KAJIAN PUSTAKA
2.1.5 Hasil Belajar
2.1.5.1 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami kegiatan belajar yang dirumuskan dalam tujuan. Tujuan tersebut mencakup deskripsi tentang perubahan perilaku yang diinginkan atau deskripsi produk yang menunjukkan bahwa belajar telah terjadi (Rifa’i, 2012:69).
Susanto (2013:5-6) menjelaskan makna hasil belajar sebagai perubahan- perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Secara sederhana, hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh setelah melalui kegiatan belajar. Untuk mengetahui apakah hasil belajar yang dicapai telah sesuai dengan tujuan Susanto (2013:5-6) menjelaskan makna hasil belajar sebagai perubahan- perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Secara sederhana, hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh setelah melalui kegiatan belajar. Untuk mengetahui apakah hasil belajar yang dicapai telah sesuai dengan tujuan
Krathwohl (dalam kosasih, 2015:21-24) menjelaskan pengklasifikasian hasil belajar pada ranah kognitif berdasarkan taksonomi Bloom sebagai berikut.
C.1. Mengingat (Remember) Pada tingkat ini, siswa dituntut mengenali kembali suatu objek, ide, prosedur, prinsip, atau teori yang pernah diketahui selama proses pembelajaran, tanpa memanipulasikannya ke bentuk atau simbol lain. Tingkat ini ditandai dengan aktivitas siswa yang bersifat hafalan. Kata Kerja Operasional (KKO) yang dapat digunakan sebagai indikator yaitu mengutip, menyebutkan, mendaftar, menunjukkan, melabeli, memasangkan, menamai, menandai, meniru, mencatat, mengulang, memilih, menyatakan, memberi kode, menomori, menelusuri, dan menuliskan kembali.
C.2. Memahami (Understand) Pada tingkat ini, siswa dituntut mengerti suatu konsep, rumus, atau fakta kemudian ditafsirkan dan dinyatakan dengan kata-kata sendiri. KKO yang dapat digunakan sebagai indikator yaitu memperkirakan, memprediksi, menjelaskan, menerangkan, mengemukakan, mengkategorikan, mencirikan, memerinci, menguraikan, menjabarkan, mengasosiasikan, membandingkan, menghitung, C.2. Memahami (Understand) Pada tingkat ini, siswa dituntut mengerti suatu konsep, rumus, atau fakta kemudian ditafsirkan dan dinyatakan dengan kata-kata sendiri. KKO yang dapat digunakan sebagai indikator yaitu memperkirakan, memprediksi, menjelaskan, menerangkan, mengemukakan, mengkategorikan, mencirikan, memerinci, menguraikan, menjabarkan, mengasosiasikan, membandingkan, menghitung,
C.3. Menerapkan (Apply) Menerapkan merupakan kemampuan melakukan atau mengembangkan sesuatu sebagai wujud dari pemahaman konsep tertentu. Pada tingkat ini, siswa dituntut mempunyai kemampuan untuk menyeleksi suatu abstraksi tertentu (konsep, dalil, aturan, gagasan) secara tepat untuk diterapkan dalam situasi baru. KKO yang dapat digunakan sebagai indikator yaitu melakukan, mengurutkan, menyusun, menyesuaikan, mengkalkulasi, memodifikasi, menghitung, membangun, membuat, membiasakan, menggambarkan, menggunakan, mengoperasikan, memproduksi, memproses, dan mengaitkan.
C.4. Menganalisis (Analize) Menganalisis merupakan kemampuan memisahkan suatu fakta atau konsep menjadi beberapa komponen dan menghubungkan satu sama lain untuk memperoleh pemahaman atas konsep tersebut secara utuh. Pada tingkat ini, siswa diminta untuk menganalisis hubungan atau situasi yang kompleks atas konsep- konsep dasar. KKO yang dapat digunakan sebagai indikator yaitu menganalisis, menelaah, mengidentifikasi, memaknai, menguraikan, memerinci, memilih, mengaudit, memecahkan masalah, mendeteksi, mendiagnosis, mendiagramkan, mengkorelasikan, merasionalkan, menjelajah, menyimpulkan, menemukan, dan mengukur.
C.5. Evaluasi (evaluate)
Mengevaluasi merupakan kemampuan dalam menunjukkan kelebihan dan kelemahan sesuatu berdasarkan kriteria tertentu. Termasuk dalam kemampuan ini yaitu memberi tanggapan, kritik, dan saran. KKO yang dapat digunakan sebagai indikator yaitu menilai, mengkritik, memutuskan, menanggapi, mengomentari, mengulas, menunjukkan kelebihan/kekurangan, serta menyarankan.
C.6. Mencipta (Create) Mencipta merupakan kompetensi kognitif paling tinggi, sebagai perpaduan sekaligus pemuncak dari kompetensi-kompetensi lainnya. Mencipta merupakan kemampuan ideal yang seharusnya dimiliki oleh seorang siswa setelah mempelajari kompetensi tertentu. KKO yang dapat digunakan sebagai indikator yaitu merumuskan, merencanakan, memproduksi, dan lain sebagainya.
Selain ranah kognitif, hasil belajar pada ranah afektif dan psikomor juga diklasifikasikan menjadi beberapa tingkat. Kosasih (2015:18-27) menjelaskan hasil belajar pada ranah afektif dan psikomotor sebagai berikut.
a. Ranah afektif, mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan emosi yaitu:
1) penerimaan (receiving), berarti kemauan untuk menunjukkan perhatian dan penghargaan terhadap materi, ide, karya, atau keberadaan seseorang. KKO yang dapat digunakan yaitu menanyakan, mengikuti, memberi, menahan, mengendalikan diri, mengidentifikasi, memperhatikan, memperhatikan dan menjawab;
2) penanggapan (responding), merupakan kemampuan untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan termotivasi untuk segera beraksi dan 2) penanggapan (responding), merupakan kemampuan untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan termotivasi untuk segera beraksi dan
3) penilaian (valuing), merupakan kemampuan untuk meninjau baik atau tidaknya suatu hal, keadaan, peristiwa, dan perbuatan. KKO yang dapat digunakan yaitu menunjukkan, mendemonstrasikan, memilih, membedakan, mengikuti, meminta, memenuhi, menjelaskan, membentuk, berinisiatif, melaksanakan, memprakarsai, menjustifikasi, mengusulkan, melaporkan, menginterpretasikan, membenarkan, menolak, menyatakan, dan mempertahankan pendapat;
4) pengorganisasian (organization), merupakan kemampuan membentuk sistem nilai dengan mengharmonisasikan perbedaan-perbedaan yang mungkin ada. KKO yang dapat digunakan yaitu merancang, mengatur, mengidentifikasi, mengkombinasi, mengorganisasi, merumuskan, menyamakan, mempertahankan, menghubungkan, mengintegrasi, menjelaskan, mengaitkan, menggabungkan, memperbaiki, menyepakati, menyusun, menyempurnakan, menyatukan, pendapat, menyesuaikan, melengkapi, membandingkan, dan memodifikasi;
5) Karakterisasi
merupakan kemampuan untuk menghayati atau mengamalkan suatu sistem nilai. KKO yang dapat digunakan yaitu mematuhi, menaati, melakukan, mempertahankan, memperlihatkan, menunjukkan, menyatakan, membedakan, memisahkan,
(characterization), (characterization),
b. Ranah psikomotor meliputi gerakan dan koordinasi jasmani, keterampilan motorik, dan kemampuan fisik. Terdapat tujuh kategori ranah psikomotor dari tingkat sederhana hingga tingkat rumit, yaitu.
1) Persepsi, merupakan kemampuan menggunakan saraf sensorif dalam menginterpretasikan sesuatu. KKO yang dapat digunakan yaitu mendeteksi, mempersiapkan diri, memilih, menghubungkan, menggambarkan, mengidentifikasi, mengisolasi, membedakan, dan menyeleksi.
2) Kesiapan, merupakan kemampuan untuk mengkondisikan diri secaramental, fisik, dan emosi. KKO yang dapat digunakan yaitu memulai, mengawali, memprakarsai, membantu, memperlihatkan, mempersiapkan diri, menunjukkan, dan mendemonstrasikan.
3) Reaksi yang diarahkan, merupakan kemampuan untuk melakukan suatu keterampilan yang kompleks dengan bimbingan guru. KKOyang dapat digunakan yaitu meniru, mengadaptasi, mengkonversi, mengikuti, mencoba, mempraktikkan, mengerjakan, membuat, memasang, beraksi, dan menanggapi.
4) Rekasi natural, merupakan kemampuan untuk melakukan kegiatan pada tingkat keterampilan tahap yang lebih sulit, namun masih bersifat umum. KKO yang dapat digunakan yaitu mengoperasikan, membangun, 4) Rekasi natural, merupakan kemampuan untuk melakukan kegiatan pada tingkat keterampilan tahap yang lebih sulit, namun masih bersifat umum. KKO yang dapat digunakan yaitu mengoperasikan, membangun,
5) Reaksi yang kompleks, merupakan kemampuan untuk melakukan kemahiran dalam melakukan suatu kegiatan. KKO yang dapat digunakan yaitu menyajikan, melaporkan, mempresentasikan, menyusun, memamerkan, menawarkan, mengoperasikan, membangun, memasang, membongkar, memperbaiki, mengendalikan, mempercepat, memperlancar, mencampur, mempertajam, menangani, mengorganisasikan, membuat draft, mengukur, melaksanakan, mengerjakan, menggunakan, dan merakit.
6) Adaptasi merupakan kemampuan untuk memodifikasi sesuatu sesuai kebutuhan. KKO yang dapat digunakan yaitu mengubah, mengadaptasi, memvariasikan, merevisi, mengatur kembali, merancang kembali, dan memodifikasi.
7) Kreativitas, merupakan kemampuan untuk menciptakan pola baru yang sesuai dengan kondisi tertentu. KKO yang dapat digunakan yaitu merancang, membangun, menciptakan, mendesain, memprakarsai, mengkombinasikan, membuat, dan menjadi pioner.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang dialami oleh siswa setelah melakukan proses belajar. Perubahan tingkah laku tersebut mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor yang dapat dijabarkan menjadi beberapa jenjang. Dalam Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang dialami oleh siswa setelah melakukan proses belajar. Perubahan tingkah laku tersebut mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor yang dapat dijabarkan menjadi beberapa jenjang. Dalam
2.1.5.2 Penilaian Hasil Belajar Penilaian pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri dari
penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, dan penilaian hasil belajar oleh pemerintah. Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran. Sedangkan penilaian hasil belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu. Hasil penilaian hasil belajar oleh pemerintah digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk pemerataan mutu program pendidikan, dasar seleksi masuk jenjang pendidikan selanjutnya, penentuan kelulusan dari satuan pendidikan, serta pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan (Poerwanti, 2008:1.32-1.34).
Hasil belajar siswa yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor dapat diukur dengan melakukan penilaian dengan teknik tes dan nontes. Poerwanti (2008:1.34) menjelaskan bahwa teknik tes merupakan seperangkat tugas yang harus dikerjakan oleh seseorang untuk kemudian dapat ditarik kesimpulan tentang aspek tertentu pada orang tersebut. Sedangkan teknik nontes Hasil belajar siswa yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor dapat diukur dengan melakukan penilaian dengan teknik tes dan nontes. Poerwanti (2008:1.34) menjelaskan bahwa teknik tes merupakan seperangkat tugas yang harus dikerjakan oleh seseorang untuk kemudian dapat ditarik kesimpulan tentang aspek tertentu pada orang tersebut. Sedangkan teknik nontes
Jenis teknik tes yang dapat digunakan yaitu: (1) tes uraian yang terdiri dari uraian bebas, uraian terbatas, dan uraian berstruktur; (2) tes objektif yang terdiri dari bentuk pilihan benar-salah, pilihan berganda dengan berbagai variasinya, menjodohkan, dan isian pendek atau melengkapi. Teknik tes yang sering digunakan di sekolah dasar yaitu: (1) tes membaca; (2) tes bakat akademik kelompok; (3) tes keterampilan dasar; (4) tes kesiapan membaca; (5) tes intelegensi individual; dan (6) tes hasil belajar dalam mata pelajaran. Sedangkan teknik nontes yang sering digunakan yaitu: (1) pengamatan atau observasi; (2) wawancara; (3) angket; (4) analisa sampel kerja; (5) analisis tugas; (6) checklist dan rating scales; serta (7) portofolio.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis teknik penilaian tes objektif berbentuk pilihan ganda. Teknik ini digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada ranah kognitif. Namun pada pelaksanaan kegiatan pembelajaran, ranah afektif dan psikomotor tetap diperhatikan dengan menggunakan rubrik sebagai panduan penilaian. Sementara itu, untuk mengetahui aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran PKn dengan menerapkan metode role playing, peneliti menggunakan teknik nontes berbentuk observasi atau pengamatan.
2.1.6 Metode Ceramah
2.1.6.1 Pengertian Metode Ceramah
Mukrimaa (2014:81) menyatakan bahwa metode ceramah adalah penerangan secara lisan atas bahan pembelajaran kepada sekelompok pendengar dalam jumlah yang relatif besar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Hamdayama (2014:167) juga mengartikan metode ceramah sebagai suatu penuturan atau penerangan secara lisan oleh guru terhadap kelas. Sementara itu, Rianto (2006:48) menyatakan bahwa metode ceramah merupakan suatu cara penyajian materi pelajaran dengan lisan (verbal) dengan media suara dan gaya guru sebagai penceramah.
Metode ceramah dapat dikatakan sebagai metode tradisional karena metode ini sudah lama digunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan siswa dalam interaksi edukatif. Bentuk penyampaian metode ceramah sangat sederhana, mulai dari pemberian informasi, klarifikasi, ilustrasi dan menyimpulkan. Ceramah yang baik adalah adalah ceramah bervariasi yang dilengkapi dengan berbagai macam media dan alat belajar (hamdayama, 2014:168).
Berdasarkan penjelasan tersebut, metode ceramah dapat diartikan sebagai penyampaian materi pembelajaran secara lisan dari penceramah kepada sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode ceramah merupakan metode yang paling sering diterapkan oleh guru dalam pembelajaran, baik itu sebagai metode utama maupun sebagai metode pendamping untuk memudahkan penyampaian materi pembelajaran.
2.1.6.2 Karakteristik Metode Ceramah
Karakteristik metode ceramah yaitu penyajian informasi dan pengetahuan secara lisan dari penceramah kepada sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan tertentu. Metode ceramah merupakan salah satu metode pembelajaran yang masih sering digunakan, sebagai metode utama atau metode pengantar dan pendamping metode lain. Pembelajaran dengan metode ceramah dapat terlaksana dengan baik apabila sesuai dengan kondisi dan situasi.
Hamdayama (2014:168) mengatakan bahwa metode ceramah dapat digunakan dalam beberapa kondisi, yaitu: (1) sebagai pengantar ketika guru ingin mengajarkan topik baru; (2) ketika tidak ada sumber belajar pada siswa sehingga siswa dituntut untuk membuat catatan berdasarkan penjelasan guru; (3) ketika guru menghadapi jumlah siswa yang cukup banyak sehingga tidak memungkinkan untuk memperhatikan siswa secara individual; (4) proses belajar memerlukan penjelasan lisan. Sementara itu, Rianto (2006:48) menjelaskan bahwa metode ceramah dapat terlaksana dengan baik apabila: (1) guru atau penceramah memiliki keterampilan menjelaskan dengan bahasa, suara, gaya, dan sikap yang baik serta menarik; (2) pendengar memiliki kemampuan mendengarkan yang baik dan benar, mendengarkan yang baik dan benar terjadi ketika alat pendengaran menangkap getaran suara yang berisi pesan tertentu dan bersamaan dengan itu terjadi proses berpikir untuk mengolah pesan yang diperoleh; (3) penceramah dan pendengar berada pada tingkat pemahaman yang sama tentang materi yang diceramahkan.
Pembelajaran yang didominasi dengan metode ceramah biasanya berpusat pada guru sebagai penceramah, sedangkan siswa sedikit berperan atau cenderung Pembelajaran yang didominasi dengan metode ceramah biasanya berpusat pada guru sebagai penceramah, sedangkan siswa sedikit berperan atau cenderung
2.1.6.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode Ceramah Rianto (2006:49-50) menjelaskan kelebihan dan kekurangan metode
ceramah dalam kegiatan pembelajaran. Kelebihan metode ceramah antara lain:
1) dalam waktu singkat, guru dapat menyajikan materi pelajaran yang banyak kepada sejumlah siswa secara serentak;
2) melatih kemampuan siswa dalam mendengarkan secara tepat, kritis dan penuh penghayatan sehingga mereka dapat mendengarkan dengan baik dan benar;
3) memungkinkan terjadinya penguatan dari guru dan siswa;
4) memungkinkan guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan pengalaman guru atau siswa dalam kehidupan nyata sehingga siswa memperoleh wawasan yang luas dan merangsang tumbuhnya daya imajinasi;
5) membantu siswa yang mengalami kesulitan memahami materi dan sebagai pengantar penggunaan metode lain.
Sedangkan kekurangan metode ceramah yaitu:
1) proses pembelajaran didominasi oleh guru, sementara siswa pasif dan cenderung menghapalkan semua sifat materi sebagai fakta;
2) komunikasi yang terjadi hanya satu arah sehingga cenderung menimbulkan salah tafsir tentang istilah tertentu;
3) tidak semua guru memiliki keterampilan berbicara dengan gaya bahasa, suara dan sikap yang baik sehingga dapat menarik perhatian, memotivasi, dan menumbuhkan daya imajinasi siswa;
4) tidak segera dapat diketahui umpan balik tentang materi yang telah disajikan;
5) pelaksanaan ceramah yang lebih dari 20 menit akan memudarkan perhatian siswa sehingga proses pembelajaran terkesan menjemukan;
6) materi pelajaran hanya mampu diingat oleh siswa dalam waktu singkat;
7) mengurangi kreativitas siswa. Kelebihan dan kekurangan metode ceramah juga disampaikan oleh Hamdayama (2014:169). Kelebihannya metode ceramah antara lain:
1) guru mudah menguasai kelas karena penyampaian informasi dan materi langsung dengan tatap muka dengan siswa;
2) metode dianggap paling ekonomis waktu dan biaya;
3) mudah dilaksanakan;
4) dapat diikuti siswa dalam jumlah yang besar;
5) guru mudah menerangkan bahan pelajaran yang banyak. Sedangkan kekurangan metode ceramah yaitu:
1) kegiatan pengajaran bersifat verbalisme (pengertian kata-kata);
2) siswa yang lebih tanggap dari sisi visual akan dirugikan, sedangkan siswa yang lebih tanggap secara auditif akan lebih mudah dalam menangkap materi;
3) bila terlalu lama akan membosankan;
4) sulit mengontrol sejauh mana pemerolehan belajar siswa;
5) mengakibatkan siswa pasif.
Metode ceramah mempunyai kelebihan dan kekurangan ketika diterapkan dalam pembelajaran. Penggunaan metode ceramah memudahkan guru untuk menyampaikan materi kepada sekelompok siswa, namun juga dapat mengakibatkan siswa pasif. Penggunaan metode ceramah akan menjadi lebih baik apabila dipadukan dengan metode atau model pembelajaran lain yang dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.
2.1.6.4 Sintak Metode Ceramah Sintak pembelajaran dengan metode ceramah menurut Rianto (2006:50-
52) meliputi beberapa tahap, yaitu.
1) Tahap Persiapan
a) Menetapkan kompetensi dasar yang akan dicapai.
b) Mengorganisasikan isi materi pokok dan penugasannya.
c) Mempersiapkan alat bantu untuk memperjelas materi.
2) Tahap Awal Ceramah/ Pengantar
a) Menciptakan hubungan dengan siswa, misalnya dengan perkenalan, cerita hangat, atau menginformasikan prosedur ceramah.
b) Menarik perhatian siswa, misalnya dengan memberikan motivasi.
c) Mengekspos isi materi yang penting, seperti ringkasan, definisi, atau hubungan materi dengan materi yang disajikan sebelumnya.
3) Tahap Pengembangan Ceramah
a) Penjelasan hendaknya singkat, jelas dan mudah dipahami oleh siswa.
b) Sebagai visualisasi, gunakan papan tulis untuk mencatat penjelasan.
c) Beberapa materi yang dianggap penting dapat diulang beberapa kali.
d) Bila perlu diberikan ilustrasi atau contoh konkret.
e) Alokasi waktu perlu diatur dan menyelipkan selingan berupa cerita menarik atau mengajukan pertanyaan setiap 10-20 menit.
4) Tahap Akhir Ceramah
a) Bersama siswa membuat kesimpulan materi yang telah disajikan.
b) Mengecek umpan balik siswa tentang materi.
2.1.7 Metode Tanya Jawab
2.1.7.1 Pengertian Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab merupakan cara penyajian materi dalam bentuk
pertanyaan dan jawaban, baik oleh guru maupun siswa. Dalam metode tanya jawab, terkandung tiga hal, yaitu pertanyaan, respon, dan reaksi. Pertanyaan merupakan kata-kata atau kalimat yang digunakan untuk memperoleh respon. Sedangkan reaksi menunjukkan perubahan dan penilaian terhadap pertanyaan dan respon (Rianto, 2006:52). Mukrimaa (2014:81) juga menjelaskan bahwa metode tanya jawab merupakan cara penyampaian materi dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa. Metode ini biasanya digunakan sebagai apersepsi, selingan, atau evaluasi.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode tanya jawab merupakan cara penyampaian materi ajar dengan pertanyaan dan jawaban. Pertanyaan dan jawaban dapat berasal dari guru atau siswa. Metode tanya jawab dapat digunakan untuk menarik perhatian, meningkatkan motivasi, meninjau pemahaman materi, dan sebagai selingan dalam proses pembelajaran.
2.1.7.2 Kelebihan dan Kekurangan Metode Tanya Jawab
Rianto (2006:53-54) menjelaskan bahwa metode tanya jawab mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode tanya jawab yaitu:
1) siswa didorong dan dilatih untuk berpikir secara teratur;
2) siswa belajar untuk memecahkan masalah;
3) siswa menjadi aktif dalam proses pembelajaran;
4) siswa lebih cepat berhasil dalam mempelajari materi baru;
5) setiap saat guru dapat mengontrol keikutsertaan siswa. Sedangkan kekurangan metode tanya jawab dalam pembelajaran yaitu, membuat siswa menjadi kurang bebas dalam belajar karena jalan pikirannya ditentukan oleh berbagai pertanyaan.
Kelebihan dan kekurangan metode tanya jawab dalam pembelajaran juga disampaikan oleh Mukrimaa (2014:84). Kelebihan metode tanya jawab yaitu dapat menarik minat siswa, mengetahui kualitas siswa, merangsang dan memunculkan keberanian siswa dalam mengemukakan jawaban. Sedangkan kekurangannya adalah siswa yang tidak aktif cenderung tidak memperhatikan pembelajaran, bila guru tidak mempunyai keterampilan bertanya maka tujuan pembelajaran tidak tercapai dengan baik, bila siswa tidak responsif maka kegiatan tanya jawab menjadi percuma dan cenderung membuang waktu.
Berdasarkan penjelasan mengenai kelebihan dan kekurangan metode tanya jawab, dapat disimpulkan bahwa metode tanya jawab dapat membantu guru untuk mengetahui ketercapaian materi pada siswa, memunculkan rasa percaya diri, dan meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Namun, apabila siswa pasif Berdasarkan penjelasan mengenai kelebihan dan kekurangan metode tanya jawab, dapat disimpulkan bahwa metode tanya jawab dapat membantu guru untuk mengetahui ketercapaian materi pada siswa, memunculkan rasa percaya diri, dan meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Namun, apabila siswa pasif
2.1.7.3 Sintak Metode Tanya Jawab Sintak pelaksanaan metode tanya jawab dalam pembelajaran menurut
Rianto (2006:54) terdiri dari tiga tahap, yaitu.
1) Tahap Persiapan
a) Menetapkan kompetensi dasar yang akan dicapai.
b) Menetapkan materi pokok pertanyaan.
c) Merumuskan pertanyaan sesuai materi.
d) Mengidentifikasi kemungkinan pertanyaan dari siswa.
2) Tahap Pelaksanaan
a) Menginformasikan kompetensi dasar materi yang akan dibahas.
b) Mengajukan pertanyaan secara klasikal.
3) Tahap Akhir
a) Membuat kesimpulan.
b) Bila perlu ajukan pertanyaan ulang tentang inti materi sebagai penguatan dan balikan bagi siswa.
2.1.8 Metode Role playing
2.1.8.1 Pengertian Metode Role playing Subagiyo (2013:3) mengartikan role play sebagai kegiatan berpura-pura
menjadi orang lain. Hamdani (2011:87) mengartikan metode role playing sebagai cara penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan dengan memerankan tokoh hidup atau benda mati. Sedangkan menjadi orang lain. Hamdani (2011:87) mengartikan metode role playing sebagai cara penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan dengan memerankan tokoh hidup atau benda mati. Sedangkan
Uno (2008:26) mengungkapkan bahwa role playing merupakan metode pembelajaran yang membantu siswa untuk menemukan jati diri di dunia sosial dan memecahkan dilema atau permasalahan dengan bantuan kelompok. Sedangkan Mukrimaa (2014:147) menyatakan bahwa metode role playing merupakan metode untuk menghadirkan peran-peran yang ada di dunia nyata ke dalam suatu pertunjukan peran di dalam kelas yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi.
Rianto juga mengungkapkan pendapatnya tentang pembelajaran dengan metode role playing, bahwa melalui role playing siswa dihadapkan pada tingkah laku sehari-hari dengan harapan mereka dapat mengeksplorasi situasi dan bebas mengungkapkan ide-ide serta perasaannya untuk mengambil suatu keputusan. Selama kegiatan pembelajaran, siswa akan belajar memutuskan masalah dalam bentuk tindakan setelah dipertimbangkan melalui diskusi kelompok. Respon berupa tingkah laku yang diperankan tidak dikendalikan oleh skenario, namun merupakan ide dan saran yang tidak terduga sebagai wujud reaksi atas permasalahan yang disajikan (Rianto, 2006:76).
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dijabarkan, dapat disimpulkan bahwa metode role playing merupakan metode pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memerankan tokoh hidup atau benda mati. Melalui metode ini, siswa Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dijabarkan, dapat disimpulkan bahwa metode role playing merupakan metode pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memerankan tokoh hidup atau benda mati. Melalui metode ini, siswa
2.1.8.2 Karakteristik Metode Role playing Metode role playing mempunyai karakteristik utama, yaitu menghadirkan
situasi atau permasalahan dunia nyata ke dalam suatu pertunjukan peran di kelas dan melibatkan siswa untuk mengembangkan daya imajinasinya dengan memerankan tokoh hidup atau benda mati. Permasalahan yang diangkat sebagai topik pertunjukan peran adalah permasalahan nyata yang dekat dengan kehidupan siswa dan sesuai dengan materi serta tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Sehingga akan tercipta pembelajaran bermakna yang memudahkan siswa untuk memahami materi dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Hamdayama (2014:190) menjelaskan bahwa pengalaman belajar yang diperoleh dari metode role playing meliputi kemampuan bekerja sama, berkomunikasi, menginterpretasikan suatu kejadian, mengeksplorasi hubungan antarmanusia dengan memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga siswa dapat mengeksplorasi berbagai perasaan, sikap, nilai, dan strategi pemecahan masalah. Proses pembelajaran dengan metode role playing menekankan pada keterlibatan emosional dan pengamatan alat indera ke dalam situasi atau permasalahan yang dihadirkan. Rianto (2006:76) menyatakan bahwa pembelajaran dengan role playing menunjukkan terjadinya proses transaksional karena respon tingkah laku yang diperankan merupakan wujud reaksi atas permasalahan yang dihadapi.
2.1.8.3 Kelebihan Metode Role playing
Sebagai metode pembelajaran yang mengutamakan keterlibatan siswa pada proses pembelajaran, metode role playing mempunyai beberapakelebihan. Kelebihan metode role playing menurut Rianto (2006:77) yaitu:
1) menimbulkan rasa senang sehingga siswa termotivasi untuk melibatkan diri;
2) menimbulkan imajinasi sehingga memungkinkan siswa untuk berpikir kritis untuk melihat jauh ke depan;
3) sebagai wahana untuk melakukan percobaan nilai, norma, dan moral yang tercermin dalam tingkah laku sosial sehingga siswa lebih menghayatinya termasuk peran budaya secara keseluruhan dalam realitas kehidupan;
4) memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan dan perasaannya dalam menghadapi persoalan secara realistis;
5) memupuk solidaritas antar siswa;
6) memungkinkan guru untuk memberikan layanan pendidikan kepada siswa yang berbeda kemampuannya dalam waktu yang sama. Kelebihan merode role playing menurut Shoimin (2014:162-163) yaitu:
1) siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh;
2) permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda;
3) guru dapat mengevaluasi pengalaman siswa melalui pengamatan ketika melakukan permainan;
4) berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa;
5) sangat menarik bagi siswa sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias;
6) membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi;
7) dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah dan memetik
hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri;
8) dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa dan dapat menumbuhkan/membuka kesempatan bagi lapangan kerja. Sementara itu, Hamdani (2011:87) mengatakan bahwa kelebihan metode role playing yaitu seluruh siswa dapat berpartisipasi dan mempunyai kesempatan untuk menguji kemampuannya dalam bekerja sama. Keuntungan dalam metode role playing yaitu: (1) siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh; (2) permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda; (3) guru dapat mengevaluasi pemahaman siswa melalui pengamatan pada saat melakukan permainan; (4) permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak. Hamalik (2015:214) menyatakan bahwa keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan metode role playing yaitu ketika dilaksanakannya bermain peran (role playing), siswa dapat bertindak dan mengekspresikan perasaan serta pendapat tanpa kekhawatiran mendapat sanksi. Siswa juga dapat mengurangi dan mendiskusikan isu-isu yang bersifat manusiawi dan pribadi tanpa kecemasan.
Selain kelebihan-kelebihan tersebut, metode role playing yang digunakan dalam proses pembelajaran juga memberikan banyak keuntungan bagi siswa. Sebagaimana yang diungkapkan Rianto (2006:76), bahwa role playing dapat membantu siswa untuk: (1) mempertimbangkan nilai-nilai sosial dan moral yang
tercermin dalam tingkah laku kehidupan nyata dengan segala konsekuensinya melalui diskusi kelompok dan belajar dari pengalaman sehingga merasa yakin untuk menolak atau menerima nilai-nilai dalam kehidupan; (2) menyadari adanya keragaman pendapat dengan penuh pengertian dan tenggang rasa; (3) menumbuhkan keberanian mengambil keputusan dalam menghadapi masalah dilematis; (4) mengeksplorasi gagasan dan perasaan untuk merespon setiap permasalahan kehidupan nyata, (5) menumbuhkembangkan empati terhadap orang lain, dan (6) mempersiapkan diri untuk ikut bertanggung jawab dalam kehidupan masyarakat. Uno (2008:26) juga mengungkapkan manfaat proses pembelajaran dengan metode role playing yang dapat memberikan contoh kehidupan perilaku manusia yang berguna sebagai sarana bagi siswa untuk: (1) mengenali perasannya; (2) memperoleh inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap; nilai dan persepsinya; (3) mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah; dan (4) mendalami mata pelajaran dengan berbagai macam cara.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode role playing merupakan metode pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Metode role playing dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan bagi siswa dalam proses pembelajaran. Selain itu, penerapan metode role playing juga dapat mengembangkan keterampilan siswa dalam memecahkan masalah.
2.1.8.4 Kekurangan Metode Role Playing
Metode role playing selain mempunyai banyak kelebihan juga mempunyai beberapa kekurangan, seperti yang diungapkan Shoimin (2014:163) bahwa kekurangan metode role playing yaitu:
1) memerlukan waktu yang relatif panjang/ banyak;
2) memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari guru dan siswa;
3) kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memperagakan suatu adegan tertentu;
4) apabila pelaksana mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberikan kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai;
5) tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini. Sementara itu, kekurangan metode role playing menurut Ruminiati (2007:2.9) yaitu: (1) pada umumnya yang aktif hanya yang berperan saja; (2) cenderung dominan reaksinya daripada kerjanya; (3) membutuhkan ruang yang cukup luas; (4) mengganggu pembelajaran di kelas lain.
Kekurangan metode role playing berdasarkan uraian tersebut, secara garis besar terletak pada kreativitas guru, keefektifan waktu, dan kemungkinan adanya siswa yang tidak terlibat. Kekurangan ini dapat diatasi apabila guru dapat mengembangkan kreativitasnya dalam mengelola pembelajaran dengan metode role playing. Guru seharusnya dapat memperhitungkan waktu pembelajaran sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Guru juga dapat melibatkan semua siswa agar terlibat aktif dalam pembelajaran. Bagi siswa yang tidak memainkan peran dapat dilibatkan sebagai kelompok pengamat yang bertugas mengevaluasi semua pemeran selama proses bermain peran berlangsung.
Selain itu, semua siswa juga harus terlibat dalam proses diskusi kelompok dalam memecahkan permasalahan.
2.1.8.5 Sintak Metode Role playing Sintak atau langkah-langkah pembelajaran dengan metode role playing
menurut Rianto (2006:79) yaitu: (1) menetapkan kompetensi dasar yang akan dicapai; (2) menginformasikan permasalahan, alur cerita, dan karakteristik yang akan diperankan; (3) pemilihan pemeran dan pengamat; (4) pemanasan dan penataan alur; (5) pemeranan; (6) diskusi dan penilaian; (7) jika perlu dilakukan pemeranan ulang tentang peran yang telah direvisi; (8) saling berbagi pengalaman dan membuat kesimpulan. Sementara itu, langkah-langkah pembelajaran role playing menurut Djamarah (dalam Hamdayama 2014:191) yaitu:
1) guru memilih dan mengemukakan masalah yang diangkat dari kehidupan siswa, agar siswa terdorong untuk mencari penyelesaian;
2) pemilihan peran yang sesuai dengan permasalahan, mendeskripsikan karakter dan apa saja yang harus dikerjakan oleh para pemain;
3) menyusun tahap-tahap bermain peran;
4) menyiapkan pengamat, yaitu semua siswa yang tidak menjadi pemain;
5) pemeranan, pada tahap ini siswa beraksi sesuai peran masing-masing;
6) diskusi dan evaluasi, sesuai dengan permasalahan dan pertanyaan yang muncul dari siswa didiskusikan bersama;
7) pengambilan kesimpulan. Hamalik (2015:214-216) menjelaskan bahwa langkah-langkah yang dapat digunakan guru dalam menyiapkan situasi role playing yaitu.
1) Persiapan dan Instruksi
a) Guru memiliki situasi/ dilema bermain peran Situasi yang dipilih harus menjadi “sosiodrama” yang menitikberatkan pada jenis peran, masalah dan situasi familiar, serta penting bagi siswa.
b) Sebelum pelaksanaan bermain peran, siswa mengikuti latihan pemanasan untuk menyiapkan siswa, membantu mengembangkan imajinasi, serta membentuk kekompakan kelompok dan interaksi.
c) Guru memberikan instruksi khusus kepada peserta bermain peran setelah memberikan penjelasan pendahuluan. Guru menyampaikan deskripsi secara rinci tentang kepribadian, perasaan, dan keyakinan dari karakter.
d) Guru memberitahukan peran-peran yang akan dimainkan serta memberikan instruksi yang berkaitan dengan masing-masing peran kepada pendengar.
2) Tindakan Dramatik dan Diskusi
a) Para aktor terus melakukan peran sepanjang situasi bermain peran, sedangkan audience berpartisipasi dalam penugasan awal kepada pemeran.
b) Bermain peran harus berhenti pada titik penting atau apabila terdapat tingkah laku tertentu yang menuntut dihentikannya permainan.
c) Keseluruhan kelas berpartisipasi dalam diskusi yang terpusat pada situasi bermain peran dan dibimbing oleh guru untuk mengembangkan penahaman tentang bermain peran dan maknanya bagi hidup siswa.
3) Evaluasi Bermain Peran 3) Evaluasi Bermain Peran
b) Guru menilai efektivitas dan keberhasilan bermain peran menggunakan komentar evaluatif dari siswa atau catatan yang dibuat oleh guru.
c) Guru memuat kegiatan pembelajaran pada jurnal sekolah atau catatan guru. Berdasarkan uraian tersebut, langkah-langkah penerapan metode role
playing dalam pembelajaran dimulai dengan memilih dan mengemukakan permasalahan yang diangkat dari kehidupan siswa, dilanjutkan dengan memilih peran beserta tugas yang harus dikerjakan. Langkah selanjutnya yaitu pemeranan, diskusi, evaluasi dan menyimpulkan pembelajaran.
Pada penelitian ini, role playing merupakan metode yang akan diterapkan pada pembelajaran (treatment) di kelas eksperimen. Peneliti memilih metode role playing karena penerapan metode ini dapat menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan sehingga membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar khususnya pada mata pelajaran PKn materi keputusan bersama. Selain itu, penerapan metode role playing juga dapat memudahkan guru untuk menarik perhatian siswa sehingga penyampaian materi menjadi lebih mudah.
2.1.9 Hakikat Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
4.1.9.1 Pendidikan Kewarganegaraan Ruminiati (2007:1.25) menyatakan bahwa PKn merupakan pendidikan
yang menyangkut status formal warga negara. Winataputra (2007:1.4) yang menyangkut status formal warga negara. Winataputra (2007:1.4)
Tujuan pembelajaran PKn sebagaimana yang disampaikan oleh Mulyasa (dalam Ruminiati, 2007:1.26) yaitu untuk membuat siswa (1) mampu berpikir kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi persoalan hidup maupun isu kewarganegaraan di negaranya; (2) mau berpartisipasi dalam segala bidang kegiatan, secara aktif dan bertanggung jawab, sehingga bisa bertindak secara cerdas dalam semua kegiatan; serta (3) dapat berkembang secara positif dan demokratis, sehingga mampu hidup bersama dengan bangsa lain dan mampu berinteraksi, serta mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan baik.
Sementara itu, Winataputra (2007:1.7-1.8) mengungkapkan bahwa PKn berperan penting dalam proses pembudayaan dan pemberdayaan siswa sepanjang hayat, melalui pemberian keteladanan, pembangunan kemauan, dan pengembangan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, pelaksanaan PKn di sekolah perlu dikembangkan sebagai pusat pengembangan wawasan, sikap, serta keterampilan hidup dan berkehidupan yang demokratis.
4.1.9.2 Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar Menurut Rumiatini (2007:1.30), PKn SD merupakan mata pelajaran yang
mangasosiasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila serta budaya mangasosiasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila serta budaya
1) Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi hidup rukun dalam perbedaan, cinta
lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap NKRI, keterbukaan dan jaminan keadilan.
2) Norma, hukum dan peraturan, meliputi tertib dalam kehidupan keluarga, tata
tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional.
3) Hak Asasi Manusia (HAM), meliputi hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.
4) Kebutuhan warga negara, meliputi hidup gotong royong, harga diri, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, dan persamaan kedudukan warga negara.
5) Konstitusi negara, meliputi proklamasi kemerdekaan, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi.
6) Kekuasaan dan politik, meliputi pemerintahan desa dan pemerintahan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintahan pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju 6) Kekuasaan dan politik, meliputi pemerintahan desa dan pemerintahan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintahan pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju
7) Pancasila, meliputi kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai- nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, dan Pancasila sebagai ideologi terbuka.
8) Globalisasi, meliputi globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.
Tujuan PKn di SD sebagaimana yang dijabarkan oleh Fathurrohman (2011:7-8) dan sesuai dengan lampiran Permendiknas Tahun 2006, yaitu agar peserta didik memiliki beberapa kemampuan, antara lain.
1) Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti- korupsi.
3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
4.1.9.3 Materi Keputusan Bersama
Materi keputusan bersama merupakan materi yang diajarkan pada kelas V semester II. Berdasarkan lampiran Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (Permendiknas,2006:227), materi keputusan bersama dicantumkan dengan Standar Kompetensi (SK) yang berbunyi “memahami keputusan bersama”. Kompetensi Dasar (KD) pada materi ini terdiri dari dua poin, yaitu 4.1 mengenal bentuk-bentuk keputusan bersama dan 4.2 mematuhi keputusan bersama. Berdasarkan SK dan KD tersebut, materi keputusan bersama dapat dikembangkan menjadi beberapa indikator, yaitu.
4.2.1 Menjelaskan pengertian keputusan.
4.2.2 Menyebutkan bentuk-bentuk keputusan bersama.
4.2.3 Menyebutkan hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengambilan keputusan bersama.
4.2.4 Menjelaskan pengertian musyawarah dan voting.
4.2.5 Mengimplementasikan asas-asas dalam bermusyawarah.
4.2.6 Menentukan syarat pendapat yang baik.
4.2.7 Menemukan permasalahan yang dapat diselesaikan dengan musyawarah.
4.2.8 Menyimpulkan manfaat keputusan bersama dalam menyelesaikan masalah.
4.2.9 Menilai sikap yang tepat terhadap keputusan bersama.
4.2.10 Menemukan pokok pemikiran yang terkandung dalam sila ke-4 Pancasila. Pembahasan yang dicantumkan pada pembelajaran PKn kelas V semester
II materi keputusan bersama yaitu.
1) Pengertian keputusan
Priyatna (2009:111) menjelaskan bahwa keputusan merupakan kebijakan yang diambil oleh seseorang dari beberapa alternatif pilihan untuk menyelesaikan suatu persoalan atau masalah yang dihadapi. Sedangkan menurut Sulhan (2008:101), keputusan merupakan pilihan yang diambil oleh seseorang. Jadi, keputusan merupakan pilihan atau putusan yang telah ditetapkan atau disetujui untuk kemudian dilaksanakan.
Keputusan terdiri dari keputusan pribadi dan keputusan bersama. Sutedjo (2009:79) menjelaskan bahwa keputusan pribadi merupakan keputusan yang dibuat sendiri, untuk kepentingan diri sendiri dan menyangkut diri sendiri, misalnya keputusan berangkat sekolah dengan berjalan kaki atau naik sepeda. Sedangkan keputusan bersama merupakan segala sesuatu yang telah disepakati bersama untuk dijalankan bersama. Keputusan bersama dibuat jika menyangkut orang banyak dan hasilnya akan menjadi tanggung jawab bersama.
2) Bentuk-bentuk keputusan bersama
Winarno (2009:70-76) menjelaskan bentuk keputusan bersama, yaitu:
a) keputusan bersama di lingkungan keluarga, misalnya keputusan tentang pembagian tugas-tugas rumah, kerja bakti bersama keluarga, uang saku untuk setiap anggota keluarga, dan menu makanan;
b) keputusan bersama di lingkungan sekolah, misalnya keputusan tentang kepengurusan kelas, kepengurusan organisasi sekolah, pembagian tugas kebersihan kelas, besaran uang gedung, dan kuota penerimaan siswa baru; b) keputusan bersama di lingkungan sekolah, misalnya keputusan tentang kepengurusan kelas, kepengurusan organisasi sekolah, pembagian tugas kebersihan kelas, besaran uang gedung, dan kuota penerimaan siswa baru;
d) keputusan bersama di lingkungan pemerintahan, misalnya keputusan tentang hari libur nasional, besaran tarif angkutan, harga dasar pupuk dan beras, besarnya Upah Minimum Kabupaten (UMK).
3) Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengambilan keputusan bersama Sulhan (2008:102) menjelaskan beberapa hal yang harus diperhatikan agar keputusan bersama membuahkan hasil tanpa meninggalkan masalah yaitu:
a) saling memahami dan menghargai pendapat orang lain;
b) saling memahami apa yang sedang dimusyawarahkan;
c) kepentingan umum lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi;
d) menerima masukan dalam bentuk kritik, usul, maupun saran;
e) tidak memaksakan kehendak dalam mengambil keputusan;
f) menerima bahwa keputusan yang sudah diambil adalah keputusan terbaik;
g) keputusan yang sudah diambil dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
4) Pengertian musyawarah dan voting Berdasarkan ketetapan MPR No.II/MPR/1999 Pasal 79 dijelaskan bahwa pengambilan keputusan pada dasarnya diusahakan dengan musyawarah untuk mufakat, apabila tidak mungkin putusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Pada pasal 83 dijelaskan bahwa syarat sahnya keputusan musyawarah yaitu 4) Pengertian musyawarah dan voting Berdasarkan ketetapan MPR No.II/MPR/1999 Pasal 79 dijelaskan bahwa pengambilan keputusan pada dasarnya diusahakan dengan musyawarah untuk mufakat, apabila tidak mungkin putusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Pada pasal 83 dijelaskan bahwa syarat sahnya keputusan musyawarah yaitu
Priyatna (2009:113-117) menjelaskan bahwa musyawarah merupakan pertemuan yang melibatkan beberapa orang pada suatu tempat dengan tujuan menyatukan pendapat atau menghasilkan keputusan bersama, sedangkan voting merupakan pengambilan keputusan bersama berdasarkan jumlah suara terbanyak. Sedangkan menurut Winarno (2009:80-81), musyawarah adalah pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah. Apabila keputusan bersama tidak dapat dicapai melalui musyawarah maka dilakukan voting, yaitu pengambilan keputusan bersama berdasarkan suara terbanyak.
5) Asas-asas dalam musyawarah Menurut Rikayani (2009:76), agar musyawarah dapat berjalan dengan baik, maka dalam pelaksanaannya harus memperhatikan beberapa asas, yaitu.
a) Asas kekeluargaan Asas kekeluargaan diperlukan agar musyawarah berjalan dengan damai dan terhindar dari pertikaian. Perwujudan asas kekeluargaan dalam musyawarah misalnya dengan saling menghargai, bersedia menerima kritik dan saran, serta menerima dan melaksanakan hasil keputusan bersama dengan senang hati.
b) Asas kebersamaan
Asas kebersamaan dalam musyawarah diperlukan agar setiap peserta memegang tujuan utama musyawarah, yaitu mencari solusi dari permasalahan bersama. Asas ini diwujudkan dengan saling menghargai pendapat semua orang, tidak membeda-bedakan kaum mayoritas dan minoritas, menyamaratakan perlakuan kepada semua peserta musyawarah, dan lain sebagainya.
c) Asas gotong royong Asas gotong royong perlu dilaksanakan dalam musyawarah karena tujuan musyawarah adalah pencarian solusi atas permasalahan bersama dengan melibatkan banyak orang agar permasalahan dapat terselesaikan dengan baik dan lebih ringan. Dengan adanya asas gotong royong, setiap anggota musyawarah mempunyai kewajiban untuk saling membantu dalam mencari solusi, serta tidak diperbolehkan untuk saling menjatuhkan.
6) Syarat pendapat yang baik Rikayani (2009:77) menjelaskan bahwa dalam proses pengambilan keputusan bersama, setiap pihak harus bersifat terbuka untuk menerima masukan dan kritik dari pihak lain, bertenggang rasa atau tidak egois, tidak memaksakan pendapat, menyampaikan ide-idenya dengan sopan dan berperilaku santun, serta menghormati semua pihak. Sementara itu, Hakim (2009:67-68) menjelaskan beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh peserta musyawarah yaitu: (1) setiap orang diberi hak dan kebebasan yang sama untuk menyampaikan pendapat dalam musyawarah; (2) pendapat yang disampaikan oleh peserta musyawarah harus disertai dengan alasan yang masuk akal; (3) pendapat harus disampaikan dengan niat yang baik untuk memenuhi kepentingan bersama; (4) penyampaian 6) Syarat pendapat yang baik Rikayani (2009:77) menjelaskan bahwa dalam proses pengambilan keputusan bersama, setiap pihak harus bersifat terbuka untuk menerima masukan dan kritik dari pihak lain, bertenggang rasa atau tidak egois, tidak memaksakan pendapat, menyampaikan ide-idenya dengan sopan dan berperilaku santun, serta menghormati semua pihak. Sementara itu, Hakim (2009:67-68) menjelaskan beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh peserta musyawarah yaitu: (1) setiap orang diberi hak dan kebebasan yang sama untuk menyampaikan pendapat dalam musyawarah; (2) pendapat yang disampaikan oleh peserta musyawarah harus disertai dengan alasan yang masuk akal; (3) pendapat harus disampaikan dengan niat yang baik untuk memenuhi kepentingan bersama; (4) penyampaian
7) Permasalahan yang dapat diselesaikan dengan musyawarah Hakim (2009:67) menyatakan bahwa suatu masalah yang menyangkut kepentingan bersama, baik di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat, harus diputusakan bersama dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan. Permasalahan yang dapat diselesaikan bersama dengan musyawarah maupun voting yaitu permasalahan yang menyangkut kepentingan banyak orang dan melibatkan banyak orang. Beberapa contoh permasalahan yang dapat diselesaikan dengan musyawarah yaitu:
x masalah pembagian tugas-tugas rumah atau kerja bakti keluarga; x penentuan banyaknya tentang uang saku untuk setiap anggota keluarga; x pemilihan ketua OSIS/ RT/ RW; x penentuan lokasi, biaya, dan kebutuhan lain dalam acara yang melibatkan
banyak orang, seperti karya wisata, konser, atau pagelaran tertentu.
8) Manfaat keputusan bersama dalam menyelesaikan masalah Priyatna (2009:112) menjelaskan bahwa manfaat keputusan bersama yaitu: (1) permasalahan dapat dipecahkan dengan baik; (2) menghasilkan keputusan yang bermutu; (3) hubungan sesama akan harmonis; (4) mendapat masukan yang berharga dari peserta lain. Sedangkan Sutedjo (2009:92) menjelaskan bahwa manfaat yang akan diperoleh masyarakat yang melaksanakan keputusan bersama 8) Manfaat keputusan bersama dalam menyelesaikan masalah Priyatna (2009:112) menjelaskan bahwa manfaat keputusan bersama yaitu: (1) permasalahan dapat dipecahkan dengan baik; (2) menghasilkan keputusan yang bermutu; (3) hubungan sesama akan harmonis; (4) mendapat masukan yang berharga dari peserta lain. Sedangkan Sutedjo (2009:92) menjelaskan bahwa manfaat yang akan diperoleh masyarakat yang melaksanakan keputusan bersama
Sementara itu, Winarno (2009:72) bahwa membiasakan diri membuat keputusan bersama akan menumbuhkan sikap saling terbuka dalam berpendapat, saling menghargai pendapat, melatih keberanian, kecerdasan dan kreativitas, memudahkan penyelesaian masalah, menjadi lebih ikhlas untuk melaksanakan keputusan bersama, serta menciptakan suasana harmonis.
9) Sikap terhadap keputusan bersama Rikayani (2009:79-80) menjelaskan beberapa sikap dalam mematuhi keputusan bersama, yaitu: (1) bersikap menghargai; karena proses untuk menghasilkan keputusan bersama melalui waktu yang cukup lama dan melibatkan banyak pihak; (2) bersikap taat, artinya segala keputusan bersama harus dipatuhi dengan baik apapun konsekuensinya; (3) bersikap bijaksana, terkadang hasil keputusan bersama kurang disukai dan dipahami, maka dibutuhkan sikap bijaksana untuk mematuhi keputusan bersama; (4) bersikap tenggang rasa, karena setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam melaksanakan hasil keputusan bersama.
10) Pokok pemikiran sila keempat Pancasila Winarno (2009:84) menjelaskan bahwa prinsip-prinsip sila keempat Pancasila yang menjadi dasar pelaksanaan keputusan bersama. Pokok pemikiran sila keempat Pancasila yaitu.
a) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
b) Tidak saling memaksakan kehendak pada orang lain.
c) Musyawarah diharapkan dapat mencapai kata mufakat dengan diliputi oleh
semangat kekeluargaan.
d) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan hati nurani yang luhur.
e) Menerima, mematuhi dan melaksanakan hasil keputusan bersama dengan ikhlas, penuh itikad baik, dan rasa tanggung jawab.
f) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan YME, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, serta nilai kebenaran dan keadilan.
2.1.10 Keefektifan Metode Role playing pada Pembelajaran PKn Materi Keputusan Bersama
Abimanyu, dkk (2008:8.14) menjelaskan bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran mendidik yang secara serentak dapat mencapai dua sisi penting dari tujuan pendidikan di sekolah, yaitu (1) memiliki/ menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; dan (2) membangun pribadi sebagai pemanggung eksistensi manusia. Jadi pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang secara serentak mengembangkan kepribadian dan membantu siswa untuk memiliki IPTEKS. Sedangkan, Hamalik (2015:171-172) menjelaskan bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan bagi siswa untuk belajar dan melakukan aktivitas sendiri. Siswa sebaiknya belajar sambil bekerja, karena dengan bekerja mereka akan memperoleh pengetahuan, Abimanyu, dkk (2008:8.14) menjelaskan bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran mendidik yang secara serentak dapat mencapai dua sisi penting dari tujuan pendidikan di sekolah, yaitu (1) memiliki/ menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; dan (2) membangun pribadi sebagai pemanggung eksistensi manusia. Jadi pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang secara serentak mengembangkan kepribadian dan membantu siswa untuk memiliki IPTEKS. Sedangkan, Hamalik (2015:171-172) menjelaskan bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan bagi siswa untuk belajar dan melakukan aktivitas sendiri. Siswa sebaiknya belajar sambil bekerja, karena dengan bekerja mereka akan memperoleh pengetahuan,
Metode pembelajaran merupakan salah satu aspek yang dapat mempengaruhi keefektifan suatu pembelajaran. Penerapan metode pembelajaran yang tepat akan membantu guru dalam menyampaikan materi dan memudahkan siswa untuk memahami materi yang diajarkan, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Selain itu, guru juga dapat merancang kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dengan menerapkan metode pembelajaran yang disesuaikan dengan situasi, kondisi dan materi yang akan disampaikan.
Role playing merupakan salah satu alternatif metode pembelajaran yang dapat diterapkan pada materi keputusan bersama. Karakteristik metode role playing yang membawa situasi atau permasalahan dunia nyata ke dalam proses pembelajaran sehingga melatih siswa untuk mencari, mendiskusikan dan menetapkan solusi, sesuai dengan materi keputusan bersama yang membahas permasalahan yang terjadi pada lingkungan sekitar siswa, seperti musyawarah, voting dan melaksanakan keputusan bersama. Pernyataan Boediono (dalam Hamdayama, 2014:190) mengenai keefektifan metode role playing terhadap materi keputusan bersama yaitu.
Proses memahami kebebasan berorganisasi, dan menghargai keputusan bersama, murid akan lebih berhasil jika mereka diberi kesempatan memainkan peran dalam bermusyawarah, melakukan pemungutan suara terbanyak dan bersikap mau menerima kekalahan sehingga dengan melakukan berbagai kegiatan tersebut dan secara aktif berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari.
Melalui metode role playing, guru dapat menempatkan siswa ke dalam situasi yang mengharuskan mereka untuk memikirkan, menentukan, dan menghargai keputusan bersama dengan menghadirkan situasi dunia nyata atau memerankan tokoh tertentu. Kegiatan role playing yang dapat dimunculkan misalnya, menempatkan siswa pada situasi musyawarah untuk mencari kesepakatan atau mufakat, melibatkan siswa dalam perundingan suatu permasalahan dan mencari kesepakatan, menempatkan siswa pada suasana saling menghargai pendapat dalam diskusi dan menghargai serta mematuhi keputusan bersama yang telah disepakati. Dengan demikian, penyampaian materi menjadi lebih menyenangkan dan siswa dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran aktif dan menyenangkan sesuai dengan karakter siswa SD yang gemar bermain dan menyukai kegiatan yang melibatkan fisik mereka. Selain itu, dalam pembelajaran dengan metode role playing, guru dapat mengangkat permasalahan yang berasal dari kehidupan siswa dan mengajak mereka untuk merasakan masalah tersebut serta mencari solusinya. Sehingga siswa dapat berlatih untuk berpikir kritis dalam mencari solusi berdasarkan situasi atau permasalahan.
Pembelajaran yang menyenangkan, melibatkan siswa secara aktif dan berdasarkan masalah di sekitar siswa dapat menciptakan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Sehingga, siswa tidak hanya mampu memahami konsep, namun juga dapat berlatih untuk menerapkannya pada kehidupan nyata. Pembelajaran yang demikian, diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar pada materi keputusan bersama.
2.2 KAJIAN EMPIRIS
Penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai penerapan metode role playing dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian tersebut antara lain sebagai berikut.
2.2.1 Penelitian yang dilakukan oleh Anis Silfiyah, Harmanto, dan Isa Ansori pada tahun 2013 dengan judul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran PKn melalui Model Role Playing pada Siswa Kelas V”. Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) keterampilan guru pada siklus I mendapat skor rata-rata 2,8 dengan kualifikasi baik, pada siklus II meningkat menjadi 3,4 dengan kualifikasi sangat baik, dan pada siklus III meningkat lagi menjadi 3,7 dengan kualifikasi sangat baik; (2) aktivitas siswa pada siklus I memperoleh skor rata-rata 2,35 dengan kualifikasi baik, pada siklus II menjadi 2,7 dengan kualifikasi baik, dan pada siklus III menjadi 3,3 dengan kualifikasi sangat baik; (3) ketuntasan klasikal hasil belajar siswa pada siklus I 71,42% dengan nilai rata-rata 71,71, pada siklus II menjadi 77,14% dengan nilai rata-rata 75,71 dan pada siklus III menjadi 85,17% dengan nilai rata-rata 81. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran role playing dapat meningkatkan keterampilan guru, aktivitas, dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn.
2.2.2 Penelitian yang dilakukan oleh Rini Meita Indrawati pada tahun 2013 dengan judul “Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Materi Peristiwa Sekitar Proklamasi melalui Bermain Peran”. Hasil penelitian ini menunjukkan pada siklus I nilai akhir performansi guru 82,66, rata-rata 2.2.2 Penelitian yang dilakukan oleh Rini Meita Indrawati pada tahun 2013 dengan judul “Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Materi Peristiwa Sekitar Proklamasi melalui Bermain Peran”. Hasil penelitian ini menunjukkan pada siklus I nilai akhir performansi guru 82,66, rata-rata
2.2.3 Penelitian yang dilakukan oleh Ulrika Westrup och Agneta Planander pada tahun 2013 dengan judul “Role-Play as A Pedagogical Method to Prepare Students for Practice: The Students’ Voice”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa role playing mendukung siswa dengan merangsang mereka untuk memahami masalah dari berbagai sudut pandang, kemudian melakukan perubahan perspektif. Latihan role playing juga memungkinkan siswa untuk menciptakan pemahaman kolektif tentang situasi. Interaksi sosial yang aktif dan percakapan dalam role playing berkontribusi untuk membangun rasa kebersamaan di kalangan siswa.
2.2.4 Penelitian yang dilakukan Fitriyah Ummi Sholihah dan Jandud Gregorius pada tahun 2014 dengan judul “Penerapan Metode Bermain Peran untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi PKn pada Sekolah Dasar”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan metode bermain peran (role playing) dapat meningkatkan aktivitas guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa. Aktivitas guru mengalami peningkatan pada siklus I sebesar
55,68%, pada siklus II sebesar 73,86% dan pada siklus III sebesar 96,58%. Aktivitas siswa selama proses pembelajaran mengalami peningkatan pada siklus I sebesar 60%, pada siklus II 70% dan pada siklus ke III sebesar 97,5%. Pada hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan dengan persentase pada siklus I sebesar 60,50%, pada siklus
II sebesar 78,50% dan pada siklus III sebesar 96,42%.
2.2.5 Penelitian yang dilakukan oleh Munasik pada tahun 2014 dengan judul “Implementasi Metode Role Playing untuk Meningkatkan Pemahaman Kebebasan Berorganisasi”. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan pemahaman kebebasan berorganisasi pada pembelajaran PKn siswa kelas V SDN Paketiban 01. Pada kondisi awal nilai rata-rata pemahaman kebebasan berorganisasi secara klasikal adalah 61, pada siklus
I nilai rata-rata pemahaman kebebasan berorganisasi secara klasikal adalah
70, dan pada siklus II nilai rata-rata pemahaman kebebasan berorganisasi secara klasikal adalah 82. Selain itu, persentase ketuntasan klasikal siswa juga mengalami peningkatan. Pada kondisi awal siswa yang nilainya memenuhi KKM adalah 5 siswa dengan ketuntasan klasikal 36%, pada siklus I siswa yang nilainya memenuhi KKM adalah 9 siswa dengan ketuntasan klasikal 64%, dan pada siklus II siswa yang nilainya memenuhi KKM adalah 13 siswa dengan ketuntasan klasikal 93%. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan metode role playing dapat meningkatkan pemahaman konsep dengan hasil yang memuaskan.
2.2.6 Penelitian yang dilakukan oleh Mamluatul Fuad pada tahun 2014 dengan judul “Pengaruh Model Bermain Peran dan TAI dengan Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar Tematik”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil belajar tematik dengan model TAI diperoleh nilai rata-rata 76,88 dengan nilai tengah 75,00 dan nilai frekuensi tinggi 7,653. Sedangkan hasil belajar tematik dengan model bermain peran diperoleh nilai rata-rata 88,38 dengan nilai tengah 90,00 dan nilai frekuensi tinggi 95,00. Sementara itu, hasil belajar tematik dengan motivasi tinggi diperoleh nilai rata-rata 85,62 dengan nilai tengah 85,00 dan nilai frekuensi tinggi 90,00. Hasil belajar tematik dengan motivasi rendah diperoleh nilai rata-rata 69,67 dengan nilai tengah 70,00 dan nilai frekuensi tinggi 70,00.
2.2.7 Penelitian yang dilakukan oleh Mohammadreza Yousefzadeh dan Maryam Shojae Hoshmandi pada tahun 2014 dengan judul “A Study of Educational Effect of Applaying Role-Playing Teaching Method in History Classroom”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode role playing dapat meningkatkan keterampilan belajar seperti keterampilan etika, praktis, emosional dan sosial. Metode role playing dapat mendorong siswa untuk berempati terhadap perasaan dan kondisi orang lain yang mungkin terlupakan dari proses pembelajaran.
2.2.8 Penelitian yang dilakukan Yu-Hui Ching pada tahun 2014 dengan judul “Eksploring the Impact of Role Playing on Peer Feedback in an Online Case-Based Learning Activity”. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya 2.2.8 Penelitian yang dilakukan Yu-Hui Ching pada tahun 2014 dengan judul “Eksploring the Impact of Role Playing on Peer Feedback in an Online Case-Based Learning Activity”. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya
role playing berpengaruh positif terhadap proses pembelajaran, hasil belajar, dan aktivitas belajar siswa. Penelitian tentang keefektifan metode role playing pada pembelajaran PKn materi keputusan bersama di kelas V SDN Poncol 01 Pekalongan merupakan penguatan dari penelitian-penelitian terdahulu mengenai metode role playing.
2.3 KERANGKA BERPIKIR
Salah satu variabel yang akan dikaji pada penelitian ini adalah hasil belajar PKn siswa kelas V, khususnya pada materi keputusan bersama. Hasil belajar merupakan salah satu cerminan keberhasilan proses pembelajaran. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar PKn siswa adalah penggunaan metode pembelajaran. Melalui metode pembelajaran, guru dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan menarik perhatian siswa. Ketika merasa senang dan tertarik pada materi serta kegiatan pembelajaran, maka siswa akan lebih mudah dalam memahami isi materi sehingga dapat meningkatkan hasil belajar mereka.
Mengingat pentingnya pengaruh metode pembelajaran terhadap hasil belajar siswa, maka guru harus memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, serta materi yang diajarkan. Pada pembelajaran PKn kelas V materi keputusan bersama, salah satu metode yang dapat digunakan yaitu metode role playing. Metode role playing merupakan metode pembelajaran yang memunculkan suasana bermain sehingga tercipta suasana menyenangkan dan menarik perhatian siswa. Melalui penerapan metode role playing, guru dapat melibatkan siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Keterlibatan siswa dalam pembelajaran perlu diperhatikan agar siswa tidak hanya mendapatkan teori, namun juga akan mendapatkan pengalaman berdasarkan kegiatan yang mereka lakukan.
Kelebihan metode role playing telah dijelaskan Rianto (2006:78) yaitu metode role playing dapat menimbulkan rasa senang sehingga memotivasi siswa untuk terlibat, menimbulkan imajinasi sehingga memungkinkan siswa untuk berpikir kritis dan melihat jauh ke depan, sebagai wahana untuk melakukan percobaan nilai, norma, dan moral yang tercermin dalam tingkah laku, serta memupuk solidaritas antar siswa.
Berdasarkan teori tersebut, diasumsikan bahwa pembelajaran dengan menerapkan metode role playing efektif terhadap hasil belajar PKn siswa kelas V materi keputusan bersama. Kerangka berpikir pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Ceramah dan
Kelas pretest
Hasil
tanya jawab
Kelas pretest
Gambar 4.1 Pola Kerangka Berpikir
1.5 HIPOTESIS
Hipotesis merupakan jawaban sementara atau jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian yang telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan (Sugiyono, 2010:96). Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu.
Ho : Metode role playing sama efektif dibandingkan dengan metode ceramah
dan tanya jawab terhadap hasil belajar PKn materi keputusan bersama.
H a : Metode role playing lebih efektif dibandingkan dengan metode ceramah dan tanya jawab terhadap hasil belajar PKn materi keputusan bersama.