pemerintah daerah yaitu BLH Kabupaten Tangerang dan pemerintah Kecamatan Teluk Naga, pemerintah pusat KLH dan dunia usaha lain
yang mempunyai kegiatan di sekitar lokasi proyek. Dalam kegiatan ini termasuk juga pengembangan kelembagaan kampung mangrove dengan
energi terbarukan.
d. Penelitian
Kegiatan penelitian dilaksanakan dalam dua bentuk yaitu 1 Stakeholders Mapping dan 2 Perencanaan rehabilitasi penataan areal
proyek. Stakeholders mapping dilaksanakan untuk mengetahui: a Posisi masyarakat dan Pemda setempat terhadap proyek.
b Kebutuhan dan keinginan masyarakat terhadap proyek. Perencanaan rehabilitasi lebih menekankan terhadap penelitian
perencanaan rehabilitasi mangrove agar tingkat keberhasilan kegiatan rehabilitasi dapat optimal. Penelitian ini terdiri atas:
a Penelitian jenis mangrove yang cocok untuk tumbuh baik di kawasan Tanjung Pasir.
b Penelitian teknik silvikultur teknik penanaman dan desain penanaman
yang mendukung
keberhasilan rehabilitasi
mangrove. c Konservasi jenis mangrove
Kawasan mangrove di Teluk Naga memiliki tanah yang berpasir dan karat hara miskin unsur hara sehingga berdasarkan studi literatur jenis
yang cocok untuk ditanam di kawasan tersebut adalah Rhizophora stilosa.
2. Konservasi Jenis Mangrove
Program Konservasi Jenis Mangrove sangat perlu dilakukan, karena pada umumnya selama ini kegiatan rehabilitasi mangrove hanya menanam
dari jenis bakau Rhizophora sp. saja. Hal ini disebabkan karena tidak tersedianya bibit dari jenis mangrove yang lainnya, karena belum banyak
diketahui proses regenerasi dari jenis mangrove yang lainnya tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya konservasi jenis mangrove yang lainnya
agar ekosistem mangrove tetap terjaga dan lestari.
3. Rehabilitasi Mangrove Luas Area Rehabilitasi dan Kebutuhan Bibit Mangrove
Berdasarkan laporan dari BPDAS Citarum –Ciliwung 2008,
kerusakan hutan mangrove di Kab. Tangerang mencapai 371 ha, diantaranya berada di wilayah Kec. Teluk Naga seluas 118 ha. Areal
tersebut perlu direhabilitasi agar fungsi dan manfaat hutan mangrove dapat dirasakan masyarakat. Berdasarkan perhitungan kebutuhan bibit 3000
batang per hektar, maka total kebutuhan bibit rehabilitasi mangrove di Kab Tangerang sebanyak 1.113.000 bibit. Pada tahun pertama 2012 telah
dilaksanakan penanaman sebanyak 75.000 batang mangrove dan pada tahun ke 2 2013 akan dilaksakan penanaman sebanyak 300.000 batang tanaman
mangrove.
Persemaian
Untuk mendukung kegiatan rehabilitasi mangrove, pada Tahun II, telah disiapkan 25.000 bibit mangrove dari kegiatan persemaian tahun
pertama. Selanjutnya akan disiapkan bibit sebanyak 275.000 batang untuk
kegiatan penanaman dan juga akan dilakukan pembuatan bibit sebanyak 60. 000 bibit di persemaian untuk kegiatan penyulaman.
Bibit tanaman mangrove yang dipilih untuk kegiatan rehabilitasi mangrove dalam kegiatan ini yaitu Rhizophora sp. bakau dan Avicennia
sp. api-api, yang tersedia dalam jumlah yang cukup di sekitar lokasi kegiatan. Anakan alam, khususnya untuk jenis bakau dengan daun rata-rata
4-5 helai atau lebih banyak tersedia di sekitar lokasi dan dalam keadaan siap tanam. Dengan demikian untuk kebutuhan bibit diperkirakan tidak akan
menemui permasalahan.
Pemilihan kedua jenis mangrove ini didasarkan pada tingkat kesesuaian lahan dan ketersediaan bibit, serta fungsi dan manfaat jenis tersebut. Sesuai
dengan ketersediaan bibit di lokasi, pada Tahun I proporsi jenis yang akan ditanam adalah 60 jenis bakau dan 40 jenis api-api. Adapun pada tahun
kedua dan ketiga proporsi jenis api-api akan ditingkatkan karena jenis ini buahnya dapat dimanfaatkandimakan antara lain untuk bahan kue sehingga
disamping manfaat lingkungan juga sebagai alternatif pendapatan khususnya bagi ibu-ibu rumah tangga.
Penanaman
Realisasi penanaman Tahun I difokuskan di sekitar lokasi pembibitan, yaitu di Desa Muara, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar
6. Lokasi penanaman tersebut berada di areal tambak milik masyarakat, sempadan sungai, dan lahan terlantar. Penanaman di areal tambak akan
difokuskan pada galengan dengan jarak tanam 0.5 m dan diperkirakan rata- rata kebutuhan bibit per hektar sebanyak 1200 bibit. Pada tahun 2012, telah
dilaksanakan penanaman sebanyak 75.000 batang dan lokasi penanaman dikonsentrasikan pada areal di sekitar pembibitan di Desa Muara seperti
yang disajikan pada Gambar 6.
Selanjutnya pada tahun II 2013 dilakukan penanaman sebanyak 300.000 batang mangrove di 3 tiga desa, yaitu Desa Muara, Desa Lemo,
dan Desa Tanjung Pasir. Lokasi penanaman memiliki kondisi fisik lahan berupa areal tambak
dan areal tanah terlantar. Kedalaman tambak 0.5 – 1.5 meter, sedangkan
tanah yang masih terlantar pada saat pasang air laut bisa tergenang sampai 1 m dan keringtidak tergenang pada saat surut. Berbagai faktor seperti
tinggi air pasang, kestabilan tanah, salinitas dan kondisi topografi mempengaruhi pertumbuhan spesies mangrove. Untuk itu perlu dilakukan
evaluasi terhadap kondisi fisik lahan sebelum kegiatan penanaman sehingga diperoleh jenis tanaman yang cocok dengan kondisi lokasi. Berdasarkan
informasi sementara di lapangan tinggi air pasang dapat mencapai 1.5 m, tanah berlumpur dan relatif stabil, serta topografi datar sampai landai.
Sumber: Laporan Tahap III Tahun 2013-2014 CSR PT Pertamina
Gambar 6 Penanaman yang telah dilakukan pada tahun 2012
Pemeliharaan
Kegiatan rehabilitasi hutan mangrove tentunya tidak akan berhasil jika tidak dilakukan pemeliharaan secara teratur dan intensif. Oleh karena
itu, pada kegiatan ini direncanakan akan dilakukan pemeliharaan terhadap pohon-pohon mangrove pasca penanaman tahun 2012 dan rencana
pemeliharaan tanaman tahun 2013 selama 3 tiga tahun. Salah satu pemeliharaan yang dilakukan yakni penyulaman tanaman mangrove yang
mati. Berdasarkan laporan, sampai dengan akhir kegiatan Tahap III, telah dilakukan penyulaman pada sisi tambak dan sisi sungai di Desa Muara dan
Desa Lemo sebanyak 23.050 bibit. Tanam yang digunakan untuk penyulaman antara lain bakau minyak Rhizophora apioulata dan bakau
merah Rhizophora muoronata. Lokasi, jumlah, dan jenis tanaman, serta teknik penanaman dalam rangka kegiatan penyulaman di Desa Muara dan
Desa Lemo dapat dilihat pada Lampiran 7.
4. Pemberdayaan MasyarakatPelatihan
Kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan dalam kegiatanproyek ini adalah berupa berbagai kegiatan pelatihan. Sesuai
dengan tujuan sebagai kampung mangrove, pusat edukasi, ekowisata, dan desa percontohan dalam pemanfaatan energi terbarukan, maka materi
pelatihan dalam jangka waktu sampai 3 tahun akan mencakup semua materi tersebut. Pada Tahun I Tahun 2012, telah dilaksanakan kegiatan pelatihan
dalam rangka pemberdayaan masyarakat, yaitu pelatihan lingkungan; pelatihan teknik silvikultur mangrove; teknik kerajinan dan budidaya ikan;
pelatihan wirausaha, serta studi banding. Pada tahun 2013 dilakukan kegiatan pelatihan yang sama untuk komunitas masyarakat mangrove Desa
Lemo.
Selain dari perguruan tinggi, instruktur pelatihan juga akan melibatkan
petani tambak
sukses misalnya
dari Kabupaten
SubangBlanakan. Adapun target peserta adalah sebagai berikut: 1. Persemaian: ibu-ibu PKK
2. Penanaman: ibu-ibu dan pekerja tambak.
5. Infrastruktur a. Infrastruktur Persemaian dan Penanaman
Macam-macam infrastruktur dan peralatan yang perlu diadakan dalam kegiatan persemaian dan penanaman adalah: tempat pengelolaan
media, sarana bangunan air, pupuk dan pestisida serta sarana-sarana lain. Tempat pengelolaan media persemaian harus memenuhi persyaratan
dan harus ada perlengkapan seperti ruang khusus untuk gudang. Ruang gudang harus memenuhi syarat: tidak lembab dan ventilasinya harus cukup
baik.
1 Sarana pengairan Sarana pengairan di persemaian antara lain berupa paritsaluran
dan bak penampung air yang cukup memadai dengan keperluan. Disamping
itu, umumnya
persemaian tidak
terlalu menggantungkan air penyiraman dari hujan. Oleh karena itu
perlu adanya pompa air yang lengkap dengan peralatannyapipa penyalur air.
Untuk penyiraman persemaian dengan kurang dari 50.000 semai biasanya dilakukan dengan tangan, yaitu menggunakan gembor.
Sedang untuk persemaian dengan produksi bibitsemai lebih dari 50.000 semai akan lebih menguntungkan dengan menggunakan
pompa motor dengan penyiraman otomatis. Pada persemaian
modern penyiraman dilakukan dengan cara ”sprinkle irrigation” dengan cara ini air disemprotkan lewat spayer yang dapat diputar
seperti air mancur.
2 Jalan angkutan dan jalan inspeksi Jalan angkutan perlu dibuat untuk mengangkut bahan-bahan dan
peralatan yang diperlukan di persemaian termasuk untuk mengangkut semai-semai pada saat akan ditanam di lapangan.
Lebar jalan angkutan biasanya tidak kurang dari 2.5 meter sedang lebar jalan inspeksi antara 0.75-1.00 meter.
3 Pemagaran Persemaian Seringkali diabaikan karena fungsi pagar dirasakan tidak terlalu
penting. Tetapi bagi berbagai kondisi persemaian adanya pagar dirasakan tidak terlalu penting. Persemaian yang membutuhan
pagar biasanya dalam kondisi seringkali terjadi hembusan angin yang kencang dan adanya gangguan ternak. Pagar dibuat dari
kawat berduri agar ternak tidak masuk ke lokasi persemaian.
4 Pengadaan naungan Naungan dibuat dengan maksud untuk menghindarkan
kerusakan semai dari cahaya dan suhu udara yang berlebihan
serta kerusakan yang disebabkan oleh tempa air hujan. Tujuannya ialah untuk mendapatkan semai dengan pertumbuhan
yang baik dengan jalan memberikan cahaya serta suhu sesuai yang dibutuhkannya.
5 Sarana-sarana lain Sarana lain yang biasanya perlu disediakan antara lain adalah
alat-alat kerja seperti: a sabit, cetok, cangkul dan peralatan pemberantas hama dan penyakitsprayer, b gunting stek, alat
pruning, dan bak kecambah.
6. Penghijauan Lingkungan a. Tanaman Pelindung Jalur Pipa Pertamina
Pada tahun 2013 dilakukan penanaman tanaman pelindung jalur pipa pertamina dengan jenis tanaman trembesi, cemara, ketapang, dan
mangrove. Tujuan penanaman ini adalah untuk menjaga agar badan jalan di sepanjang jalur pipa Pertamina tidak menjadi rusak dan
lingkungan di sepanjang jalan menjadi nyaman dan teduh.
b. Tanaman Multiguna di Pemukiman
Pada tahun 2013 juga akan dilakukan kegiatan penanaman tanaman multiguna di lingkungan pemukiman masyarakat. Jenis tanaman
multiguna yang akan ditanam adalah mangga, rambutan, petai dan lain- lain yang akan disesuaikan dengan kondisi tempat tumbuh tanaman
tersebut.
7. Event
Kampung mangrove dengan energi terbarukan di Muara, Lemo dan Tanjung Pasir mempunyai posisi lokasi yang strategis, karena dekat dengan
pusat kegiatan ekonomi dan pembangunan, sehingga diharapkan menjadi show window kegiatan CSR Pertamina.
Kegiatanevent yang direncanakan berkaitan dengan program kampung mangrove antara lain peresmian kegiatan tahun ke II di Kampung
Mangrove dengan Energi Terbarukan, kerja bakti warga, dan kegiatan advertorial. Acara peresmian direncanakan akan dihadiri oleh SIKIB,
Kementerian Lingkungan Hidup, Pemda Tangerang, media masa dan masyarakat Kampung Mangrove Muara, Lemo dan Tanjung Pasir.
Deskripsi Kelembagaan Rehabilitasi Mangrove
Kegiatan rehabilitasi mangrove membentuk suatu kelembagaan komunitas yang tidak hanya berbentuk pranata atau norma sosial namun telah memiliki
kelompok sebagai wadah kelembagaan dalam kegiatan rehabilitasi mangrove. Interaksi antar anggota ataupun interaksi antar anggota dengan pihak lain
menunjukkan kelembagaan dalam kelompok rehabilitasi mangrove. Maka kelembagaan dalam rehabilitasi mangrove tersebut dapat dijelaskan melalui
kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan yaitu penyuluhan, penanaman, pemeliharaan dan pengawasan serta kunjungan ke kawasan mangrove.
1. Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan diawal kegiatan penanaman mangrove. Penyuluhan dilakukan dalam bentuk penyadaran akan pentingnya pohon
mangrove bagi masyarakat dan lingkungan. Kemudian dijelaskan pula proses-proses penanaman dan pemeliharaan. Penyuluhan difasilitasi oleh
penyelenggara kegiatan rehabilitasi mangrove. Selain melakukan penyuluhan adapun kunjungan ke kawasan mangrove di Muara Gembong
untuk melihat cara-cara menanam mangrove dengan menggunakan ajir di empang-empang.
2. Penanaman
Kegiatan pelaksanaan rehabilitasi mangrove telah membentuk suatu komunitas atau disebut Kelompok Aktif Semai, Tanam, Pelihara.
Pelaksanaan kegiatan dari pencarian benih, pernyemaian dan penanaman dilakukan oleh anggota kelompok sepenuhnya. Terdapat empat koordinator
dalam kelompok ini yakni koordinator pendidikan, koordinator tanam, dan koordinator semai. Seluruh anggota dan ketiga koordinator tersebut diketuai
oleh koordinator umum. Di awal pelaksanaan kegiatan rehabilitasi mangrove, kelompok ini telah dibagi menjadi dua yakni kelompok
penyemai dan penanam. Namun pada pelaksanaan kegiatan terakhir tidak ada lagi pembagian kelompok. Seluruh anggota dan koordinator kelompok
dapat mencari benih, menyemai, dan menanam tergantung kesanggupan masing-masing anggota. Hal ini disampaikan pula oleh AMN selaku
koordinator umum kelompok tersebut.
“Awalnya kelompok dibagi dua, kelompok penyemai dan kelompok penanam. Tapi lama-kelamaan semua anggota ikutan
menyemai dan menanam tidak harus sesuai pembagian kelompok ”
─ AMN Kemudian pernyataan ini juga didukung oleh pernyataan Bapak MNS.
“Dulu ada kelompok nanem tanam sama kelompok nyipuk semai, tapi sekarang mah bebas aja mau nanem sama nyipuk
” ─ MNS
Kegiatan penanaman mangrove diawali dengan mencari benih yang biasa disebut masyarakat desa dengan buah kayu. Benih yang didapatkan
dari hutan tersebut kemudian ada yang langsung di tanam di lahan, ada pula yang disemai terlebih dahulu oleh anggota kelompok. Kemudian benih yang
telah disemai bibit mangrove dan sudah siap ditanam, dapat di tanam di lahan yang telah ditentukan. Dari pencarian benih sampai penanaman,
anggota kelompok diupah untuk melakukan kegiatan tersebut. Kegiatan pencarian benih diupah seharga Rp. 50,00 per benih. Sedangkan untuk bibit
yang telah disemai seharga Rp 100,00 per bibit. Kemudian untuk penanaman dilakukan dengan dua bibit per lubang tanam. Sehingga upah
penanaman sebesar Rp 200,00 per tanam. Sehingga harga yang didapatkan anggota kelompok yang menanan adalah sebesar Rp 250,00-Rp 300,00 per
lubang tanamnya. Benih-benih yang dikumpulkan anggota dan benih-benih yang telah disemai anggota dijual kepada petugas lapangan yang kemudian
akan diberikan kembali kepada anggota kelompok untuk ditanam di lahan penanaman yang telah ditentukan. Hal tersebut juga dipaparkan oleh Bapak
AMN.
“untuk propagul benih mangrovebuah kayu dibayar Rp 50,00 per benih, kalo buat bibit semai harganya Rp 100,00 per bibit.
Tiap lubang diisi dua bibit, dib ayarnya Rp 200,00 per tanam”
─AMN
3. Pemeliharaan dan Pengawasan
Salah satu bentuk pemeliharaan yang dilakukan adalah penyulaman. Kegiatan dilakukan oleh masyarakat anggota kelompok aktif-semai-tanam
Komunitas Mangrove Swadaya Muara Ujung. Pemeliharaan dilakukan mengingat terdapat banyak kendala dalam pertumbuhan dari bibit mangrove
hingga menjadi pohon mangrove. Kendala yang paling sering ditemui di lapang adalah adanya hama ternak yang memakan daun-daun bibit
mangrove yang menyebabkan kematian pada tanaman mangrove. AMN juga mengatakan kebenaran adanya hama ternak tersebut.
“masalah utamanya itu kambing, kambing-kambing itu ya pada makanin daun-daun mangrove yang baru ditanam. Ya habislah.
Jadi mangrove yang ditanam pada mati. Makanya saya dan anggota lainnya kalo lagi lewat tempat penanaman ya sambil
mengusir kambing-kam
bing yang makanin daunnya”─AMN Kemudian selain itu juga dilakukan penyulaman dengan mengganti
tanaman yang mati dengan bibit yang baru. Pemeliharaan lebih banyak dilakukan oleh koordinator kelompok. Meskipun begitu kegiatan
pemeliharaan pernah dilakukan bersama-sama dengan seluruh anggota kelompok penanaman mangrove. Kegiatan tersebut rutin dilakukan
seminggu sekali dalam jangka waktu tiga bulan pada saat awal-awal pelaksanaan kegiatan. Pemeliharaan tersebut dalam bentuk penyulaman
pada tanaman yang mati di lahan. Kegiatan penyulaman tersebut pun dilakukan anggota dengan adanya upah untuk anggota yang ikut dalam
penyulaman.
Hasil Program
Kegiatan rehabilitasi mangrove memberikan dampak terhadap lingkungan khususnya dampak positif dalam mengembalikan eksistensi hutan mangrove di
Desa Muara yang telah rusak. Dampak positif dapat ditunjukkan mulai banyaknya tanaman-tanaman mangrove baru yang ditanam dilahan-lahan baik di tambak,
sungai, maupun pinggir pantai. Selain memberikan dampak positif terhadap lingkungan, rehabilitasi mangrove tersebut juga memberikan dampak ekonomi,
yatu kesempatan bekerja dan berusaha bagi masyarakat Desa Muara, khsusunya anggota komunitas penanam mangrove.
1. Dampak lingkungan Berdasarkan hasil laporan tahap III tahun 2013-2014 terdapat lima
lokasi penanaman, yaitu Tambak Simbu, Tambak Uncay, Tambak Kaligede, Tambak Karibum, dan Tambak Kimsong. Selain lokasi-lokasi
tersebut penanaman juga dilakukan di pinggir sungai dan pesisir pantai yang telah terkena abrasi. Namun kendala penanaman di pantai yakni
adanya ombak yang dapat menyebabkan tanaman mangrove yang baru ditanam rebah dan mati. Untuk menanggulanginya dilakukan penyulaman
terhadap tanaman mangrove yang mati.
Kegiatan rehabilitasi mangrove baru memasuki tahun ketiga sehingga belum banyak perubahan lingkungan yang terjadi. Dampak yang
terlihat langsung setelah adanya kegiatan rehabilitasi mangrove yakni mulai banyaknya tanaman-tanaman mangrove baru yang ditanam oleh kelompok
penanam mangrove tersebut.
2. Dampak ekonomi Rehabilitasi mangrove memberikan dampak ekonomi secara
langsung kepada anggota komunitas penanam mangrove. Hal ini dikarenakan anggota komunitas yang terlibat langsung dalam mencari
benih, penyemaian dan penanaman mendapatkan bayaran atau upah untuk setiap benih yang mereka cari, semai, dan tanam. Jumlah upah yang mereka
dapat tentu disesuaikan dengan jumlah benih yang mereka dapat, benih yang mereka semai, dan bibit yang mereka tanam. Seperti yang dijelaskan
sebelumnya, total upah yang mereka dapat jika melakukan pencarian benih di hutan, penyemaian, dan penanaman di lapang adalah sebesar Rp. 250,00-
Rp. 300,00 per tanaman yang ditanam.
AMN sendiri sebagai koordinator komunitas penanaman mangrove tersebut mengaku bahwa motivasi utama anggota penanaman adalah
motivasi ekonomi. Bahkan sebagian anggota menyebut dirinya sebagai ‘pekerja’ dalam kegiatan rehabilitasi mangrove tersebut.
“mereka anggota kelompok penanam mangrove, ada uang baru mau kerja. Jadi ya mereka nanem kalo disuruh aja, kalo ga ya
mereka kembali ke pekerjaannya masing-masing ” ─AMN
Dampak ekonomi juga dirasakan oleh masyarakat Desa Muara lainnya yang tidak tergabung dalam kegiatan rehabilitasi. Terlihat dari
peluang usaha yang timbul akibat kegiatan rehabilitasi mangrove. Contoh peluang usaha tersebut yakni rumah makan, saung peristirahatan, kolam
pemancingan dan lain-lain.
Ikthisar
Secara umum program CSR PT Pertamina terbagi atas dua program besar, yakni Program Pertamina Sobat Bumi dan Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan PKBL. Program Pertamina Sobat Bumi terdiri atas beberapa program. Program-program Pertamina Sobat Bumi yaitu Pertamina Sehati, Bright
with Pertamina, Green village, Ecopreneurship, Konservasi Kawasan Taman Nasional Gunung Leuseur, Desa Ekowisata Kampung Mangrove, dan Pertamina
peduli bencana alam. Sedangkan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PKBL terdiri dari program kemitraan dan program bina lingkungan. Dalam
penelitian ini program yang menjadi kajian adalah salah satu program pengembangan masyarakat berbasis ekosistem yakni program rehabilitasi
mangrove di Desa Muara, Kecamatan, Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Rangkaian kegiatan rehabilitasi mangrove terdiri dari persiapan, konservasi
jenis mangrove, rehabilitasi mangrove, pemberdayaan masyarakatpelatihan, infrastruktur, penghijauan lingkungan, dan event.
Deskripsi kelembagaan dapat dijelaskan dengan kegiatan yang sudah dilakukan pada program rehabilitasi mangrove di Desa Muara, yaitu penyuluhan,
penanaman, pemeliharaan dan pengawasan serta kunjungan ke kawasan mangrove. Penyuluhan dilakukan dalam bentuk penyadaran akan pentingnya pohon mangrove
bagi masyarakat dan lingkungan. Kemudian dijelaskan pula proses-proses penanaman dan pemeliharaan. Kegiatan penanaman mangrove diawali dengan
mencari benih yang biasa disebut masyarakat desa dengan buah kayu. Benih yang didapatkan dari hutan tersebut kemudian ada yang langsung di tanam di lahan, ada
pula yang disemai terlebih dahulu oleh anggota kelompok. Kemudian benih yang telah disemai bibit mangrove dan sudah siap ditanam, dapat di tanam di lahan
yang telah ditentukan. Dari pencarian benih sampai penanaman, anggota kelompok diupah untuk melakukan kegiatan tersebut. Kegiatan pencarian benih diupah
seharga Rp. 50,00 per benih. Sedangkan untuk bibit yang telah disemai seharga Rp 100,00 per bibit. Kemudian untuk penanaman dilakukan dengan dua bibit per
lubang tanam. Sehingga upah penanaman sebesar Rp 200,00 per tanam. Sehingga harga yang didapatkan anggota kelompok yang menanan adalah sebesar Rp 250,00-
Rp 300,00 per lubang tanamnya. Benih-benih yang dikumpulkan anggota dan benih-benih yang telah disemai anggota dijual kepada petugas lapangan yang
kemudian akan diberikan kembali kepada anggota kelompok untuk ditanam di lahan penanaman yang telah ditentukan. Pemeliharaan dilakukan dengan
penyulaman tanaman mangrove yang mati dan memeliharan tanaman mangrove dari gangguan hama atau ternak. Pada awalnya kegiatan pemeliharaan dilakukan
dengan pemberian upah kepada seluruh anggota, namun kemudian pemeliharaan tidak lagi dilakukan dengan pemberian upah sehingga pemeliharaan hanya
dilakukan oleh koordinator.
Hasil program rehabilitasi dapat dilihat dari dua aspek yakni dampak ekonomi dan dampak lingkungan. Dampak ekonomi yakni terbukanya peluang
kerja bagi masyarakat yang bersedia bergabung dalam kelompok rehabilitasi mangrove, selain itu terbukanya peluang usaha seperti kolam pemancingan dan
ekowisata. Kemudian karena program rehabilitasi mangrove baru berjalan tiga tahun sehingga dampak lingkungan yang terlihat adalah mulai banyaknya tanaman
mangrove muda yang tumbuh di lahan-lahan rusak.