7 27 Kelembagaan Dan Adaptasi Ekologi Komunitas Desa Muara Dalam Rehabilitasi Mangrove

pemerintah daerah yaitu BLH Kabupaten Tangerang dan pemerintah Kecamatan Teluk Naga, pemerintah pusat KLH dan dunia usaha lain yang mempunyai kegiatan di sekitar lokasi proyek. Dalam kegiatan ini termasuk juga pengembangan kelembagaan kampung mangrove dengan energi terbarukan.

d. Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan dalam dua bentuk yaitu 1 Stakeholders Mapping dan 2 Perencanaan rehabilitasi penataan areal proyek. Stakeholders mapping dilaksanakan untuk mengetahui: a Posisi masyarakat dan Pemda setempat terhadap proyek. b Kebutuhan dan keinginan masyarakat terhadap proyek. Perencanaan rehabilitasi lebih menekankan terhadap penelitian perencanaan rehabilitasi mangrove agar tingkat keberhasilan kegiatan rehabilitasi dapat optimal. Penelitian ini terdiri atas: a Penelitian jenis mangrove yang cocok untuk tumbuh baik di kawasan Tanjung Pasir. b Penelitian teknik silvikultur teknik penanaman dan desain penanaman yang mendukung keberhasilan rehabilitasi mangrove. c Konservasi jenis mangrove Kawasan mangrove di Teluk Naga memiliki tanah yang berpasir dan karat hara miskin unsur hara sehingga berdasarkan studi literatur jenis yang cocok untuk ditanam di kawasan tersebut adalah Rhizophora stilosa.

2. Konservasi Jenis Mangrove

Program Konservasi Jenis Mangrove sangat perlu dilakukan, karena pada umumnya selama ini kegiatan rehabilitasi mangrove hanya menanam dari jenis bakau Rhizophora sp. saja. Hal ini disebabkan karena tidak tersedianya bibit dari jenis mangrove yang lainnya, karena belum banyak diketahui proses regenerasi dari jenis mangrove yang lainnya tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya konservasi jenis mangrove yang lainnya agar ekosistem mangrove tetap terjaga dan lestari.

3. Rehabilitasi Mangrove Luas Area Rehabilitasi dan Kebutuhan Bibit Mangrove

Berdasarkan laporan dari BPDAS Citarum –Ciliwung 2008, kerusakan hutan mangrove di Kab. Tangerang mencapai 371 ha, diantaranya berada di wilayah Kec. Teluk Naga seluas 118 ha. Areal tersebut perlu direhabilitasi agar fungsi dan manfaat hutan mangrove dapat dirasakan masyarakat. Berdasarkan perhitungan kebutuhan bibit 3000 batang per hektar, maka total kebutuhan bibit rehabilitasi mangrove di Kab Tangerang sebanyak 1.113.000 bibit. Pada tahun pertama 2012 telah dilaksanakan penanaman sebanyak 75.000 batang mangrove dan pada tahun ke 2 2013 akan dilaksakan penanaman sebanyak 300.000 batang tanaman mangrove. Persemaian Untuk mendukung kegiatan rehabilitasi mangrove, pada Tahun II, telah disiapkan 25.000 bibit mangrove dari kegiatan persemaian tahun pertama. Selanjutnya akan disiapkan bibit sebanyak 275.000 batang untuk kegiatan penanaman dan juga akan dilakukan pembuatan bibit sebanyak 60. 000 bibit di persemaian untuk kegiatan penyulaman. Bibit tanaman mangrove yang dipilih untuk kegiatan rehabilitasi mangrove dalam kegiatan ini yaitu Rhizophora sp. bakau dan Avicennia sp. api-api, yang tersedia dalam jumlah yang cukup di sekitar lokasi kegiatan. Anakan alam, khususnya untuk jenis bakau dengan daun rata-rata 4-5 helai atau lebih banyak tersedia di sekitar lokasi dan dalam keadaan siap tanam. Dengan demikian untuk kebutuhan bibit diperkirakan tidak akan menemui permasalahan. Pemilihan kedua jenis mangrove ini didasarkan pada tingkat kesesuaian lahan dan ketersediaan bibit, serta fungsi dan manfaat jenis tersebut. Sesuai dengan ketersediaan bibit di lokasi, pada Tahun I proporsi jenis yang akan ditanam adalah 60 jenis bakau dan 40 jenis api-api. Adapun pada tahun kedua dan ketiga proporsi jenis api-api akan ditingkatkan karena jenis ini buahnya dapat dimanfaatkandimakan antara lain untuk bahan kue sehingga disamping manfaat lingkungan juga sebagai alternatif pendapatan khususnya bagi ibu-ibu rumah tangga. Penanaman Realisasi penanaman Tahun I difokuskan di sekitar lokasi pembibitan, yaitu di Desa Muara, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 6. Lokasi penanaman tersebut berada di areal tambak milik masyarakat, sempadan sungai, dan lahan terlantar. Penanaman di areal tambak akan difokuskan pada galengan dengan jarak tanam 0.5 m dan diperkirakan rata- rata kebutuhan bibit per hektar sebanyak 1200 bibit. Pada tahun 2012, telah dilaksanakan penanaman sebanyak 75.000 batang dan lokasi penanaman dikonsentrasikan pada areal di sekitar pembibitan di Desa Muara seperti yang disajikan pada Gambar 6. Selanjutnya pada tahun II 2013 dilakukan penanaman sebanyak 300.000 batang mangrove di 3 tiga desa, yaitu Desa Muara, Desa Lemo, dan Desa Tanjung Pasir. Lokasi penanaman memiliki kondisi fisik lahan berupa areal tambak dan areal tanah terlantar. Kedalaman tambak 0.5 – 1.5 meter, sedangkan tanah yang masih terlantar pada saat pasang air laut bisa tergenang sampai 1 m dan keringtidak tergenang pada saat surut. Berbagai faktor seperti tinggi air pasang, kestabilan tanah, salinitas dan kondisi topografi mempengaruhi pertumbuhan spesies mangrove. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi terhadap kondisi fisik lahan sebelum kegiatan penanaman sehingga diperoleh jenis tanaman yang cocok dengan kondisi lokasi. Berdasarkan informasi sementara di lapangan tinggi air pasang dapat mencapai 1.5 m, tanah berlumpur dan relatif stabil, serta topografi datar sampai landai. Sumber: Laporan Tahap III Tahun 2013-2014 CSR PT Pertamina Gambar 6 Penanaman yang telah dilakukan pada tahun 2012 Pemeliharaan Kegiatan rehabilitasi hutan mangrove tentunya tidak akan berhasil jika tidak dilakukan pemeliharaan secara teratur dan intensif. Oleh karena itu, pada kegiatan ini direncanakan akan dilakukan pemeliharaan terhadap pohon-pohon mangrove pasca penanaman tahun 2012 dan rencana pemeliharaan tanaman tahun 2013 selama 3 tiga tahun. Salah satu pemeliharaan yang dilakukan yakni penyulaman tanaman mangrove yang mati. Berdasarkan laporan, sampai dengan akhir kegiatan Tahap III, telah dilakukan penyulaman pada sisi tambak dan sisi sungai di Desa Muara dan Desa Lemo sebanyak 23.050 bibit. Tanam yang digunakan untuk penyulaman antara lain bakau minyak Rhizophora apioulata dan bakau merah Rhizophora muoronata. Lokasi, jumlah, dan jenis tanaman, serta teknik penanaman dalam rangka kegiatan penyulaman di Desa Muara dan Desa Lemo dapat dilihat pada Lampiran 7.

4. Pemberdayaan MasyarakatPelatihan

Kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan dalam kegiatanproyek ini adalah berupa berbagai kegiatan pelatihan. Sesuai dengan tujuan sebagai kampung mangrove, pusat edukasi, ekowisata, dan desa percontohan dalam pemanfaatan energi terbarukan, maka materi pelatihan dalam jangka waktu sampai 3 tahun akan mencakup semua materi tersebut. Pada Tahun I Tahun 2012, telah dilaksanakan kegiatan pelatihan dalam rangka pemberdayaan masyarakat, yaitu pelatihan lingkungan; pelatihan teknik silvikultur mangrove; teknik kerajinan dan budidaya ikan; pelatihan wirausaha, serta studi banding. Pada tahun 2013 dilakukan kegiatan pelatihan yang sama untuk komunitas masyarakat mangrove Desa Lemo. Selain dari perguruan tinggi, instruktur pelatihan juga akan melibatkan petani tambak sukses misalnya dari Kabupaten SubangBlanakan. Adapun target peserta adalah sebagai berikut: 1. Persemaian: ibu-ibu PKK 2. Penanaman: ibu-ibu dan pekerja tambak.

5. Infrastruktur a. Infrastruktur Persemaian dan Penanaman

Macam-macam infrastruktur dan peralatan yang perlu diadakan dalam kegiatan persemaian dan penanaman adalah: tempat pengelolaan media, sarana bangunan air, pupuk dan pestisida serta sarana-sarana lain. Tempat pengelolaan media persemaian harus memenuhi persyaratan dan harus ada perlengkapan seperti ruang khusus untuk gudang. Ruang gudang harus memenuhi syarat: tidak lembab dan ventilasinya harus cukup baik. 1 Sarana pengairan Sarana pengairan di persemaian antara lain berupa paritsaluran dan bak penampung air yang cukup memadai dengan keperluan. Disamping itu, umumnya persemaian tidak terlalu menggantungkan air penyiraman dari hujan. Oleh karena itu perlu adanya pompa air yang lengkap dengan peralatannyapipa penyalur air. Untuk penyiraman persemaian dengan kurang dari 50.000 semai biasanya dilakukan dengan tangan, yaitu menggunakan gembor. Sedang untuk persemaian dengan produksi bibitsemai lebih dari 50.000 semai akan lebih menguntungkan dengan menggunakan pompa motor dengan penyiraman otomatis. Pada persemaian modern penyiraman dilakukan dengan cara ”sprinkle irrigation” dengan cara ini air disemprotkan lewat spayer yang dapat diputar seperti air mancur. 2 Jalan angkutan dan jalan inspeksi Jalan angkutan perlu dibuat untuk mengangkut bahan-bahan dan peralatan yang diperlukan di persemaian termasuk untuk mengangkut semai-semai pada saat akan ditanam di lapangan. Lebar jalan angkutan biasanya tidak kurang dari 2.5 meter sedang lebar jalan inspeksi antara 0.75-1.00 meter. 3 Pemagaran Persemaian Seringkali diabaikan karena fungsi pagar dirasakan tidak terlalu penting. Tetapi bagi berbagai kondisi persemaian adanya pagar dirasakan tidak terlalu penting. Persemaian yang membutuhan pagar biasanya dalam kondisi seringkali terjadi hembusan angin yang kencang dan adanya gangguan ternak. Pagar dibuat dari kawat berduri agar ternak tidak masuk ke lokasi persemaian. 4 Pengadaan naungan Naungan dibuat dengan maksud untuk menghindarkan kerusakan semai dari cahaya dan suhu udara yang berlebihan serta kerusakan yang disebabkan oleh tempa air hujan. Tujuannya ialah untuk mendapatkan semai dengan pertumbuhan yang baik dengan jalan memberikan cahaya serta suhu sesuai yang dibutuhkannya. 5 Sarana-sarana lain Sarana lain yang biasanya perlu disediakan antara lain adalah alat-alat kerja seperti: a sabit, cetok, cangkul dan peralatan pemberantas hama dan penyakitsprayer, b gunting stek, alat pruning, dan bak kecambah.

6. Penghijauan Lingkungan a. Tanaman Pelindung Jalur Pipa Pertamina

Pada tahun 2013 dilakukan penanaman tanaman pelindung jalur pipa pertamina dengan jenis tanaman trembesi, cemara, ketapang, dan mangrove. Tujuan penanaman ini adalah untuk menjaga agar badan jalan di sepanjang jalur pipa Pertamina tidak menjadi rusak dan lingkungan di sepanjang jalan menjadi nyaman dan teduh.

b. Tanaman Multiguna di Pemukiman

Pada tahun 2013 juga akan dilakukan kegiatan penanaman tanaman multiguna di lingkungan pemukiman masyarakat. Jenis tanaman multiguna yang akan ditanam adalah mangga, rambutan, petai dan lain- lain yang akan disesuaikan dengan kondisi tempat tumbuh tanaman tersebut.

7. Event

Kampung mangrove dengan energi terbarukan di Muara, Lemo dan Tanjung Pasir mempunyai posisi lokasi yang strategis, karena dekat dengan pusat kegiatan ekonomi dan pembangunan, sehingga diharapkan menjadi show window kegiatan CSR Pertamina. Kegiatanevent yang direncanakan berkaitan dengan program kampung mangrove antara lain peresmian kegiatan tahun ke II di Kampung Mangrove dengan Energi Terbarukan, kerja bakti warga, dan kegiatan advertorial. Acara peresmian direncanakan akan dihadiri oleh SIKIB, Kementerian Lingkungan Hidup, Pemda Tangerang, media masa dan masyarakat Kampung Mangrove Muara, Lemo dan Tanjung Pasir. Deskripsi Kelembagaan Rehabilitasi Mangrove Kegiatan rehabilitasi mangrove membentuk suatu kelembagaan komunitas yang tidak hanya berbentuk pranata atau norma sosial namun telah memiliki kelompok sebagai wadah kelembagaan dalam kegiatan rehabilitasi mangrove. Interaksi antar anggota ataupun interaksi antar anggota dengan pihak lain menunjukkan kelembagaan dalam kelompok rehabilitasi mangrove. Maka kelembagaan dalam rehabilitasi mangrove tersebut dapat dijelaskan melalui kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan yaitu penyuluhan, penanaman, pemeliharaan dan pengawasan serta kunjungan ke kawasan mangrove.

1. Penyuluhan

Penyuluhan dilakukan diawal kegiatan penanaman mangrove. Penyuluhan dilakukan dalam bentuk penyadaran akan pentingnya pohon mangrove bagi masyarakat dan lingkungan. Kemudian dijelaskan pula proses-proses penanaman dan pemeliharaan. Penyuluhan difasilitasi oleh penyelenggara kegiatan rehabilitasi mangrove. Selain melakukan penyuluhan adapun kunjungan ke kawasan mangrove di Muara Gembong untuk melihat cara-cara menanam mangrove dengan menggunakan ajir di empang-empang.

2. Penanaman

Kegiatan pelaksanaan rehabilitasi mangrove telah membentuk suatu komunitas atau disebut Kelompok Aktif Semai, Tanam, Pelihara. Pelaksanaan kegiatan dari pencarian benih, pernyemaian dan penanaman dilakukan oleh anggota kelompok sepenuhnya. Terdapat empat koordinator dalam kelompok ini yakni koordinator pendidikan, koordinator tanam, dan koordinator semai. Seluruh anggota dan ketiga koordinator tersebut diketuai oleh koordinator umum. Di awal pelaksanaan kegiatan rehabilitasi mangrove, kelompok ini telah dibagi menjadi dua yakni kelompok penyemai dan penanam. Namun pada pelaksanaan kegiatan terakhir tidak ada lagi pembagian kelompok. Seluruh anggota dan koordinator kelompok dapat mencari benih, menyemai, dan menanam tergantung kesanggupan masing-masing anggota. Hal ini disampaikan pula oleh AMN selaku koordinator umum kelompok tersebut. “Awalnya kelompok dibagi dua, kelompok penyemai dan kelompok penanam. Tapi lama-kelamaan semua anggota ikutan menyemai dan menanam tidak harus sesuai pembagian kelompok ” ─ AMN Kemudian pernyataan ini juga didukung oleh pernyataan Bapak MNS. “Dulu ada kelompok nanem tanam sama kelompok nyipuk semai, tapi sekarang mah bebas aja mau nanem sama nyipuk ” ─ MNS Kegiatan penanaman mangrove diawali dengan mencari benih yang biasa disebut masyarakat desa dengan buah kayu. Benih yang didapatkan dari hutan tersebut kemudian ada yang langsung di tanam di lahan, ada pula yang disemai terlebih dahulu oleh anggota kelompok. Kemudian benih yang telah disemai bibit mangrove dan sudah siap ditanam, dapat di tanam di lahan yang telah ditentukan. Dari pencarian benih sampai penanaman, anggota kelompok diupah untuk melakukan kegiatan tersebut. Kegiatan pencarian benih diupah seharga Rp. 50,00 per benih. Sedangkan untuk bibit yang telah disemai seharga Rp 100,00 per bibit. Kemudian untuk penanaman dilakukan dengan dua bibit per lubang tanam. Sehingga upah penanaman sebesar Rp 200,00 per tanam. Sehingga harga yang didapatkan anggota kelompok yang menanan adalah sebesar Rp 250,00-Rp 300,00 per lubang tanamnya. Benih-benih yang dikumpulkan anggota dan benih-benih yang telah disemai anggota dijual kepada petugas lapangan yang kemudian akan diberikan kembali kepada anggota kelompok untuk ditanam di lahan penanaman yang telah ditentukan. Hal tersebut juga dipaparkan oleh Bapak AMN. “untuk propagul benih mangrovebuah kayu dibayar Rp 50,00 per benih, kalo buat bibit semai harganya Rp 100,00 per bibit. Tiap lubang diisi dua bibit, dib ayarnya Rp 200,00 per tanam” ─AMN

3. Pemeliharaan dan Pengawasan

Salah satu bentuk pemeliharaan yang dilakukan adalah penyulaman. Kegiatan dilakukan oleh masyarakat anggota kelompok aktif-semai-tanam Komunitas Mangrove Swadaya Muara Ujung. Pemeliharaan dilakukan mengingat terdapat banyak kendala dalam pertumbuhan dari bibit mangrove hingga menjadi pohon mangrove. Kendala yang paling sering ditemui di lapang adalah adanya hama ternak yang memakan daun-daun bibit mangrove yang menyebabkan kematian pada tanaman mangrove. AMN juga mengatakan kebenaran adanya hama ternak tersebut. “masalah utamanya itu kambing, kambing-kambing itu ya pada makanin daun-daun mangrove yang baru ditanam. Ya habislah. Jadi mangrove yang ditanam pada mati. Makanya saya dan anggota lainnya kalo lagi lewat tempat penanaman ya sambil mengusir kambing-kam bing yang makanin daunnya”─AMN Kemudian selain itu juga dilakukan penyulaman dengan mengganti tanaman yang mati dengan bibit yang baru. Pemeliharaan lebih banyak dilakukan oleh koordinator kelompok. Meskipun begitu kegiatan pemeliharaan pernah dilakukan bersama-sama dengan seluruh anggota kelompok penanaman mangrove. Kegiatan tersebut rutin dilakukan seminggu sekali dalam jangka waktu tiga bulan pada saat awal-awal pelaksanaan kegiatan. Pemeliharaan tersebut dalam bentuk penyulaman pada tanaman yang mati di lahan. Kegiatan penyulaman tersebut pun dilakukan anggota dengan adanya upah untuk anggota yang ikut dalam penyulaman. Hasil Program Kegiatan rehabilitasi mangrove memberikan dampak terhadap lingkungan khususnya dampak positif dalam mengembalikan eksistensi hutan mangrove di Desa Muara yang telah rusak. Dampak positif dapat ditunjukkan mulai banyaknya tanaman-tanaman mangrove baru yang ditanam dilahan-lahan baik di tambak, sungai, maupun pinggir pantai. Selain memberikan dampak positif terhadap lingkungan, rehabilitasi mangrove tersebut juga memberikan dampak ekonomi, yatu kesempatan bekerja dan berusaha bagi masyarakat Desa Muara, khsusunya anggota komunitas penanam mangrove. 1. Dampak lingkungan Berdasarkan hasil laporan tahap III tahun 2013-2014 terdapat lima lokasi penanaman, yaitu Tambak Simbu, Tambak Uncay, Tambak Kaligede, Tambak Karibum, dan Tambak Kimsong. Selain lokasi-lokasi tersebut penanaman juga dilakukan di pinggir sungai dan pesisir pantai yang telah terkena abrasi. Namun kendala penanaman di pantai yakni adanya ombak yang dapat menyebabkan tanaman mangrove yang baru ditanam rebah dan mati. Untuk menanggulanginya dilakukan penyulaman terhadap tanaman mangrove yang mati. Kegiatan rehabilitasi mangrove baru memasuki tahun ketiga sehingga belum banyak perubahan lingkungan yang terjadi. Dampak yang terlihat langsung setelah adanya kegiatan rehabilitasi mangrove yakni mulai banyaknya tanaman-tanaman mangrove baru yang ditanam oleh kelompok penanam mangrove tersebut. 2. Dampak ekonomi Rehabilitasi mangrove memberikan dampak ekonomi secara langsung kepada anggota komunitas penanam mangrove. Hal ini dikarenakan anggota komunitas yang terlibat langsung dalam mencari benih, penyemaian dan penanaman mendapatkan bayaran atau upah untuk setiap benih yang mereka cari, semai, dan tanam. Jumlah upah yang mereka dapat tentu disesuaikan dengan jumlah benih yang mereka dapat, benih yang mereka semai, dan bibit yang mereka tanam. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, total upah yang mereka dapat jika melakukan pencarian benih di hutan, penyemaian, dan penanaman di lapang adalah sebesar Rp. 250,00- Rp. 300,00 per tanaman yang ditanam. AMN sendiri sebagai koordinator komunitas penanaman mangrove tersebut mengaku bahwa motivasi utama anggota penanaman adalah motivasi ekonomi. Bahkan sebagian anggota menyebut dirinya sebagai ‘pekerja’ dalam kegiatan rehabilitasi mangrove tersebut. “mereka anggota kelompok penanam mangrove, ada uang baru mau kerja. Jadi ya mereka nanem kalo disuruh aja, kalo ga ya mereka kembali ke pekerjaannya masing-masing ” ─AMN Dampak ekonomi juga dirasakan oleh masyarakat Desa Muara lainnya yang tidak tergabung dalam kegiatan rehabilitasi. Terlihat dari peluang usaha yang timbul akibat kegiatan rehabilitasi mangrove. Contoh peluang usaha tersebut yakni rumah makan, saung peristirahatan, kolam pemancingan dan lain-lain. Ikthisar Secara umum program CSR PT Pertamina terbagi atas dua program besar, yakni Program Pertamina Sobat Bumi dan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PKBL. Program Pertamina Sobat Bumi terdiri atas beberapa program. Program-program Pertamina Sobat Bumi yaitu Pertamina Sehati, Bright with Pertamina, Green village, Ecopreneurship, Konservasi Kawasan Taman Nasional Gunung Leuseur, Desa Ekowisata Kampung Mangrove, dan Pertamina peduli bencana alam. Sedangkan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PKBL terdiri dari program kemitraan dan program bina lingkungan. Dalam penelitian ini program yang menjadi kajian adalah salah satu program pengembangan masyarakat berbasis ekosistem yakni program rehabilitasi mangrove di Desa Muara, Kecamatan, Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Rangkaian kegiatan rehabilitasi mangrove terdiri dari persiapan, konservasi jenis mangrove, rehabilitasi mangrove, pemberdayaan masyarakatpelatihan, infrastruktur, penghijauan lingkungan, dan event. Deskripsi kelembagaan dapat dijelaskan dengan kegiatan yang sudah dilakukan pada program rehabilitasi mangrove di Desa Muara, yaitu penyuluhan, penanaman, pemeliharaan dan pengawasan serta kunjungan ke kawasan mangrove. Penyuluhan dilakukan dalam bentuk penyadaran akan pentingnya pohon mangrove bagi masyarakat dan lingkungan. Kemudian dijelaskan pula proses-proses penanaman dan pemeliharaan. Kegiatan penanaman mangrove diawali dengan mencari benih yang biasa disebut masyarakat desa dengan buah kayu. Benih yang didapatkan dari hutan tersebut kemudian ada yang langsung di tanam di lahan, ada pula yang disemai terlebih dahulu oleh anggota kelompok. Kemudian benih yang telah disemai bibit mangrove dan sudah siap ditanam, dapat di tanam di lahan yang telah ditentukan. Dari pencarian benih sampai penanaman, anggota kelompok diupah untuk melakukan kegiatan tersebut. Kegiatan pencarian benih diupah seharga Rp. 50,00 per benih. Sedangkan untuk bibit yang telah disemai seharga Rp 100,00 per bibit. Kemudian untuk penanaman dilakukan dengan dua bibit per lubang tanam. Sehingga upah penanaman sebesar Rp 200,00 per tanam. Sehingga harga yang didapatkan anggota kelompok yang menanan adalah sebesar Rp 250,00- Rp 300,00 per lubang tanamnya. Benih-benih yang dikumpulkan anggota dan benih-benih yang telah disemai anggota dijual kepada petugas lapangan yang kemudian akan diberikan kembali kepada anggota kelompok untuk ditanam di lahan penanaman yang telah ditentukan. Pemeliharaan dilakukan dengan penyulaman tanaman mangrove yang mati dan memeliharan tanaman mangrove dari gangguan hama atau ternak. Pada awalnya kegiatan pemeliharaan dilakukan dengan pemberian upah kepada seluruh anggota, namun kemudian pemeliharaan tidak lagi dilakukan dengan pemberian upah sehingga pemeliharaan hanya dilakukan oleh koordinator. Hasil program rehabilitasi dapat dilihat dari dua aspek yakni dampak ekonomi dan dampak lingkungan. Dampak ekonomi yakni terbukanya peluang kerja bagi masyarakat yang bersedia bergabung dalam kelompok rehabilitasi mangrove, selain itu terbukanya peluang usaha seperti kolam pemancingan dan ekowisata. Kemudian karena program rehabilitasi mangrove baru berjalan tiga tahun sehingga dampak lingkungan yang terlihat adalah mulai banyaknya tanaman mangrove muda yang tumbuh di lahan-lahan rusak.