Sebab dengan bertambahnya anak maka biaya yang tersedia untuk penyediaan makanan bagi tiap-tiap anggota keluarga menjadi berkurang Husaini, 1987.
Chaterine Lee 1989, berpendapat bahwa besar kecilnya jumlah anggota keluarga akan berpengaruh terhadap pembagian pangan pada masing-masing anggota
keluarga. Pada keluarga yang memiliki balita, dengan jumlah anggota keluarga yang besar bila tidak didukung dengan seimbangnya persediaan makanan di rumah akan
berpengaruh terhadap pola asuh yang secara langsung mempengaruhi konsumsi pangan yang diperoleh masing-masing anggota keluarga terutama balita yang
membutuhkan makanan pendamping ASI Bidasari, 2011. Pertumbuhan yang lambat berisiko 4 kali lebih besar berasal dari keluarga yang
memiliki anak lebih dari 2 orang Chandra, 2011.
2.4 Pendapatan Keluarga
Pertumbuhan fisik anak balita dipengaruhi oleh faktor genetik, beberapa hormon yang mempengaruhi hormon pertumbuhan penyakit akut dan kronis. Selain
faktor tersebut ada pula faktor makanan atau pola konsumsi pangan dan keadaan status sosial ekonomi keluarga Soetjiningsih, 1995. Juga hasil penelitian dari
Depkes RI 1985 menunjukkan bahwa kesehatan anak bukan hanya dipengaruhi oleh waktu yang kurang bagi ibu pekerja untuk memelihara bayinya tetapi tergantung pula
pada tingkat pendapatan orangtua untuk pengadaan makanan tambahan serta biaya pemeliharaan anak.
Status sosial ekonomi keluarga merupakan penyebab tidak langsung terjadinya gizi buruk pada anak balita. Masalah kesehatan dan keadaan gizi di negara
berkembang sebagian besar penduduknya berstatus sosial ekonomi rendah. Banyak
Universitas Sumatera Utara
keluarga terutama yang berstatus ekonomi rendah beranggapan bahwa menu makanan yang sehat dan bergizi itu harganya mahal, padahal tidak selamanya
makanan yang sehat dan bergizi itu mahal. Perubahan pendapatan keluarga dapat mempengaruhi perubahan pola asuh gizi yang secara langsung berpengaruh terhadap
konsumsi pangan balita. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya
penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan penurunan kuantitas pangan yang dibeli Farida, 2004.
Status sosial ekonomi selain pendidikan, dan pekerjaan orangtua juga sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan keluarga, apabila akses pangan ditingkat rumah
tangga terganggu, terutama akibat kemiskinan, maka penyakit kurang gizi malnutrisi pasti akan muncul. Bagi negara-negara yang sedang mengalami trasnsisi
gizi seperti Indonesia, masalah yang dihadapi juga mencakup kegemukan yang dialami anak-anak sekolah akibat kemakmuran orangtuanya Khomsan,2012.
Tingkat pendapatan menentukan jenis dan jumlah pangan yang akan dibeli. Perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi pola konsumsi pangan
keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya keluarga yang
pendapatannya rendah menyebabkan tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan baik kualitas maupun kuantitas, sehingga konsumsi makan per
individu menjadi kurang. Hal ini akan berakibat kepada pemenuhan akan zat-zat gizi untuk pertumbuhan fisik tidak tercapai secara optimal Suhardjo, 1986.
Universitas Sumatera Utara
Standar hidup layak dihitung dari pendapatan per kapita tingkat ekonomi. Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dan
kuantitas makanan. Tingkat pendapatan akan menunjukkan jenis pangan yang akan dibeli. Status sosial ekonomi dipengaruhi oleh tingkat pendidikan karena orang
dengan pendidikan tinggi semakin besar peluangnya untuk mendapatkan penghasilan yang cukup supaya bisa berkesempatan untuk hidup dalam lingkungan yang baik dan
sehat, sedangkan pekerjaan orangtua yang lebih baik akan membuat orang tua selalu sibuk bekerja sehingga tidak tertarik untuk memperhatikan masalah yang dihadapi
anak-anaknya, padahal sebenarnya anak-anak tersebut benar-benar membutuhkan kasih sayang orangtua Adriani, 2012.
Pada kondisi ekonomi terbatas biasanya pemenuhan gizi pada anakbaita jadi terabaikan. Namun, pada negara-negara maju masyarakatnya lebih mengonsumsi
kalori dan lemak jenuh melebihi kebutuhan tubuh disebabkan tingkat pendapatan yang tinggi. Hal tersebut dapat menyebabkan kegemukan, kegemukan sangat terkait
dengan pola makan dan gaya hidup. Penghasilan yang cukup ketika diimbangi dengan pengetahuan gizi yang memadai, dan pemanfaatan pangan yang
baik,kebutuhan gizinya akan terpenuhi secara kualitas maupun kuantitas. Keluarga yang tingkat pendapatannya meningkat tidak selalu membelanjakan untuk kebutuhan
gizi tapi sebaliknya dibelanjakan untuk barang yang dapat meningkatkan status sosial. Banyak terdapat anak dengan status gizi kurang pada ayah dan ibu yang secara
ekonomi seharusnya dapat mencukupi kebutuhan makanan yang bergizi Sediaoetama, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Berg 1985, pola perbelanjaan keluarga yang ekonomi rendah dan yang tingkat ekonomi yang berstatus menengah ke atas memiliki perbedaan. Pada
keluarga kurang mampu biasanya akan membelanjakan sebagian besar pendapatan tambahannya untuk membeli makanan terutama beras, sedangkan keluarga kaya
sudah tentu akan lebih kurang dari jumlah itu. Bagian untuk makan padi-padian akan menurun dan untuk makanan yang dibuat dari susu akan bertambah jika keluarga
beranjak kependapatan menengah ke atas, pada keluarga yang mampu semakin tinggi pendapatan semakin bertambah pula persentase pertambahan perbelanjaan termasuk
untuk buah-buahan, sayur-sayuran, dan jenis makanan lainnya. Pendapatan keluarga juga tergantung pada jenis pekerjaan suami.
2.5 Pola Asuh dan Status Gizi Anak Balita