksi adalah metode pembagian (dealing method). Jumlah kebocoran atau ketidakefisienan yang terjadi pada PDAM dibebankan kepada pelanggan PDAM, total biaya produksi dibagi dengan banyaknya air PDAM yang terjual.

Tabel 7. Harga Pokok Produksi Air PDAM PT Aetra Jakarta Berdasarkan Jumlah Air yang Terjual Tahun 2007-2011

Tahun Air terjual (juta m³)

Biaya Langsung (dalam jutaan

rupiah)

Biaya Tidak Langsung (dalam jutaan

rupiah)

Total Biaya (dalam jutaan

rupiah)

Harga Pokok Produksi

(Rp/m³)

2007 121,7 267.582 278.219 545.801 4.484,81

2008 124,4 301.458 219.573 521.031 4.188,35

2009 129,4 310.344 219.225 529.569 4.092,50

2010 136,7 354.921 226.447 581.368 4.252,87

2011 143,7 399.482 226.056 625.538 4.353,08


(60)

46

Hasil perhitungan harga pokok produksi dalam Tabel 7 menunjukkan harga pokok produksi yang berfluktuasi. Hal ini dikarenakan pengeluaran biaya langsung dan tidak langsung pun fluktuatif sedangkan volume air yang terjual terus mengalami peningkatan akan tetapi perbedaan harga pokok produksi tiap tahun tidak terlalu berbeda secara signifikan.

6.2 Kebijakan Tarif Air PDAM PT Aetra Jakarta 6.2.1 Struktur Tarif Air PDAM PT Aetra Jakarta

Tarif air minum PDAM PT Aetra Jakarta ditetapkan sesuai dengan Peraturan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 11/2007 Tanggal 15 Januari 2007. Dalam penetapan harga air ada perjanjian kerjasama antara PT Aetra, PAM Jaya dan pemerintah. Mereka membentuk rekening bersama yang dinamakan Escrow Account. Tarif air yang diperoleh dari pelanggan akan masuk ke rekening bersama tersebut dan PT Aetra akan mendapatkan biaya imbalan air sesuai dengan perjanjian dan PAM Jaya juga mendapatkan bagiannya. PT Aetra juga memiliki perjanjian kerjasama dengan PAM Jaya dan berhubungan langsung dengan para pelanggannya. Konsep perjanjian kerjasama dapat dilihat pada gambar 11.


(1)

70

Lampiran 5. lanjutan

BEBAN USAHA

OPERATING EXPENSES

2010 2009

Pelayanan pelanggan Customer Service

Percetakan, penagihan, dan

pembacaan meter air 21,331,371 20,778,044

Printing, billing, and water meter reading

21,331,371 20,778,044

Umum dan administrasi

General and administration

Gaji, upah, dan imbalan

karyawan 66,632,510 63,344,700

Salaries, wages, and employee benefits

Jasa pengelolaan air 22,650,058

Water management fees

Biaya pengetahuan operasional

dan jasa teknik 21,549,874

Operational know-how and technical

service fee

Jasa profesional 19,828,820 10,118,251 Professional fees

Sewa 19,493,824 16,408,104 Rent

Asuransi 14,988,184 14,441,129 Insurance

Keamanan 9,721,574 9,548,484 Security

Perbaikan dan pemeliharaan 8,390,548 8,733,031

Repair and maintenance

Perjalanan dinas 5,473,889 6,313,647 Traveling

Pelatihan dan pendidikan 4,903,252 8,026,620

Training and education

Pos dan telekomunikasi 4,652,374 5,126,509

Post and telecommunication

Iklan dan promosi 4,409,106 1,859,302

Advertising and promotion

Rumah tangga kantor 3,821,118 4,808,605 Office household

Air dan listrik 3,191,927 2,918,190

Water and electricity

Alat-alat tulis 1,362,416 2,088,257 Stationery

Lain-lain (termasuk pemulihan kelebihan biaya masih harus

dibayar dari periode lalu) 1,575,638 8,515,137

Others (including) reversal of excess accrual from prior period)

191,095,238 183,799,840

Penyusutan (catatan 8) 14,020,009 14,647,341

Depreciation (Note 8)

226,446,618 219,225,225 Lihat catatan 11 untuk rincian

transaksi dan saldo dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa

Refer to Note 11 for details of related party transactions


(2)

71

and balances

INFORMASI KARYAWAN

EMPLOYEE COSTS

2010 2009

Biaya karyawan 147,843,457 132,638,528 Employee costs

Perusahaan memiliki 1.366 karyawan pada tanggal 31 Desember 2010 (2009: 1.428) (tidak diaudit).

The Company had 1,366 employee as at 31 December

2010 (2009: 1,428) (unaudited)

Lampiran 5. Lanjutan

BEBAN USAHA

OPERATING EXPENSES

2011 2010

Umum dan administrasi

General and administration

Gaji, upah, dan imbalan kerja

karyawan (lihat catatan 23) 72,486,020 66,632,510

Salaries, wages and employee benefits (refer to note 23)

Jasa pengelolaan air (lihat catatan 13b) 25,141,407 22,650,058

Water management fees (refer to Note 13b)

Asuransi 17,815,277 14,988,184 Insurance

Jasa profesional 16,265,923 19,828,820 Professional fees

Sewa 15,966,007 19,493,824 Rent

Keamanan 10,803,634 9,721,574 Security

Perbaikan dan pemeliharaan 8,106,498 8,390,548

Repair and maintenance

Pos dan telekomunikasi 4,368,182 4,652,374

Post and telecommunication

Perjalanan dinas 3,610,460 5,473,889 Travelling

Air dan listrik 3,457,696 3,191,927

Water and electricity

Pelatihan dan pendidikan 2,980,298 4,903,252

Training and education

Iklan dan promosi 2,829,688 4,409,106

Advertising and promotion

Rumah tangga kantor 2,291,864 3,812,118 Office household

Alat-alat tulis 1,276,173 1,362,416 Stationery

Lain-lain 5,283,000 1,575,638 Others

192,682,227 191,095,238

Pelayanan pelanggan Customer service

Percetakan, penagihan, dan

pembacaan meter air 16,322,571 21,331,371

Printing, billing and water meter

reading

Penyusutan (lihat catatan 8) 17,051,383 14,020,009

Depreciation (refer to note 8)

226,056,181 226,446,618

INFORMASI KARYAWAN

EMPLOYEE COSTS

2011 2010

Beban langsung (lihat catatan 21) 93,826,855 81,210,947

Direct expense (refer to Note 21)


(3)

72

(refer to Note 22)

Jumlah 166,312,875 147,843,457 Total

Perusahaan memiliki 1.368 karyawan pada tanggal 31 Desember 2011 (2010: 1.366) (tidak diaudit).

The Company had 1,368 employee as at 31 December

2011 (2010: 1,366) (unaudited)

Lampiran 6. Perhitungan Rata-rata Biaya Akunting dan Rata-rata Biaya Finansial

BIAYA AKUNTING

Biaya operasi, pemeliharaan, administrasi, untuk tiga bulan

terakhir (periode X)

OPA (X) Rp. 821.355,56 juta

Biaya depresiasi berdasarkan atas

nilai perolehannya D1 Rp. 112.068,89 juta Dikalikan dengan faktor inflasi,

yaitu I ditambah tingkat inflasi (i). Bilangan I adalah biaya

OPAD pada periode X

(I+i) Data historis

Y adalah periode tarif yang direncanakan 12 bulan. Data OPAD di atas disesuaikan dengan

perkiraan tingkat inflasi selama periode tarif ini, yaitu dari

periode X ke periode Y

Y 1 tahun

Perkiraan nilai OPAD yang akan datang (Future OPAD, disingkat

FOPAD)

FOPAD Rp. 1.050.569,22 juta

Dibagi dengan jumlah penjualan

air (M3) pada periode X XM3 237.192.219 m3 Rata-rata biaya akunting, tidak

termasuk biaya bunga (RTBAO) RTBAO Rp. 4.429,2 Tingkat bunga tahunan dan

denda-denda yang diketahui atau diproyeksikan untuk setiap tahun dalam periode tarif yang baru. Bunga yang diproyeksikan (FB)

dan denda yang diproyeksikan (FD)

FB+FD

FB= 9%

FD= 11%

Dibagi dengan jumlah penjualan

air (M3) pada periode Y YM3 237.192.219 m3 Tingkat rata-rata biaya bunga dan

denda untuk diperhitungkan tarif RTBD Rp. 101,52 Rata-rata biaya akunting (RTBA)

yang diperlukan untuk pemulihan biaya selama periode Y

RTBA Rp. 4.530,72

BIAYA FINANSIAL


(4)

73

asset setelah revaluasi Perkiraan nilai OPAD yang akan datang (Future OPAD, disingkat

FOPAD)

FOPAD Rp. 1.050.569,22 juta

Tingkat rata-rata biaya bunga dan denda untuk diperhitungkan

dalam tarif

RTBD Rp. 101,52

Jumlah nilai asset pada periode X TAX Rp. 1.826.559,7 juta Tingkat rata-rata hasil usaha

(ROA) pada periode X untuk diperhitungkan dalam TBF

ROAX Rp. 770,08

Rata-rata Biaya Finansial (RTBF) yang diperlukan untuk pemulihan

biaya selama periode X

RTBF Rp. 5.300,8

Lampiran 7. Perhitungan Tingkat Biaya (Rendah, Dasar dan Penuh)

TINGKAT BIAYA RENDAH (TBR)

Biaya operasi, pemeliharaan, administrasi, untuk tiga bulan terakhir (periode X)

OPA (X) Rp. 821,355,56 juta

Dikalikan dengan faktor inflasi, yaitu I ditambah tingkat inflasi (i). Bilangan I adalah biaya OPAD pada periode X

(I+i)

Perkiraan nilai OPA pada periode

tarif YOPA Rp. 924.435,68 juta Jumlah air terjual pada tahun dasar

(Tahun X) XM3 237.192.219 m3

Tingkat Biaya Rendah TBR Rp. 3.897,41

TINGKAT BIAYA DASAR (TBD)

Tingkat Biaya Rendah TBR Rp. 3.897,41 Jumlah pembayaran pinjaman (JP),

yang terdiri dari bunga, denda dan pokok pinjaman, yang diketahui/ diproyeksikan untuk periode tarif yang baru

JP Rp. 507,62

Tingkat Biaya Dasar TBD Rp. 4.405,03

TINGKAT BIAYA PENUH (TBP) Tingkat rata-rata biaya akunting, tidak termasuk biaya bunga pinjaman (RTBAO)

RTBAO Rp. 4.429,2

Jumlah asset pada periode X TAX Rp. 1.826.559,7 juta

Tingkat rata-rata hasil usaha (ROA) pada periode X untuk diperhitungkan dalam TBP

ROAX Rp. 770,08

Tingkat hasil usaha (ROA) untuk


(5)

74

periode Y


(6)

74

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 5 Juli 1989. Penulis merupakan

anak pertama dari tiga bersaudara yang lahir dari pasangan Hotma Parulian

Situmorang dan Megawati Sihombing S.Kep. Penulis menyelesaikan Pendidikan

Sekolah Dasar pada tahun 2001 di SD Swasta Strada Bekasi. Pendidikan Sekolah

Menengah Pertama diselesaikan di SMP Negeri 19 Bekasi pada tahun 2004 dan

Pendidikan Sekolah Menengah Atas diselesaikan pada tahun 2007 di SMA Negeri

2 Bekasi.

Penulis kemudian melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui

jalur SPMB pada tahun 2007, setelah melalui Tahap Persiapan Bersama (TPB)

IPB penulis kemudian masuk pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan

Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB pada tahun 2008 dengan

minor dari Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yakni

Komunikasi.

Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif dalam Unit Kegiatan

Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB yaitu Komisi Pelayanan Anak.

Organisasi lain yang diikuti adalah Himpro ESL (REESA) sebagai anggota.

Selain itu, penulis juga mengikuti beberapa kepanitian di kampus, baik di jurusan