Kritik Terhadap Model Pendidikan Gaya Bank Yang Menindas

32 pendidikan ditujukan untuk pembebasan dan bukan untuk penguasaan. Pendidikan harus menjadi proses pemerdekaan, bukan penjinakan sosial budaya. 55 Sambil menjalani hidup bersama dengan penduduk tani Brasil, Freire melakukan redefinisi dan melihat konsep pemberantasan buta huruf dari kacamata politik, Freire mengembangkan analisa kritis yang sama di mana dia menegaskan bahwa bentuk pendidikan tradisional pada dasarnya berfungsi untuk menyingkirkan kaum tertindas. Lebih dari itu, dia juga mengeksplorasi secara mendalam karakteristik budaya yang mendominasi, dan melakukan analisa secara sistematis bagaimana budaya tersebut hidup dengan adanya praktik-praktik sosial dan buku-buku tertentu yang bertujuan menciptakan dan menjaga keberlangsungan budaya bisu masyarakat Brasil. 56 Meskipun Freire tidak menggunakan istilah kurikulum maupun hidden curriculum dalam wacananya, tetapi ia menggunakan pendekatan pedagogis sehingga peserta didik dapat mengetahui bahwa pendidikan dengan materi pelajaranya mengandung muatan ideologis yang bentuk, isi dan pengurangan materi pelajaran yang dilakukan secara selektif membutakan orang akan adanya logika dominasi dan tertindas. Kemudian Freire menjelaskan hubungan antara seleksi, diskusi dan evaluasi materi pelajaran di sekolah dengan proses pedagogis yang melengkapi fenomena pendidikan saat ini. Dalam pandangannya, tidak mungkin memisahkan antara satu dengan yang lainnya, karena penyelenggaraan pendidikan pasti berkaitan erat dengan pengetahuan dan gerakan sosial yang radikal. 57

2.3.2 Kritik Terhadap Model Pendidikan Gaya Bank Yang Menindas

55 Freire, Politik pendidikan, xii - xiii. 56 Freire, Politik pendidikan , 10-11. 57 Freire, Politik pendidikan , 11. 33 Sekalipun Brasil telah terlepas dari penjajahan Portugal, sistem pemerintahan yang berlangsung pada masa itu masih banyak dipengaruhi oleh sistem kolonialisme Portugal. Sistem ini membuat para penguasa menjadi subjek- subjek aktif yang berhak mengatur dan menentukan, sedangkan masyarakat biasa menjadi sekedar objek-objek yang wajib menerima pandangan dan keputusan dari pengusa. Hal ini juga terjadi dalam sistem pendidikan yang ada dan berlangsung pada saat itu. Freire melihat bahwa pada masa itu, model pendidikan yang berlangsung masih bersifat naratif dengan ciri utamanya adalah guru sebagai subyek bercerita dan murid-murid sebagai obyek yang patuh dan mendengarkan. Isi pelajaran yang diceritakan, baik yang menyangkut nilai-nilai maupun segi-segi empiris dari realitas, dalam proses cerita cenderung menjadi kaku dan tidak hidup. Guru menceritakan sebuah topik yang asing bagi pengalaman eksistensial para murid. Tugasnya dalah “mengisi” para murid dengan segala bahan yang dituturkan, bahan-bahan yang lepas dari realitas, terpisah dari totalitas yang melahirkan dan dapat memberinya arti. Murid mencatat, menghafal dan mengulangi apa yang diceritakan oleh guru tanpa memahami apa arti sesungguhnya. 58 Freire melihat bahwa sistem pendidikan yang pernah ada dan mapan selama ini dapat diandaikan sebagai sebuah “bank” banking concept of education di mana pelajar diberi ilmu pengetahuan agar ia kelak dapat mendatangkan hasil dengan lipat ganda. Jadi, anak didik adalah obyek investasi dan sumber deposito potensial. Mereka tidak berbeda dengan komoditas ekonomis lainnya yang lazim dikenal. Depositor atau investornya adalah para guru yang mewakili lembaga- lembaga kemasyarakatan yang mapan dan berkuasa, sementara depositornya adalah berupa ilmu pengetahuan yang diajarkan kepada anak didik. Anak didik pun 58 Freire, Pendidikan kaum tertindas, 52. 34 lantas diperlakukan sebagai “bejana kosong” yang akan diisi, sebagai sarana tabungan atau penanaman “modal ilmu pengetahuan” yang akan dipetik hasilnya kelak. 59 Jadi guru adalah subyek aktif, sedangkan anak didik adalah obyek pasif yang penurut. Pendidikan akhirnya bersifat negatif di mana guru memberi informasi yang harus ditelan oleh murid, yang wajib diingat dan dihafalkan. Pembicaraan guru tentang suatu realitas itu seolah-olah bergerak, statis, terkotak dan dapat diprediksi. Substansi yang disampaikan guru bagaikan alur cerita sinetron yang mudah dibaca dan membosankan. Seandainyapun guru berusaha memperluas sesuatu yang sepenuhnya asing bagi pengalaman eksistensial murid, hal itu tetap kurang menyentuh realitas. Tugas guru seakan-akan hanya untuk “mengisi” murid dengan isi narasi versi guru yang terlepas dari realitas, terputus dari totalitas pemaknaan yang sesungguhnya dikehendaki atau bermanfaat bagi murid. Apa yang guru ajarkan hanya kisaran format: lima kali lima adalah dua puluh lima; Ibukota Indonesia adalah Jakarta dan sebagainya. Murid hanya mencatat, menghafal, dan mengulangi ungkapan-ungkapan guru tanpa memahami apa esensi “lima” atau apa esensi “ibu kota”. 60 Pendidikan bercerita dengan guru sebagai pencerita akan mengarahkan murid untuk menghafal secara mekanis isi pelajaran yang diceritakan. Lebih buruk lagi, murid diubah menjadi “bejana-bejana” atau wadah-wadah kosong untuk diisi oleh guru. Semakin penuh guru mengisi wadah-wadah itu, semakin baik pula ia sebagai seorang guru. Semakin patuh wadah-wadah itu untuk diisi semakin baik pula mereka sebagai murid. Pendidikan karenanya menjadi sebuah kegiatan menabung, di mana para murid adalah celengan dan guru adalah penabungnya. Yang terjadi bukanlah proses komunikasi, tetapi guru menyampaikan pernyataan- 59 Freire, Politik pendidikan, x-xi. 60 Danim, Pedagogi, Andragogi, dan Heutagogi, 77-78. 35 pernyataan dan “mengisi tabungan” yang diterima, dihafal dan diulangi dengan patuh oleh para murid. 61 Hal ini yang dimaksud oleh Freire sebagai konsep pendidikan “gaya bank”, di mana ruang gerak yang disediakan bagi kegiatan para murid hanya terbatas pada menerima, mencatat, dan menyimpan. Padahal menurut Freire, tanpa usaha mencari, tanpa praksis, manusia tidak akan menjadi benar- benar manusiawi. Dalam konsep “pendidikan gaya bank”, pengetahuan adalah hadiah yang diberikan oleh mereka yang menganggap dirinya berpengetahuan atas orang-orang yang mereka anggap tidak tahu apa-apa. Inilah karakteristik dari ideologi penindasan, meniadakan pendidikan dan pengetahuan sebagai proses penyelidikan, pemecahan masalah atau pencarian dan penemuan. Pekerjaan murid tidak lebih dari menyimpan deposito yang dipercayakan kepada mereka. Murid kurang mengembangkan kesadaran kritis akan hasil dari intervensi mereka di dunia sebagai transformator dari dunia itu. Semakin benar-benar mereka menerima peran pasif yang dikenakan pada mereka, semakin mereka cenderung hanya beradaptasi dengan dunia seperti apa adanya. 62 Secara sederhana, Freire menggambarkan keadaan dalam pendidikan gaya bank seperti demikian: 63 1. Guru mengajar, murid diajar 2. Guru mengetahui segala sesuatu, murid tidak tahu apa-apa 3. Guru berpikir, murid menyadap pikiran guru 4. Guru bercerita, murid patuh mendengarkan 5. Guru menentukan peraturan, murid diatur 6. Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menyetujui 61 Freire, Pendidikan kaum tertindas, 52. 62 Danim, Pedagogi, Andragogi, dan Heutagogi, 79-80. 63 Freire, Pendidikan kaum tertindas., 53-54. 36 7. Guru bertindak, murid membayangkan dirinya berbuat melalui perbuatan gurunya 8. Guru memilih bahan dan isi pelajaran, murid menyesuaikan diri dengan pelajaran itu 9. Guru mencampuradukkan kewenangan ilmu pengetahuan dan kewenangan jabatannya, yang dia lakukan untuk menghalangi kebebasan murid 10. Guru adalah subyek dalam proses belajar, murid adalah obyek belaka Tidak mengherankan jika konsep pendidikan gaya bank memandang manusia sebagai makluk yang dapat disamakan dengan sebuah benda dan gampang diatur. Semakin banyak murid menyimpan tabungan yang dititipkan kepada merekam semakin mereka kurang dalam mengembangkan kesadaran kritis yang dapat mereka peroleh dari keterlibatan di dunia sebagai pengubah dunia tersebut. Semakin penuh mereka menerima peran pasif yang disodorkan kepada dirinya, mereka semakin cenderung menyesuaikan diri dengan dunia menurut apa adanya serta pandangan terhadap realitas yang terpotong-potong sebagaimana yang ditanamkan kepada diri mereka. 64

2.3.3 Mengganti Model Pendidikan Gaya Bank Banking Style of Education

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Katekisasi Pranikah (Pelaksanaan Katekisasi Pranikah dan Manfaatnya Bagi Kehidupan Keluarga Kristen di Jemaat GMIT Kota Kupang)

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Alienasi Atau Pembebasan?: Studi Mengenai Perspektif GMIT Jemaat Zaitun Tuapukan terhadap Pembangunan Gedung Ibadah T2 752015027 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Alienasi Atau Pembebasan?: Studi Mengenai Perspektif GMIT Jemaat Zaitun Tuapukan terhadap Pembangunan Gedung Ibadah T2 752015027 BAB IV

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Alienasi Atau Pembebasan?: Studi Mengenai Perspektif GMIT Jemaat Zaitun Tuapukan terhadap Pembangunan Gedung Ibadah T2 752015027 BAB II

0 1 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Alienasi Atau Pembebasan?: Studi Mengenai Perspektif GMIT Jemaat Zaitun Tuapukan terhadap Pembangunan Gedung Ibadah T2 752015027 BAB I

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelaksanaan Kegiatan Sekolah Minggu di GMIT Kamengtakali Ditinjau dari Perspektif Pendidikan Pembebasan Paulo Friere

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ditinjau dari Perspektif Pedagogi Pembebasan Paulo Freire T2 752014019 BAB I

0 1 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ditinjau dari Perspektif Pedagogi Pembebasan Paulo Freire T2 752014019 BAB IV

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ditinjau dari Perspektif Pedagogi Pembebasan Paulo Freire

0 0 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi tentang Metode Pengajaran Katekisasi bagi Katekumen di Jemaat GMIT Syalom Sakteo

0 3 36